Adsense Link 728 X 15;

Kompasiana

Posted by Sri Rejeki Senin, 28 Januari 2013 0 komentar
Adsense Content. recommended 336 X 300

Kompasiana


Fatwa Puitik Dalam Bait Puisi (1)

Posted: 28 Jan 2013 11:27 AM PST

MERAIH IMPIAN GO INTERNATIONAL BERKAT PAPA

Posted: 28 Jan 2013 11:27 AM PST

Sejak kecil Agnes Retno Adriani Sudjasmin atau biasa dipanggil Agnes nggak pernah menebak masa depannya kelak akan seperti apa. Perempuan kelahiran 23 April 1990 yang hobi belanja dan traveling ini nggak pernah punya cita-cita sebagai pemain golf. Namun kenyataannya sekarang justru label pemain Golf melekat pada dirinya.

Mengawali karir tahun 2001 hingga sekarang, sudah hampir 12 tahun Agnes bergelut dalam dunia golf. Berbagai turnamen dalam negeri maupun luar negeri sudah pernah dijajalnya. Medali-medali yang ia dapat hampir tidak bisa dihitung lagi saking banyaknya. Bahkan dalam kejuaraan PON yang dilaksanakan 9-20 September di Riau tahun lalu Agnes berhasil menyumbang 3 medali emas untuk DKI Jakarta dari cabang Golf.

Berawal dari Paksaan Papa

"Aku bukan terlahir dari keluarga pemain golf, hanya saja papa hobi main golf dan suka mengajak aku ikut ke tempat papa biasa latihan. Awalnya papa sedikit memaksa, sampai pada akhirnya aku bertemu dengan teman sekelas yang ternyata berlatih golf di tempat papa latihan.

"Sejak itu aku jadi tertarik pada dunia golf karna merasa ada teman seusia yang sama-sama suka bermain golf. Akhirnya dengan kemauan sendiri aku mulai menekuni dunia golf tersebut. Papa pun mendukung penuh langkahku menjadi seorang golfer wanita.

"Belum setahun belajar golf, papa mengirim aku untuk turnamen ke luar negeri. Niatnya agar aku mendapatkan pengalaman baru dan ajang melatih mental supaya aku gigih dilapangan. Selain itu turnamen di luar negeri semata-mata mencari kompetitor yang lebih dari biasanya agar aku mampu meningkatkan kualitas dalam permainan.

"Jika terus-terusan berlatih di dalam negeri, aku tidak akan merasa tertantang. Bukan sok atau apa, tetapi lebih karena aku sudah mengenal hampir seluruh pemain golf wanita di Indonesia. Sehingga aku sudah bisa menebak permainan akan berjalan seperti apa.

"Aku memilih golf karena cara permainannya yang unik. Bermain golf itu adalah bagaimana cara kita memasukkan bola ke lubang dengan pukulan seminim mungkin, akurat dalam menghitung jarak, dan mengerti medan atau lapangan. Kalau kita mengabaikan semua hal itu, bisa jadi permainan kacau balau. Ada dua kata yang pas untuk menggambarkannya, seru dan mikir."

Berawal dari Paksaan Papa

"Aku bukan terlahir dari keluarga pemain golf, hanya saja papa hobi main golf dan suka mengajak aku ikut ke tempat papa biasa latihan. Awalnya papa sedikit memaksa, sampai pada akhirnya aku bertemu dengan teman sekelas yang ternyata berlatih golf di tempat papa latihan.

"Sejak itu aku jadi tertarik pada dunia golf karna merasa ada teman seusia yang sama-sama suka bermain golf. Akhirnya dengan kemauan sendiri aku mulai menekuni dunia golf tersebut. Papa pun mendukung penuh langkahku menjadi seorang golfer wanita.

"Belum setahun belajar golf, papa mengirim aku untuk turnamen ke luar negeri. Niatnya agar aku mendapatkan pengalaman baru dan ajang melatih mental supaya aku gigih dilapangan. Selain itu turnamen di luar negeri semata-mata mencari kompetitor yang lebih dari biasanya agar aku mampu meningkatkan kualitas dalam permainan.

"Jika terus-terusan berlatih di dalam negeri, aku tidak akan merasa tertantang. Bukan sok atau apa, tetapi lebih karena aku sudah mengenal hampir seluruh pemain golf wanita di Indonesia. Sehingga aku sudah bisa menebak permainan akan berjalan seperti apa.

"Aku memilih golf karena cara permainannya yang unik. Bermain golf itu adalah bagaimana cara kita memasukkan bola ke lubang dengan pukulan seminim mungkin, akurat dalam menghitung jarak, dan mengerti medan atau lapangan. Kalau kita mengabaikan semua hal itu, bisa jadi permainan kacau balau. Ada dua kata yang pas untuk menggambarkannya, seru dan mikir."

Impian dan Harapan

"Sebagai anak bungsu dari lima bersaudara, orangtua nggak memberi aku beban target apa-apa. Hanya saja masih ada impian aku yang belum terlaksana di dunia golf. Aku pingin jadi pemain profesional dunia, mau go international.

"Nggak perlu jadi nomor satu tapi orang bisa mengenal aku melalui prestasi dan kemampuanaku dalam bermain golf. Apalagi dari Indonesia kan belum ada golfer wanita yang go international. Mudah-mudahan aja aku bisa jadi yang pertama.

"Senangnya lagi untuk mendukung impian itu udah ada sebuah perusahaan yang mau sponsorin aku. Rencananya kalau lancar semua, tahun depan sudah bisa terlaksana. Jadi sekarang ini aku lagi si

13594002201634457235

Agnes Sudjasmin saat beraksi di lapangan

apin mental dan persiapan fisik supaya semuanya berjalan lancar."

Puisi Versi Kimia: Halogen’s Longing To Alkaly (Rindu Halogen Pada Alkali)

Posted: 28 Jan 2013 11:27 AM PST

Orang Pintar Kalah dengan Orang Bejo

Posted: 28 Jan 2013 11:27 AM PST

REP | 29 January 2013 | 02:10 Dibaca: 13   Komentar: 0   Nihil

Peppy, Co-Host Bukan Empat mata mengejek Tukul Arwana, "Gaji paling gede
(di Bukan Empat Mata-red), tapi otak paling dikit!"

Sontak, saya ngakak dengarnya. Sindiran Peppy menjurus kepada perilaku
konyol Tukul yg slalu berlagak pintar ngomong Inggris. Dimana ketika bintang
tamunya ngoceh dgn istilah2 bule, Tukul slalu meresponnya dgn gak nyambung
blass!

Namun ejekan Peppy hanyalah joke biasa di acara itu. Sejatinya, 'otak dikit'
Tukul mungkin lemah dalam otak kiri yg terkait matematika, bahasa, dan
logika. Profesi pelawak sendiri membutuhkan kecerdasan otak kanan.

Sedikit menyontek google, otak kanan itu berkaitan dengan fungsi-fungsi
emosi, intuitif, dan spasial serta bekerja berdasarkan kaleidoskop dan berpikir
lateral (mempertimbangkan masalah dari semua sisi dan sampai pada hal yang
berbeda) merupakan bagian otak yang berperan penting dalam kreatifitas.
Ya, Tukul memang tdk sekolah formal sampai perguruan tinggi dan bergelar
sarjana. Namun, sekolah kehidupanlah yg membentuk karakter dan
kreatifitasnya.

Pun demikian Bob Sadino, Bill Gates (miliuner pemilik Microsoft), Mark
Zuckerberg (Founder FB), dsb, adalah contoh orang sukses tanpa gelar.

Tapi saya agak tergelitik jg dgn kicauan Sandiaga Uno di Twitter. Pengusaha
muda sukses itu menolak anggapan untuk sukses dan kaya tidak harus sekolah.
Menurutnya, di sekolahlah kita diajarkan berfikir sistematis. Dan ia
beranggapan, pendidikan formal maupun informal itu sama2 penting.

Siapa yang menilai tulisan ini?

Panigoro Harus Kooperatif

Posted: 28 Jan 2013 11:27 AM PST

Malam ini, bukit barisan yang fenomenal itu meredup ditaklukan oleh embun-embun yang menjadikannya dingin. Yah.. sangat dingin. Tapi itu tidak membuat penulis gentar untuk menulis artikel yang menyoroti tindak-tanduk Djohar dan komplotannya. Secara pribadi, penulis merasa sangat bosan untuk membahas PSSI dengan kerusakan yang parah tentunya, namun di lain sisi penulis merasa berdosa jika penulis memendam kejahatan yang dilakukan oleh Djohar dkk. Mungkin setiap detik, pasti Djohar tidak ada benarnya.

Jika ditarik ke belakang, mungkin dosa-dosa Djohar tidak bisa kita katakan benar. Dalam kasus ini, dimana kekisruhan PSSI tidak bisa dikasih obat. Maka jalan satu-satunya adaalh melakukan operasi untuk melakukan penyehatan secara nyata. Roy Suryo bisa kita andalkan sebagai katalis yang siap menjernihkan dua unsur yang berseberangan ini. Bisa dikatakan sebagai jalan terakhir ada di tangan Roy Suryo selaku Menpora. Mari kita dukung Ro menjalankan tugas yang mulia ini, seperti berita yang penulis cantumken sebagai berikut :

Metrotvnews.com, Jakarta: Masih belum jelasnya langkah penyatuan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) dengan Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia (KPSI) membuat Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo bergerak cepat dengan langsung berkomunikasi dengan Presiden AFC, Zhang Jilong dan Presiden FIFA, Sepp Blatter.


Komunikasi tersebut, menurut Roy dilakukan karena tenggat waktu yang diberikan oleh FIFA untuk menyelesaikan kisruh sepak bola nasional semakin dekat. "Saya minta kepada mereka, bila memang pemerintah harus mengambil tindakan itu merupakan langkah yang direkomendasikan oleh AFC atau FIFA dan bila nanti kita harus kena sanksi, agar jangan kita di-banned seluruhnya," jelas Roy di sela-sela pelantikan pejabat Eselon I dan II Kemenpora di Jakarta, Senin (28/1).

Langkah tersebut, lanjur Roy juga dilakukannya untuk memverifikasi semua isu yang terkait dengan kisruh dua organisasi tersebut.

Roy mengungkapkan, dirinya sudah bertemu dengan Nirwan Darmawan Bakrie, pada Sabtu (26/1). Walaupun enggan menjelaskan isi pertemuan tersebut, namun Roy mengatakan pertemuan tersebut berjalan posiitf dan Nirwan Bakrie pun telah menjelaskan duduk persoalan kisruh sepak bola nasional tersebut.

"Pak Nirwan berjanji akan meneruskan hasil pertemuan tersebut dengan KPSI (Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia), sekaligus meminta komitmen klub-klub ISL (Indonesia Super League) untuk membayar gaji pemain yang belum dibayar," imbuh politikus Partai Demokrat tersebut.

Setelah bertemu dengan Nirwan Bakrie, Roy mengaku akan segera bertemu dengan Arifin Panigoro, tokoh di balik PSSI, pada minggu ini, namun Roy masih enggan menyebutkan hari dan tempat pertemuan tersebut.

"Kepada keduanya saya ungkapkan kebaikan juga kekurangan masing-masing dan apa-apa saja pokok MoU (Memorandum Of Understanding) yang belum dijalani, misalnya seperti verifikasi voters Solo," tandasnya. (Ghani Nurcahyadi/OL-2)

http://www.metrotvnews.com/bola/read/2013/01/28/431/126710/Kisruh-PSSI-Menpora-Lobi-FIFA-dan-AFC

Kita berharap Panigoro yang merupakan hulu dari segala kerusakan PSSI bisa kooperatif menjalin komunikasi dengan Menpora demi kepentingan bangsa dan negara. Saya yakin betul bahwa baik Pro KPSI ataupun budak-budak Djohar pastinya sudah sangat jenuh melihat Djohar melakukan manuver-manuver yang sebetulnya tidak memiliki tujuan yang baik dan jelas.

Salam Satu Jiwa

Andika Hasrimaidal

[Jelang Satu Tahun] Cerita Duka Si “Tukang Kodak”

Posted: 28 Jan 2013 11:27 AM PST

13593951412040258458

[Jelang Satu Tahun] Cerita Duka Si "Tukang Kodak"

Oleh : Pak De Sakimun (nomor 86)

Didaerah kami pada awal 80-an jarang sekali orang yang punya tustel atau kamera. Memang ada beberapa orang yang mempunyai tustel yang dijadikannya sebagai alat mencari nafkah, yakni menjadi tukang kodak atau tukang poto keliling, namun jarang sekali orang yang melakukannya. Mungkin alasannya selain harus keliling kampung setiap hari mencari pelanggan atau konsumen yang belum tentu ada orang yang minta difoto, kecuali hari-hari besar atau lebaran dan mahalnya harga tustel waktu itu. Mungkin faktor ekonomi juga ikut mempengaruhi. Dahulu mana ada orang membeli tustel untuk gengsi atau trend. Juga belum ada tustel dijadikan sebagai perangkat untuk menghasilkan karya seni atau sekadar hobi, belum ada. Dikampung, kalau di kota tentu lain ceritanya.

MENGGEBU GEBU

Tetapi entah mengapa saya kok ingin (mencoba) menjadi "tukang kodak" atau tukang poto keliling atau juru foto amatir . Saya memang hobi yang nyleneh-nyleneh, yang tidak banyak disukai orang termasuk tentang fotografi. Keinginan saya untuk menjadi fotografer amatir susah dibendung. Namun, maksud hati ingin memeluk gunung apa daya gununge mbledhos (tangan tak sampai). Tidak punya uang kok mau membeli tustel. Hil yang mustahal (kata Asmuni Srimulat), hehehehe.

Cita-cita (keinginan) tanpa tindakan adalah omong kosong, tidak akan pernah terwujud. Oleh sebab itu saya mencoba ke Sungai Penuh (Kota Kabupaten) untuk sekadar (pura-pura) bertanya-tanya dulu model dan harga-harga tustel (dulu jarang orang menyebut kamera). Waktu itu ada sebuah toko atau foto studio, saya masih ingat nama studionya "Budi Foto Studio" di Jalan Muradi Sungai Penuh Kabupaten Kerinci. Yang pernah tinggal di Sungai Penuh pasti tahu dimana letak Jalan Muradi.

13593961151618400984

13593965141655969503

Di etalase ada terpajang tiga unit tustel disela-sela kotak-kotak film. Tustel-tustel itu kelihatannya tidak baru, mungkin hanya dipakai sendiri di studio fotonya, bukan untuk dijual. Artinya "Budi Foto Studio" hanya melayani foto di studio dan cuci cetak foto, tidak menjual kamera. Tetapi dasar nafsu sudah tak bisa dibendung lagi, saya memberanikan diri sambil mengabaikan rasa malu mencoba menanyakan harga-harga tustel tersebut. Ketika itu harga yang paling murah katanya sekitar seratus ribuan dan yang mahal sampai satu jutaan rupiah. Pupus sudah cita-citaku dan langsung lemas kakiku, lututku menggigil hampir saja ndheprok ketika mendengar itu. Betapa tidak, sebagai seorang buruh dengan gaji seribu rupiah sehari, mana mungkin bisa membeli tustel dengan harga seratus ribuan. Bisa kaliren anak isteri tidak makan selama tiga bulan .

Sepertinya Bang Budi (pemilik Budi Foto Studio itu) tahu bahwa saya tidak punya uang sehingga diapun nyeletuk "Kredit juga boleh kok Mas" ujarnya singkat, "Tapi harus ada jaminannya" imbuhnya. Hahahahaha….ada harapan, tetapiiiiii……apa yang akan saya jadikan jaminan. Ah.

HARTA YANG PALING BERHARGA

Keesokan harinya setelah musyawarah dengan keluarga sayapun dengan bonek (bondho nekat) membawa satu-satunya harta kami yang paling berharga demi mendapatkan sebuah tustel, yakni sehelai ijazah, ya ijazah SD yang akan saya jadikan sebagai agunan kredit tustel.

Singkat cerita saya sampai di Sungai Penuh dan terjadilah kata sepakat antara saya dengan Bang Budi. Maka dibuatlah surat perjanjian dan pernyataan diatas kertas segel yang berstempel burung garuda merah itu tentang angsuran dan apabila terjadi pelanggaran manakala saya tidak bisa membayarnya dan sanksi-sanksinya. Resiko kehilangan harta yang paling berharga itu akan saya tanggung manakala saya tidak dapat melunasi tepat pada waktunya sesuai perjanjian.

RICOH 500 GX

Alhasil setelah segala sesuatunya beres dan saya bisa memiliki sebuah tustel yang akan saya pergunakan sebagai tambahan ekonomi keluarga kelak. Tustel yang saya dapatkan merknya Ricoh 500 GX, tapi seken (seconhand) meskipun dipatok dengan harga tinggi, seharga tustel baru, nggak apalah namanya kredit. "Baru dipakai sebulan kok Mas" ujar Bang Budi. Sepertinya tustel itu lama nggak dipergunakan lantaran mungkin sudah ada gantinya yang lebih canggih, sebab saya ada melirik ke etalase ada dua tustel yang agak besar, merknya Asahi Pentax dan Yasica, itupun sepertinya tidak untuk dijual tapi dipakai di studio fotonya sendiri seperti yang saya katakan diatas tadi.

Persetanlah, mau seken atau bekas mau mantan atau janda nggak masalah, yang penting punya tustel (wah jian kebelet tenan) dan masih bisa dipakai dan yang pasti terkabul ingin menjadi "tukang kodak". Sebelum akhirnya tustel itu menjadi milik saya, terlebih dahulu saya ditrening sebentar bagaimana cara-caranya mulai dari membuka dan menutup tutup bagian belakang dan memasukkan klise atau film negatif, mengatur pembukaan diafragma, mengatur pencahayaan dan menyesuaikan ASA atau kecepatan film hingga mencari fokus obyek yang dibidik. Dan terakhir oleh Bang Budi dimasukkanlah satu rol film 36 petik sebagai bonus.

Salah satu kelebihan tustel Ricoh 500 GX adalah adanya fitur multi, yang bisa untuk memfoto ganda. Artinya bisa membuat foto seseorang menjadi kembar atau ganda. Caranya, upamanya seseorang difoto dalam posisi duduk pada jepretan pertama. Setelah itu bukan mengengkol seperti akan melanjutkan jepretan ke dua, tetapi mengaktifkan tombol multi. Selanjutnya orang yang sama tadi diposisikan berdiri dan bergeser dari tempat sebelumnya, barulah tombol shutter di tekan ckreekk. Hanya, syaratnya memang harus menggunakan tripod agar tustel tidak bergeser posisinya dan backgroundnya harus polos dan bewarna gelap, tidak bisa berfoto diluar ruangan sebab petikan pertama akan tertutup oleh background. Ah sudahlah itu kan cerita jaman doeloe ketika memakai tustel engkolan, sekarang kan sudah era digital camera lebih mudah dan yang pasti selain hasilnya bisa langsung dilihat juga lebih bagus karena bisa diedit.

13593968181437221164

1359397084549984410

1359397275880208709

KAPAN JADINYAAAA

Tiba di rumah mulailah action jepret sana jepret sini. "Ngadep sini, awaaasss….jangan kedip, satuuu, duaaa, tiiiii……ckreekk", itulah gaya tukang kodak jaman dulu. Dilarang kedip malah jadinya merem kena kilatan blitz. Hasilnyaaaaa?……….ya nunggu habis filmnya dulu ditambah waktu nyuci dan nyetaknya yang memakan waktu tidak kurang dari satu minggu, bahkan hingga setengah bulan lebih, tergantung lancarnya transportasi dari Sungai Penuh ke Padang Sumatera Barat. Sebab waktu itu di Sungai Penuh belum ada studio foto yang bisa memroses film warna. Celakanya terkadang sudah menunggu setengah bulan lamanya, ternyata filmnya hangus. Itu pernah terjadi karena waktu memasang film ke tustel terpapar cahaya terang. Juga pernah juga lupa, film belum digulung kembali ke rol, tutup belakang sudah dibuka ya gosong jadinya. Seharusnya setelah jepretan ke 36 meskipun masih ada bonus tiga atau empat petik lagi sebaiknya film digulung kembali ke rol. Setelah yakin tergulung habis semua film barulah dibuka tutup belakang untuk mengambil rol filmnya.

Terlalu panjang ya ceritanya, ya iyalah ini saja baru separoh, belum masuk pada inti cerita. Bagaimana mau dilanjutkan apa diteruskan…hehehehe. Lanjuuuuuuuttttt.

1359397912441819289

13593982551975948544

(BANYAK) DUKANYA MENJADI FOTOGRAFER AMATIR

Selain resiko foto tidak jadi, masih banyak lagi dukanya menjadi fotografer terlebih lagi pemalu atau lemah mental nggak tegelan seperti saya. Syarat wajib menjadi tukang foto harus berani, tidak pemalu dan sungguh-sungguh mempunyai jiwa bisnis, tidak punya rasa ewuh pakewuh dan jika tidak, jangan harap mendapatkan untung, pulang pokok saja sudah lumayan. Hal itu sudah saya alami. Saya akui, saya tidak berani atau malu jika minta tandajadi terlebih dahulu sebelum fotonya jadi, padahal ini syarat wajib jika kita tidak ingin merugi karena fotonya tidak diambil. Terkadang jauh-jauh fotonya diantar ke rumahnya, eh ternyata katanya belum punya uang. Ada juga yang datang ke rumah katanya mau melihat fotonya sudah jadi apa belum, setelah melihat-lihat hasil fotonya (mungkin kurang puas) " Saya baru melihat saja kok Mas, belum bawa uang" katanya. Ada juga yang fotonya diambil dulu bayarnya bulan depan habis gajian. Dan masih banyak lagi duka sebagai fotografer amatir yang tidak tegas dan tidak sampai hati kepada pelanggan.

1359399579302423729

13593998171329650244

KOLEKTOR

Dengan adanya foto-foto orang lain yang tidak diambil, alhasil memaksa saya menjadikannya foto-foto itu sebagi koleksi. Saat itu saya ambil hikmahnya saja, selalu berfikir positif, tidak ada yang sia-sia. "Pada suatu saat pasti ada gunaya juga", pikir saya.Siapa tahu kelak ada sebuah komunitas fotografi yang mengadakan lomba menulis tentang sesuatu yang ada sangkut pautnya dengan fotografi, bukankah koleksi itu bisa dijadikan bahan tulisan atau paling tidak dijadikan sebagai ilustrasi. Hehehehe. Selalu berfikir positif !!!

Demikianlah, dengan selalu positive thinking semoga "pensiun"nya Ricoh 500 GX "jabatan"nya akan digantikan oleh Nikon Coolpix L310. Amiiiiiin.

Oh maaf, hampir lupa, foto-foto yang saya tautkan dalam tulisan ini hanya mempertimbangkan aspek historisnya, maka norma dan kaidah fotograpi tak didapatkan, jauh dari kata indah atau artistik. Sebagai kompensasi penyesalan Anda membaca tulisan ini, maka Anda saya rekomendasikan berkunjung ke sini untuk menikmati foto-foto yang menarik dan apik sambil membaca tulisan sahabat Kampret dan Kompasianer yang cerdas, bernas dan berkualitas.

Saaaatuuuu…..duaaaaaa……tiiiii……ckrreeekkk !!!

*****

13593956971545733298

Solok Selatan, 29-01-2013

Pak De Sakimun

Adsense Content. bottom of article

0 komentar:

Posting Komentar