Kompasiana
Kompasiana |
- Hindu dan Budha mengajarkan toleransi beragama sejati
- Karenamu Kutemukan Warna Jingga Sebelum Malam Pekat Datang Menyapaku…
- Congratulation Matteo
- Tidak Butuh Komentator Bola
- Catatan Dini Hari 1
Hindu dan Budha mengajarkan toleransi beragama sejati Posted: 13 Jun 2012 11:37 AM PDT OPINI | 14 June 2012 | 01:35 Dibaca: 0 Komentar: 0 Nihil Hindu dan Budha ibarat dua sisi mata uang, Hindu tanpa Budha tidak akan sempurna, Budha tanpa Hindu tak akan pernah ada di dunia. Dimasa lampau, Budha hadir dengan doktrin yang menolak otorisasi Veda, ini luar biasa! Doktrinisasi Hindu dengan veda di tolak mentah-mentah sama sang Budha, saat itu hampir seluruh umat hindu di india beralih beragama Budha. Agama hindu bisa dikatakan tenggelam, saat perpindahan itu tidak pernah tercatat dalam sejarah adanya pertumpahan darah gara-gara agama. Siapa yang menilai tulisan ini? ARTIKEL TERKAIT |
Karenamu Kutemukan Warna Jingga Sebelum Malam Pekat Datang Menyapaku… Posted: 13 Jun 2012 11:37 AM PDT Tatkala sang waktu berputar meninggalkan porosnya… Detik berubah menjadi menit, dan menitpun berganti menjadi jam… Dan akupun masih terdiam… Masih membisu… Enggan untukku membuka jendela… Enggan untukku membuka mata… Ragaku masih utuh, namun jiwa dan hatiku telah hancur… Kemudian datanglah sang angin masuk melalui celah-celah ruanganku, memberikanku kesegaran, memberikanku nafas baru.. Namun itu hanya sesaat, kemudian enyah, pergi entah kemana… Kemudian nampaklah sinar sang mentari, memberikanku kehangatan, memelukku erat, lalu kemudian dia pergi… Dan aku mulai putus asa… Biarlah…biarlah aku seperti ini… Biarlah mati dalam dingin… Akupun sudah muak, dengan hiru pikuk dunia… Tiba-tiba datanglah warna jingga itu…indah nan elok dipandang mata… Datang menerobos melalui celah-celah kamarku…kamar jiwaku…kamar hatiku… Lembayung jingga di langit itu… Senja itu… Warna jingga itu…. Ku beranikan diri membuka jendela kamarku… Untuk melihat eloknya sang jingga di langit senja itu… Dan jingga itu menorehkan warna baru dalam diriku… Jingga itu telah mengisi kehampaan dalam kalbuku… Dan karenamu kutemukan jingga itu sebelum malam pekat datang menyapaku… |
Posted: 13 Jun 2012 11:37 AM PDT REP | 14 June 2012 | 01:32 Dibaca: 0 Komentar: 0 Nihil Congratulation Roberto Di Matteo! Ucapan itu pantas untuk sang pelatih yang telah memberikan trophy Piala Champion kepada Chelsea untuk pertama kali dalam sejarah klub. Hari ini, Matteo telah resmi dikontrak selama 2 tahun untuk membangun kerajaan Abramovich di Chealsea. Tidaklah menjadi Pangeran di Empire Abramovich, terlihat dnegan didepaknya beberapa pelatih ternama yang sebenarnya tidak gagal total di The Blues. Matteo yang hadir sebagai plt pelatih malah mampu memuaskan ambisi sang big boss. Dan sekarang, semoga melalui Matteo, Chelasea akan mampu meninggalkan budaya membangun klub secara instan tetapi lebih ke pembinaan. Pengangkatan Matteo menjadi simbul kebangkitan pelatih-pelatih muda di klub-klub besar. Matteo akan memberikan nuansa baru dalam kiprah Chealsea dan juga dengan mundurnya Pep di Barca maka kini Matteo bisa mengambil hati para gibol yang masih ABG. Ngawur.com Siapa yang menilai tulisan ini? ARTIKEL TERKAIT |
Posted: 13 Jun 2012 11:37 AM PDT semangat nonton bola di euro ini entah mengapa paling terganggu kalau udah harus dengerin komentator bola ngomong. para komentator itu seperti tidak pernah menghargai kerja keras pemain dan pelatih. nyebutnya pasti ada "dewi fortuna". kalau enggak, mereka para komentator itu seolah-olah jadi orang paling ahli melebihi pelatih tim yang berlaga di euro. yang paling membuat kesal adalah ketika mereka selalu bikin prediksi. duh! ampuuuun… selalu tidak ada dasarnya dan cuma pake perasaan. lah kalau gitu mah tukang becak lebih jago. Saya sebagai penonton lebih tertarik mengikuti sisi human interest dari sepakbola, apakah itu pemain bola, pelatih, tempat diselenggarakannya pertandingan, latihan tim kesebelasannya, dan lain sebagainya. Rasanya sudah terlalu banyak informasi yang kita gali dari googling, majalah, tabloid olahraga, koran yang mengulas bola sebelum kita ini menonton pertandingan sesungguhnya. Informasi yang dipapar oleh komentator bola menjadikan banjir informasi tadi menjadi tsunami yang jelas tidak kuat lagi kita tahan. Terus terang saya heran, kenapa jatah waktu untuk para komentator berkicau menjelang pertandingan sangat lama. Rata-rata informasi yang mereka jual tentang bola (atau olah raga manapun) sudah kita ketahui lewat media-media tadi. Apalagi kompasianer. Saya yakin makin terbuka dengan informasi, bahkan bisa jadi kompasianer lebih terampil mengolah informasi dibanding komentator bola. Bedanya, tidak diliput televisi saja. Di beberapa negara, yang ditayangkan hanya sisi non-teknis sepakbola sebagai "hiburan" menjelang pertandingan. Paling tidak untuk mengademkan suasana sebelum panas betulan pas pertandingan. Kalau pun di beberapa negara lain ada komentator, metode penyampaiannya cerdas: melibatkan instrumen visual, simulasi pemain dan strategi, kritis terhadap kedua tim maupun pelatih. Lha di Indonesia ini, metode yang ditempuh para komentator bola ini tidak pernah berubah dari jaman Orde Baru. Selalu sama "modus operandi"-nya: moderator, komentator, dan diselingi kuis pakai perempuan seksi. Begitu terus selama ini. Paling tidak sejak saya menyukai bola ketika masih SD pertengahan tahun 1990-an. Betul-betul membosankan. Bisa jadi acara menonton komentator bola ini adalah acara paling membosankan dan malah membuat ngantuk para gibol (apalagi ditunggangi iklan partai baru yang lagi senang ngiklan). Tak ayal, bisa dimaklumi jika banyak yang me-mute diskusi komentator bola atau menggantinya dengan menonton acara lain di channel lain untuk menghindari rasa kantuk. Sebaiknya para penyelenggara siaran bola berubah! Buatlah acara pra-pertandingan yang lebih relevan, lebih kreatif, dan lebih menyenangkan. Toh yang untung juga para pemodal TV kalau penonton bisa "patuh" dengan selera yang diingini oleh orang-orang kaya itu. |
Posted: 13 Jun 2012 11:37 AM PDT Catatan Dini Hari | Taufan Rahmadi usai sudah hari ini, dlm dini hari, heningku sepi, tidak ada yg lebih berarti disaat melawan kantuk, wudhu, lalu bersujud pd ilahi membaca takbir, lalu al fatihah dan ayat-ayat pendek utk memujiNya, mlempar bola2 harapan pd penguasa langit, bgmn diri begitu hina disinilah kita belajar, dlm ladang garapan yang diciptakan-Nya untuk manusia, walau seringkali kita lupa disaat berada dalam Nikmat-Nya diberikan kesenangan kita mengeluh, diberikan kesulitan kita mengaduh, manusia menjebak dirinya dlm dimensi yg tiada berdefinisi, hampa kapan kita bisa utk mengatakan cukup untuk sebuah ambisi, kapan kita bisa menemukan jawaban dr semua kegelisahan, Tuhan kerap di no 2 kan kepada kawan aku sebenarnya ingin membisikkan, "seberapa beranikah kita menjeda sbh ikhtiar dgn bersujud pada Tuhan ? " ibukota adlh sbh medan uji bagi mrk yg ingin mmenangkan ksejatian sbg makhluk Tuhan, beratkah jiwa disaat waktu sholat srg kita lewatkan ? waktu akan menuakan manusia adlh kepastian, adakah terlalu berani diri ini utk menyambut setiap detik kedepan tanpa setitik kebaikan ? |
You are subscribed to email updates from Kompasiana To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
0 komentar:
Posting Komentar