Adsense Link 728 X 15;

Kompasiana

Posted by Sri Rejeki Jumat, 31 Agustus 2012 0 komentar
Adsense Content. recommended 336 X 300

Kompasiana


Menulis dengan Story Telling

Posted: 31 Aug 2012 11:30 AM PDT

Sering kita sebagai penulis—yang tidak mengetahuinya ketika menulis entah itu fiksi maupun non fiksi kita selalu terlena dengan kata-kata. Terlebih kata sifat—sering banyak digunakan saat kita menulis. Padahal tidak selamanya semua tulisan (fiksi dan non fiksi) yang kita tulis itu harus memakai kata sifat. Seperti yang dikatakan oleh pujangga Perancis Voltaire. Ia mengatakan," kata sifat adalah musuh bebuyutan kata benda."

Hal ini pun pernah saya mendapatkan kritikan keras—yang membuat saya down. Tak percaya. Tapi ketika saya cerna dan menimbang-nimbang ternyata itu benar. Dan sayalah yang keliru selama itu. Menganggap bahwa menulis (baca:sastra) hanya merangkai kata-kata indah, puitis dan melankolis belaka.

"Menulis bukan hanya merangkai kata-kata biasa. Menulis itu adalah bagaimana kita bisa melukiskan dan menggambarkan kehidupan manusia melalui pena (tulisan)!"

Begitu yang diutarakan oleh penulis dan mantan redaktur Majalah Gatra Farid Gaban sebagai fasilitator—dalam pelatihan traning menulis ketika tulisan ini saya tulis. Saya yang pertama kali mendengar saat itu tidak menerima. Namun ketika saya cermati lebih dalam ternyata hal itu benar adanya. Sering kali saya ketika menulis berpikiran bahwa menulis hanya memerhatikan kata-kata indah dan puitis saja. Dan ternyata menurut saya itu tak benar dan keliru.

Tulisan yang bagus memaparkan soal yang kongkret dan spesifik. Salah satu caranya adalah dengan  menghindari kata-kata sifat. seperti panjang, ruapawan, jelita, elok dan kata tak tidak spesifik, cukup besar, lumayan heboh, keren abis.

Kunci dari itu semua adalah: "LUKISKAN, BUKAN KATAKAN"

Pernahkah kita membaca sebuah tulisan dan sampai bertahun kemudian mengingat deskripsi dalam tulisan itu?

Kita umumnya terkesan pada sebuah tulisan yang  mampu melukis secara kuat gambaran di dalam otak kita. Deskripsi yang kuat adalah alat yang digdaya bagi para penulis, apapun yang kita tulis.  Entah itu fiksi maupun non fiksi. Bagaimana cara belajar membuat deskripsi yang kuat dan hidup?

Cara terbaik untuk melakukannya adalah menerapkan konsep "show not tell" atau "lukiskan, bukan katakan". Ubahlah pernyataan yang kering dan kabur menjadi kalimat yang berisi ilustrasi memukau.

Perhatikan contoh ini: "Lelaki berkacamata itu ganteng sekali."

Kata yang bergaris miring adalah kata sifat. Deskripsikan kata ganteng itu. Karena kata ganteng tidak dirasakan oleh pembaca. Bukan karena lelaki yang berkacamata itu tidak ganteng, tapi karena pembaca tidak bisa membayangkan seganteng apa lelaki itu. Tak ada deskripsi!

Kalimat di atas adalah kalimat yang berati mengatakan. Atau,  kalimat "telling." Jadi contoh di atas bisa diubah menjadi kalimat "showing". Atau, kalimat yang menunjukan, melukiskan dan menggambarkan.

Kata ganteng itu kata sifat. Deskripsikan agar pembaca bisa mengimajinasikan.

Perhatikan contoh ini: "Setiap lelaki itu keluar dari rumah selalu saja menjadi bahan perhatian para perempuan bila melihat ke arahnya. Dagunya belah, kulitnya sawo matang, pipinya lesung dan ditambah kumis tipisnya yang bertengger di bawah hidung yang mancung. Menambah yang melihat ke arahnya terlebih lagi perempuan menjadi tidak kuat memandanginya.

Nah, contoh yang saya tulis itu adalah yang benar. Kalimat yang melukiskan dan menggambarkan. Atau, kalimat "showing" seperti diatas.

Jika kita menggunakan konsep "show not tell" contoh yang saya tulis  itu akan terbentuk secara alami, kuat, hidup dan mudah dikenang. Memberi ruh (kehidupan) pada tulisan

Melukis dalam benak pembaca, cukup detil sehingga pembaca bisa merasakan lukisan itu dengan seluruh inderanya.

Pembaca suka membaca tentang manusia lainnya. Mereka kurang berminat pada isu dan gagasan ketimbang pada pribadi-pribadi. Jika kita bisa menampilkan sebuah wajah pada kisah rumit yang jarang diikuti pembaca, mereka akan terpikat membacanya dan memperoleh informasi. Kita harus berupaya untuk menyentuh indera pembaca. Membuat mereka melihat cerita dalam detil visual yang kuat, dan juga — dalam kontek yang tepat – membuat mereka mendengar, meraba, merasakan, membaui dan mengalami.

Jadi sekarang Anda sudah tahukan bahwa tidak semua tulisan—yang harusnya menggunakan kata-kata yang dibenci oleh kata benda. Yakni, kata sifat. Dan mulailah hari ini kita menulis dengan cara menunjukan, menggambarkan, dan melukiskan apa yang kita tulis. Siapkah Anda? Selamat Mencoba! []

Revisi, Uray, 14/ 12 Syawal 1433 H

Istri Digerayangi Saat Suaminya Tertidur Pulas

Posted: 31 Aug 2012 11:30 AM PDT

13464371902041838821

Istri Digerayangi Saat Suaminya Tertidur Pulas (anaxmuda.blogspot.com)

Follow Me : @assyarkhan

Seorang Istri bernama Lastri (16) mengaku Sock saat ditemui di Mapolsek Ujung Berung, Kamis (30/8/2012) siang, Lastri menceritakan bahwa dirinya masih belum bisa menenangkan diri akibat dari perbuatan cabul yang menimpa dirinya.

"Saat Saya sedang tidur disamping suami Saya, tiba-tiba ada yang meraba-raba betis dan naik ke paha Saya. Saya tepis, eh ternyata ada lagi rabaan itu, Saat itu Saya tidak melihat pelakunya " kata Lastri yang mengaku sedang hamil lima bulan.

Sedangkan sang suaminya, Sueb mengaku sama sekali tak mengetahui istrinya dicabuli. "Entahlah mengapa, saya seolah tertidur pulas, seperti sedang mabuk kapal. Saya sama sekali tak tahu, tak terbangun walaupun tidur bersebelahan dengan istri saya," ujarnya.

Karena rabaan itu berulang kali terjadi, Lastri terbangun dan kemudian menjerit sekencang-kencangnya karena ternyata yang merabanya itu adalah Kecoa tengik. Dasar Cecunguk

Kejadian ini diakui Sueb membawa hikmah. Di kemudian hari, ia harus membersihkan dahulu kasurnya sebelum tidur.

Hahahahahahaha…….

Anda boleh bilang bahwa Anda tertipu dengan berita ini karena memang berita ini adalah Fiktif, tetapi inilah bentuk kritik Saya terhadap media dan berita dimana berita yang beraroma "mesum" selalu saja menjadi trending Topic, di Tribun misalnya, dan bahkan di Kompas sekalipun, berita "Istri Digerayangi, Suami Tertidur Pulas" menjadi berita terpopuler pada 31 Agustus 2012 (Kemarin). Tanya Kenapa?

Media adalah wajah bangsa dimana media itu berada, begitu mesumkah Otak-Otak yang ada di Republik Indonesia ini? Anda sendiri bisa menjawabnya, Anda berotak mesum Nggak?!

Sumber :

Kompas : Istri Di Gerayangi, Suami Tertidur Pulas

Bandung, 1 September 2012

ADI SUPRIADI (Assyarkhan)

World Writers #348: Ghassan Kanafani

Posted: 31 Aug 2012 11:30 AM PDT

REP | 01 September 2012 | 01:24 Dibaca: 0   Komentar: 0   Nihil

Ghassan Kanafani (1936-1972) Dramawan, cerpenis dan novelis Palestina. Tema-tema utama dalam karyanya adalah ketercerabutan, pengasingan dan perjuangan nasional. Dalam kisah-kisahnya dia kerap menggunakan gurun pasir yang panas sebagai simbol dari penderitaan rakyat Palestina. Dua novel pertama Kanafani, yang menggunakan eksperimen bahasa dan bentuk, menjadi novel paling kompleks pada masanya.

Kanfani lahir pada 9 April 1936 di Acre, Palestina. Ketika perang Arab-Israel pecah Kanafani bersama keluarganya mengungsi ke Libanon, dan kemudian ke Syria. Setelah menyelesaikan pendidikan menengahnya dia melanjutkan ke Universitas Damaskus untuk mempelajari sastra Arab, tetapi dikeluarkan sebelum meraih gelar. Dia kemudian pindah ke Kuwait dan bekerja sebagai guru dan wartawan. Dia lalu pindah ke Beirut dan bekerja sebagai editor koral al-Muharrir. Selama periode tersebut aktivitas politiknya meningkat. Pada 1969 dia menjadi juru bicara Front Rakyat untuk Pembebasan Palestina dan editor mingguan Al-Hadaf.

Novel pertamanya adalah Rijal fi-al-Shams (1963), yang difilmkan oleh sutradara Mesir, Tawfiq Salin, dengan judul al-Makhduun. Film itu dilarang di beberapa negara Arab karena mengkritik rezim-rezim di Arab. Kisahnya adalah tentang tiga pemuda Palestina yang berusaha melarikan diri ke Kuwait dengan menyusup masuk ke truk tanki air. Novel keduanya, Ma Tabaqqa Lakum (1966) dianggap sebagai salah satu eksperimen modernis paling awal dan paling berhasil dalam khazanah fiksi Arab. Dalam novel ini Kanafani menggunakan banyak narator – dua diantaranya adalah benda tak bernyawa, jam dan gurun pasir. Ceritanya tentang pemuda bernama Hamid yang ingin bertemu kembali dengan ibunya setelah terpisah pada 1948. Dalam pencariannya dia tersesat di padang pasir dan bertemu dengan tentara Israel. Dia terpaksa membatalkan rencana semula dan menghadapi musuhnya. Meski dia akhirnya meninggal sebelum menemukan ibunya, melalui kematiannya dia menyatu kembali dengan tanah tumpah darahnya. Novelnya yang lain diantaranya al-Bab (1964); An al-Rijal wa-al-Banadiq (1968); Umm Sad (1969); Aid ila Hayfa (1970); dan lain-lain.

Kanafani dibunuh oleh agen Israel dengan bom mobil pada 8 Juli 1972. Setelah tewas dia mendapat anugerah Lotus Prize for Literature oleh Konferensi Penulis-Afro-Asia. Selain novel, Kanafani mempublikasikan empat koleksi cerpen, kritik sastra, drama dan ulasan sejarah.

Siapa yang menilai tulisan ini?

Ayah

Posted: 31 Aug 2012 11:30 AM PDT

"Ayahmu sudah tua, Nak," ucap Ayah. Nada kesedihan bisa dengan jelas terdengar olehku, tergambar jelas di wajahnya. Bersatu dengan rasa putus asa akan kenyataan yang beliau ketahui tentang diriku. Dan sesungguhnya, aku tidak menginginkan Ayah seperti ini. Tidak pada waktu dimana seharusnya ia bisa meninggalkan kehidupan ini dengan perasaan tenang tanpa beban lagi.

"Maafkan aku, Ayah," Tanpa kutahu lagi harus berkata apa.

Waktu begitu cepat berlalu tanpa kusadari, sebagimana juga Ayah. Sampai saat kami kini mulai merasakan pertukaran peran dan energi dalam hidup. Beban berpindah genggaman, seperti juga kegelisan itu kini aku rasakan setiap saat. Sementara Ayah terjaga dalam harapan-harapan yang ia ingin sebelum semuanya berakhir.

Aku beranjak mendekat kepada Ayah yang tengah tertunduk di kursi roda, larut dalam rasanya sendiri. Kesedihan menjalar pelan dalam darahku, meninggalkan sayatan luka di dadaku dengan cepat. Bagaimana pun juga, Aku mencintai lelaki ini, lelaki telah menghadirkan diriku ke dunia tanpa pernah kuinginkan. Keterpaksaan yang awalnya penuh dengan kesenangan dan keceriaan. Sosok yang selalu menjadikan diriku mampu mengurai keinginan dan mimpi untuk bisa seperti dirinya. Mengurai dengan memaksa segala apa yang ada pada diriku adalah bagian dari dirinya.

"Yah.."Aku berlutut di hadapannya, menatap wajahnya, menggenggam erat jemari tangan yang dulu begitu kuat mengangkat tubuh mungilku. "… Apapun yang terjadi pada diriku saat ini bukan lagi menjadi beban yang harus engkau pikul. Tuhan tidaklah seburuk yang kita pikirkan selama ini, Yah."

Tetesan airmata itu tiba-tiba meluncur cepat dan jatuh, membasahi wajah keriputnya. Dengan sedikit gemetar menahan sesak kesedihan yang ia rasa, Ayah berkata kepadaku,"Ayah tahu, Nak..Ayah tahu itu.Tapi.." Dan tangis itu pecah. Tubuhnya berguncang hebat.

"Ayah.." Kupeluk tubuhnya erat-erat. Hatiku terluka. Selalu terluka. Dan seharusnya aku tidak perlu untuk datang menemuinya. Hal yang selalu kuhindari untuk terjadi, yang akhirnya selalu menghantam diriku dalam perasaan bersalah tak berkesudahan. Ya, Tuhan.. Jangan hukum kami seperti ini. Aku mohon…

"Semua ini.."ucap Ayah terbata sambil melepas pelukan." ..Semua ini hanya karena Ayah mencintaimu, Nak. Dan Ayah sangat mencintaimu. Kau adalah darah daging Ayah. Tuhan telah mengikat hati kita semenjak kau masih menetap di surga sana."

Aku tak kuasa untuk memeluk kembali tubuh Ayah,"Ayah, maafkan aku. Maafkan aku.." Dan kulepaskan segala kesedihan yang tertahan selama ini di dadaku. Kami menangis bersama.

"Hati Ayah tidak pernah bisa merasa rela setiap kali melihat kesedihan dan kesusahan hidup yang engkau alami, Nak.." Dan rasa sakit itu semakin mengunci diriku dalam kesedihan yang memuncak. Aku membenci hal itu, tapi aku merasa terbebaskan. "Dan Ayah akan lakukan apa saja agar kau bisa kembali merasa bahagia dengan dirimu dan juga kehidupanmu, Nak.."

"Maafkan aku, Ayah.. Maafkan aku..!!"

**

Masih terasa sesak dan rasa sakit itu di dada. Malam semakin larut. Kutatap wajah Ayah yang telah terlelap. Harapanku kandas ditelan kenyataan, bahwa diriku tak akan pernah bisa setangguh dirinya. Aku merasa terjebak dalam kehidupan. Kesalahan-kesalahan pada setiap langkah yang pernah kubuat seolah selalu menguntit diri. Menghantui diri dalam ketakutan-ketakutan tanpa akhir. Mengurungku dalam kehampaan yang berkepanjangan, bersama gelisah yang tidak bisa aku mengerti.

Ayah, betapa kuat keinginan diriku untuk bisa membuatmu tersenyum setiap saat. Hingga kau membawanya dalam lelap tidurmu saat ini atau nanti. Aku telah kehilangan semua hal yang pernah kau ajarkan. Semua harapan yang kau ingin untuk kulakukan. Aku… aku memohon kepadamu lagi, Ayah. Maafkan aku…

************************************************************************

Percayalah, kemuliaannya selalu sama denganmu, Ibu..

doaku pada Angin

Posted: 31 Aug 2012 11:30 AM PDT

1346436805558698285

Di kesepian malam aku sendiri

Termenung dibawah cahaya rembulan

Pucuk-pucuk daun meliuk indah

Mengikuti irama angin perlahan

Angin…., Aku hargai kau menghiburku

Memang tidak ingin aku berlama-lama

Larut dengan gelapnya malam

Terombang-ambing oleh kelamnya awan

Angin…., Tolong katakan pada bintangku

Aku rindu dan berharap dia hadir disini

Dengan segala ketulusan cintanya

Ingin aku mengajaknya bernyanyi

Menari, berdansa berdua

Angin…, katakanlah padanya

Aku perlu belaian sejuta kasihnya

Ingin aku menikmati indahnya malam ini

Dengan kehangatan peluk mesranya

Angin…, untuk yang terakhir

Katakanlah padanya

Aku benci dengan kesendirian ini

Aku berdoa padamu angin….

Adsense Content. bottom of article

0 komentar:

Posting Komentar