Kompasiana
Kompasiana |
Posted: 13 Aug 2012 11:18 AM PDT Tahukah kau, ketika jemariku terus saja menari di atas tuts keyborad komputer lawasku. Seakan tak mau henti, seakan tak mau kompromi dengan pantatku yang terbenam pada lantai dingin kamarku. tahuka kau? ketika kakiku mengeras kesemutan pada duduk silaku yang kaku. tahukah kau? Malam ini langit berwarna, bukan hitam, tidak juga putih. Angin malam seakan hilang dari bumi ini, tak berhembus walau sepoi ringan melenakan. Ya, udara seakan hampa walau ia dingin menggigilakan tubuh hangatku. Tentu kau tau kalau hangat tubuhku. Bukankah waktu itu kita pernah berbagi kehangatan. Aku akan selalu rindu suasana itu. Tapi malam hari ini begitu dingin.Tubuhku seakan kaku, walau jemari lincah saja menari. Kau tentu pernah ingat kan pada kisahku tentang Wiranggaleng dan Idayu. Cerita cinta serta kekuasaan epos Majapahit di pulau Jawa. aku berharap kau masih ingat walau kau tak terlalu suka sejarah. Eh.. bukankah waktu itu kita pernah bercita-cita ingin mendongengkan cerita-cerita kerajaan besar Nusantara pada anak kita kelak. Kemudian kalau anak kita sudah Tidur tentunya kita kan beraktifitas lagi. Bercita-cita juga. Kita menyebutnya "hiburan". hehehe. Masihkah kau ingat. Atau kau sudah diam tak punya angan tentang masa depan. Aku juga dulu pernah cerita padamu, tentang film korea yang berjudul menatikan 31 juni, dan kau protes waktu itu, karena bulanJuni tak pernah punya angka 31. Kau masih ingat kan jawabanku? "Namanya juga berharap, berangan, bercita-cita," begitu jawabku waktu itu. Sambil mencubit mesra pipi putihmu. atau kau hanya ingat sama cubitanku. Sekarang aku masih di sini. Entah menanti apa. Mengharapkanmu adalah keajaiban, menantimu mungkin hanya kesiaan. Tapi aku masih disini. Setia menunggu kehadiranmu. Semetara menunggumu, aku masih sibuk, berusaha antara harap dan cemas, menyelesaikan bab-bab akhir dari skripsiku. |
Posted: 13 Aug 2012 11:18 AM PDT Sungguh… Dunia kecil ini memang masih baru, dunia kecil ini memang masih asing bagiku. Namun, sangat banyak hal yang aku pelajari darinya. Bagiku mengajar tidak hanya sekedar menyampaikan materi dan pelajaran di depan mereka. Tapi ada banyak hal yang bisa digali darinya. Filosofi mengajar, tak hanya sekedar penyampai materi dan pendidik semata. Tapi mendoakan mereka, mencintai dan memelihara mereka dengan ketulusan dan kasih sayang. Tak hanya sekedar memberi kenyamanan dalam hidup saja. Seharusnya orang tua menjadi tempat pertama seorang anak berbagi, berkeluh kesah dan mencari perlindungan diri. Seharusnya, ibu bagi mereka adalah yang utama. "Karena ibu adalah madrasah bagi anak-anak mereka…" Peranannya sangat penting dan berpengaruh pada perkembangan karakter sang anak. Teringat sebuah pernyataan yang sangat mendalam, "Jika kamu ingin menghancurkan suatu kaum, maka…hancurkanlah kaum mudanya…" Dalam hal ini anak adalah bagian dari kaum muda. Dan cara jitu lainnya adalah menghancurkan kaum wanitanya. Saat para kaum wanita dan kaum ibu disibukkan oleh pekerjaan, sebuah tuntutan pemenuhan materi semata. Sementara sibuk berkarier, berangkat pagi ketika anak mereka masih terlelap dan pulang malam, saat anak mereka sudah kembali terlelap pula. Ironis…Kontras… Semoga saja, mereka tetap bisa tersenyum ceria. Di tengah kehidupan yang kompleks ini. Jari-jari kecil dan tangan-tangan mungil yang menyapaku, celoteh riang serta tawa kecil pengiring hari-hariku menjadi kian berharga terasa. Kadang tangis merekapun menjadi kerinduan yang tak terperi. Tangis lucu dan lugu anak-anak manis itu. "Duhai Engkau Alloh yang maha membimbing dalam setiap hati. Mudahkanlah hati kami, ringanlah lisan kami dan bimbinglah kami untuk selalu bisa menyentuh hati mereka. Agar pengajaran ini menjadi lebih mudah untuk diterima dan difahami. 51111_BeningQolbu |
Posted: 13 Aug 2012 11:18 AM PDT Curhat yukkk… CURHAT 1 : Hari sabtu dan minggu saya pakai khusus untuk bisnis kecil-kecilan. Apa aja deh yang penting keluar masuk uang dalam dompet yah, hehe…ternyata memang nikmat mengatur keuangan sendiri tanpa harus terbebani tuntutan atasan dan deadline. Eehhmm….nikmatnya… CURHAT 2 : Alhamdulillah banget rasanya seneng. Semua diberi jalan oleh-Nya, banyak keajaiban terjadi dalam prosesnya. Baru pertama kali nyoba, sekian banyak tes masuk yang saya lewati dengan banyak pesaing sementara jabatan yang perlu diisi hanya satu kursi. Pada awalnya saya mikir, "Bisa gak ya?", tapi yah Bismillah saja ada Dia Sang maha pengatur segala. CURHAT 3 : Kami semua disini membutuhkan dana dari para donatur untuk kelangsungan sekolah kami. Semoga kawan-kawan seperjuangan pencari dana tetap semangat dan pantang menyerah ya. CURHAT 4 : CURHAT 5 : (SedikitBerbagi)(6.11.11) |
Posted: 13 Aug 2012 11:18 AM PDT
Sedang menapaki sisa usia,senang (belajar) menulis dan membaca, mencari kawan canda didunia maya. MOTTO : SERIBU TEMAN KURANG , SATU LAWAN KEBANYAKAN .Wenteran Oleh : Pak De Sakimun Dhingklik kecil yang diduduki ibuku ketika merenda disebelah jendela itu tersisa hanya satu jengkal untuk bisa aku duduki. Aku duduk menghadap jendela yang tertutup kain cita abu-abu kecoklatan karena telah memudar warnanya selain sepertinya tidak pernah dikumbah juga sudah terlalu lama terrentang tali rami dijendela rumah bedeng perusahaan yang kami tempati bertiga bersama nenek dan ibuku. Kain yang menutup separuh dari jendela itu memang sudah memet dan mrampang, hal itu kumanfaatkan untuk mengintip orang yang berlalu lalang dijalan raya yang tepat disamping rumah kami. Sepeninggal kakekku yang dulunya bekerja diperusahaan perkebunan teh itu, kami masih diperbolehkan tinggal di bedeng perumahan yang sebetulnya hanya diperuntukkan bagi karyawan yang masih aktif diperusahaan itu. Kami masih beruntung karena ada beberapa bedeng kosong yang tidak ditempati oleh karyawan yang sudah punya rumah sendiri. Meskipun bedeng yang kami tempati sebetulnya tidak layak huni, sirapnya sudah banyak yang lapuk dan bocor disana sini sehingga kalau datang hujan kami harus menyingkir untuk menghindari curahan air hujan dari plafon gedhek yang sudah menghitam oleh asap serta ngendhelong keropos itu. Sepertinya sudah bertahun-tahun atap sirap itu tidak diganti. "Habis lebaran ini kamu pindah bedeng belakang itu, rumah ini akan direhab ada karyawan yang mau menempati" ujar seorang mandor kepada ibu dan nenekku pada suatu waktu. Tidak ada kata lain selain "ya" jawaban dari ibuku, maklum kami hanya menumpang, ada yang lebih berhak menempati rumah itu yakni karyawan. Kami sudah lima kali ber pindah pindah rumah di kompleks bedeng perusahaan itu. Sebagai anak kecil aku malah senang jika disuruh pindah, mungkin lantaran suasana menjadi baru atau mungkin karena senang uyang uyung. Aku masih mengintip dibalik kain gorden lusuh itu, dari sela-sela sobekan gorden cita itu aku melihat teman- teman sebayaku dengan riang gembira sambil melompat-lompat bergelayut ditangan ayah dan ibunya pergi ke pasar untuk dibelikan baju, sepatu, celana dan keperluan hari raya lainnya. Empat hari lagi hari raya, hari itu prepegan, kemarin karyawan baru menerima uang THR dan bonus dari perusahaan perkebunan teh dimana mereka bekerja. Mereka akan memenuhi permintaan anak-anaknya, apapun yang yang diminta anak-anaknya pasti akan mereka belikan. Namun aku…….. Aku masih menyangga daguku dengan kedua telapak tanganku dan siku tertelekan di kusen jendela. Jantungku semakin berdebar, tubuhku serasa semakin dingin. Aku menggigil, sambil pandanganku tak terlepas dari lalu lalangnya ayah-ayah dan ibu-ibu yang akan mengumbar anaknya untuk memuaskan kehendaknya di pasar. Ada yang baru berangkat ke pasar dan ada juga yang sudah kembali dari pasar dengan membawa sesuatu kebutuhan lebaran. Keriuhan hari itu melebihi hari rayanya, karena semua karyawan diliburkan oleh perusahaan untuk memberi kesempatan mencari kebutuhan buat lebaran. Tidak terasa air mataku meleleh melihat teman-temanku sudah membawa sepatu baru dan baju baru yang di dekapnya sambil dituntun oleh ayahnya. Seandainya aku punya ayah mungkin aku juga dibelikan baju baru seperti mereka, tapi……… "Jangan nangis, besok kalau seprei ini jadi kan bisa untuk beli baju baru" hibur ibuku tiba-tiba, sambil masih tetap merenda dia melirikku. Aku tak menjawab, aku hanya menyapu air mata dengan kain cendela kumuh itu. Aku tidak percaya pada kata-kata ibuku, lantaran jangankan untuk beli baju baru untuk makan sehari-hari saja susah. Ibuku hanya buruh cuci, ada beberapa rumah tangga yang menyuruh ibuku untuk mencuci pakaiannya. Selain itu ibuku untuk mencukupi kebutuhan hidup kami dia membuat seprei dari benang yang direnda. Terkadang aku kasihan melihat ibuku merenda berhari-hari bahkan berminggu-minggu tapi hasilnya tidak sebeberapa, hanya cukup untuk makan beberapa hari saja. Itulah kenapa aku tidak yakin bahwa besok aku akan dibelikan baju baru. Meski demikian aku tidak pernah merengek, aku bukan anak manja walaupun aku hanya anak tunggal. "Kalau seprei jadi untuk beli baju, lalu untuk beli beras apa Mak" bisikku lirih " Ya wis, kalau begitu besok beli wenter hijau saja dua bungkus, baju putih pemberian Bu De Poniyem itu diwenter" ujar ibuku menghiburku. Aku hanya mengangguk meskipun ibuku tidak melihatnya, namun batinku masih berontak, pokonya tahun ini aku harus pakai baju baru. Apalagi hari-hari biasa, hari raya saja aku tidak pernah dibelikan baju baru oleh ibuku. Jika aku ingin baju baru seringnya memang hanya diwenterkan baju-baju yang masih lumayan lungsuran dari tetangga. Meskipun demikian aku tetap bahagia, senang dan tidak malu bermain bersama teman-teman ketika lebaran. Namun, hari raya ini sungguh sangat berbeda dengan hari raya sebelumnya, keinginan untuk memiliki baju baru sepertinya tidak bisa dicegah, apakah karena usiaku semakin bertambah. Dulu waktu aku kelas tiga tidak masalah meskipun hari raya memakai baju lungsuran yang diwenter, tetapi saat aku sudah kelas empat ini keinginan punya baju baru sangat menggebu-gebu. Ah, jika saja ayahku……… Memang aku sering bertanya-tanya dalam batinku, mengapa aku berbeda dari teman-temanku, mereka punya ayah untuk bermanja-manja…..sedangkan aku……… ***** Bersambung….. Siapa yang menilai tulisan ini? |
Posted: 13 Aug 2012 11:18 AM PDT Oleh : Supriadi Purba Ketua Badan Pengurus Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), Usman Hamid mengingatkan masyarakat Indonesia soal sejarah, agar tidak melupakan rekam jejak gelap Prabowo Subianto di masa lalu. Terutama terkait dengan kasus penculikan aktivis, kerusuhan Semanggi, dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Ingatan itu penting sebagai bahan pertimbangan, agar tidak keliru dalam memilih Dalam hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) mengenai calon Presiden 2014, yang dirilis Kamis (23/2) kemarin, nama Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto muncul sebagai kandidat kuat presiden 2014. Prabowo mengantongi 10,6 persen suara menempel ketat peringkat pertama Megawati Sukarno Putri yang meraih 15,2 persen. Jikalau kemudian ada putaran kedua dimana Megawati dan Prabowo bertarung maka diprediksi pula bahwa Prabowo yang akan menjadi Presiden. Menanggapi hasil survei ini banyak kalangan yang kemudian merasa wajar karena memang tokoh yang dijadikan bagian dari survei merupakan tokoh lama dan sudah dikenal masyarakat. Namun posisi Prabowo yang kemudian menjadi diunggulkan dan dianggap sebagai Presiden ke depan yang paling efektif, menyisakan tanya dan reaksi dari aktivis hak asasi manusia (HAM) Usman Hamid dan Koordinator KontraS Haris Azhar serta para korban pelanggaran HAM masa lalu seperti korban Semanggi. Reaksi yang kemudian menjadi pemberitaan di media ini bukan tidak beralasan, ini berkaitan dengan rekam jejak Prabowo Subianto yang dikenal sebagai mantan Pangkostrad diduga melakukan pelanggaran HAM pada masa lalu yakni pada peralihan Orde Baru ke Reformasi. Hal ini menyebabkan kekawatiran jikalau sosok yang pernah menjadi menantu Suharto ini menjadi Presiden menggantikan kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam kasus ini ada hal yang menarik dan dianggap ideal untuk dijadikan perbandingan sebagai bagian dari hasil survei yang sudah dirilis oleh LSI. Jikalau kemudian masyarakat memilih Prabowo Subianto sebagai Presiden dan dipercaya memimpin Bangsa Indonesia ke depan berarti dengan sadarnya bangsa ini sudah memaafkan kesalahan masa lalu yang dilakukannya. Atau masyarakat tidak tahu soal keterlibatannya dalam beberapa kasus pelanggaran HAM masa lalu yang kemudian menjadikan masyarakat memilihnya. Perbandingan diatas menujukkan bahwa antara tahu dan tidak keterlibatan sosok Prabowo Subianto dalam beberapa kasus pelanggaran HAM masa lalu. Dalam hal inilah, sikap yang langsung diambil oleh Usman Hamid agar masyarakat tidak tergiur dengan melihat ketokohan belaka namun ada bagian yang tidak bisa dilupakan yakni dosa masa lalunya. Dalam hal inilah ajakan serta himbauan agar menjadi tidak lupa dengan "melawan lupa". Sebuah kampanye "melawan lupa" agar bangsa ini tidak lupa akan sejarah, karena sejarah adalah identitas bangsa. Kampanye "melawan lupa" ini jugalah kemudian yang menjadi sebuah isu yang bisa menjegal para Jenderal yang pernah melakukan kesalahan masa lalu atau para birokrasi yang terlibat dalam kasus kemanusiaan di Indonesia. Karena keterlibatan para Jenderal pada kasus-kasus Pelanggaran HAM seperti Trisakti,penghilangan paksa, Semanggi, Kasus 1998, sudah tidak asing lagi. Masyarakat sudah tahu walupun kemudian hukum tidak berdaya menjerat para pelaku tetapi kebenaran akan membuak dengan sendirinya. Mempertanyakan Hasil Survei LSI Baru saja diumumkan, hasil survei LSI yang mengedepankan Prabowo sebagai Presiden terpilih jika pilpres dilakukan saat ini sudah menuai protes. Utamanya, protes datang dari keluarga korban pelanggaran HAM yang diduga melibatkan Prabowo sebagai pelaku. Sebuah reaksi kekecewaan oleh keluarga korban, belum lagi korban yang menjadi sasaran pada saat kejadian pada masa silam. Hasil survei yang dirilis LSI tentu akan mempengaruhi opini publik dan soal kemudian ada dugaan bahwa survei ini dibiayai oleh pemenang misalnya juga bisa saja benar, siapa tahu?. Mengingat dinamika politik menuju Pilpres 2014 sudah mulai memasuki pintu pencitraan. Hasil survey LSI tersebut juga menunjukkan bahwa belum ada calon baru yang akan memimpin bangsa ini. Semua calon yang disurvei adalah para politisi lama yang tidak asing lagi seperti Megawati, Jusuf Kalla, Prabowo, Wiranto, Sri Sultan, Surya Paloh, Hatta Rajasa, Aburizal Bakrie dan lain-lain. Pertanyaanya adalah, kenapa tidak ada tokoh yang baru yang muda dan energik yang dijadikan sebagai bagian dari proses survey ini?, apakah tidak ada tokoh muda yang bisa memimpin bangsa ini ke depan?. Namun sekali lagi semua masyarakat diajak untuk tetap melihat rekam jejak para calon pemimpin kedepannya. Apapun bisa saja terjadi menuju musim politik tahun 2014, yang pasti masyarakat diminta untuk "melawan lupa" menuju Indonesia yang lebih baik dan ber-prikemanusiaan dan ber-keadilan. Mata masyarakat masih terbuka dan segala bentuk pencitraan dan usaha dalam rangka mengalihkan perhatian demi kepentingan politik semata kan sirna dengan lahirnya kesadaran pada masyarakat Indonesia. Melawan lupa adalah agenda bersama, tanggung jawab bangsa karena sejarah panjang telah mengantarkan bangsa pada sebuah cita-cita besar dan pesan sang proklamator adalah jangan sekali-sekali melupakan sejarah (Jas Merah). |
You are subscribed to email updates from Kompasiana To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
0 komentar:
Posting Komentar