Adsense Link 728 X 15;

Kompasiana

Posted by Sri Rejeki Rabu, 15 Agustus 2012 0 komentar
Adsense Content. recommended 336 X 300

Kompasiana


Menuggu Ayah

Posted: 15 Aug 2012 11:19 AM PDT

Menunggu Ayah

Aku berusaha mencari di mana jejakmu

Lewat lorong dan dimensi waktu yang berbeda

Tapi tak juga ku temui dirimu……………..

Ku lihat detik jam dinding,suaranya terdengar jelas dan merdu

Begitu jernih bak muara air di sungai Gangga

Tapi, mengapa tak juga ada jawaban?

Mengapa kau tak juga mau temuiku??

Aku masih menunggu……………………….

Kudapati semakin meronta, dentuman detik jam,mengikuti detak jantungku

Aku tersentak,terasa dingin menyelimuti tubuhku

Terasa nyilu dingin ini menyapa tulang

Aku coba pejamkan mata tuk sejenak

Saat ku coba membuka mataku

Mengapa tak juga muncul dirimu??

Aku coba bertanya

Apa ayah marah padaku?

Apa ayah tak mau menyapaku?

Makin liar dan meronta imajinasiku

Aku yakin aku isa dapati ayah saat ini

Sudah 3 jam berlalu waktu yang terbunuh

Suara denting denting daun yang bertalu mulai berlalu

Berganti dengan pekikan yang menampar hati dan pikiranku

Ayah tak juga datang…..

Aku lantunkan ayat ayat suci ini

Berharap ada ayah yang menemani

Tanpa sadar sudah terlalu lama aku disini

Lembaran Quran pun mulai berubaah

Dari secarik kertas kering menjadi basah

Tapi……..Mengapa ayah pun tak kunjung datang??

Ayah………

Aku memang sampah buatamu

Aku gag lebih dari air dalam selokan

Aku pun tak seindah permadani yang menghantarkanmu ke surga

Aku sadar aku tak boleh lagi menggu ayah

Karena aku tau ternyata Ayah tenang dalam pelukanNYA

Mudik Yang Bikin Trauma

Posted: 15 Aug 2012 11:19 AM PDT

Saya sudah tenggelam di lautan fiksi dan tidak ingin menyelamatkan diri

Mudik seharusnya menjadi hal paling menggembirakan bagi semua perantau. Karena saat berada di kampung halaman, mereka bisa dengan leluasa bercengkerama dengan sanak saudara yang sudah bertahun ditinggalkan tanpa takut tagihan telepon membengkak atau pulsa tiba-tiba ludes tak bersisa.

Saya pun demikian. Mudik alias pulang kampung sangat berarti buat saya. Banyak hal bisa saya lakukan di kampong halaman setelah sekitar dua tahun tidak pulang. Selain silaturahim, sederet kegiatan sudah menunggu untuk saya lakukan.

Tapi mudik saya yang terakhir terus terang menyisakan trauma. Kenapa? Karena saat ada di kampung halaman mertua, anak kedua saya Zahra justru jatuh sakit bahkan harus rawat inap di rumah sakit.

Ceritanya begini. Setelah selama lima hari berada di rumah bapak, tibalah giliran kami mengunjungi keluarga mertua di Probolinggo. Jarak yang lumayan jauh dari Ngawi membuat kami harus rela duduk di dalam bis selama sekitar delapan jam. Kalau hanya kami berdua mungkin tak masalah. Tapi ada Rani dan Zahra yang ikut serta. Saya sangat yakin, mereka sama capeknya dengan kami berdua.

Setelah beberapa hari di kampung mertua, tiga hari menjelang kepulangan kami ke Banjarmasin, tiba-tiba Zahra muntah-muntah semalaman. Saat itu hari Rabu malam. Hingga Kamis siang, muntahnya tak kunjung reda. Obat anti muntah yang disarankan dokter anak langganan kami pun tak mempan lagi. Akhirnya, kamis sore saya dan suami membawa Zahra ke dokter anak.

Untuk sampai ke tempat praktek dokter ini saja, kami harus naik motor hampir satu jam. Rumah mertua ada di desa, sementara dokternya praktek di kota. Selama perjalanan itu pun, Zahra berulang kali muntah meski hanya air yang keluar. Maklum saja, seharian dia tidak mau makan apapun.

Setelah diperiksa, dokter menyarankan agar Zahra dirawat inap saja. Tapi kami ngeyel untuk obat jalan j karena hari Sabtunya, kami harus terbang ke Banjarmasin. Selain itu, kalau rawat inap tidak mungkin hanya saya sendiri yang menjaga. Suami juga pasti ikut. Sementara Rani itu paling nggak bisa jauh dari kami berdua. Saya khawatir, Raninya ikutan sakit jika ditinggal.

Tapi fakta bicara lain. Sesampainya di rumah, ternyata Zahra tidak juga membaik meski obat dari dokter sudah kami berikan. Akhirnya kami kembali lagi ke kota dengan menyewa mobil dan mau tak mau Zahra harus rawat inap. Ibu mertua saya ajak sementara Rani saya titipkan pada Bu De nya, lengkap dengan sederet pesan sponsor.

Alhamdulillah hanya perlu waktu satu malam saja Zahra sudah membaik dan kondisinya mengalami kemauan yang pesat. Jum'at sore dia sudah diijinkan pulang.

Tapi rupanya saya masih belum boleh bernafas lega. Sampai tiba kembali di Banjarmssin Zahra masih beberapa kali muntah terutama sehabis makan. Bahkan sepanjang perjalanan Probolinggo-Surabaya, dia beberapa kali ganti baju lantaran terkena muntahan. Saya dan suami? Jangan tanya bau apa yang tercium dari badan kami. Sama saja dengan Zahra.

Jujur saja saya bingung kenapa Zahra bisa muntah sedemikian hebat. Tapi kalau dirunut ke belakang, bisa jadi itu merupakan akumulasi dari banyak hal. Pertama, kelelahan dalam pejalanan. Kedua, selama di rumah neneknya, Rani dan Zahra sering sekali main di sungai kecil depan rumah. Bukan cuma kaki yang masuk, mereka mandi di sungai itu. dan setelah mandi, saya pasti mandikan mereka lagi, karena terus terang air sungainya sangat tidak layak.

Tapi namanya anak-anak toh susah untuk dicegah. Apalagi teman sebaya mereka bermain di tempat yang sama dan asik-asik aja. Sementara mereka baru sekali itu ketemu sungai yang bisa mereka masuki tanpa takut tenggelam. Kalau di Banjarmasin, nggak mungkin kali ya mandi di sungai sedalam sungai Martapura atau sungai Andai?

Penyebab ketiga, perubahan cuaca yang ekstrem dari Banjarmasin, Ngawi kemudian Probolinggo yang sangat jauh berbeda. Belum lagi kondisi lingkungan yang tidak sama membuat mereka harus beradaptasi dengan cepat dan kemungkinannya mereka gagal untuk itu.

Itulah kenapa mudik menjadi trauma buat saya. Tapi semoga saja, tahun ini mudik kami lebih asik meski waktunya tetap terbatas dan tetap dibagi untuk orang tua dan mertua.

Salam Ukhuwah

Kareena

Siapa yang menilai tulisan ini?

Lagi, Tewas karena Mercon

Posted: 15 Aug 2012 11:19 AM PDT

Akrab disapa Must Prast. Pecandu wedhang kopi, tapi antirokok.

13450544591547391671

Ilustrasi: nasional.inilah.com

Pantas saja jika aparat keamanan melarang dan merazia pembuatan serta penjualan petasan. Pemda di beberapa kabupaten/kota pun mulai mengetati peraturan tentang benda yang bisa membahayakan keselamatan ini. Pasalnya, warga Jawa Timur (Jatim) baru saja dibikin heboh Selasa lalu (14/8/2012). Yakni, satu pasutri dan seorang ponakannya tewas karena ledakan mercon.

Sebagaimana dikutip dari Surya online, peristiwa mengenaskan itu terjadi di Dusun Alas Gede, Desa Ngingit, RT 20/RW 06, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, pada Selasa malam lalu. Begitu mengerikannya, sampai-sampai tiga jasad korban dilaporkan hancur. Bahkan, rumah itu sendiri rata dengan tanah.

Korban tewas bernama Ponari, 50, dan istrinya, Mistiani, 40. Selain keduanya, korban tewas lainnya adalah keponakannya, Sodikin, 15.

Ibu mertua Ponari yang bernama Senimah, 65 tahun, selamat karena berada di luar rumah saat kejadian. Dia hanya mengalami luka di bagian mata lantaran terkena serpihan kaca yang pecah. Oleh warga setempat, Senimah dilarikan ke RSU dr Saiful Anwar Malang.

Dikutip dari Surya, peristiwa itu terjadi sekitar pukul 19.00 WIB. Sedemikian dahsyatnya ledakan tersebut, tubuh korban dilaporkan sampai tercecer hingga radius 300 meter. Bahkan, ada warga yang menemukan potongan tubuh korban di sebuah pohon nangka yang tinggi. Suara ledakan pun terdengar hingga radius tiga kilometer.

Menurut warga, Ponari kala itu diduga tengah meracik petasan. Sebab, hampir tiap Ramadhan ia dikenal suka membuat petasan. Diperoleh keterangan, diduga petasan itu meledak lantaran ada salah satu korban yang merokok di dekat bahan petasan tersebut.

Pihak Polrestabes Malang masih menyelidiki kasus ini. Petugas dilaporkan kesulitan mengevakuasi korban lantaran tubuhnya yang hancur dan serpihannya berserakan di sekitar lokasi.

Namun, itu bukan kejadian satu-satunya. Dua kejadian ledakan petasan juga terjadi di Cemorokandang, Kecamatan Kedungkandang, Malang, serta Pakisjajar, Malang. Satu korban di Cemorokandang mengalami luka parah.

Serentetan kejadian tersebut mengulang insiden serupa tahun lalu. Juga di Malang. Satu rumah di Kepanjen, Kabupaten Malang, hancur karena petasan meledak.

Nah, dari tiga peristiwa nahas tersebut, kita setidaknya bisa mengambil hikmahnya. Masyarakat diharapkan lebih waspada dan tidak menggunakan petasan karena bahaya yang ditimbulkannya bisa mengancam nyawa sendiri.

Sudah selayaknya kita mendukung upaya pemerintah daerah dan aparat kepolisian yang rutin melakukan razia petasan, terutama di bulan Ramadhan.

Misalnya, melarang anak-anak kita membeli petasan. Jangan sampai niat untuk bisa berlebaran bersama orang tua, sanak saudara, dan tetangga buyar hanya karena menanggung bahaya bermain petasan. Masih banyak hal positif yang bisa dilakukan daripada bermain petasan.

Siapa yang menilai tulisan ini?

Ada Manipulasi Triliunan Di Kepolisian

Posted: 15 Aug 2012 11:19 AM PDT

Pemberitaan yang gencar dari beberapa media tentang para petinggi Kepolisian yang memiliki rekening gendut, muncul pula pemberitaan lanjutan adanya pengakuan dari Kepolisian sendiri tentang adanya dana jutaan Dollar masuk ke POLRI. Berdasarkan atas laporan keuangan PT. Freeport Indonesia, sejak tahun 2001 sampai tahun 2010, PT. Freeport Indonesia telah menyerahkan pembayaran dana pengamanan kepada aparat Kepolisian Indonesia dan TNI dalam jumlah akumulasi sebesar 79,1 juta Dollar AS. Hal ini terungkap dalam jumpa pers di sekretariat ICW Jakarta Senin 31/11/2011 yang disampaikan oleh Firdaus Ilyas. Temuan pertama oleh Kontras yang diekpose selama ini hanya berjumlah 14 Juta Dollar AS, ternyata telah diterima aparat kita dari PT. Freeport Indonesia  dalam jumlah yang lebih besar lagi dan cukup mengejutkan.

Menurut Kepolisian RI, dana tersebut adalah untuk mendukung keberhasilan penanganan, pengamanan serta penanggulangan dari kemungkinan terjadinya gangguan keamanan di Papua. Sehingga sangat wajar diberikan dari Freeport ke Polri. Hal ini disampaikan di Mabes Polri oleh Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Kombes Boy Rafli Amar pada hari Kamis (3/11/2011). (Sumber : Antara & Harian Republika)

Belum selesai permasalahan Rekening Gendut Petinggi Kepolisian dan Setoran PT. Freeport, kini Kepolisian terjerembab lagi dalam kasus manipulasi Simulasi SIM.

Pertemuan Petinggi Polri Ada Yang Marah-Marah.

Pada Senin 6 Agustus 2012 sejumlah jenderal polisi berkumpul di gedung Mutiara PTIK, diantaranya Kapolri Jenderal Timur Pradopo,  Komjen Nanan Sukarna, Kabareskrim Komjen Pol Sutarman, mantan Kapolri Jenderal purn Da'i Bachtiar, mantan

Kapolri Jenderal purn Chaeruddin Ismail bahkan mantan Kapolri Jenderal purn Awaloedin Djamin juga hadir. Ada apa ? para jendral dan mantan berkumpul ? Ternyata dalam pertemuan itu Kapolri meminta dukungan dari para seniornya untuk memberikan semangat dalam menghadapi masalah yang lagi menimpa para petinggi Kepolisian RI demi menjaga integritas Polri. Malah para Jendral dan mantan Jendral itupun sepakat untuk berada dibelakang Kapolri Timur Pradopo.

Dalam pertemuan penting itu, ada beberapa jendral polisi yang emosional sampai-sampai mengatakan "Kami siap melawan KPK"!!! "Kita siap kokang bedil untuk menghadapi masalah kasus simulator SIM ini !!!)", Dan kalau berbeda pendapat dengan KPK, dan tidak mau cocok ya perang saja. Tidak usah kumpul-kumpul, berantem saja," tegas Awaloedin, dengan kesalnya menuding KPK. (majalah detik).

Pertemuan DS Beberapa Kali Dengan Kapolri Timur Pradopo.

Rupanya secara diam-diam, pada tanggal 1 Agustus 2012 sore, Gubernur Akademi Kepolisian (Akpol) Irjen Djoko Susilo (DS) sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan alat simulator Surat Izin Mengemudi (SIM) mengadakan pertemuan diruang Kapolri dengan Kapolri Timur Pradopo. Selanjutnya DS juga melakukan pertemuan dengan Kapolri pada tanggal 6 Agustus 2012 pagi hari.

Menurut majalah detik, Bila pertemuan dengan senior dilakukan pada siang, pertemuan dengan sejumlah perwira menengah (Pamen Polri) yang jadi anak buah Timur dilakukan pada pagi harinya. Bukan itu saja. Mabes Polri juga mengundang pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra dan Romli Atmasasmita. Kedua pakar hukum tata negara itu yang ikut membidani lahirnya UU KPK, dimintai pendapat soal kisruh kewenangan pengusutan proyek simulator senilai Rp 196,8 miliar itu. Yang jadi aneh, Bareskrim juga mengundang pengacara Djoko, Hotma dan Juniver.

Selanjutnya menurut majalah detik, Pertemuan keempat terjadi pada Jumat 10 Agustus 2012. Apa isi pertemuan dan siapa pesertanya kurang diketahui. Namun pertemuan itu diakui oleh Hotma. "Ini pertemuan yang keempat," kata Hotma setelah keluar dari ruang Divisi Hukum Mabes Polri sore hampir magrib itu. Di sinilah kejanggalannya, pengacara Kapolri dan pengacara tersangka KPK Djoko Susilo ternyata tim yang sama, Hotma cs. Sejumlah kalangan mengkhawatirkan bila kasus simulator ditangani Mabes Polri seperti yang ngotot dimaui korps cokelat itu, akan terjadi conflict of interest. Lantas bagaimana conflict of interest itu tidak akan terjadi bila pengacara Kapolri dan pengacara tersangka merupakan orang yang sama? Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, Brigjen Pol Boy Rafli Amar menegaskan tidak perlu khawatir akan terjadi conflict of interest. "Tidak. Terima kasih ya," kata Boy. (majalah detik).

1345054069622717037

Gubernur Akademi Kepolisian (Akpol) Irjen Djoko Susilo (DS) Sumber Gambar : (108jakarta.com, republika.co.id)

Proyek simulator bernilai 196,8 miliar. Rinciannya adalah untuk simulator roda dua Rp 54,4 miliar. Sedangkan untuk roda empat sebanyak Rp. 142,4 miliar. Dari nilai proyek itu diduga dimanipulasi sebesar Rp 102 miliar. Uang itu menurut Sukotjo mengalir ke sejumlah jenderal, antara lain ke mantan Kepala Korlantas Mabes Polri Irjen Pol Djoko Susilo Rp 2 miliar, ke Irwasum dan tim Rp 1,7 miliar, entertain personel Korlantas Rp 1,05 miliar dan masuk ke Primkoppol Rp 15 miliar. Selebihnya kemana ? Pengadilanlah yang bisa mengungkap itu.

Kepolisian kita sampai saat ini masih tidak mau melakukan perubahan dan ternyata pernyataan perubahan dan ingin membuat citra baik Kepolisian RI yang digembar-gemborkan selama ini  pada setiap hari ulang tahun Kepolisian RI, hanyalah sebagai pernyataan kemunafikan yang basa-basi dari lembaga Kepolisian RI.

Kronologis Singkat Kasus Simulator SIM. (dikutip dari majalah detik)

Januari 2012

Sukotjo S. Bambang, Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia (ITI) sekaligus pelaksana subkontrak proyek simulator SIM melaporkan dugaan korupsi proyek driving simulator yang melibatkan sejumlah perwira tinggi Polri kepada KPK.

14 Februari 2012

Sukotjo diajukan ke pengadilan oleh Budi Susanto. Ia didakwa menggelapkan dana Rp 38,23 miliar dari uang proyek driving simulator.

10 Mei 2012

KPK memberitahu Polri mengenai penyelidikan kasus Simulator SIM. Saat itu perwakilan Mabes Polri Kombes Pol Wiyagus, yang menerima pemberitahuan ini memberi lampu hijau kepada KPK. Mei 2012 Pengadilan Negeri Bandung menuntut  Sukotjo 3 tahun 6 bulan penjara.

25 Juli 2012

Pengadilan Tinggi Jawa Barat menguatkan putusan PN Bandung dan memvonis Sukotjo 3 tahun 10 bulan.

27 Juli 2012

KPK menetapkan Irjen Djoko Susilo sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek driving simulator 2011. KPK juga menggeledah kantor Korlantas Mabes Polri, tetapi sempat dihalangi polisi.

1 Agustus 2012

KPK menetapkan Brigjen Didik Purnomo sebagai tersangka. Selain Didik, KPK juga menetapkan Budi Susanto dan Sukotjo sebagai tersangka.

2 Agustus 2012

Mabes Polri menetapkan 5 tersangka, yakni Wakil Kepala Korps Lalu Lintas (Wakakorlantas) Polri Brigjen Pol Didik Purnomo, AKBP Teddy Rusmawan, Kompol Legimo, Sukotjo dan Budi Susanto. Irjen Djoko Susilo tidak masuk dalam daftar itu.

3 Agustus 2012

Polisi menahan 4 tersangka dugaan korupsi simulator SIM. Wakakorlantas Brigjen Pol Didik Purnomo, AKBP Teddy Rusmawan, Kompol Legimo ditahan di Rutan Mako Brimob, sementara Budi Susanto ditahan di Bareskrim.

8 Agustus 2012

Presiden SBY berbicara enam mata dengan Kapolri Jenderal Timur Pradopo dan Ketua KPK Abraham Samad. Namun tak ada instruksi teknis siapa yang berwenang menangani kasus ini. SBY hanya berpesan agar dominasi KPK jangan pinggirkan Polri.

6 Agustus 2012

Pimpinan KPK bertemu dengan Pimpinan Polri, tapi tak tercapai kesepakatan. Polri tetap ngotot mengusut kasus ini karena telah melakukan penyelidikan sejak April 2012. Sedangkan KPK menyatakan telah melakukan penyelidikan sejak Januari 2012.

9 Agustus 2012

Bareskrim Polri menjadwalkan pemeriksaan terhadap Mantan Kepala Korlantas Irjen Djoko Susilo terkait kasus dugaan korupsi simulator SIM. Namun status Djoko masih sebagai saksi.

Menurut majalah detik selanjutnya, "Tak pernah ada teori hukum satu kasus dengan tersangka yang sama diusut dua lembaga penegak hukum sekaligus. Rebutan kasus simulator SIM antara Polri-KPK bisa berdampak pada ketidakpastian hukum di Indonesia. Tersangka lain tak tersentuh, barang bukti terancam hilang".

13450542411327383249

Dua Rumah tersangka kasus dugaan korupsi simulator SIM, Irjen Djoko Susilo (108jakarta.com, vivanews.com)

Ada Kasus Lebih Besar Lagi, Nilainya Triliunan Rupiah.

Suatu pengakuan yang disampaikan pengacara Sukotjo S. Bambang, Erick S Paat. Sukotjo adalah pelaksana subkontraktor proyek pengadaan simulator anggaran 2011. Proyek itu sebenarnya dimenangkan Budi Susanto, Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (CMAA). Karena perusahaan Budi bukan ahli membuat simulator, proyek lalu disubkontrakkan pada Sukotjo. Erick S Paat mengatakan, sebenarnya ada kasus manipulasi besar lainnya selain Simulator SIM yang nilainya Triliunan rupiah.

Lalu proyek apa bernilai triliunan yang dibrokeri Budi Susanto (PT.CMAA) selain simulator ? Erick enggan buka mulut. "Baiknya tanya saja KPK. Mereka sudah pegang data-datanya", ucapnya singkat. Sementara KPK hingga kini pun enggan membeberkan apa kasus yang lebih besar. Mereka tengah konsentrasi mengungkap kasus simulator. "Kita cooling down dulu," kata Juru Bicara KPK Johan Budi.

Adanya kasus yang lebih besar di balik kasus simulator sebenarnya sudah menjadi kecurigaan banyak kalangan. Masalah UU vs MoU, masalah etika, masalah ingin membalikkan idiom mana mungkin 'jeruk makan jeruk', soal ketersinggungan karena diobok-obok KPK yang dijadikan alasan Polri dinilai tidak mendasar.

"Saya kira sikap Polri yang saat ini terkonsolidasi dalam citra yang buruk adalah sebagai upaya untuk melindungi para perwira mereka. Itu juga sebagai strategi supaya KPK tidak masuk lebih jauh," urai Neta.

Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW) Neta Sanusi Pane juga percaya kengototan polisi sebagai upaya menghalangi KPK agar tidak menyentuh kasus yang lebih besar lagi. Ia membeberkan selama ini sudah menjadi rahasia umum Korlantas menjadi ATM bersama sejumlah perwira. Sekalipun ada juga dana dari Korlantas yang mengalir untuk menutupi kegiatan organisasi yang kurang biaya. Soal Korlantas menjadi ATM bersama itu juga diakui seorang makelar pembuatan SIM dan STNK. Ia menuturkan setiap hari Jumat ada setoran 'uang haram' dikumpulkan yang kemudian dibagikan secara merata berjenjang dari atas ke bawah. Uang itu antara lain dari uang pelicin pembuatan by pass SIM dan STNK. "Untuk bikin SIM saja, coba lihat di kantor polisi atau samsat. Kalau normalnya bikin SIM A atau B kan Rp. 250 ribu. Tapi kalau mau lewat jalur cepat itu, ya pokoknya tinggal foto bisa dikenai Rp 530 ribu per SIM," cerita si makelar SIM itu.

"Nah, setiap hari seorang anggota Lantas di kepolisian khusus menangani SIM dan STNK ini bisa mengantongi Rp. 1 juta per hari. Nah ini dikumpulkan setiap hari. Kalau saya ingat setiap Kamis atau Jumat, uang hasilnya itu disetor ke atasannya sampai ke paling atas," cetus makelar yang tidak mau disebut namanya itu. Kriminolog Adrianus Meliala mengemukakan hal yang hampir sama. Bagi Adrianus, hal yang wajar bila masyarakat menduga ada sesuatu yang ingin disembunyikan Polri. "Mungkin ada yang disembunyikan, kemungkinan karena polisi punya kepentingan," terang Adrianus. Kengototan itu memang akan banyak memunculkan isu liar yang memperburuk citra polisi sendiri. (sumber majalah detik)

Untuk Orang Penting, Koran Boleh Munafik (Kasus: Sindo, Suara Merdeka dan Bambang Soesatyo)

Posted: 15 Aug 2012 11:19 AM PDT

OPINI | 16 August 2012 | 01:17 Dibaca: 0   Komentar: 0   Nihil

Beberapa waktu lalu, Saya posting di Kompasiana tentang kecurangan seorang anggota DPR, Bambang Soesatyo, yang telah menulis artikel yang sama untuk dua koran berbeda. Saat itu Bambang Soesatyo menulis artikel kembarnya di Koran Sindo (Jakarta) dan Suara Merdeka (Semarang). Padahal yang selama ini terjadi (semacam kode etik) bahwa pengiriman  artikel yang sama untuk lebih satu koran (dan termuat semua), maka sang pengirim (penulis) akan dikenai black list oleh koran-koran yang telah menjadi korban pemuatan artikel ganda.  Telah banyak penulis yang sudah merasakan pahitnya black list oleh koran akibat pemuatan artikel sama di beberapa koran sekaligus. Memang black list untuk kesalahan semacam itu hanyalah "ringan". Dalam artian black list terhadap penulis artikel ganda hanya dalam rentang waktu singkat. Paling lama sekitar 6 bulan - 1 tahun si penulis artikel ganda akan mengalami black list oleh koran-koran korban artikel gandanya tersebut. Namun, lagi-lagi koran terlalu memandang orang dari status, jabatan, gelar dan kepangkatan seseorang. Contohnya ya terhadap Bambang Soesatyo itu. Bulan lalu Bambang   Soesatyo telah menulis artikel ganda di Koran Sindo dan Suara Merdeka dan saya tulis di komasiana ini, dengan tingkat keterbacaan yang cukup tinggi dan sempat HL. Artinya tulisan saya tersebut kemungkinan besar juga terbaca oleh komponen kedua koran tersebut (Koran Sindo dan Suara merdeka). Namun, alih-alih Bambang Soesatyo di black list oleh kedua koran tersebut, yang ada malah tulisan Bambang Soesatyo berikutnya masih di beri ruang oleh kedua koran tersebut. Tanggal 14 Agustus tulisan Bambang Soesatyo sudah nongol lagi di Koran Sindo dan tanggal 15 Agustus tulisan Bambang Sesatyo muncul di Suara Merdeka. Kalau sudah begini (maaf) koran-koran ternyata bisa juga bersikap diskriminatif dan munafik. Untuk penulis artikel ganda bila penulisnya "bukan siapa-siapa" maka koran-koran akan mengenakan black list. Giliran bila penulis artikel ganda adalah orang penting, status dan jabatan yang tinggi, maka black list tak diberlakukan terhadap orang penting penulis artikel ganda tersebut. Memang harus diakui bahwa media khususnya koran masih selalu berbuat diskriminasi terhadap orang. Sok menyuarakan moral, integritas dan kejujuran, nyatanya media atau koran tak pernah bisa 100 % jujur dan konsisten. Dasar gila status!

Siapa yang menilai tulisan ini?
Adsense Content. bottom of article

0 komentar:

Posting Komentar