Adsense Link 728 X 15;

Kompasiana

Posted by Sri Rejeki Sabtu, 25 Agustus 2012 0 komentar
Adsense Content. recommended 336 X 300

Kompasiana


Ketika Sejarah “Terbungkam”

Posted: 25 Aug 2012 11:00 AM PDT

"Tak mungkin orang dapat mencintai negeri dan bangsanya, kalau orang tak mengenal kertas-kertas tentangnya. Kalau dia tak mengenal sejarahnya. Apalagi kalau tak pernah berbuat sesuatu kebajikan untuknya." __Jejak Langkah_Pramoedya Ananta Toer

Lingkup organisasi terkecil pun, yaitu keluarga, pasti punya peraturan masing-masing. Demikian pula di sekolah saya, salah satu "aturan" itu adalah meniadakan pelajaran Sejarah. Menyikapi hal tersebut, atas inisiatif koordinator mata pelajaran bahasa Indonesia, kami, para guru bahasa Indonesia merintis pembentukan budaya baca pada siswa dengan cara menjadikan novel sebagai buku teks. Lha, terus, apa hubungannya dengan pelajaran Sejarah?

Beberapa novel yang kami gunakan berlatar belakang sejarah. Misalnya roman Arok Dedes, dan novel Bumi Manusia, keduanya karya sastrawan hebat Indonesia, Pramoedya Ananta Toer. Rintisan novel sebagai buku teks ini langsung berdampak tiga hal, yaitu membentuk budaya baca pada siswa, memupuk cinta pada sastra Indonesia, dan mengenal sejarah bangsa melalui karya sastra.

"Selama ini fokus saya selama sekolah hanya berkutat pada pencapaian nilai bagus di bidang science. Tanpa bermaksud menyinggung, terkadang pelajaran bahasa Indonesia jadi prioritas terakhir. Namun sejak tahun lalu, saya jadi semangat lagi tiap menyambut pelajaran bahasa Indonesia sebab novel Arok Dedes dan Bumi Manusia mampu membuka dan menambah cakrawala pengetahuan saya. Bahwa bahasa dan sejarah tak selamanya membosankan." Demikian pendapat salah satu siswa kelas 12 jurusan IPA unggulan.

Merintis budaya baca novel di sekolah, apalagi berlatar belakang sejarah seperti Arok Dedes, tentu saja tidak mudah. Butuh waktu, pastinya. Apalagi ketika di akhir semester, novel itu dijadikan bahan utama pembuatan drama kelas; terseok-seok dalam memahami isi, kadang timbul pertikaian saat berlatih drama, namun pada akhirnya berbuah kebanggaan tersendiri.

Roman Arok Dedes, ketika itu dibaca oleh para siswa kelas 11. Kini, saat mereka naik kelas 12, berganti membaca novel Bumi Manusia. Pembentukan budaya baca yang telah dirintis selama setahun, ternyata cukup membuat kami para guru tersenyum senang. Sebab kini mereka mulai inisiatif untuk membaca bahkan sebelum sang guru ini mendaraskan lagi berbagai nasihat tentang pentingnya membaca sastra sejarah. Lebih terharu lagi, saat beberapa siswa membantu guru untuk merangsang semangat baca bagi teman-temannya yang lain, misalnya dengan memberikan bocoran-bocoran pada bab selanjutnya:

"Ih gila ya ternyata si Annelies tuh diperkosa sama abang kandungnya sendiri!" Kata seorang siswa.

"O ya, di halaman berapa tuh?" Respon teman-temannya sambil membaca skimming isi yang dimaksud.

"Makanya, baca doooonnnggg." Jawab siswa tersebut seraya menjulurkan lidah.

Tentunya tak hanya sekedar membaca. Kami juga menyiapkan pertanyaan-pertanyaan sebagai respon hasil baca, yang mengacu pada kolaborasi ide Benjamin S Bloom dengan Taksonomi Bloom-nya, dan Ki Hajar Dewantara, dengan cipta, rasa, dan karsa-nya.

Begitulah, ketika (pelajaran) Sejarah "terbungkam", (pelajaran) bahasa Indonesia masih mampu menjadi wakil bicara. Sebab hendak terbungkam atau dibungkam seperti apapun, orang perlu mengenal sejarah bangsanya, agar terbetik rasa cinta, supaya mampu bercermin pada masa lalu, kemudian melangkah lebih baik di masa depan.

Saranghaeyo itu Sarang Cinta

Posted: 25 Aug 2012 11:00 AM PDT

OPINI | 26 August 2012 | 00:37 Dibaca: 0   Komentar: 0   Nihil
13459161531325840926

saranghaeyo (tripwow.tripadvisor.com)

Apa itu Saranghaeyo? tanya Auda kepada Su he. Saranghaeyo itu Sarang Cinta Da. Artinya Aku cinta kamu. Aku Cinta Kamu Da.

Menurut seorang netter yang juga sekaligus sahabat saya beberapa tahun yang lalu, Saranghaeyo adalah bentuk casual dari pengucapan Saranghamnida yang dapat diartikan sebagai aku cinta kamu.

Menurut saya sendiri, Saranghaeyo saya artikan sebagai Sarang Cinta. Kok Sarang Cinta? Sarang sendiri dalam bahasa Korea antinya "cinta". Dalam bahasa Indonesia, Sarang dapat diartikan sebagai "rumah". Sedangkan kata Cinta tetap berarti Cinta. Sarang Cinta berarti Rumah Cinta. Di mana adanya rumah cinta? Sudah tentu ada di dalam hati. Hati siapa? Hati saya dan hati kamu. Hati saya dan hati kamu jika bersatu dalam cinta akan menjadi hati kita.

Banyak ragam dan alasan dalam mencintai dan dicintai. Menurut saya mencintai dan dicintai adalah merupakan sebuah ibadah tanpa pamrih. Seperti hangatnya sinar matahari, walaupun terkadang mendung dan gelap malam membentang, namun gelapnya hanya sementara. Setelah mendung dan gelapnya malam berlalu, kehangatan cinta itu akan selalu datang menyentuh kembali menghangatkan relung hati.

Terkadang saat cinta datang, sungguh siapapun tak bisa menduganya. Dan bahkan dianggap sebagai sebuah canda dan ketidakseriusan, saking tidak percayanya seseorang akan kesungguhan cinta yang datang padanya.

Aku sendiri ingin memberikan Sarang Cinta ku untuk seseorang yang bernama "Kesayanganku yang Elok yang selalu tumbuh dengan baik dan bersih". Begitulah nama seseorang yang ingin aku cintai.

Saranghaeyo Cinta.

Disajikan oleh "OBT" Su He

Siapa yang menilai tulisan ini?

Estafet Merbabu-Merapi: Sebuah Cerita Pendakian

Posted: 25 Aug 2012 11:00 AM PDT

1345914845521105137

Matahari Terbit dari Puncak Syarif

Kalau boleh diibaratkan, Merbabu itu layaknya seorang laki-laki gagah yang meminang Merapi, seorang perempuan yang misterius. Dua gunung ini berdiri sangat berdekatan dan hanya dipisahkan oleh sebuah desa bernama Desa Selo. Tulisan kali ini bercerita tentang rute perjuangan pendakian selama melakukan estafet dua buah gunung berpasangan ini.

Merbabu – Gunung Pertama: perjalanan awal

Perjalanan menuju puncak gunung Merbabu bisa dimulai dari empat jalut utama: Kopeng, Wekas, Cuntel, dan Selo. Pendakian kali ini akan dimulai dari Wekas mengingat perjalanan dimulai dari Magelang dan kendaraan pengangkut yang menuju jalur pendakian hanya menuju Desa Wekas.

Sebuah gapura yang berada di Desa Kaponan akan mengantarkan para pendaki menuju tempat pendaftaran. Di sini pendaki bisa membayar ojek untuk menuju pendaftaran atau memilih berjalan kaki dengan jarak sekitar 5 km yang menanjak dan ditemani vegetasi berupa pohon-pohon cemara. Sesekali pendaki akan bertemu dengan penduduk desa yang tersenyum hangat memberikan sebuah salam pembuka untuk para pendaki.

13459149151487006849

Pemandangan Awal Pendakian Merbabu

Selepas melakukan pendaftaran, pendakian bisa dilanjutkan menuju puncak Merbabu. Vegetasi awal yang menemani pendaki biasanya adalah hutan-hutan dengan tumbuhan yang lumayan tinggi, merupakan ciri khas daerah pegunungan bagian tengah. Hal ini wajar mengingat pendakian dimulai sudah pada level sekitar 1700 mdpl.

Pendakian melalui jalur ini merupakan pendakian yang melewati jalur perpipaan. Sesekali bunyi air yang mengalir di pipa akan menemani pendaki yang lewat jalur ini. Air di pipa ini merupakan air yang digunakan oleh penduduk di sekitar Merbabu sebagai sumber air bagi mereka.

1345914973737557316

Jalur Perpipaan di Jalur Pendakian

Lebih jauh, jalur pendakian ini masih akan dihiasi oleh rumah-rumah warga sekitar sebelum para pendaki masuk ke dalam jalur pendakian yang sudah tertutup oleh hutan. Hutan di gunung Merbabu ini memang cukup ramai dipenuhi penduduk desa. Sebagian besar dari mereka bekerja di ladang dan bertani. Tanaman tembakau pun tidak jarang ditemui di desa ini dan tembakau yang sedang dijemur oleh penduduk merupakan pemandangan yang biasa ditemukan. Sementara itu, keramahan dan senyum dari para penduduk adalah sebuah sapaan hangat yang menghiasi jiwa para pendaki.

Perjalanan melalui jalur ini merupakan model perjalanan yang menanjak dan hampir tidak ada "bonus" jalan landai. Air yang bisa diambil para pendaki akan berakhir di sebuah sabana luas yang biasa dijadikan tempat untuk bermalam bagi para pendaki. Di daerah inipun, air yang diambil harus berasal dari pipa yang mengalirkan air ke rumah penduduk sebab air lainnya akan berasa asam karena sudah tercampur dengan aroma belerang.

Perjalanan mendaki dilanjutkan hingga menuju sebuah cabang antara puncak menara pemancar dan

13459150301599095522

Menara Pemancar di Merbabu

jalanan menuju pos helipad dengan vegetasi yang sudah memendek dan penyambutan dari bunga edelweis dimulai. Pos helipad sendiri merupakan daratan yang tidak terlalu luas dan dibatasi oleh tebing yang curam. Sementara itu, menara pemancar merupakan pos dengan sebuah bangunan menara yang dibangun pada jaman Soeharto. Pos helipad dapat difungsikan sebagai tempat bermalam sebelum melakukan pendakian ke puncak.

Menunggu matahari terbenam di pos ini adalah pengalaman yang sangat indah. Hal ini ditambah dengan terdapatnya gunung Sumbing dan Sindoro di sebelah barat yang selalu menguntit selama pendakian dari Wekas.

13459158711407265179

Matahari Terbenam di Balik Gunung Sindoro dan Sumbing

Tiga puncak utama dan si Jembatan Setan

Gunung Merbabu memiliki tiga puncak utama: Syarif, Kenteng Songo, dan Trianggulasi. Ketiga puncak ini berdiri berentetan dengan Kenteng Songo berada di tengah.

Perjalanan dari pos helipad menuju puncak Syarif lebih didominasi oleh jalanan berbatu hingga menuju sebuah percabangan. Cabang di sebelah kiri akan mengantarkan pendaki ke Puncak Syarif sedangkan cabang sebelah kanan akan mengantarkan pendaki ke Kenteng Songo dan Trianggulasi.

Puncak Syarif sendiri merupakan sebuah lahan yang cukup luas yang bisa digunakan untuk bermalam. Di daerah ini pun, pendaki bisa melihat ke arah seberang adanya gunung Merapi yang berdiri berdampingan dengan gunung Merbabu.

Perjalanan dari Puncak Syarif menuju Puncak Kenteng Songo adalah perjalanan yang menegangkan. Di sini pendaki harus melewati suatu jalan yang dinamakan Jembatan Setan. Jembatan ini merupakan sebuah jalan setapak yang bagian kanan-kirinya adalah tebing yang curam. Pendaki harus berhati-hati di daerah sini. Hal ini ditambah dengan perjalanan menuju Puncak Kenteng Songo yang harus dilalui dengan sedikit melipir batu-batuan dan jalanan berpasir.

1345915101189976619

Batu-batu di Puncak Kenteng Songo

Namun semua itu akan terbayar di Kenteng Songo. Di sini pendaki bisa melihat adanya kumpulan batu yang berlubang. Penduduk memercayai bahwa jika batu-batu itu dilihat dengan mata batin, jumlahnya akan berjumlah sembilan buah. Namun jumlah di sana tidak sebanyak itu. Dari puncak ini, selain bisa melihat adanya batu-batuan tentang Kenteng Songo, ada juga satu pemandangan menarik lainnya: Gunung Merapi yang mistis. Dari daerah ini, suasana mistis akan menyelimuti para pendaki yang melihat dengan jelas gunung Merapi di depannya.

Sementara itu, puncak Trianggulasi akan dicapai para pendaki setelah melewati jalanan yang tidak terlalu jauh. Inilah puncak tertinggi di Gunung Merbabu. Setelah ini, perjalanan turun akan dilakukan melewati daerah Selo sebab akan dilakukan proses estafet menuju Gunung Merapi.

Perjalanan turun

13459151951367981067

Gunung Merapi dari Puncak Kenteng Songo

Perjalanan menuju daerah Selo ini merupakan perjalanan yang tidak mudah. Hal ini wajar mengingat jalur Selo terkenal di antara para pendaki sebagai jalur terpanjang menuju puncak Merbabu. Jalur ini harus melewati jalanan berpasir dan sabana yang kering dengan semilir angin gunung yang dingin. Namun keunikan yang ditawarkan Selo kepada pendaki Merbabu adalah pemandangan Gunung Merapi yang selalu ada setiap saat: menguntit dari belakang jika pendaki naik dan bertatapan langsung ketika pendaki turun.

Perjalanan turun lewat Selo mengingatkan penulis dengan pendakian Argopuro. Jajaran perbukitan adalah makanan yang harus dilalap oleh para pendaki di sana untuk mencapai puncak ataupun untuk turun dari puncak. Jalanan berpasir tidak jarang membuat pendaki terpeleset dan akhirnya turun layaknya bermain prosotan di taman bermain. Pemandangan yang ditawarkan adalah kumpulan sabana, tumbuh-tumbuhan pendek, dan juga kumpulan edelweis.

Pemandangan ini akan berubah menjadi hutan tropis ketika pendaki sudah melewati seluruh jajaran perbukitan di daerah jalur Selo. Pada saat itu, jalur pendakian akan diliputi dengan tanaman-tanaman khas hutan tropis dengan tanaman yang memiliki diameter batang yang lebih besar. Perjalanan  turun terus dilakukan hingga menemui pos pelaporan jalur pendakian Selo.

Transit dan tukang ojek Desa Selo

Perjalanan transit menuju pendakian bisa mengandalkan tenaga pendaki sendiri. Jalan yang harus ditempuh sekitar 3-4 jam perjalanan. Selain itu, perjalanan menuju Merapi juga bisa menggunakan jasa ojek di Desa Selo. Tarif yang ditawarkan untuk ojek berkisar pada Rp 15.000 sampai Rp 20.000.

Keunikan dari ojek yang ditawarkan di sini adalah bahwa ojek ini bisa dipesan meskipun tidak terlihat adanya pangkalan ojek. Setelah ditelusuri, ternyata pengojek di desa ini sebagian besar adalah penduduk sekitar sendiri.

Dalam sebuah perbicangan dengan salah seorang pengojek, ia mengaku bahwa pengojek adalah profesi sampingannya di saat musim pendakian. "Biasanya saya bertani atau berladang atau membantu orang membuat pintu dan kusen. Ojek ini hanya untuk membantu para pendaki," katanya.

Mayoritas profesi dari penduduk Desa Selo memang adalah petani. Hal ini terlihat jelas dari lahan-lahan pertanian yang akan menyambut pendaki di daerah ini. Sebagian besar dari mereka memilih untuk menanam sayur-sayuran. Hal ini berbeda dengan tanaman tembakau yang lebih mendominasi ketika penulis mendaki dari daerah Wekas. "Kalau tembakau di daerah ini hanya sedikit sebab kualitasnya juga tidak baik. Tidak tahu kalau di daerah sana (Wekas)," tambah pengojek itu ketika penulis berbincang tentang profesinya sebagai petani.

Merapi – Gunung Kedua

Proses estafet gunung ini akan diakhiri di Gunung Merapi: sebuah gunung api yang baru saja "mengamuk" di tahun 2010 lalu.

13459156992012881951

NEW SELO

Perjalanan yang terkenal untuk menaklukkan Merapi di kalangan pendaki adalah perjalanan "tek-tok." Perjalanan ini merupakan perjalanan naik-turun gunung dalam waktu sehari atau tanpa bermalam di gunung. Oleh karena itu, pendakian jenis ini juga terkenal di kalangan pendaki sebagai salah satu model ultra light hiking yang tidak perlu membawa tas carier dalam ukuran besar.

Pendakian jenis "tek-tok" lebih baik dilakukan pendaki dengan mengambil jam 12 malam atau jam 01.00 pagi hari. Perjalanan cepat akan membawa pendaki ke puncak merapi dalam waktu 5 jam. Oleh karena itu, pemilihan waktu yang tepat akan membawa pendaki tepat di puncak Merapi pada saat matahari terbit.

Perjalanan pasir yang terjal

Perjalanan menuju puncak Merapi didominasi oleh model perjalanan yang didominasi oleh trek pasir dan batu-batuan setelah sebelumnya tulisan "NEW SELO" ala Hollywood akan menyambut para pendaki. Hutan pertama yang ada di daerah ini didominasi oleh tumbuhan yang tidak terlalu tinggi. Perjalanan pun terasa amat gersang sebab tidak seperti di Merbabu yang masih diselimuti hutan tropis.

1345915768691609963

Menuju Puncak Merapi

Perjalanan sejati menuju puncak akan diawali di daerah Pasar Bubrah. Daerah ini merupakan sebuah daerah datar yang seringkali digunakan oleh pendaki untuk bermalam. Di daerah ini tidak ada tumbuhan dan hanya pasir dan batuan yang begitu berlimpah.

13459152691226171879

Pasar Bubrah

Pasar Bubrah menuju puncak adalah tempat tersulit pendakian dimulai. Medan yang berpasir dan menanjak akan membuat pendaki kesulitan untuk naik. Sekali melangkahkan kaki, maka akan kembali terperosok masuk ke bawah. Begitu seterusnya hingga tidak jarang membuat pendaki harus merangkak untuk menuju puncak. Perjalanan menuju puncak pun lama kelamaan akan didominasi oleh batu-batuan keras dan hal ini membuat pendakian lebih mudah meskipun kemiringannya tetap curam.

Namun semua upaya itu akan dibayar dengan melihat kawah Merapi yang masih aktif dan juga semburan asapnya yang di sekitar lereng. Bau belerang yang menyengat juga menjadi ciri khas dari gunung ini. Matahari terbit di sebelah Gunung Lawu pun menjadi panorama yang bersifat bebas ketika langit cerah.

13459159711153931978

Matahari Terbit dari Puncak Merapi

13459156211792489940

Kawah Merapi dan Lava Pijarnya

Cerita dari mereka untuk Merbabu dan Merapi

Perjalanan menuju puncak Merbabu dan Merapi adalah sebuah perjalanan sosial: berinteraksi dengan sesama pendaki dan tersenyum sembari bertanya jalan. Seorang pendaki yang bertemu penulis bercerita bahwa ini merupakan pendakiannya menuju puncak Merbabu yang ketiga kalinya dan baru kali ini ia mencapai puncak. "Kemarin-kemarin suasananya tidak mendukung," katanya.

Lebih jauh, ia juga menceritakan tentang cerita yang berkembang di sekitar Merbabu. 'Kata orang di sini ada pasar setan. Hanya aktif di malam hari. Teman saya pernah ke sana. Ia membeli patung Budha dengan harga seratus ribu rupiah dan waktu itu harganya lima puluh ribu. Anehnya, ketika ia keluar pasar setan, uang kembalian berubah menjadi daun dan patungnya tetap ada bahkan sampai dijual dengan harga ratusan juta," katanya menambahkan.

Cerita pasar setan memang cerita yang cukup berkembang di daerah gunung. Teman dari rekan penulis juga bercerita bahwa ia pernah melakukan transaksi di pasar setan. "Namun ya, siapa yang tahu. Teman saya memang punya 'kelebihan'," kata pendaki itu.

13459155171063692951

Pendaki Mancanegara di Merapi

Perjalanan sosial ini juga kembali terulang di Merapi. Hanya saja kali ini penulis bertemu dengan wisatawan mancanegara yang kebetulan sedang berlibur. Kumpulan wisatawan ini berasal dari berbagai negara di Eropa: Republik Ceko, Perancis, dan Jerman. Salah seorang wisatawan ini langsung berdecak kagum ketika berada di puncak Merapi. Mengabadikan lewat video dan dan foto adalah hal yang biasa untuk mereka.

Salah seorang wisatawan mancanegara yang diajak berbincang oleh penulis menyatakan bahwa tidak ada gunung di Eropa yang seterjal ini. "Ini merupakan gunung yang paling menakutkan yang pernah saya daki," katanya. Ia juga menambahkan bahwa Indonesia memiliki potensi yang sangat baik untuk wisata alam dan budaya. Hal inilah yang menjadikan alasan bagi ia dan kawan-kawannya untuk menghabiskan perjalanan selama sekitar tiga minggu di Indonesia yang rencananya akan diakhiri di Bali.

Tentang vandalisme dan sampah

13459161311653309944

Vandalisme di Kenteng Songo

Cerita-cerita pendakian ini tidak akan berhenti untuk hal-hal heroic penuh perjuangan menuju puncak ataupun cerita-cerita mistis. Cerita estafet gunung ini pun akan bercerita tentang rusaknya alam oleh jejak mereka yang mengaku "pecinta alam."

Tidak ubahnya di dua gunung itu, sampah terlihat sangat berserakan di daerah-daerah yang datar. Selain itu, tangan-tangan jahil terlihat sangat sering mencoret-coret batuan yang seharusnya dijaga sebagai upaya mencintai alam. Sayang, predikat mereka sebagai pecinta alam mungkin hanya sebatas eksistensi belaka. Padahal, pencinta alam sudah selayaknya tidak meninggalkan apapun kecuali jejak kaki.

1345916178100720368

Sampah di Jalur Pendakian Merapi

Dan tentang mereka yang meninggal

1345914484988131703

Nisan atas Nama Simuh

Cerita-cerita pendakian ini akan berakhir dengan kesamaan dua gunung ini untuk menyimpan nisan sebagai peringatan bagi mereka yang meninggal di gunung. Hal ini mirip dengan nisan Gie yang ada di Semeru.

13459146301028469933
Nisan di Merapi

134591457082549675

Nisan atas Nama Sugiyanto

Tercatat sekitar dua buah nisan (Simuh dan Sugiyanto) ada di Gunung Merbabu dan satu nisan atas nama tiga orang (Achmad, Paulus, dan Arseno) ada di Gunung Semeru. Nisan-nisan ini setidaknya mengingatkan pendaki bahwa kematian selalu ada di depan mata dan puncak gunung yang telah ditaklukan tidak seharusnya membuat pendaki besar kepala namun merasa bahwa ternyata pendaki hanyalah sebagian kecil dari alam yang masih harus menghadapi kenyataan akhirnya: kematian.

Pluralitas Bentuk Diftong

Posted: 25 Aug 2012 11:00 AM PDT

Kemarin lusa, saya diminta teman untuk menjadi panitia dalam acara Halal Bihalal. Bagianku hanya sederhana saja, membuat undangan dan tanda makanan-minuman di tiap meja. Konsep jamuan makanan dengan prasmanan, ambil sendiri yang diminati oleh tamu undangan. Ada banyak aneka makanan yang ditawarkan; satai, gulai, lontong dan sop. Sedangkan minumannya adalah es buah, jus melon dan jus jeruk.

Pada awalnya, saya menulis tanda dengan memakai sistem diftong yang dibakukan oleh Badan Pembinaan Bahasa, yaitu dengan menegaskan eksistensi huruf "ai" dalam beberapa istilah. Namun setelah saya konfirmasikan kepada yang punya hajat, saya diminta mengganti istilah tersebut dengan sate dan gule. Alasannya sederhana, kedua istilah tersebut telah memasyarakat, jadi lebih mudah dipahami. Lalu, konsep manakah yang lebih mampu dibuat pedoman dalam penggunaan diftong?

Sebelum masuk dalam pembahasan diftong, kita coba menelisik muasal istilah "gulai". Berdasar beberapa literatur, istilah "gulai" berasal dari bahasa Melayu yang bermakna "memasak". Ini tampak pada buah tangan Sutan Takdir Ali Sjahbana yang berjudul "Dian yang Tak Kunjung Padam" dan "Anak Perempuan di Sarang Penyamun" serta di karangan lain seperti "Salah Asuhan" karya Abdul Muis. Contoh dalam bentuk kalimat adalah "Ibu menggulai kangkung bersama Bu Lek Parti di dapur". Jadi, pada awalnya bukan ditujukan khusus untuk makanan yang terbuat dari daging kambing dengan kuah santan.

Akan tetapi, pengguna bahasa perlu berhati-hati. Karena bisa saja istilah "gulai" menjadi ambigu. Misalnya dalam kalimat "Isma menggulai adonan bolu kukusnya". Karena kata "menggulai" tersebut terdiri dari prefiks-gula-sufiks, meng-gula-i. Jadi, maknanya bukan memasak adonan, namun "memberi atau menambah" gula dalam adonannya.

Pengertian dan Aplikasi Diftong

Diftong adalah pelafalan dua vokal secara serentak. Biasanya ia terdapat pada akhir kata. Misalnya "santai", "kerbau" dan "amboi". Akan tetapi, tak semua kata yang memiliki rangkap vokal di belakangnya disebut diftong. Misalnya dalam kata "mencintai", karena huruf -i termasuk sufiks.

Sebagaimana yang kita tahu, bahwa bahasa muncul pertama kali dalam bentuk bahasa lisan, bukan tulisan. Saking pentingnya bahasa lisan ini, D' Saussure sampai "membuat" zamannya dengan fonosentrisme. Yaitu paham yang mengusung pentingnya bahasa lisan daripada bahasa tulisan. Dia berpendapat bahwa bahasa tulis bersifat munafik, karena dapat berubah makna, multi tafsir. Di sisi lain pula, tulisan belum tentu mengakomodir apa yang diinginkan oleh sistem fonetik, fonem dan fonemik. Ini pula yang terjadi dalam penulisan "satai" dan "gulai". Dengan alasan terlalu cepat dalam pengucapan kedua istilah tersebut, maka dua vokal "ai" terpeleset menjadi vokal "e", sehingga menjadi "sate" dan "gule". Sebenarnya, tidak setiap kasus penulisan diftong melenceng dari format asalnya. Misalnya kata "pantai" dan "rinai", yang memang telah berlaku demikian. Lalu bagaimana menyikapi aplikasi diftong yang "menyimpang" dari kaidah?

Salah satu sifat bahasa yang sangat merepotkan adalah arbitrer, ia bersifat sewenang-wenang berdasarkan pada kemauan pengguna. Walaupun terdapat pagar pembatas berupa konvensional, namun jika konsensus berlaku dalam suatu kelompok, ia sudah dapat disebut dialek, yaitu varian bahasa dalam spektrum yang sempit. Ketika pemakaian dialek meluas, maka ia dapat diakui sebagai kebenaran, diratifikasi menjadi bahasa yang baku. Ini nampak pada penetapan istilah "ajeg" yang awalnya "milik" bahasa Jawa, kemudian menjadi bahasa nasional.

Kembali pada kasus "satai" dan "gulai", sebenarnya kita tinggal arif saja dalam menyikapinya. Walaupun KBBI tahun 2010 berpendapat "gulai" adalah bahasa baku, dengan pertimbangan sejarahnya yang berasal dari bahasa Melayu, namun karena ke-arbitrer-an bahasa, tentu kita tidak mampu memaksa. Ini diperkuat dengan adanya pemakaian kata "non baku", "gule" dalam situs detik.com dalam menceritakan suasana lebaran (http://food.detik.com/read/2012/08/24/114255/1997912/1439/gule-kambing-yang-selalu-diburu-tamu-saat-lebaran). Ini tentu menjadi pertimbangan pengguna bahasa, karena notabene detik.com adalah situs yang kredibel dan menjadi rujukan bahasa.

Cerita Backpacker Pertama Setelah di Jerman

Posted: 25 Aug 2012 11:00 AM PDT

Pertengahan July 2007 adalah liburan musim panas kedua buat saya setelah di Jerman, sekaligus menjadi pengalaman backpacker pertama yang kulakukan sendiri. Saat itu, saya berencana mengunjungi empat kota dalam 10 hari, dengan rute Barcelona-Pisa-Valencia-Roma.

Setelah tiket pesawat semua di tangan, dengan mengandalkan tiket murah yang dibeli beberapa bulan sebelumnya, saya pun melengkapi catatan kecil rencana perjalanan, mulai dari perlengkapan barang-barang yang akan dibawa, perincian dana keseluruhan serta tempat-tempat wisata yang wajib dikunjungi di setiap kota tersebut.

Pagi itu, saya menuju bandara Altenburg, Leipzig yang ditempuh 1,5 jam dari tempat saya tinggal. Penerbangan pukul 8:55 am dari Altenburg dan akan tiba di Barcelona Girona pukul 11:00 am. Di bandara, saya bertemu seorang wanita dari Argentina yang cukup ramah, yang juga menuju Barcelona. Akhirnya kita memilih untuk bersama-sama sampai kemudian tiba di Barcelona Nord, yang masih ditempuh 1 jam 15 menit dari bandara Barcelona Girona dengan bus.

13459103081291995686

Sebelum berpisah, si Wanita Argentina dan Saya di depan Bus Barcelona :)

Setelah tiba di Barcelona nord kita berpisah jalan. Sagrada Familia, karya arsitektur ternama Antoni Gaudi itu adalah tempat pertama yang saya kunjungi setelah membeli tiket harian tourist bus. Kebetulan, Sagrada Familia ini melibatkan Professor saya dalam proyek renovasinya, jadi, kunjungan ini memiliki catatan tersendiri buat saya dalam arti bukan hanya berwisata semata.

1345911201566205409

La Sagrada Familia dari jauh.

Menghabiskan tiga hari di Barcelona sebenarnya masih terasa sangat singkat. Masyarakatnya yang ramah dan bersahabat membuat kita betah. Pernah saya nyasar menemukan jalan pulang ke hostel, (dengan bantuan bahasa bathin) seorang Bapak menerangkan dalam bahasa Spanyol yang berbalas dengan bahasa Inggris tapi, berhasil ketemu. Yang pasti, banyak tempat wisata yang sangat menarik untuk dikunjungi, dalam arti tidak hanya ingin sambil lalu. Dua tempat yang paling saya sukai, jalan-jalan sore disekitar Port Vell serta menatap kota Barcelona dari ketinggian Montjuïc, serasa menatap kota Athena dari Acropolis.

1345912374712811147

Port Vell di suatu sore

Dua hari di Pisa, walaupun panas berjejal-jejalan dengan para wisatawan yang menikmati musim panas, rasanya senang bisa melihat gedung miring itu dari dekat. Saya juga sempatkan mengunjungi kota Florence, tempat kelahiran Renaissance. Disana saya menemukan penggunaan sepeda motor yang luar biasa, bahkan sempat macet berjam-jam karena sembrautnya lalu lintas. Dan Pak supir bus wisata yang saya tumpangi (kebetulan penumpangnya cuma saya - kasihan), sempat minta maaf karena ada acara berantam dengan si pengendara motor yang seenak hati berkendaran saat memasuki kota Florence. (beda tipis sama Jakarta, pikirku dalam hati )

13459132131667231958

Diantara jejalan pengunjung, Pisa

1345913368374877543

parkir motor dekat Duomo, ini yang buat macet Florence

1345913542568361372

Narsis dengan background Duomo di Florence

Sehari di Valencia, saya hanya rencakan jalan-jalan di Ciutat de les Arts i les Ciències (The City of Arts and Sciences), ingin melihat gedung-gedung modern di area itu lebih dekat. Apesnya, dompetku diambil oleh copet di kawasan wisata itu. Walaupun demikian, tetap saja masih beruntung karena passportku tidak di tempat yang sama, kalau tidak saya tidak bisa pulang. Segera saya blokir kartu-kartu atm dengan meminta bantuan teman di Jerman lewat telepon, dan selanjutnya mencari kantor polisi terdekat untuk membuat surat kehilangan.

Saya sedikit kewalahan. Ketika di tempat infomasi yang dirujuk pun, mereka tidak meladeni yang berbahasa Inggris. Ditengah kepusingan, saya mesti tetap merasa bersyukur, karena pada akhirnya seorang ibu yang mengajak saya berbicara dalam Jerman, beliau lah yang menghubungkan kami (saya dan pihak informasi). Mungkin tadi beliau sempat menangkap ekor kalimat saya, lagi kuliah di Jerman. Si Ibu akhirnya menjadi penterjemah mendadak sampai akhirnya mendapatkan informasi lebih lanjut.

Baterai handphoneku habis saat menunggu pembuatan surat kehilangan. Polisi yang sedari awal menangani laporanku, namanya Sergio, dengan baiknya memberikan baterai handphonenya (masih disimpan sampai saat ini :)). Tidak ada kesulitan ketika pembuatan surat kehilangan itu di kantor Polisi, karena Bahasa Inggris Sergio sangat bagus. Dan surat laporan kehilangan itu tetap dibuatkan dalam Bahasa Spanyol. Sergio membantuku sampai laporan selesai, bahkan mengantarkanku ke bandara. Sergio juga memberikan saya sejumlah uang cash, yang bisa saya pakai untuk meneruskan perjalanan, karena terpaksa saya mengikuti rencana awal karena tiketku ke Jerman lewat Roma. Dan setelah saya mendapatkan atm baru di Jerman, meski saya memaksa Sergio untuk memberi nomor rekening, dia tetap menolak dan uang itu tidak pernah saya kembalikan. Dan cerita Valencia menjadi awal pertemanan kami sampai saat ini.

13459143701955252825

Di kawasan Ciutat de les Arts i les Ciències, sebelum kecopetan

Saya sempat hilang semangat, tapi tetap saya coba maksimal, karena, mau tidak mau masih harus menjalani dua hari sisa liburan di Roma. Saya menghibur diri dan mengulang kata-kata Matius dalam hati; Hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari."

Di Roma, saya mengunjungi Colosseum dan Arch of Constantine. Itu pun perlu sehari untuk berkeliling. Dan di hari selanjutnya, saya hanya menikmati suasana kota Roma, dimana kesan pertama saya, kebersihannya jauh dari Jerman, toilet umum yang tidak terjaga kebersihannya seperti saya dapati di stasiun Termini. Namun, soal makanan dan penginapan? Cukup bersahabat dan yang pasti, makanan Italy tidak ada duanya.

Karena rasa tidak puas dengan sebagian perjalanan di atas, maka, di bulan Desember di tahun yang sama, saya dan kakak (yang kebetulan datang berlibur Natalan dari Indonesia) kembali menyusuri kota-kota di atas bersama.

***

Dari perjalanan backpacker pertama July 2007, kemudian saya belajar, jangan pernah menyimpan uang dalam satu tempat saja. Begitu juga dokumen berharga, sebaiknya disimpan di tempat khusus.

Salam backpacker :)

Adsense Content. bottom of article

0 komentar:

Posting Komentar