Adsense Link 728 X 15;

Kompasiana

Posted by Sri Rejeki Minggu, 26 Agustus 2012 0 komentar
Adsense Content. recommended 336 X 300

Kompasiana


Benahi Pemukiman Ciliwung, Jokowi: Jangan Digusur, Ajak Bicara Mereka

Posted: 26 Aug 2012 11:29 AM PDT

13460052391381261854

JAKARTA, PedomanNEWS - Calon Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) menilai pemukiman padat penduduk di kawasan kumuh seperti di kali Ciliwung sebaiknya jangan di gusur tetapi diajak berdialog untuk mencari solusi yang terbaik.

Gagasan itu ia sampaikan saat mengunjungi pemukiman kumuh tersebut yang terletak di Kampung Melayu Kecil, Bukit Duri, Jakarta Selatan, Minggu (26/8).

"Ya memang harus ditata, dan kami sudah berbicara dengan komunitas-komunitas di sini, mereka siap dan mau ditata, tapi jangan dirugikan dan jangan digusur.

Ia pun melanjutkan penjelasannya, "Artinya ada sebuah solusi yang win-win, diajak bicara, diajak dialog mereka ingin apa, mereka butuh apa. Meskipun tidak semuanya diberikan," ujar Jokowi

Menurut pasangan Basuki Tjahja Purnama (Basuki) itu, setiap permasalahan memiliki penanganan yang berbeda-beda, maka pemerintah setempat jangan hanya memaksakan kehendaknya tanpa melihat realita di lapangan.

"Setiap tempat berbeda-beda, karena ini kasus per kasus. Ada masyarakatnya ingin tetap dibangun di situ tetapi dirapihkan. Ada yang pingin dibuatin Rusun, tapi harus hak milik bukan sewa atau dibebani," ucapnya.

Sedangkan, menurut Jokowi yang saat ini menjabat Walikota Solo untuk merealisasikan program tersebut adalah dengan mengalokasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI yang berjumlah 140 Triliun.

"APBD kita mampu melakukan itu, satu Rusun paling berapa, 12 Miliar atau 10 Miliar dan itu cukup.

Kemudian lanjutnya, "Iya ada APBD dan Pemerintah pusat membantu juga dari Kemenpera, siap semuanya," tuturnya

Terkait kumuhnya kawasan yang menjadi simbol dari kota Jakarta tersebut, Jokowi menegaskan akan tetap konsen di dalam merehabilitasi kawasan Ciliwung sehingga masyarakat dan lingkungannya menjadi layak untuk dihuni.

"Saya ingin konsentrasi di tempat-tempat slum area seperti ini. Di kawasan-kawasan miskin, di kawasan-kawasan yang tidak tertata, sehingga betul-betul Kali Ciliwung menjadi sebuah sungai yang bersih, yang indah dan masyarakat sekitarnya juga mempunyai budaya yang baik, tidak membuang sampah di sungai." Pungkasnya.

Yoseph Dionisius

Sumber : http://www.pedomannews.com/politik-hukum-dan-keamanan/15665-benahi-pemukiman-ciliwung-jokowi-jangan-digusur-ajak-bicara-mereka#.UDodpTJtzBk.twitter

Tradisi Meriahkan Syawalan Lebaran Dengan Balon Tradisonal Di Pekalongan

Posted: 26 Aug 2012 11:29 AM PDT

REP | 27 August 2012 | 01:25 Dibaca: 1   Komentar: 0   Nihil

Untuk menyambut tradisi syawalan, yaitu seminggu setelah lebaran, masyarakat pekalongan khususnya kecamatan buaran kabupaten pekalongan dan kecamatan pekalongan selatan kota pekalongan punya tradisi yang cukup unik, yaitu menerbangkan balon udara tradisional. Balon udara tradisonal yang dibuat dari bahan plastik atau kertas itu ukurannya cukup besar sehingga untuk menerbangkannya memerlukan paling tidak 15 orang. Tidak hanya, itu balon-balon tradisional yang siap di terbangkan lebih dulu di beri pemberat petasan atau mercon. Sehingga tatkala balon itu mengudara, maka secara otomatis sumbu mercon yang panjangnya sekira satu meter itu akan menyulut barisan mercon  sepanjang lebih dari 1 meter tersebut, maka mercon-mercon tersebut akan meledak dan bedentuman satu persatu di udara bersama terbangnya balon ke angkasa. Dan saat itulah para anak -anak dan remaja yang menyaksikan pelepasan balon tersebut akan histeris dan bersorak gembira.

Dalam pantauan wartapantura.com, Minggu (26/08) terlihat ada lebih dari 10 titik tempat untuk melepas balon udara tradisional di satu kelurahan Banyurip Ageng. Pelepasan balon udara tersebut hampir secara bersamaan di beberapa tempat atau kelurahan, sehingga tak lama langit di kota pekalongan pun di penuhi balon- balon udara dan dentuman bunyi mercon yang menggelegar. Menurut sejumlah warga Banyurip Ageng, bahwa tradisi melepas balon udara tradisional yang di beri pemberat mercon yang ukurannya variatif besar itu sudah menjadi tradisi turun temurun. Bahkan sudah puluhan tahun tradisi itu berjalan. Setahu saya sejak tahun 90 an sudah mulai semarak, kata Wasbullah (46), salah seorang warga kelurahan Banyurip Ageng kota Pekalongan.

Sementara itu Somat (28) warga kelurahan Buaran mengungkapkan bahwa tradisi menerbangkan balon ke udara dengan di beri pemberat mercon yang akan meledak di udara memang sudah menjadi tradisi sejak dirinya masih kecil. Dan sekarang dirinya bersama remaja lain meneruskan tradisi tersebut dengan membuat balon-balon yang ukurannya cukup besar. "Itu sudah jadi tradisi di kampung kami mas. Dan kami setiap tahunnya pasti menerbangkan balon-balon itu." ungkapya. Selain itu dirinya mengatakan kalau tradisi syawalan, seminggu setelah lebaran tidak menerbangkan balon, maka akan terasa hambar. "Kalau gak membuat balon dan menerbangkannya, ya kayaknya hambar banget mas" pungkasnya sambil tersenyum.
Memang untuk membuat satu buah balon tidaklah sulit, cukup dengan membuat pola dan menyediakan plastik yang di rekatkan dengan panas api lilin, atau memakai lem kalau balon itu dibuat dengan bahan kertas. Setelah itu dibawa ke lapangan balon disi udara dengan mengunakan asap bakaran sampah kering, jerami maupun kayu sebagai penganti oksigen. Setelah cukup mengembanag balon itupun dilepas, ungkapnya.

SARA: Kemolekan Yang Dijadikan Bahan Bakar Kezaliman

Posted: 26 Aug 2012 11:29 AM PDT

Istilah SARA yang mulanya dimaksudkan sebagai akronim dari Suku, Ras dan Agama,  sekarang telah mengalami pergeseran makna menjadi istilah dari hal-hal yang amat sensitif untuk 'dicolek' atau 'disinggung' di negeri yang majemuk suku, ras dan agama ini.

Kekayaan keragaman atau kemajemukan suku, ras dan agama pernah menjadi kekayaan dan kebanggan tersendiri bagi Nusantara.  Sewaktu Hindu dan Budha hidup berdampingan dan membentuk negeri keragaman di bumi pertiwi ini, tidak ada sejarah konflik dengan pemicu suku, ras dan agama yang semakin marak dan semakin rentan terjadi, seperti masa belakangan ini.  Menariknya, sampai saat ini, kedua agama yang (masih) diakui di negeri Indonesia modern ini nyaris tidak pernah mewacanakan dengan teriakan nyaring bahwa mereka adalah agama (-agama) pembawa damai.  Dalam hening, mereka berkarya untuk perdamaian.  Tepat seperti ajaran ketuhanan yang mereka anut.  Hindu dan Budha di negeri ini berhasil melakoni dalam laku hidup semangat dari filosofi ini: sepi ing pamrih, rame ing gawe.

Keragaman pada era kerajaan dahulu kala dalam sejarah nusantara ini, menjadi kekayaan tersendiri.  Keragaman suku, ras dan agama seharusnya tetap merupakan suatu "harta" yang menjadikan bangsa ini bangsa yang "kaya."  Tapi realitas menunjukkan sebaliknya.  Suku, ras dan agama dijadikan "mainan politis" yang sangat tidak berperi kemanusiaan yang adil dan beradab.  Atas nama agama dan kepribumian, bangsa ini tanpa sungkan menyerang, bertindak anarkis–bahkan terkadang biadab.  Kemajemukan suku, ras dan agama yang adalah "harta" negeri ini menjadi bahan pemuasan nafsu dan amarah sekelompok orang dengan dalih agama atau peraturan.  Begitu seringnya keragaman SARA diperkosa, sehingga semakin lama SARA menjadi hal yang sensitif dan riskan untuk menjadi motif kebencian dan tindakan anarkis.

SARA yang "molek nan indah" yang dulu pernah menjadi "mahkota kebanggaan" dan "harta" negeri Nusantara ini, sekarang berubah menjadi buruk, menakutkan dan rentan menimbulkan sentimen negatif.  Sebagian orang menudingkan jarinya mempersalahkan rezim Soeharto dengan Orde Barunya, sebagai pelaku pendegredasian SARA ke tahap semengerikan itu.  Orang-orang ini seperti rabun dekat mata hatinya.  Karena mereka yang bersuara paling sinis dan kencang memaki Soeharto dan rezimnya–yang dilakukan pada masa paska jatuhnya rezim Orde Baru tentu saja,  justru merekalah yang paling tidak bernurani untuk menggadaikan perdamaian negeri.  Tanpa peduli dengan akibat ke depannya, mereka tak segan  mengobarkan isu-isu primordialis dan menjadikan SARA sebagai bahan bakar kezaliman yang siap disulut sewaktu-waktu bila 'dibutuhkan.'

Kita sudah terlalu banyak kehilangan kekayaan filosofi dan semangat Nusantara, yang dulu pernah kita miliki dan menjayakan Nusantara ini.  Dalam hal ini, acuan pada sejarah jaya masa lalu sama sekali bukan nostalgia belaka.  Hal-hal yang dulu pernah kita miliki sebagai sebuah bangsa bukanlah hal-hal usang yang sudah ketinggalan mode dan zaman.  Kekayaan Nusantara itu ibarat air susu ibu, yang sampai kapan pun tetap menjadi asupan terbaik bagi anak bangsa.  Adalah bodoh dan gila bila ada orang yang menjadikan air susu ibu sebagai bahan permainan dan olokan, bahan untuk berlaku zalim.  Dan jelas, orang yang tega dan berani melakukan pengkhianatan terhadap Ibu Pertiwi adalah orang yang bukan anak bangsa ini.  Mungkin mereka adalah generasi pribumi, tapi pribumi dalam jiwa mereka adalah pribadi bumi-hangus, bukan pribadi membumi dari negeri ini.

Aku teringat kisah pembunuhan pertama yang dicatat dalam kitab Kejadian (Genesis) di Alkitab.  Kisah tentang Kain yang karena kedengkian dan rasa marah yang dibiarkan membakar jiwanya, menggiring sang adik Habel ke tempat di mana sang adik tak berdaya, dan membunuhnya dengan biadab.  TUHAN marah, dan pertanyaan menuntut pertanggung jawaban disabdakan pada Kain, "Kain, di mana adikmu?"   Kain dengan dusta dan arogan menyahut-Nya, "Apakah aku ini penjaga adikku?"  Dan TUHAN pun memurkai dan menghukum Kain.  Dan seterusnya, Kain menjadi bapa kaum pembunuh.

Tampaknya "keturunan" Kain banyak dilahirkan di negeri ini.  Arogansi atas nama TUHAN dan anarkis atas nama kebencian yang dihalalkan dengan stempel agama dan kepribumian mereka.  SARA di tangan orang-orang "nasional"  yang sesungguhnya sangat anti nasionalis dengan sikap, perkataan dan tindakan mereka ini tampaknya "berhasil."  Mereka berhasil menjadikan SARA yang molek nan indah sebagai rahmat Ilahi bagi negeri ini, menjadi bahan bakar kezaliman yang mudah disulut dan dikobarkan setiap mereka menginginkan atau butuh.  Dan bila ada sensus yang menuding Indonesia sebagai "negara gagal,"  kita tidak bisa begitu saja menyalahkan SBY sebagai penyebab, sebab jangan-jangan diri kita sendirilah dengan perkataan dan perbuatan kita yang menggagalkan negara ini.

LUCUNYA KOMEDI KITA

Posted: 26 Aug 2012 11:29 AM PDT

Saya adalah orang yang juga terlalu sering menjadikan televisi sebagai media untuk mendapatkan informasi, memeproleh hiburan juga. Namun pada saat saya nonton tivi terkadang justru bukan informasi yang saya dapatkan atau memperoleh hiburan. Tapi malah sesuatu yanh bikin miris, sesuatu yang bikin ngeri dan terkadang bikin saya ketakutan. Miris ketika melihat para elit negeri ini bertengkar satu sama lain, ngeri ketika tini mempertontonton tawuran dan kerusuhan. Dan saya ketakutan ketika ada tayangan dimana ada aksi caci mencaci, dan mempertontonkan kekonyolan yang berbungkus komedi. Nah, celaknya saya adalah orang yang sangat suka dengan acara yang bisa mengocok perut. Acara lawaklah begitu, tapi sayangnya lawakan di tivi sekarang menurut saya menurun dari sisi kwalitas, bukan saya sok tahu tapi saya coba membandingkan saja dengan acara tivi komedi kita dulu. Era Ngelaba patrio, bashow bagito, terkahir chatingnya cagur, atau sebelumnya acara lawakan 4 sekawan.Mereka benar-benar mampu membuat penonton terpingkal, tanpa ada tawa yang harus dipandu oleh pemandu tawa. Saya pikir, tidak terlalu berbeda jauh dari sisi penggarapannya sama-sama distudio, dengan memainkan lakon tertentu, komedi situasi seperti ngelaba misalnya, saya kira itu jauh lebih lucu dan bernas  dari acara lawak yang ada sekarang. Tapi kenapa kemudian format lawakan seperti itu malah tidak ada lagi.

Saya, kalau boleh usul bolehlah menghidupkan kembali acara komedia situasi yang dulu pernah di pelopori oleh Parto Cs, dan kemudian Deni Cs. Kenapa saya bilang ini lebih bernas, komedi ini dulu sering saya tonton selain memang membuat terpingkal, terkadang ada selipan pesan yang bisa disampaikan oleh para komedian ini, dan pelawaknya benar-benar melawak dengan melucukan kata dan dialog, tidak kemudian kita yang jadi penonton "terpaksa" tertawa karena melihat pelawakanya saling pukul dan saling caci.

Maka, saya kalau rindu dengan tayangan komedi ala Patrio dan Cagur yang dulu, saya harus berterimaksih pada you tube. Saya masih bisa mendpatkan kelucuan parto dulu, Akri dan Eko. Atau betapa kocaknya Narji, Deni, dan Wendi. Atau saya bisa melihat kelucuan Unang, Didin dan Miing.

Tapi, apapun yang saya coba ungkapkan ditulisan ini tentu tidak ada maksud untuk menggurui, karena tentu saya tidak ingin menjadi pengeritik yang hebat, karena toh saya hanya penonton tivi biasa. Yang justru saya aneh saat saya pernah mendapatkan statemen para komedian yang saling serang dengan konsep komedian mereka. Ada komedian yang pernah saya baca di media on line yang mengatakan tayangan komedi tivi A yang ia sayangkan kenapa berkomedi dengan jato-jatoan, pukul-pukulan sterofoam, Namun saya sempat kaget ketika suatu saat malah ikut jadi bintang tamu. Aneh apa lucu?

LUCUNYA KOMEDI KITA

Posted: 26 Aug 2012 11:29 AM PDT

Saya adalah orang yang juga terlalu sering menjadikan televisi sebagai media untuk mendapatkan informasi, memeproleh hiburan juga. Namun pada saat saya nonton tivi terkadang justru bukan informasi yang saya dapatkan atau memperoleh hiburan. Tapi malah sesuatu yanh bikin miris, sesuatu yang bikin ngeri dan terkadang bikin saya ketakutan. Miris ketika melihat para elit negeri ini bertengkar satu sama lain, ngeri ketika tini mempertontonton tawuran dan kerusuhan. Dan saya ketakutan ketika ada tayangan dimana ada aksi caci mencaci, dan mempertontonkan kekonyolan yang berbungkus komedi. Nah, celaknya saya adalah orang yang sangat suka dengan acara yang bisa mengocok perut. Acara lawaklah begitu, tapi sayangnya lawakan di tivi sekarang menurut saya menurun dari sisi kwalitas, bukan saya sok tahu tapi saya coba membandingkan saja dengan acara tivi komedi kita dulu. Era Ngelaba patrio, bashow bagito, terkahir chatingnya cagur, atau sebelumnya acara lawakan 4 sekawan.Mereka benar-benar mampu membuat penonton terpingkal, tanpa ada tawa yang harus dipandu oleh pemandu tawa. Saya pikir, tidak terlalu berbeda jauh dari sisi penggarapannya sama-sama distudio, dengan memainkan lakon tertentu, komedi situasi seperti ngelaba misalnya, saya kira itu jauh lebih lucu dan bernas  dari acara lawak yang ada sekarang. Tapi kenapa kemudian format lawakan seperti itu malah tidak ada lagi.

Saya, kalau boleh usul bolehlah menghidupkan kembali acara komedia situasi yang dulu pernah di pelopori oleh Parto Cs, dan kemudian Deni Cs. Kenapa saya bilang ini lebih bernas, komedi ini dulu sering saya tonton selain memang membuat terpingkal, terkadang ada selipan pesan yang bisa disampaikan oleh para komedian ini, dan pelawaknya benar-benar melawak dengan melucukan kata dan dialog, tidak kemudian kita yang jadi penonton "terpaksa" tertawa karena melihat pelawakanya saling pukul dan saling caci.

Maka, saya kalau rindu dengan tayangan komedi ala Patrio dan Cagur yang dulu, saya harus berterimaksih pada you tube. Saya masih bisa mendpatkan kelucuan parto dulu, Akri dan Eko. Atau betapa kocaknya Narji, Deni, dan Wendi. Atau saya bisa melihat kelucuan Unang, Didin dan Miing.

Tapi, apapun yang saya coba ungkapkan ditulisan ini tentu tidak ada maksud untuk menggurui, karena tentu saya tidak ingin menjadi pengeritik yang hebat, karena toh saya hanya penonton tivi biasa. Yang justru saya aneh saat saya pernah mendapatkan statemen para komedian yang saling serang dengan konsep komedian mereka. Ada komedian yang pernah saya baca di media on line yang mengatakan tayangan komedi tivi A yang ia sayangkan kenapa berkomedi dengan jato-jatoan, pukul-pukulan sterofoam, Namun saya sempat kaget ketika suatu saat malah ikut jadi bintang tamu. Aneh apa lucu?

Adsense Content. bottom of article

0 komentar:

Posting Komentar