Kompasiana
Kompasiana |
- Koin KPK (Dari Segi Yuridis Sosiologis)
- sabar itu indah….
- nah lho!!
- ROHINGYA Kaum yang terlupakan
- MENGENALMU part 5
Koin KPK (Dari Segi Yuridis Sosiologis) Posted: 29 Jun 2012 11:30 AM PDT Bergeraknya masyarakat dalam aksi penggalangan koin untuk KPK yang ramai saat ini tak lain merupakan wujud gerakan solidaritas kolektif massa pelbagai elemen secara spontan ketika lembaga negara yang diamini sebagai suatu lembaga ujung tombak (primus inter pares) dari lembaga-lembaga negara lainnya, yang dinilai dapat mewakili aspirasi dan harapan masyarakat Indonesia dalam pemberantasan korupsi. Tak ayal, animo ini merupakan refleksi wajar dari cerminan bermasyarakat dan bernegara yang ideal, dalam konteks Negara Kesejahteraan (walfare state). Menurut saya, fenomena "ngecrek" ini seperti fenomena arus timbal-balik, di mana KPK yang menangani gratifikasi kini malah mendapatkan gratifikasi dari masyarakat, begitulah kira-kira. Secara politis boleh jadi ini tak ubahnya sebuah dinamika politik yang bergulir dan penuh unsur kepentingan diantara kedua lembaga Negara tersebut beserta masyarakat. Tetapi tak cukup sampai disini, perlu analisa untuk mengkaji lebih dalam lagi, terutama dari aspek yuridis dan sosiologis dari peristiwa tersebut guna memberikan pemahaman yang lebih matang lagi. KPK sudah diperkuat dengan 700-an tenaga kerja berupa staf sehingga memerlukan gedung yang layak menampungnya, ini realistis. Seperti yang telah kita diketahui sebelumnya, eksistensi KPK sebagai Super Body dengan pondasi hukum berdasarkan Undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan tindak pidanan Korupsi, rupanya tak sepenuhnya bertaring dan bertubuh kekar sebagaimana sosok pro-yustisia, ketika rencananya untuk mengajukan gedung baru tak diindahkan oleh mitra-nya, Lembaga DPR RI, Lembaga legislatif memiliki klaim dan argumen tersendiri (politis) untuk tidak meng-approve pencairan dana yang dinilai sebagian masyarakat sebagai sebuah hambatan perwujudan supremasi hukum. Pada akhirnya berujung dengan saweran berupa uang (berikut saweran moril) yang berkesinambungan dimasyarakat dalam keikutsertaannya yang aktual sampai detik ini. Secara yuridis, pada dasarnya penggalangan koin bukanlah tindakan yang melanggar kaidah hukum. Hanya saja secara legal formal penggalangan ini harus sesuai prosedur yang mengikat dan juga rumit, mengingat bentuk saweran ini ditujukan kepada salah satu Lembaga Negara, KPK adalah lembaga publik yang kedudukannya bukan sebagai badan hukum perdata (swasta) ataupun orang perseorangan. Karenanya KPK dituntut untuk menunjung tinggi prinsip akuntabilitas. Mengingat hal tersebut, maka dalam koridor ini diperlukan suatu proses serah terima dana (levering) yang tidak sederhana. Tersebutlah beberapa kaidah atau legalitas hukum yang sejatinya harus dipatuhi umpanya seperti Undang-undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang pembendaharan Negara atau tertib kaidah dibawah undang-undang umpamanya PP Nomor 39 tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah, PP Nomor 22 tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Hibah serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri, dan lain sebagainya. Akan tetapi jika itu terlalu rumit maka menurut saya, secara legal materil bisa saja saweran dana itu dilakukan secara terbuka, dan disimpan oleh satu rekening yang sengaja dibuka masyarakat sebagai pundi khusus penggalangan dana ini. Mengapa bisa saja demikian? Menurut analisa saya jika memang dinilai memenuhi rasa keadilan, kenapa tidak? legal materil dari hukum sendiri bertujuan pemenuhan filosofi hukum itu sendiri yakni rasa keadilan. Selanjutnya, jika mana penggalangan dana terbentur prosedur hukum yang rumit maka menurut saya tetap bisa diupayakan dengan cara lain seperti penggunaan asas diskresi (freies Ermessen). Dalam konteks yuridis tentunya sistem hukum kita mengenal istilah asas diskresi, yang berarti sebuah asas yang menyatakan pengecualian terhadap asas legalitas (asas yang menyatakan bahwa hukum adalah sebagaimana serangkaian kaidah tertulis dalam undang-undang/kodifikasi). Tetapi ini di ranah Hukum Administrasi Negara (HAN) dalam konteks "kesederhanaan peraturan hukum (wet matigheid van bestuur). Menurut Prof. Gayus Lumbuun, merupakan kebijakan dari pejabat Negara (pusat/daerah) yang memperbolehkan pejabat tersebut melanggar undang-undang sepanjang tidak melanggara asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB), dan ini merupakan tanpa rencana (instan decision). Maka bisa saja para pejabat KPK yang masuk dalam level pimpinan seperti Ketua KPK mengeluarkan diskresi-nya untuk serah terima dana dari masyarakat dan langsung dialokasikan dalam upaya realisasi pengadaan gedung baru. Lagipula menurut saya Lembaga ini bukanlah lembaga sementara (ad hoc) jika merunut pada Undang-undang tentang KPK, karena dalam Undang-undang ini saya tidak pernah menemukan satu pasal pun yang menyatakan bahwa KPK adalah sebuah lembaga ad hoc. Kemudian dalam tingkatan sosiologis bisa jadi lebih sederhana lagi, animo masyarakat untuk menggalang dana bagi KPK adalah lumrah dalam dinamika bermasyarakat. Merujuk pada buku dari Soerjono Soekanto (Sosiologi suatu Pengantar,2006), Unsur-unsur saluran Kekuasaan dan Dimensinya menyebutkan bahwa unsur pokok kekuasaan dalam interaksi sosial antar manusia (masyarakat) salahsatunya unsur Rasa Cinta, disamping rasa percaya, rasa memuja dan takut. Sederhana bukan? Ya rasa cinta, cinta masyarakat pada penguasanya (KPK), cinta yang lahir dari harapan masyarakat terhadapa supremasi hukum demi terwujudnya masyarakat yang sejahtera. Bentuk nyata dimana sisi kepatuhan (compliance) bertemu sisi kepemimpinan, artinya memang ada titik-titik pertemuan rasa antara KPK dan masyarakat, dan dalam perkembangannya memang mulai mendarah daging (internalized). Koin masyarakat, akibat ekses sebuah wewenang kharismatis dan rasional (legal) dari KPK itu sendiri, dalam sosiologis menyebutkan bahwa unsur kharisma mendominasi dan akan terus bertahan selama dapat dibuktikan ke"ampuhan"nya bagi seluruh lapisan masyarakat, pembuktian kinerja KPK pada masyarakat Indonesia. Menurut saya segala aksi masyarakat ini merupakan ekspresi seni hukum modern, tindakan yang berangkat dari politis-etis masyarakat dalam ranah hukum. Aksi ini bisa jadi merupakan kajian baru dalam mengamati perkembangan budaya hukum masyarakat Indonesia, Prof. Koencoro menyebutnya dengan istilah Etnologische Yurisprudence Methode. Syahdan, kembali ke mula bahwa saweran untuk KPK pada dasarnya tidak melanggar kaidah hukum sepnajng memenuhi rasa keadilan masyarakat. Kiranya aksi saweran masyarakat untuk KPK boleh saja didukung sepanjang dirasa dapat memenuhi rasa keadilan masyarakat. Barang tentu semua sepakat, tujuan masyarakat dan hukum sendiri sebetulnya selalu selaras sebab masyarakat (sosiologis) dan hukum (yuridis) merupakan keterikatan yang sangat lekat tak terpisahkan, masyarakat membuat hukum untuk membentuk masyarakat itu sendiri. KPK adalah lembaga harapan, lembaga yang masih diberi kepercayaan, semoga aksi ini tidaklah sia-sia dan mampu mendorong kuat-kuat bagi KPK dalam mengemban amanah supremasi hukum pemberantasan korupsi di Indonesia dan terciptanya masyarakat yang sejahtera-madani (law order). Akhirnya, apakah anda mau menyumbang? (menurut kacamata saya yang dhoif) Wallahualaam bisshawab, Arba 300712 |
Posted: 29 Jun 2012 11:30 AM PDT Bersabar diri merupakan ciri orang-orang yang menghadapi pelbagai Demikian itulah orang-orang mulia dan terhormat bertarung melawan |
Posted: 29 Jun 2012 11:30 AM PDT REP | 30 June 2012 | 01:27 Dibaca: 0 Komentar: 0 Nihil Seperti malam-malam sebelumnya.. *hiiyyy.. tidur aaaahhh* Selamat malam :) Siapa yang menilai tulisan ini? ARTIKEL TERKAIT |
Posted: 29 Jun 2012 11:30 AM PDT Saudara ku Berat nian cobaan yang datang menghampiri Kemiskinan, keterbelakangan dan pemusnahan silih berganti mengisi hari-hari mu Gejolak politik, kebencian etnis dan permusuhan kini mulai kau jalani Saudara ku Kurasakan betapa berat derita mu. Terkapar Berteriak Menjerit Namun tiada satu orang yang mau ambil tahu Saudara ku Aku disini pun bisa merasakan kebencian itu Kebencian yang mengusik nurani dan menenggelamkan logika akal sehat ku Rohingya meledak Ribuan kepala berpisah dari badan Jutaan manusia kini ditelantarkan Terusir dari tanah yang seharusnya menjadi tempat untuk berpijakan Dan Kini tersiar khabar dari berbagai media 100 saudara ku telah menghadapnya. Ratusan lain nya kini bagaikan menanti maut diujung senja ……. Kemarin Pada tanggal 9 Juni 2012 kampung Hazmia telah dibakar Dan kemarin nya lagi Pada tanggal 10 Juni 2012 kampung Walispara dan Saki para menjadi tempat pembantaian Madrasah-madrasah dan masjid-masjid itu pun telah menjadi abu Kini Penghapusan etnis yang dimulai pada tahun 1982 itu mulai memasuki babak baru ….. 400.000 pelarian melarikan diri ke Bangladesh 60.000 mendarat di Thailand 40.000 lain nya berada di Malaysia Ratusan ribu lain nya bercerai berai entah dimana? Aku disini disini dan disini hanya bisa terdiam dan membisu ….. Rohingya Terusir dan ditelantarkan dari tempat dimana seharusnya engkau berlabuh Bertarung hidup ditengah terjangan gelombang dan keras nya karang Namun Penolakan demi penolakan pun kini mulai kau dapati. Sampai akhirnya tiada lagi tempat yang bisa kau singgahi ….. Saudaraku Burung-burung camar itu mulai meneteskan airmata atas derita mu Bercerita mereka tentang perahu yang kalian tumpangi terseret kelautan luas Terseret terhempas laksana buih diterjang gelombang Terseret dan terdampar kemudian terusir kembali menuju lautan Aku Aku disini Aku tak berdaya Aku hanya bisa meneteskan air mata Aku hanya bisa merangkai kata-kata Dan aku hanya bisa berdoa ….. Undang-undang dan operasi Nasaka pada tahun 1982 itu menyebabkan derita mu bagai tak berujung. Perampasan rumah, tanah, hewan ternak, pemusnahan masjid kini menjadi cerita yang mengisi hari-harimu. Pembunuhan dan pemerkosaan kini kau dapatkan Hanya Pemurtadanlah satu-satunya jalan keluar bagi keselamatan . Rohingya Terbuang dan tercampakkan di tanah sendiri Terkapar, menjerit dan berteriak tanpa ada satupun yang peduli Diantara penghinaan dan ketakutan yang kau alami Diantara jerit pilu bayi-bayi yang harusnya kau susui Di antara laungan dan pekikan kematian yang setiap saat datang menghampiri Dalam cengkrama angkara murka yang semakin menjadi-jadi ….. Saudara ku.. Ditengah ketidak berdayaan yang q miliki. Q coba untuk merangkai kata-kata dalam forum yang biasa kami sebut Kompasiana ini. Walau dalam hati q menyadari. Tulisan yang tertuang ini tak mungkin dapat mengobati derita yang kau alami. ….. Rohingya kaum yang terlupakan Rohingya bertarung sendirian menghadapi berbagai cobaan Rohingya kini mulai menatap masa depan dengan segala ketidak pastian Selamatkan Rohingya Selamatkan Mereka ….. Nb : Jujur saja gw pusing kalau mesti menulis sesuatu keadaan dengan sedikit berpuisi Jikalau kurang berkenan mohon petunjuk.. ~ Salam ~ |
Posted: 29 Jun 2012 11:30 AM PDT KETIKA DIHADAPKAN PADA SEBUAH PILIHAN hari masih gelap ketika arie membuka mata. suasana subuh di kediaman rumah nya begitu tenang dan damai. Setelah dua hari dua malam ia harus menunggu dirumah sakit, kini ia pulang terlebih dahulu sekedar member tahu keadaan selly kepada ibunya. Ia sedikit mengucek mata nya yang terlihat sembab dan bengkak akibat kurang tidur. Ditarik nya sebuah selimut dari atas badannya dan bergegas menuju kamar mandi yang berada di belakang rumahnya. Dingin nya air ketika pagi menyegarkan kembali pikiran nya yang sedang kalut dan gundah. Didapur ia melihat ibunya yang sudah bangun sejak jam setengah empat lalu. 'udah bangun bu?' Sapa arie hangat. 'udah' balasnya singkat. 'gimana keadaannya selly?' 'masih belum sadarkan diri bu.' 'ibu titip doa aja buat dia. Semoga dia lekas sembuh dan sadarkan diri rie.' Balasnya sambil melangkahkan kaki nya kearah ruang tamu. 'iya. Nanti aku sampaikan ke dia bu. Aku shalat dulu ya.' diruang tamu, ibunya hanya mengutak atik remote tv. Hingga akhir nya terhenti pada siaran berita pagi. Sedangkan arie sedang shalat di kamarnya. Antara ruang tamu dan kamar nya tak begitu jauh, saling berdekatan satu sama lain. Diruang tamu, ibu nya mendengar samar samar doa yang anaknya panjatkan untuk calon istrinya yang saat ini sedang terbaring kaku dirumah sakit. 'ya allah, ku tahu kau maha pengasih lagi maha penyayang. Aku juga tahu kau tak akan membiarkan hamba mu tersiksa seperti ini. saat ini, selly, calon istriku masih terbaring lemah dirumah sakit. Kondisinya belum sadar kan diri. Seminggu lagi kami akan melangsungkan pernikahan. Maka plis ya allah, sembuhkan dia. Sadar kan dia. Amin' ibu nya yang mendengar samar samar doa arie tak dapat memberikan reaksi banyak. Ia hanya terdiam sambil masih asik mengutik remote tv. Tak lama kemudian, arie keluar dari kamarnya dan bergegas ke ruang tamu. Tak lamakemudian, ibu nya langsung bertanya perihal selly. 'ibu dengar selly bakal amnesia rie?' kata nya tanpa melepas pandangaannya dari arah tv. ia diam sejenak, lalu mengambil nafas panjang sebelum menjawab. 'ia sepertinya begitu bu. Benturan keras yang menghantam kepala kirinya membuat syaraf otak nya terganggu.' 'kalau memang begitu, berarti dia juga bakal lupa kamu ini siapa nya, iya kan.' Tanya nya lagi. Ia hanya menaikan alisnya sambil berkata pasrah 'iya.' 'tapi aku yakin bu dia bakal ingat lagi. Kata dokter selama dia dibantu dengan kenangan kenangan nya dimasa lalu, kemungkinan 30% ingatan nya bakal kembali.' '30 persen?' katanya sambil melepas pandangannya kearah tv dan menatap dalam arie. 'iya, 30 persen.' 'hanya 30 persen?kalau diantara 30 persen itu kamu nggak ada diingatannya, gimana?' arie terdiam cukup lama. Ia tak bisa menjawab sebuah pertanyaan ibunya. Pertanyaan ini sungguh sangat sangat menakutkan baginya. Bagaimana jadinya kalau ia tidak masuk dalam ingatan selly yang hanya akan pulih sebanyak 30 persen saja. Belum arie menjawab, ibunya masuk kekamar nya. ia mengambil sesuatu dari lemarinya dan keluar dengan membawa sebuah foto berukuran 7×6. Disodorkannya foto itu kearah nya. 'ini mayang. anak nya temen ibu waktu kecil.' arie menaikan alis nya, lalu menatap kearah ibu nya dengan berkata 'ibu mau ngejodohin aku?' 'bukannya ngejodohin. Tapi nggak ada salahnya kamu kenal dia dulu. Ibu Cuma mau anak ibu menikah dengan orang yang tepat.' 'orang yang tepat apanya sih bu. Selly itu bagi aku orang yang tepat.' Kata nya dengan nada agak sedikit tinggi. 'tepat?tepat apanya?tepat kalau sebentar lagi dia bakal ngelupain kamu?' Arie kembali terdiam. Wajahnya kembali seperti seseorang yang ketakutan. Ketakutan kalau kalau ucapan ibunya benar. 'nanti jam Sembilan dia mau kesini sama mamah nya. ibu memastikan kalau kamu belum kemana mana dijam itu.' kata nya. 'bu..' 'rie…' kedua anak dan ibu itu hanya saling memandang. 'ibu hanya ingin kamu mendapatkan calon istri yang terbaik. Dan ibu tau mayang itu siapa. Dia anak yang baik, rajin beribadah dan ibu udah kenal lama sama mamah nya.' 'ssttt..udah jangan banyak ngeluh. Mending sekarang kamu mandi. Dua jam lagi dia datang.' Arie mengabaikan ucapan ibunya. Ia hanya masuk ke kamarnya dan mengunci rapat rapat pintu kamarnya. Sedang kan ibunya, hanya menggeleng kan kepala tanda tak tau harus berbuat apa. Sedangkan dua jam lagi, teman lama nya akan datang membawa anak nya yang bakal dikenalkan ke arie. **************** dua jam berlalu begitu saja. Hari itu tepat dihari minggu, yang artinya tak ada aktifitas yang begitu padat dihari itu. arie masih dikamarnya mengunci rapat rapat pintu kamarnya, sedangkan ibunya berada didapur sambil sibuk menyiapkan makanan yang bakal di sajikan untuk teman lama nya itu. 'ya ampunnnnn….diah….akhir nya datang juga. Hahaha. Ayo masuk, masuk' 'haha, iya iya. Ya ampun udah lama banget ya kita nggak ketemu. Kira kira berapa lama ya.? 'hmm berapa lama ya. Pas kita ngadain acara reunion aja. Hmm kira kira dua puluh tahun kali ya? 'iya iya bener dua puluh tahun. Waduh udah lama juga ya. Terakhir kita ketemu waktu itu pas mayang masih SMP ya? 'iya bener. Haha. Nggak kerasa ya. Sekarang udah segede gini.' Kata bu ningsih. 'oia, mau minum apa?' 'apa aja lah ning. Kaya sama siapa aja. Hehe.' bu ningsih masuk ke dapur sambil membuatkan minum. Sementara arie masih dikamar dan tak tau kalau tamu yang disebut sebut sebagai wanita yang bakal dijodohkannya sudah datang. Tak lama kemudian, bu ningsih datang dengan membawa dua gelas sirup jeruk. 'maap loh di, Cuma bisa nyuguhin ini aja.' 'alah. Kamu bisa aja. Nggak apa apa lagi.' Balas bu diah. 'oia, anak kamu mana? Udah lama nggak liat juga.' 'oh iya sampe lupa aku di, sebentar ya aku panggilin dulu.' tak lama kemudian, arie muncul di antara bu diah, mayang, dan ibu nya yang lagi asik membicarakan kenangan kenangan semasa SMA. 'oia rie, kenalin ini mamah diah. Masih inget nggak?dulu waktu kamu kecil, kamu sering banget digendong gendong sama mamah dia ini.' arie menjulurkan tangannya dengan senyum, seraya berkata 'oh iya mah, tapi udah lama banget kali ya. Aku nggak inget lah bu.' 'nah kalo ini yang nama nya mayang.' kata bu diah. 'kamu inget nggak, waktu kamu bayi kamu dan mayang sering kita ajak main main ketaman kalau sore.' arie masih memandang kearah mayang. seakan ia diingatkan kembali oleh sosok selly. Tubuhnya mungil, rambutnya sebahu dan wajahnya manis. Sampai pada akhirnya, bu diah mengaburkan lamunan nya. 'hey kok malah bengong sih.' Kata bu diah. 'kenalin ini mayang, anak nya mamah diah.' 'oh iya, aduh maaf. Hmm arie.' Seraya menjulurkan tangannya kearah mayang. tangan kekar arie disambut hangat oleh tangan mungil mayang yang halus dan lembut. 'nah kalian ngobrol aja ya berdua. Kita mau ke rumahnya bu indah temen ibu juga waktu di SMA. Rumahnya di sebrang jalan.' Ucap bu ningsih. 'tapi bu…' arie protes. Namun protes nya arie langsung disambut dengan ibunya. 'udah nggak usah pake tapi tapian. Kamu ngobrol aja berdua dulu. Tapi inget, Cuma ngobrol. Jangan lebih.' Kata bu diah sambil memberi tanda kutib di kata ''lebih''. hingga pada akhir nya, arie harus berada dalam situasi yang membuat nya tak tau harus berbuat apa. Ia dihadapkan oleh oseorang wanita yang baru di kenalnya. Kedua nya masih saling malu untuk memulai sebuah percakapan. 'hmm masih kuliah apa udah kerja?' sapa arie mengawali percakapan. 'kerja.' Balasnya singkat. 'kalo mas arie?kuliah atau kerja?' 'hmm, kerja.' 'owh. Dimana?' 'saya kerja di daerah kuningan may.' 'sebagai apa?' 'hm hanya staf biasa. Kalo kamu, kerja dimana?' Tanya arie. 'thamrin mas. diperusahaan yang bergerak dibidang property. Aku sih menjabat sebagai staff ahli.' 'ouwh.' hingga satu jam lebih bu ningsih dan mamah diah belum juga kembali. Sedangkan arie dan mayang sudah mulai bisa mencairkan suasana. Keduanya bisa lebih enjoy dalam memberikan bahan obrolan. 'hahaha. Ternyata mas arie asik juga yah buat diajak ngobrol nya.' kata mayang sambil menyeruput es jeruknya yang sudah mulai tak manis lagi. 'ah kamu bisa aja. Mungkin kita punya kesamaan kali ya. Sama sama sering memikirkan hal hal yang paling sepele dan kecil. Hahah.' Balas arie sambil tertawa lepas. hingga pada akhirnya, mata meraka saling bertemu. Kedua nya saling memandang satu sama lain. Namun arie cepat cepat mengarahkan pandangannya kearah lain. Mayang pun demikian. Hingga keduanya saling tersipu malu mendapati kejadian ini. arie bergegas menuju kamarnya. Entah apa yang ingin dilakukan dikamarnya. 'may sorry ya, aku kekamar dulu.' didalam kamar, ia berdiri didepan meja kecilnya. Mata nya tertuju pada sebuah bingkai kecil. Bingkai itu masih sama seperti dulu, masih memajang foto selly yang terpampang anggun dengan dres merah muda nya. di ambil nya bingkai itu dari tempat semula, dan diangkat mendekati wajahnya. 'tenang sell, aku nggak akan pindah kelain hati.' Bisik arie kepada dirinya sendiri. 'gimana apanya bu?' balas arie. 'ngobrol nya. asik nggak? Gimana mayang orang nya kalo menurut kamu?' 'hmm maang baik. Supel lagi. Beruntung banget kalo adalelaki yang mendampinginya.' Balas arie dengan upaya agar bisa menepis persepsi diri nya yang bakal dijodohkan. 'huh syukur deh.' Kata bu ningsih. 'semoga aja kamu bisa terpikat rie sama mayang.' bisik bu ningsih kearah telinga arie. 'yaudah ning, aku pamit dulu ya. Takut kesorean juga nantinya.' Sambar bu diah. 'oh gitu. Yaudah hati hati yah di. Jangan kapok loh main kesini.' Balas bu ningsih. 'oia satu lagi dia.' 'apa.' 'semoga kita bisa besanan ya.' 'amin.' mendengar ucapan kedua orang tua itu, arie dan mayang hanya memasang muka malu. Kedua nya tak berani untuk saling bertatapan. Mamah diah dan mayang berjalan menjauh dari rumah arie. Semakin lama, kedua ibu dan anak itu semakin hilang terbawa senja yang mulai redup. Adzan magrib telah berkumandang, bu ningsih menutup rapat rapat pintu rumah nya sambil berkata 'kaya nya mayang memang cocok deh buat kamu rie.' |
You are subscribed to email updates from Kompasiana To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
0 komentar:
Posting Komentar