Kompasiana
Kompasiana |
- Ke Wat Pho dan Wat Intharawehan, Bangkok
- asas legalitas dalam perspektif sejarah
- CERDAS MEMILIH PERLINDUNGAN
- Bhinneka Tunggal Ika Itulah Indonesia
- politik hukum RUU KUHP
- Untuk Almarhum Abah
Ke Wat Pho dan Wat Intharawehan, Bangkok Posted: 13 Jan 2013 11:25 AM PST Jika kita pergi ke kota Bangkok, obyek wisatanya kebanyakan adalah mengunjungi temple atau kuil. Mungkin sangat cocok bagi umat Budha karena sekalian berwisata rohani. Namun kalaulah kita sebagai turis, berkunjung di tempat-tempat tersebut merupakan pengalaman baru dan merupakan wisata sejarah juga, sama halnya ketika kita berkunjung ke candi Borobudur. Jika di Borobudur saya hanya pernah melihat patung Budha yang sedang duduk bersila, dan hanya terbuat dari batu dan ukurannya pun biasa saja. Tapi di Bangkok saya dapat menemukan patung Budha dalam ukuran raksasa, dan berlapis emas pula, sehingga terlihat megah dan mewah. Yuk, mari kita lihat, seperti apa gerangan. The Biggest Reclining Budha, Patung Budha sedang Tidur Letak patung reclining Budha, yaitu patung Budha yang sedang rebahan atau tiduran ini berada di Wat Pho yang nama resminya adalah Wat Phra Chetuphon, yang letaknya di distrik Phra Nakhon, Bangkok, berdekatan lokasinya dengan Grand Palace. Wat Pho adalah Wat/temple yang tertua dan terbesar di Bangkok, dibangun pada tahun1668. Di sekeliling Wat Pho, terdapat banyak candi atau pagoda. Ketika memasuki tempat dimana ada patung Budha tidurnya ini, kita diharap memakai pakaian yang pantas dan harus melepas sepatu, dan menyimpannya terlebih dahulu di tempat yang sudah disediakan. Di dalam ruangan suasana cukup ramai, karena banyak turis yang berkunjung. Patung ini termasuk berukuran raksasa, dan merupakan patung Budha yang berukuran sangat besar. Ukurannya adalah panjang 46 meter dan tingginya 15 meter. Hmm besar banget yaa. Bagian tubuh luarnya dilapisi emas murni, sehingga entah perlu berapa banyak emas untuk melapisinya. Karena ukurannya yang sangat besar, saya agak susah untuk mengambil gambar secara keseluruhan, dan harus mencoba berbagai posisi. Pada bagian kaki patung ini terdapat ukiran dari kulit kerang mutiara yang menunjukkan 108 lambang suci sang Budha. Di dalam ruangan ini dinding-dindingnya banyak berhias lukisan dengan tinta emas. Di bagian salah satu sisi ruangan itu juga terdapat ember atau mangkuk logam tempat koin. Orang-orang memasukkan koin tersebut, sehingga terdengar suara gemerincing yang nyaring. Mereka memasukkan koin tersebut dengan niatan dan tujuan tertentu. Pada awalnya sebelum candi ini berdiri, tempat ini adalah pusat pengobatan tradisional Thai, dan merupakan tempat lahirnya pijat Thai tradisional. Di kompleks Wat Pho juga terdapat biara tempat biksu (monk) berkumpul untuk berdoa dan sekaligus juga berfungsi sebagai tempat pendidikannya. Oleh karena itu tidak heran jika di area Wat Pho bertemu dengan biksu-biksu muda, yang salah satunya ada di foto berikut :D Standing Budha, Patung Budha Berdiri Patung ini berada di Wat Intharawehan atau Wat Intharavihan, (nama ini gampang saya ingat karena ada kata tarawehan-nya :D) yang terletak di Nakhon District, Bangkok, tepatnya di Wisut Kasat Road. Dibangun pada periode akhir Ayutthaya, yaitu masa kekuasaan Raja Rama IV, tepatnya pada tahun 1867. Aslinya dahulu disebut dengan Wat Rai Phrik. Untuk membangun kuil ini memakan waktu yang cukup lama yaitu selama 60 tahun. Tempat ini juga disebut dengan Big Budha Temple. Masuk ke tempat ini tidak dipungut biaya alias gratis. Patung Budha yang sedang berdiri ini juga disebut dengan Luang Phaw Toh, dilapisi warna keemasan dan juga berukuran raksasa, yaitu tinggi 32 meter dan lebar 10 meter. Pada bagian kepala yang disebut dengan relik suci Budha khusus didatangkan dari Srilangka, dan ditangannya memegang mangkuk yang terbuat dari mozaik berlapis emas 24 karat yang didatangkan dari Italia. Di bagian kakinya merupakan tempat pengunjung yang ingin berdo'a dan meletakkan bunga-bunga. Untuk mengambil gambar dengan big Budha ini juga sulit karena ukurannya yang terlalu besar, harus dengan posisi jongkok, untuk mendapatkan gambar hingga bagian kepalanya. Nah itulah 2 patung Budha yang sangat besar ukurannya yang bisa kita temui di kota Bangkok, yang berbeda dengan patung Budha di candi Borobudur. Salam jalan-jalan. Sumber informasi : en.wikipedia.org | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
asas legalitas dalam perspektif sejarah Posted: 13 Jan 2013 11:25 AM PST Legalitas perlu kita lihar dalam perspektif Sejarah supaya mengetahui semangat dan latar belakang apa yang melahirkan asas tersebut. Karena legalitas dapat dikatakan sebagai asas induk dalam sistem pidana kita, asas ini melahirkan banyak prinsip dalam kajian hukum. Paul Johann Anslem Von Feurbach yang hidup pada tahun 1775-1833, seorang kriminolog dan sarjana hukum pidana dari Jerman, adalah orang yang menuliskan Nullum delictum, nulla poena sine praevia legi poenali yang kemuduian akrab dengan istilah asas legalitas dalam bukunya Lehrbuch Des Penlichen Recht terbitan tahun 1801. Dalam bukunya, ia menyusun tiga buah rumusan, yakni: - Nulla poena sine lege (tidak ada pidana tanpa undang-undang) - Nulla poena sine crimine (tidak ada pidana tanpa perbuatan pidana) - Nulla crimen sine poena legali (tidak ada kejahatan tanpa pidana menurut undang-undang). Asas ini merupakan produk dari aliran klasik, yang mana semangat aliran klasik adalah melindungi individu dari kesewenang-wenangan rezim yang otoriter dengan menjadikan legalitas sebagai pilar utamanya. Awal sejarahnya dimulai saat Romawi mengenal istiliah crimen extra ordinaria, yaitu kejahatan-kejahatan yang tidak disebutkan dalam undang-undang, dalam kejahatan yang tidak disebutkan dalam undang-undang ini terdapat crimen stellionatus yang artinya perbuatan jahat. Saat hukum dari Romawi diterima oleh raja-raja Eropa Barat, Raja yang berkuasa menggunakan hukum dengan sewenang-wenang sedangkan rakyat tidak mengetahui mana perbuatan yang dilarang dan mana yang diperbolehkan. Rosessau dan Montesquieu adalah orang-orang yang hidup pasa masa itu, mereka menuntut agar kekuasaan raja dibatasi dengan undang-undang tertulis, sehingga setelah revolusi Perancis, struktur hukum dibangun dengan adanya negara dan individu. Masa kemunculan asas legalitas ini dikenal sebagai masa aliran klasik, yang lahir sebagai reaksi terhadap rezim yang sewenang-wenang pada abad ke 18 di Prancis. Aliran ini menginginkan hukum pidana yang tersusun sistematis dan menitik beratkan pada kepastian hukum. Namun pemikir dari Prancis bukanlah orang yang menciptakan frasa legalitas di atas, mereka hanya pelopor yang mempersiapkan tercipta dan diterimanya asas tersebut. Dalam L'Es des Lois, Montesquieu mengemukakan bahwa bukan sang hakim yang berwenang menentukan delik, tapi pembuat undang-undang, supaya peradilan pidana tidak bersifat sewenang-wenang. Sedangkan Rousseau berpendapat bahwa titap-tiap orang akan mengemukakan pendapatnya dalam undang-undang secara tersirat dan tersurat, seorang penjahat pun harus terlebih dahulu memberikan persutujanya untuk menjalani pidana mati agar ia sendiri tidak dimangsa oleh penjahat lain. Pada saat itu, semangat legalitas sebagaimana yang digembor-gemborkan oleh Montesquieu dan Rosseau, adalah untuk kemaslahatan manusia/rakyat agar tidak ditindas secara sewenang-wenang oleh penguasa yang lalim, tapi sekarang makna legalitas malah memebelenggu semua orang—yang paling utama adalah hakim—untuk memeberikan keadilan bagi masyarakat. Dengan asas tersebut hakim terbelenggu dengan bunyi undang-undang, padahal tugas utamanya adalah menegakan keadilan dan menemukan kebenaran materiil. Salah satu yang dilarang oleh asas tersebut adalah penggunaan analogi. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Posted: 13 Jan 2013 11:25 AM PST Tony | : ASURANSI…??? | Anwar | : iya asuransi kamu udah punya? | Tony | : ada | Anwar | : asuransi jenis apa? Berjangka, seumur hidup, dwiguna atau unit link? | Tony | : apa ya…??!! | Anwar | : berapa uang pertanggungannya apa sudah cukup? | Tony | : Gak tahu juga | Anwar | : ALAMAK… Kog gak tau… | Tony | : Habis kasian sama yang jual.. Yang jual masih saudara sih… | Anwar | : Sekarang hitung deh yang betul, berapa kebutuhan asuransimu | Tony | : Bagaimana caranya..?? Apa bisa dihitung..??? | Anwar | : Pada dasarnya, asuransi jiwa melindungi penghasilan | Tony | : maksudnya..?? | Anwar | : Jika terjadi sesuatu pada pencari nafkah, keluarga masih dapat memenuhi kebutuhannya.. | Tony | : Oooo.. Apa semua orang perlu asuransi jiwa? | Anwar | : Nggak juga, kalau sudah punya penghasilan pasif dari bisnis, properti sewaan atau surat berharga.. udah gak perlu asuransi jiwa, karena jika terjadi sesuati pada pencari nafkah sudah ada asset yang menggantikan penghasilannya.. | Tony | : Oooo ok aku ngerti, lalu bagaimana cara menghitungnya? | Anwar | : ada tiga cara, pertama dengan human life value, kedua dengan Basic income value, ketiga dengan survival base value. Kukasih contoh salah satu nya ya.. yaitu dengan human life value atau penghasilan bulanan dikalikan dengan kurun waktu yang diproteksi | Tony | : misalnya berapa tahun…?? | Anwar | : perkirakanlah anak yang terkecil sudah bisa mandiri.. | Tony | : Umur berapa ya kira-kira… | Anwar | : normalnya sih usia 22 tahun dan cari kerja sendiri, hasilnya merupakan angka pertanggungan yang harus dimiliki | Tony | : Koq besar sekali jadi miliaran tuh | Anwar | : Benar maka dari itu pilih asuransi yang preminya terjangkau juga sesuai dengan kebutuhan | Tony | : Jenis Asuransi banyak ya..??? | Anwar | : Jenis tradisional ada 3 : berjangka, seumur hidup dan dwiguna. Yang modern ada unit link tapi preminya mahal | Tony | : Waduh jadi bingung memilihnya…??!! | Anwar | : pelajari dengan seksama, sudah banyak buku tentang asuransi dan perencana keuangan. Kalau perlu konsultasi dengan ahlinya.. | Tony | : siapa tuh ahli asuransi..?? | Anwar | : Bisa bertanya kepada para perencana keuangan independen | Tony | : Mahal nggak biayanya..?? | Anwar | : Terjangkaulah daripada salah beli.. | Tony | : OKE Deh… | |
Bhinneka Tunggal Ika Itulah Indonesia Posted: 13 Jan 2013 11:25 AM PST | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Posted: 13 Jan 2013 11:25 AM PST OPINI | 14 January 2013 | 01:41 Dibaca: 12 Komentar: 0 Nihil Sebagai bangsa yang merdeka tentunya kita ingin mempunyai kodifikasi hukum pidana sendiri, yang berasaskan kepribadian bangsa yang pastinya berbeda dengan kepribadian Belanda. Mengenai perlunya pembaharuan ini, Sudarto menyampaikan 3 alasan: pertama politis, alasan ini terkait kebangaan kita jika mempunyai hukum pidana nasional sendiri sebagai negara yang merdeka dan tentunya hukum tersebut berdasarkan pada pancasila. Kedua sosiologis, alasan ini menitik beratkan pada nilai-nilai budaya kita yang tidak sesuai dengan belanda. Ketiga praktis, alasan ini terkait dengan kendala kebahasaan yang mana penguasaan bahasa Belanda setiap orang berbeda-beda ketika menerjemahkan WvS, sehingga akan menimbulkan tafsiran yang berbeda-beda. Pembaharuan KUHP bukanlah hal yang mudah, sudah dari tahun 1964 rancangan pertama dimulai, tapi sampai sekarang belum juga digodok di DPR. Usaha ini dimulai dengan adanya rekomendasi hasil seminar Hukum Nasional I tanggal 11-16 Maret 1963 di Jakarta. Usaha pembaharuan ini merupakan amanat pendiri bangsa yang terkandung secara implisit dalam pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, pembahruan ini baru dimulai pada tahun 1964 karena sejak merdeka kondisi Indonesia belum stabil. Politik hukumnya jelas, yakni membuat kodifikasi hukum pidana yang sesuai dengan nafas pancasila dan berjiwa Indonesia. Sehingga seharusnya kita meninjau kembali asas-asas dalam hukum pidana jika akan diterapkan ke bangsa kita yang merupakan gabungan dari sistem Rechstaat dan The Rule of Law. Menurut Lilik Mulyadi, polarisasi pemikiran para perancang RUU KUHP 2008 bertitik tolak dari keseimbangan monodualistik yaitu asas keseimbangan antara kepentingan/perlindungan individu dengan kepentingan/perlindungan masyarakat (asas kemasyarakatan), keseimbangan antara kretaria formal dan materiil, dan keseimbangan antara kepastian hukum dengan keadilan. Nilai/ide keseimbangan dalam RUU KUHP dilanjutkan dalam menentukan suatu tindak pidana adalah selalu melawan hukum dengan dianutnya sifat melawan hukum materiil. Dalam pasal 12 RUU KUHP hakim ditugaskan untuk mengtamakan keadilan diatas kepastian hokum. Hal ini sejalan dengan dihilangkanya istilah rechstaat dalam penjelasan UUD 1945 dan menggantinya dengan Negara hokum. Dalam bahasanyaFred W Rigs yang dipakai juga oleh Machfud MD, konsepsi hokum Indonesia bersifat prismatik; yakni menggabungkan antara The Rule of Law yang mencari keadilan substansial dan Rechstaat yang menekankan kepastia hokum. Namun keadilan substansial yang diamanatkan oleh pasal 12 tersebut justru dicederai dengan larangan analogi, karena jika nantinya ada kasus yang belum ada hukumnya dan tidak memungkinkan penggunaan interpretasi, pelaku tersebut dapat bebas dengan leluasa atau mendapatkan hukuman dengan pasal lain yang dipaksa-paksakan dan hukumanya jauh lebih ringan dibandingkan kejahatan yang ia perbuat. Beberapa alasan yang menyetujui dipakainya analogi, di antaranya adalah karena perkembangan masyarakat yang sedemikian cepat sehingga hukum pidana harus berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat itu. Sementara yang menentang mengatakan bahwa penerapan analogi dianggap berbahaya karena dapat menyebabkan ketidakpastian hukum dalam masyarakat. Sebagaimana yang nanti akan diterangkan, bahwa semangat asas legalitas juga untuk melindungi kepentingan masyarakat/rakyat dari kesewenang-wenangan penguasa. Kita perlu melihat sejarahnya agar tidak salah dalam memaknai sebuah pemikiran Lilik Mulyadi, kearifan lokal hukum pidana adat indonesia, http://pnkepanjen.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=139, akses tanggal 10 januari 2013 Turiman Fachturahman Nur, Pro Dan Kontra Asas Legalitas Dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Rkuhp) Indonesia, http://rajawaligarudapancasila.blogspot.com/2011/06/pro-dan-kontra-asas legalitas_6251.html, akses tanggal 11 Januari 2013Siapa yang menilai tulisan ini? | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Posted: 13 Jan 2013 11:25 AM PST |
You are subscribed to email updates from Kompasiana To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
0 komentar:
Posting Komentar