Adsense Link 728 X 15;

Kompasiana

Posted by Sri Rejeki Rabu, 08 Agustus 2012 0 komentar
Adsense Content. recommended 336 X 300

Kompasiana


Aku dan Tetangga di Kampung Lucu

Posted: 08 Aug 2012 11:03 AM PDT

lahir biasa, hidup luar biasa

"Tar, denger ribut-ribut dak tadi malam?"

Lusi, kawan kecilku, yang neneknya seumur hidup membenci anak-anak, membuka percakapan di depan kantor lurah. Waktu itu ponsel belum sampai ke Jambi, kami tengah mengantre telepon umum yang nyantol tepat di samping pintu kelurahan. Nahasnya, telepon itu ternyata sudah rusak, dengan aroma pesing di mike dan speakernya. Kebiasaan buruk orang Melayu—atau Indonesia, manusia? Suka merusak fasilitas umum.

"Idak." Aku menggeleng.

"Ayuk El tadi malam digerebek. Ketangkap basah lagi gituan samo pacarnyo. Hiiy." Lusi beraksi seperti orang kegelian.

Aku melongo.

"Orang duo tu langsung disidang. Gek (nanti) ado cuci kampung, sedekahan."

Aku manggut-manggut.

"Dak malu yo, apolah perasaan orangtuonyo."

Aku ikut membayangkan.

"Eh, ngomong-ngomong, kau tau dak yang mano Ayuk El tu?"

"Idak," aku nyengir.

"Setan!" Lusi ngeloyor pergi.

Padahal sekali waktu kami tidak bertegur-sapa, aku dan kawanku yang lain selalu menghindari Lusi dan berbisik satu sama lain, "setan," lalu ketahuan oleh neneknya, kami dimaki habis-habisan. Sekarang cucu tersayang melakukan itu pada orang lain, dan aku tak punya nenek yang bisa membela.

Dan faktanya, semua orang kesal setelah cerita panjang lebar padaku, kemudian bertanya, "Kenal orang yang kumaksud?" dan aku jawab, "Tidak." Maka kebanyakan mereka memang menuduhku setan.

Intinya, aku tidak gaul. Aku tak kenal Om Broto yang sering diceritakan Ibu dan kakak-kakakku, Parjok yang kabarnya berbadan sangat besar, hingga terkabar ia wafat, aku belum bisa membayangkan wajahnya—tetanggaku yang mana yang bernama parjok? Yang lebih buruk, jika ada undangan pesta apa pun, tidak pernah tertulis namaku.

Aku tahu ini sama sekali tidak positif. Tak ada bagusnya merasa ekslusif di kampung sendiri. Dan percayalah, aku terus berusaha.

Sekali waktu, aku dan teman SMA yang juga tidak gaul makan bersama di warung Tekwan dekat rumah. Maka bertemulah kami dengan para gadis kampung yang lain. Ngobrol. Makin ke ujung, mereka menceritakan tentang artis. Walaupun punya TV, tapi aku cuma kenal Agnes Monica, Eno Lerian, Bondan Prakoso, yang lagu mereka sering kudengar sebelum tahun 1996 (aku tamat SD).

Lagi-lagi gak nyambung.

Berikutnya, aku ikut mengajar ngaji di masjid. Ikut rapat remaja masjid—sambil diketawain, "Ke masjid pake kaos kaki, mau main bola!" Guyonan seorang bujang lapuk yang sama sekali tak lucu. Terbukti, tidak ada yang tertawa, karena anak-anak muda di bawah usianya sudah mahfum dengan penampilan jilbaber di kampus mereka.

Yang lebih tidak lucu, begitu mengajar, aku dibuat naik pitam. Mahasiswa IAIN yang dipanggil 'ustadz' oleh adik-adik, saban malam mojok di sudut masjid, adu paha dengan pacarnya. Itu baru setan, pikirku. Ada pula yang  merokok sambil baca Quran, mahasiswa kampus Islam juga. Dobel ilfil!

Makin lama aku merasa makin asing di masjid, padahal dulu aku adalah jagoan tadarus. Pulang jam 1 malam, setelah ngaji bermakroh-makroh. Dan aku justru berhenti dari kebiasaan itu setelah kenal pengajian. Kata mentor di kajian, perempuan pulang malam, dari masjid sekalipun, tidak ahsan (tidak baik).

Akhirnya aku baca Quran sendirian di rumah, dengan risiko tergoda TV, buku, HP, dan komputer.

Di pengajian yang rutin kudatangi itu, setiap Ramadhan selalu ada tema. Ramadhan tahun ini temanya 'Peduli Tetangga'. Blarr…, sudah tau deh arahnya ke mana, pasti silaturahim. Bukan tak peduli tetangga, tetangga yang tak peduli padaku.

Karena bertetangga memang penting, maka kucoba lagi membaur dengan mereka. Dapatlah ide baru; mengajak 'Aifah—anakku, jalan-jalan sore ke lapangan, tempat yang pada masa kecil dulu menjadi pusat berkumpulnya anak-anak. Bermain pasir, patok lele, cingkling, gotri, singitan.

Sekarang, di tempat bermain itu rumah-rumah berjubel, hingga hanya tersisa sepetak lahan yang dilantai semen, menjelma lapangan bulu tangkis. Lapangan bulu tangkis yang mati. Netnya tidak ada, lampunya rusak, pinggiran lapangan keropos. Jangan tanya atletnya.

Seorang kawan lama melongok dari jendela, "Woi Ummi, kau keno apo, kok keluar rumah?"

Bagoss! Baru ketemu satu orang sudah melempar petir. Kujawab dengan dua suku, "Hehe."

Kemudian muncul seorang Ibu, dulu ia seperti kakak, sekarang sudah jadi nenek. Ayuk Kot, namanya. Lancar, kami langsung ngobrol.

Ayuk Kot mengeluhkan anaknya yang sekolah di SD Negeri. Walikelas si anak tanpa sebiji pun rasa malu, minta diberi hadiah di hari ulang tahunnya. Padahal seingatku, anak yang ia mintai hadiah tak pernah merayakan ulang tahunnya. Aku tahu kondisi ekonomi keluarga itu.

Lalu datang tetangga lain, orang lama yang pastinya juga mengenalku. Tadinya kami ngobrol, makin bertambah waktu, jadi mereka yang ngobrol. Membahas tetangga-tetangga lain, yang namanya asing di telingaku. Sebelum disebut setan, aku pamit.

Setengah menyerah, kupikir lagi, bagaimana caranya agar bisa membaur dengan para tetangga ini? Terbesit ide, kalau suamiku jadi Ketua RT, barangkali bisa jadi lebih mudah, karena warga akan berdatangan mengurusi ini itu sambil memperkenalkan diri.

Kemudian aku ingat sesuatu. Setiap masuk masjid, jamaah lain enggan satu shaf dengan suamiku. Mereka kompak mencap suamiku sesat dengan alasan yang menurutku lebih sesat; suamiku subuhnya tidak qunut, sidekapnya di dada, bukan di perut, dan ia tidak membalikkan tangan saat doa tolak bala.

O, TuH4N tiD444kkk…! *jadi 4L@y*

Siapa yang menilai tulisan ini?

Apabila Langit Terbelah

Posted: 08 Aug 2012 11:03 AM PDT

REP | 09 August 2012 | 01:00 Dibaca: 4   Komentar: 0   Nihil

Apabila langit terbelah dan apabila bintang-bintang jatuh berserakan, dan apabila lautan menjadikan meluap, dan apabila kuburan-kuburan dibongkar, maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakan dan yang dilalaikannya.

Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah. Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang, dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuhmu. Bukan hanya durhaka saja, bahkan kamu mendustakan hari pembalasan.

Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam syurga yang penuh kenikmatan, dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka. Mereka masuk ke dalamnya pada hari pembalasan. Dan mereka sekali-kali tidak dapat keluar dari neraka itu.

Tahukah kamu apakah hari pembalasan itu? Sekali lagi, tahukah kamu apakah hari pembalasan itu?

(Yaitu) hari (ketika) seseorang tidak berdaya sedikitpun untuk menolong orang lain. Dan segala urusan pada hari itu dalam kekuasaan Allah.

Siapa yang menilai tulisan ini?

Aku Ingin Menjadi Umat Sebenar Umat

Posted: 08 Aug 2012 11:03 AM PDT

MENGHARGAI KEYAKINAN ORANG LAIN, ITU ADALAH AMAL

Posted: 08 Aug 2012 11:03 AM PDT

Hanya karena terlibat diskusi yang tak harus aku lakukan tapi itu aku memaknainya sebagai kekeliruan maka aku tak ingin membiarkan saudaraku larut dalam kekeliruan yang sadar maka dari itu aku menitipkan pesan melalui mulut besarku, maka bacalah bibir saya

1344447796512600093

Mungkin saat ini tak ada manusia yang tidak berkeyakinan, saya memastikan itu, keyakinan dalam hal ini yang saya maksudkan adalah keyakinan religius, Indonesia pun telah melegitimasi secara nasional 6 agama yang di akui, yaitu Islam, Kristen, Budha, Hindu, Konghuchu. Hal ini saya bisa katakana bahwa tujuan utamanya dari kepercayaan tersebut adalah kepada Sang Pencipta, berbuat baik adalah kewajiabnya. Cuma dalam penafsiran tentang eksistensi manusia, baik itu dari proses penciptaan, dunia kahirat, pandangan hidup itu berbeda, tapi semuanya di wakili satu kata yang bijak yaitu tujuanya semua adalah "kebaikan". Tapi pertanyaanya adalah mengapa konflik yang bernuasa agama acap kali terjadi di belahan dunia ini, termasuk di Indonesia satu teka teki tentang eksistensi Agama.

Mungkin menjelaskan hal ini bukanlah hal yang mudah, karena orang yang seiman saja masi saja sering berbeda pendapat, apa lagi berbeda keyakinan berbeda pendapat itu hal yang sudah pasti ada, tpi aku selalu meyakini satu hal bahwa memang manusia adalah mahkluk yang sangat tak terprediksi dan sangat kompleks untuk di pahami, dan bahkan tak akan pernah bisa di terukur apa batasanya tentang bangunan pemikiranya pada masing-masing individus ini suatu kewajaran, tapi di samping kerumitanya tapi sebanranya semua itu bisa di konsesnsuskan untuk bisa berdiri pada rel yang sama inilah komitmen.

Kemarin saya sempat terlibat dengan diskusi panjang yang boleh dikatakan tak akan bisa ketemu benang merahnya karena kita bicara pada topic yang sama tapi kita berdiri pada keyakinan yg berbeda, tpi anehnya beberapa di antara kami mengunakan keyakinanya sebagai kekuatan untuk menjadikan kebenaran umum, yah orang pasti tidak terimah lah karena di dalamnya terdiri keyakian yang beragam, sementara ada yang menjadikan keyakinanya sebgai patokan kebenaran, yah orang bisa perang lah tapi aku selalu berusaha tidak menanggapinya dalam perspektif agama tapi dengan segala kesadaranku aku menggagasnya dalam rana yang berbasis ilmu tapi pada akhirnya kebenaran yang kita ingin cari tak ada yang ada adalah pembenaran yang di akui sebagai kebenaran. Tapi terlepas dari itu aku Cuma belajar satu hal dari diskusi itu bahwa memang kita selalu terjebak dengan tiga hal yaitu "Benar, pembenaran, dan Kebenaran", sering kali kita menjadikan pembenaran menjadi kebenaran, dan benar menjadi pembenaran, inilah yang selalu menjadi pemicu saat orang sedang bicara keyakinan. Mereka terlalu euphoria dengan keyakinya saat berbicara akhirnya mereka tak lagi sadar saat ia berdiri pada iklim yang berbeda.

Prinsip yang medasar bagi umat adalah keyakinan/iman tak di batasi oleh ruang dan waktu, tapi ingat satu hal bahwa mengkomunikasikanya harus kita mengunakan pendekatan umum, itu mengapa? karena jika kita menjelaskan secara totalitas tentang keyakinan kita mengunakan cirri khas keyakinan kita secara pribadi, serta ajaran kita sekalipun maka jangan salahkan orang jika ia menanggapimu dengan keras, karena mereka akan merasa bahwa keyakinanya tidak di selaraskan dengan keyakinamu, dan kemungkinan ia akan bilang ini doktrin agamawan jiak totalitas keyakinan dalam hal ini agama kita jelaskan kepada seiman kita nah ini jauh lebih bagus, itu tidak soal. Kembali pada diri masing-masing bahwa keyakinan adalah mutlak adanya kebenaranya dalam diri manusia, nyata adanya, tapi tidak bisa di general bahwa mutlak secara pribadi menurut kita, itu juga mutlak bagi orang lain, maka caranya adalah pakailah bahasa umum untuk menjelaskan kebaikan kepada mereka, di sinilah fungsi bahasa yang beretika di gunakan. Beragama sesungguhnya tak sekedar di yakini secara pribadi tapi juga di junjung tinggi tentang keselamatn bagi manusia-manusia lainya, karena bicara keyakinan berarti kita membicarakan hak yang paling asasi.

Terlepas dari etika bahasa, aku kemudia mengingat kembali tentang karya terbesar yang di anugerahkan Sang Mahakarya adalah "Akal budi", aku bangga dan mau bilang inilah sesungguhnya CPU manusia, di dalmnya terdapat sofwere tentang aplikasi-aplikasi yang akan di tampakkan manusia dalam hidup, baik buruk itu ada di dalamnya, pertanyaanya adalah apakah semuanya akan di gunakan? Jawabanya tentu ia kabaikan akan menutupi keburukanmu maka selalulah menekankan kebaikan selagi anda masi bisa menyadari tentang hakikat hidup bahwa manusia akan berdosa jikalau melanggar kuasa Tuhan saat melakukan keburukan-keburukkan di dunia, ini jelas batasanya maka mengapa kita enggan melakukan kebaikan.

Saya sebagai bagian dari kuasa yang transenden itu tak mampu melakukan semua tuntutan hidup, tapi paling tidak aku sadar apa yang saya lakukan, ini yang paling penting juga kita lakukan. Sadar tentang komunikasi yang kita bangun dengan sesama umat yang berbeda agama itu sangat di butuhkan, sadar akan perbedaan itu akan menciptakan keindahan karena mereka terdiri dari corak yang berbeda-beda tapi saling mamahami, indah rasanya jika semunya kita sadar tentang hal ini. Maka konflik agama pun akan sirnah di muka bumi. Tapi ini nampaknya mustahil. Tapi inginya saya adalah paling tidak kita tidak menjadikan agama sebagai alat dominasi dengan mengorbankan isi-isi di dalamnya sebagai umpan untuk meyakinakan kepada orang lain bahwa akulah kebenaran. Kebenaran akan datang sendiri jika anda melakukanya dengan nurani yang adil tampa mengurangi kehormatan orang lain bukan kah ini yang kita impikan sesungguhnya''?

Maka dari itu melalu catatan singkat ini aku hanya ingin kita semua menciptakan kesadaran yang rasional bahwa kita bukanlah kebenaran melainkan pelaku kebenaran mungkin inilah sedikit kalimat filsafat yang aku bisa petik. Bahwa kebenaran hanya ada pada diri kita sendiri dan kitalah yang memberinya makna. Soal itu di terimah oleh orang lain itu bukan kebenaran tapi itulah kesepakatan bahasa. Kita hanya bisa membuat benar sesuatu di depan umum, bukan kebenaran, ingin tau apa itu kebenaran? dia adalah kepercayaan itu sendiri. Maka jika ada orang bilang bahwa kebenaran itu ada di mana mungkin ia sedang di tipu dengan keyakinanya. Kalau Descartes (filsuf farancis) bilang hati hati dengan panca inderamu karena itu bisa menipumu, aku juga mau mengutip pernyataan kawan saya "hati-hati dengan keyakinamu karena itu bisa saja menipumu" (Ones HIhika, mahasiswa UKSW), dan aku juga mau bilang bahwa saat susatu yang di yakini sebagai kebenaran umum, dan ada orang yang menyangkalnya sebagai sesuatu yang di pertanyakan maka mari kita telusuri apakah benar itu kebenaran ataukah itu kesepakat bahasa.

Berpijak pada bumi yang sama bicara pada keyakina yang berbeda tapi hidup dan mati tetap menghampiri kita semua, ini adalah sebuah ke agungan Sang Pencipta bahwa saaatnya kalian sadar bahwa sesungguhnya kita semua sama.

Gara gara Kiyosaki

Posted: 08 Aug 2012 11:03 AM PDT

Suatu kali aku bertemu temanku yang sedang merenung di teras masjid selepas waktu dhuhur.Namanya Gito. Cuma kali ini badannya agak kurusan rambutnya keriting kusam serta pancaran sinar matanya sayu sayup2 seperti  batere laptop yang tinggal 50% dan segera harus dicharge.

Hal yang berbeda waktu aku ketemu setahun yang lalu..Dulu bertemu dengannya tampak gestur tubuhnya  terpancar energi yang meletup  dan dengan nada yang berapi api dia bercerita.

"Baru kali ini aku dengan sadar dan berani  memutuskan untuk menentukan masa depanku sendiri mas…"

"Lho lha dulu kowe(kamu/bhs jawa) ambil keputusan dengan ga sadar..?

"Ora ngono (bukan begitu) maksudku…dulu aku kerja di bank plecit  (BPR) selama 8 tahun itupun dengan KKN    soale bapakku berkawan baik dengan direkturnya.Lalu terjadi krismon.Sebagian di PHK sebagian lagi dimutasi. Lha aku termasuk yang dimutasi..lalu aku disalurkan ke distributor farmasi.."

" Lha yang menempatkan kowe jadi sales farmasi ?"

" Ya bosku..dan kerja nyeles farmasi sudah  aku jalani hampir 10 tahun!"

" Jadi dua kali ganti perusahaan yang memutuskan posisi kerja bukan kamu maksudmu…?"

" Yap…tapi hari ini keputusan ada ditanganku dan ini adalah moment yang indah dalam hidupku..my life is begin "

" Keputusan apa yang dah kamu ambil Git…?"

Dengan mata yang berbinar binar Gito menjawab "aku putuskan untuk keluar dari pekerjaan.."

" Wah gendeng kamu Git…lha jadi sales farmasi itu dah kepenak kok malah metu (keluar) ..lha terus saiki meh (mo) usaha opo?Jaman lagi susah kayak gini kok malah metu…eling anakmu dah dua nanti anakmu mo kasih makan apa?

" Wah lha ini…orang kayak sampeyan kata ayah kaya (kerebet kiyosaki)termasuk dalam katagori employee.Employee itu pikirane masih pengen digaji melulu .Biasane pikiran kelas orang pekerja ya kayak begitu itu…"

Aku diam aja."Lha terus kowe pengen jadi pengusaha begitu..?"

" Yap..aku pengen pindah kwadran mas…pindah mindset.."kata gito sambil pikirannya  menerawang

" Ngomong ngomong kok kepikiran pengen jadi pengusaha terus pake istilah opo kuwi..mmh..kwadran dan mindset itu rayuannya  siapa…?"

" Makanya gaul dong mas hehe  open your eyes n open your heart.."katanya sambil memperlihatkan sebuah buku bersampul putih …"

Itu kejadian setahun yang lalu(bersambung)

Adsense Content. bottom of article

0 komentar:

Posting Komentar