Adsense Link 728 X 15;

Kompasiana

Posted by Sri Rejeki Minggu, 20 Januari 2013 0 komentar
Adsense Content. recommended 336 X 300

Kompasiana


Cyberbullying? Berinternetlah dengan Sehat

Posted: 20 Jan 2013 11:09 AM PST

Ketika dunia internet semakin berkembang, banyak hal yang mudah diakses dengan mudah. Informasi yang aktual dari dalam maupun luar negeri dapat kita ikuti tanpa perlu menanti siaran berita di televisi ataupun koran. Banyak keuntungan dan manfaat dengan adanya internet. Bukan hanya info saja, dari internet kita pun dapat mengakses forum dalam media sosial online. Dari forum media online tersebut, kita dapat mencari teman dari seluruh penjuru negeri, bahkan dunia. Sangat menyenangkan ketika media dapat mempertemukan orang-orang yang beragam dalam suasana kekeluargaan.

Hal yang telah saya buktikan, bahwa dari media seperti Kompasiana ini, saya mendapat banyak teman yang semuanya sangat baik. Bahkan sudah ada yang sempat bertemu di dunia nyata, suatu kebahagiaan tersendiri untuk saya dapat bertatap langsung dengan teman yang awalnya hanya kenal lewat dunia maya.

Namun, dengan meningkatnya pengguna internet, ada beberapa orang yang kurang bertanggung jawab dan menggunakannya untuk hal yang kurang terpuji. Ada yang dengan sengaja mengggunakan internet dan teknologi untuk menyakiti orang lain dengan cara yang disengaja, berulang-ulang, dan seperti mengajak untuk bermusuhan. Komputer dan ponsel adalah media yang paling umum digunakan untuk melakukan hal-hal untuk menyakiti orang lain melalui pelecehan cyber atau sering disebut CyberBullying.

13577051921552976103

(momentumnation.com)

Walaupun banyak hal baik yang dapat dilakukan dalam memanfaatkan internet, tetapi alih-alih menggunakan internet untuk mempermalukan orang dan membuat mereka yang menjadi target merasa tidak berharga ataupun merasa terancam. Jika ada teman atau siapa saja yang mengalami CyberBullying, sebaiknya kita membantu agar mereka yang telah merasa buruk tentang diri mereka sendiri dapat merasa lebih baik. Meyakinkan mereka bahwa mereka tetap memiliki alasan untuk hidup.

Mungkin para pembully tidak sadar bahwa apa yang mereka lakukan dapat mempengaruhi dan mengganggu psikologi orang yang dibully. Seharusnya setiap orang dapat memposisikan diri sebagai orang lain, agar sebelum melakukan tindakan apapun akan berpikir seribu kali. Ya, harus berpikir akibat yang mungkin terjadi dengan apa yang kita lakukan pada orang.

Para pengguna dunia cyber bermacam-macam, ada yang sengaja menggunakan media sosial tidak hanya untuk berkomunikasi, tetapi kadang menggunakannya untuk memberikan informasi palsu tentang seseorang, mempermalukan seseorang, mengancam seseorang atau mengajak bermusuhan terang-terangan pada orang lain.

Ada beberapa jenis bullying online yang eksis di internet menurut versi saya. Beberapa diantaranya adalah:

1. GOSIP

Memosting atau mengirim gosip kejam di media sosial bertujuan untuk merusak reputasi seseorang dan atau untuk menghancurkan hubungan dengan teman, keluarga, dan atau orang lain pada umumnya.

2.PENIRUAN dan PERAMPASAN

Membobol e-mail atau akun pada media online milik seseorang dan digunakan untuk mengirimkan pesan yang akan menimbulkan rasa malu atau menghancurkan reputasi seseorang sang pemilik akun asli.

3.PELECEHAN

Berulang kali memosting atau mengirim pesan yang tidak sopan, kasar, dan menghina pada seseorang dengan sengaja.

4.TEROR

Memosting atau mengirim pesan yang menakutkan, hal ini dapat berupa ancaman pada orang lain.

Episode intimidasi terjadi dan disaksikan dihadapan orang lain yang berperan sebagai pengamat atau saksi. Fenomena menjadi penonton di dunia maya tentu berbeda dalam dunia nyata. Mungkin perlakuan bullying didunia nyata hanya disaksikan oleh segelintir orang saja. Namun di dunia maya, hal yang rahasipapun dapat disebarkan melalui email, dapat dilihat dalam situs online, atau gambar yang dikirim ke ponsel orang lain. Jumlah penonton atau saksi di dunia cyber dapat mencapai jutaan.

13577050711398889945

(cyberbullyingprotection.com)

Cyberbullying mengacu pada setiap pelecehan yang terjadi melalui internet baik menggunakan ponsel atau perangkat lainnya. Teknologi komunikasi digunakan sengaja untuk merugikan orang lain melalui perilaku permusuhan seperti mengirim pesan ancaman di internet. Proses menggunakan internet untuk mengirim teks atau gambar yang dimaksudkan untuk menyakiti atau mempermalukan orang lain atau tentang seseorang di internet dapat dikategorikan sebagai cyberbully. Pembully biasanya mengusung dan membawa hal tentang kebencian dalam pikiran. Ada yang menyebarkan identitas pribadi milik korban yang mungkin dapat mempermalukan korban.

Tentunya kita masih ingat kasus cyber bullying yang menimpa Amanda Todd pada Oktober tahun lalu yang berujung pada kematian Amanda. Sebuah kisah tragis Amanda dapat dijadikan contoh betapa kejamnya cyberbullying dan perlu diberantas.

Dan, untuk kita yang ingin menjaga keadaan damai di dunia internet, tetaplah berlaku sopan dalam berinteraksi terhadap pengguna lain. Belajar memposisikan diri sebagai orang lain sebelum bertindak. Alangkah baiknya jika kita menggunakan internet dengan sehat. Tanpa ada niat mempermalukan, mengancam ataupun menghancurkan nama baik orang lain di dunia maya. Ingatlah, tiap satu ketikan huruf kita dicatat oleh malaikat. Jadi, berhati-hatilah sebelum mempublish, mengirim atau mensubmitnya.

Mari berinternet dengan sehat dan stop segala bentuk cyberbullying.

13577053341929333757

an-ning.com

Tulisan ini dalam rangka mengikuti Lomba Penulisan 'Stop Cyberbully' di Kompasiana. Untuk membaca karya para peserta lainnya, klik di sini : karya peserta lomba penulisan stop cyberbully/

[No peserta 7]

Kamu, Sepatuku.

Posted: 20 Jan 2013 11:09 AM PST

Say No to Cyberbully

Posted: 20 Jan 2013 11:09 AM PST

Banjir Jakarta Sudah Sejak Zaman “Kompor Mleduk,” Mau Tunggu Sampai Tenggelam?

Posted: 20 Jan 2013 11:09 AM PST

13587049722036754152

Sebelumnya tak pernah, Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta pun dilanda banjir besar (Sumber: http://metro.news.viva.co.id)

Sejak kapan DKI Jakarta mulai kebanjiran (langganan banjir)?

Sebelum menjawabnya, marilah sejenak kita mendengar lagu tempo dulu dari penyayi Betawi paling kesohor se-Indonesia, Benyamin Sueb, atau lebih dikenal dengan Benyamin S, yang berjudul Kompor Mleduk di bawah ini:

Syairnya:

KOMPOR MLEDUK

Aah….! Nya' banjir!
Jakarta kebanjiran, di Bogor angin ngamuk

Ruméh ané kebakaran garé-garé kompor mleduk

Ané jadi gemeteran, wara-wiri keserimpet

Rumah ané kebanjiran gara-gara got mampet

Aa~ti-ati kompor meledug

Aa~ti ané jadi dag-dig-dug (heh.. jatuh duduk)

Aa~yo-ayo bersihin got

Jaa~ngan takut badan blépot

Coba enéng jangan ribut, jangan padé kalang kabut
Aarrrgh!!…

Sebuah lagu Betawi jenaka yang sempat kesohor sampai ke seluruh Indonesia di zamannya, yakni di tahun 1970-an.

Jadi, setidaknya, di tahun 1970-an itu Jakarta sudah akrab dengan banjir. Dari tahun ke tahun, banjir Jakarta itu dengan sangat nyata terus semakin parah. Empat puluhan tahun kemudian, tingkat keparahan banjir Jakarta dengan segala macam dampaknya, kembali diperlihatkan alam bagi kita semua. Terutama sekali kepada warga dan pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan pemerintah pusat. Tahun 2013 ini diawali dengan malapetaka banjir di Jakarta dengan tingkat destruktif dan kerugiannya yang semakin parah dan serius.

Alam mungkin sudah mulai kehabisan kesabarannya. Masakan selama kurun waktu 40-an tahun itu sudah diperingatkan berpuluh kali lewat banjir yang melanda Jakarta, yang semakin lama semakin parah itu, warga Jakarta,  kepala daerah Provinsi DKI yang  berganti-ganti sampai beberapakali. Demikian juga Presiden-nya, tetapi toh, kayaknya tidak mau, atau tidak mampu belajar dari pengalaman? Maka, alam pun akan mengirim banjir yang semakin lama semakin besar dan menakutkan.

Kalau tidak demikian, kenapa masalah banjir Jakarta bukannya membaik, tetapi malah semakin buruk, sampai pada saat ini memperlihatkan tingkat kerusakan, kerugian ekonomi dan sosial yang semakin serius dan mengerikan?

13587040622140281535

Banjir Jakarta tempo dulu (Sumber: Kaskus.co.id)

13587038852131626779

Banjir Jakarta tempo dulu (Sumber: Kaskus.co.id)

Jokowi dan Ahok baru menjalankan tugasnya sebagai kepala pemerintahan Provinsi DKI Jakarta belum genap 100 hari, jadi memang mereka tidak bisa kita persalahkan. Mereka bukan Sangkuriang. Kita masih memerlukan waktu satu-dua tahun lagi untuk menilai apakah mereka berdua mampu mengatasi banjir kota Jakarta, ataukah tidak.  Tetapi, bagaimana dengan gubernur-gubernur sebelumnya? Bahkan, termasuk tanggung jawab dari pemerintah pusat?

Mungkin ini tidak lepas dari budaya orang Indonesia, yang sangat tidak terbiasa untuk melakukan tindakan-tindakan preventif, tingkat kesadaran pentingnya pemeliharan lingkungan hidup yang tergolong rendah, maka lebih mengedepankan pembangunan fisik kota tanpa memperhatikan faktor-faktor keamanan lingkungan hidup di masa depan, dan adanya budaya "bagaimana nanti." Pokoknya bangun terus kota Jakarta, dengan entah berapa banyak buah mall besar dan kecil, entah berapa banyak perumahan (real estate) dan apartemen,  bilamana perlu semua kawasan hijau, yang merupakan daerah resapan air hujan dimanfaatkan untuk pembangunan semua mall dan perumahan/apartemen itu. Soal dampaknya bagaimana, kita lihat nanti saja. Dan, kita pikirkan kemudian saja. Sampai saat ini dikabarkan daerah hijau Jakarta hanya tertinggal 20 persen!

Jadi, memang betul kebiasaan buang sampah sembarangan, terutama di kali-kali, bukan satu-satunya faktor penting yang mengakibatkan Jakarta setiap tahun selalu saja dilanda banjir besar. Faktor lain yang sangat vital juga adalah kebijakan pemerintah, baik di tingkat Provinsi, maupun pusat, yang terus mengizinkan pembangunan-pembangunan mall, perumahan, apartemen, dan lain-lain, tak perduli kalau itu sampai menyimpang dari master plan kota, dan semakin mengurangi daerah hijau kota, yang seharusnya merupakan daerah resapan air hujan yang sangat vital.

Kalau kita jalan-jalan di kota-kota besar di beberapa negara, cobalah diperhatikan, di kota-kota itu biasanya selalu ada beberapa taman hijau kota yang luas (ruang terbuka hijau). Yang selain biasa dipakai rekreasi oleh warga kota tersebut, juga fungsinya sebagai daerah resapan air di kala turun hujan.

Perhatikanlah kota Jakarta, adakah kita menemukan taman-taman kota (ruang terbuka hijau) seperti itu? Nyaris tak ada. Kalau pun ada, luasnya tak berapa dengan kondisi yang banyak memprihatinkan. Bukan ruang terbuka hijau, tetapi ruang terbuka coklat. Karena tak ada rumput, bunga-bunga, dan pohon-pohon rindang di sana. Tetapi adalah pemandangan gersang dengan tanah yang berwarna coklat.

Jadi, kalau hujan lebat turun, airnya bertemu dengan beton, mau meresap dan mengalir ke mana? Air hujan yang tidak meresap akan mengalir sepenuhnya ke saluran-saluran air yang ada, tetapi akan segera pula disambut dengan banyaknya saluran air yang tidak memenuhi syarat dan ribuan ton sampah.

Masih banyak lagi penyebab banjir kota Jakarta. Intinya adalah selama puluhan tahun ini kota Jakarta selalu saja salah urus. Kepala daerahnya terus berganti, tetapi selalu saja, persoalan ini tidak pernah membaik.

Semua itu juga tidak lepas dari kebijakan pemerintah pusat yang membebankan Jakarta sebagai ibukota negara, maupun ibukota pemerintahan, dengan bobot beban yang sudah sangat jauh melebihi kemampuan kotanya. Nyaris semua hal dipusatkan di Jakarta. Mulai dari pusat pemerintahan, politik, pusat bisnis, sampai dengan pusat pariwisata.

Sudah puluhan tahun kita dengar bahwa 80 persen perputaran uang nasional berada di Jakarta! Ini sebenarnya sesuatu yang sudah sangat tidak normal. Bayangkan Indonesia yang sedemikian besar dan luas, dengan jumlah penduduk sekitar 250 juta jiwa. Tetapi karena terlalu terpusatnya ekonomi dan bisnis di Jakarta yang "hanya" berpenduduk sekitar 10 juta jiwa, perputaran uang di seluruh Indonesia, 80 persennya ada di Jakarta!

Indonesia, yang anggota DPR-nya paling rajin studi banding ke luar negeri, tidak pernah mau belajar dari negara lain, bagaimana caranya agar tidak semua hanya berpusat di ibukota negara (Jakarta). Bagaimana caranya agar pembangunan nasional merata ke seluruh wilayah Indonesia. Bahwa Ibukota negara tidak identik dengan segala hal harus dipusatkan di sana. Misalnya, di RRT, ibu kotanya Beijing, tetapi pusat bisnisnya di Shanghai. Pembangunan di provinsi-provisni dan kota-kota (besar) di Tiongkok pun nyaris merata. Bisa dikatakan semua provinsi di sana sama majunya.  Di Amerika Serikat, ibukotanya Washington, tetapi pusat bisnisnya di New York, dan seterusnya.

Dengan demikian kantor-kantor pusat pemerintah,  kantor-kantor pusat BUMN, kantor-kantor pusat perusahaan-perusahaan swasta dan asing, tidak terpusat hanya di satu kota saja, yang dengan sendirinya menjadikannya juga konsentrasi jumlah penduduk terbanyak dan terpadat dengan aneka persoalan sosial,  ekonomi, dan lingkungannya. Belum lagi ditambahnya dengan terpusat pula obyek-obyek pariwisata besar. Semua itu menyebabkan Jakarta seperti gula yang selalu mengundang sebanyak mungkin semut yang mengeremutinya.

Tidak usah heran kalau kemudian Jakarta pun tak kuat lagi menanggung beban yang sedemikian besarnya. Padahal Indonesia adalah negara yang sangat luas. Kenapa tidak "dibagi-bagi" ke kota lain sehingga meringankan beban kota Jakarta?

Sekarangmuncul lagi wacana untuk memindahkan ibukota negara dari Jakarta. Katanya, untuk menuntaskan proses pemindahan ibukota ini memerlukan waktu sekitar 10 tahun, dengan biaya sekitar 15 triliun. Jauh lebih murah dan efesien, daripada terus memelihara Jakarta seperti sekarang ini. Problem banjir saat ini saja rata-rata membuat Jakarta kehilangan Rp 10 triliun – Rp 15 triliun per tahun. Belum lagi persoalan lain kota, seperti masalah transportasi, yang membuat Jakarta selalu macet dengan pemborosan BBM yang luar biasa besarnya.

Tetapi, pemindahan ibukota itu akan sia-sia, kalau pemindahan ibukota itu jadi dilaksanakan, tetapi semua kebijakan tentang pusat pemerintahan, pusat bisnis, dan pusat pariwisata juga diboyong bersama. Kalau begitu, kan sama saja dengan juga memindahkan masalah yang sama ke lokasi lain di luar Jakarta?

Jadi, seharusnya pusat pemerintahan dan pusat bisnis (kantor-kantor pusatnya) tidak berada di dalam satu kota yang sama.

Kalau kelak ada, pembangunan obyek wisata baru, terutama yang besar harus dibangun jauh di luar kota Jakarta. Seandainya, kelak di Indonesia dibuka Disneyland dan Universal Studio, maka harus dibangun jauh dari kota Jakarta. Misalnya, di wilayah Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Kalau persoalan Jakarta ini terus dipelihara, wacana pemindahan ibukota, dan seterusnya itu tak pernah dilaksanakan, maka bukan tak mungkin, bukan sesuatu fiksi, jika suatu waktu kelak, — seperti predeksi beberapa ahli geodesi dan lingkungan hidup, di tahun 2030 – 2050, Jakarta benar-benar akan tenggelam.

13587047651571513522

Ilustrasi Jakarta tenggelam pada 2030 (Sumber: http://arifchua.blogspot.com)

***

“Orang Kaya” jika . . .

Posted: 20 Jan 2013 11:09 AM PST

1358705231721142437

Kadang saya suka aneh dan heran akan perbedaan antara orang kaya dan orang yang sederhana.

Orang sederhana di atas, sengaja saya istilahkan sebagai perbandingan dari orang kaya. Karena kita semua tahu anonim dari orang kaya itu orang miskin. Tapi istilah orang miskin mungkin akan terdengar sedikit 'kasar' dan juga sekarang kriteria orang miskin susah untuk didefinisikan. Seperti kriteria miskin dulu dapat dilihat dari rumahnya yang tidak punya televise, tapi sekarang rata-rata hampir 1 rumah memiliki tivi. Dulu miskin itu tidak punya handphone, tapi sekarang kalau kita lihat di beberapa stopan lampu merah seorang pengemis aja punya hape (handphone, red). Jadi saya pikir, mungkin istilah orang sederhana dapat dan cukup mewakili kondisi orang miskin jaman sekarang.

Tulisan ini, sengaja saya curahkan karena saya merasa miris akan keadaan sekarang dan tidak ada maksud untuk memojokkan salah pihak yang disebutkan.

Dulu, saya pernah kenal dengan seorang anak yang orang tuanya bisa dibilang sebagai orang kaya. Saya nginap di rumahnya, dan kebetulan sekali waktu saya nginap itu sampah di rumahnya sudah numpuk. Dan ayahnya nyuruh teman saya ini buang sampah di pasar. Kebetulan juga, rumah teman saya ini letaknya dekat dengan salah satu pasar di daerah Cibiru.

Saya aneh dan bertanya dalam hati, "Koq buang sampah di pasar?".

Karena sampahnya numpuk, teman saya meminta saya menemani dia buang sampah. Dengan menggunakan motor, teman saya dan saya ke pasar. 10 menit kemudian akhirnya kita sampai dan ternyata teman saya membuang sampah ke tempat penampungan sampah yang ada di pasar itu.

Di pasar itu, umumnya semua pasar juga pasti memiliki semacam tempat penampungan sampah sementara khusus untuk para pedagang sekitar pasar yang pada esok malamnya sampah itu akan diangkut ke tempah penampungan akhir, tentunya ada rincian retribusi kebersihan setiap bulannya yang wajib dibayar oleh mereka.

Nah, kalau ada orang yang sengaja buang sampah di pasar dan bukan pedagang pasar tanpa membayar retribusi, kita nyebutnya apa yah? Penjahat, bisa gitu?

Padahal saya yang berasal dari keluarga yang sederhana saja, kalau membuang sampah yang seminggu bisa 2 atau 3 hari selalu ke tukang sampah komplek karena rumah saya yang berdekatan dengan komplek. Dan ketika buang sampah, ibu saya kasih kencleng sebesar seribu atau dua ribu rupiah. Justru ketika ibu saya masih jaya dan masih tinggal di Cibaduyut, setiap menjelang akhir Ramadhan, ibu saya selalu kasih paket lebaran untuk tukang sampah. Bukan bermaksud membanggakan ibu saya, tapi bagi saya, ibu saya adalah ibu terbaik di dunia.

Ibu saya pernah bilang, "Jangan pelit ya uda, kalau ada rejeki kita kasih kencleng buat tukang sampah, itung-itung ikut bersedekah meringankan beban mereka". Itulah pesan ibu saya yang akan selalu saya inget.

Kembali ke masalah tadi, menurut pandangan saya tindakan seperti itu (buang sampah di pasar) jika hanya membuang sampahnya tidak tiap hari, masih dapat digolongkan sebagai hal wajar. Tapi kalau buang sampah, udah sampahnya banyak terus buangnya selalu ke pasar itu sudah termasuk kurang ajar.

Tiap komplek pasti ada tukang sampahnya dengan jadwal angkut sampah yang sudah ada. Jadi untuk teman saya, tolong dunk jangan sering buang sampah ke pasar. Kalaupun buang sampah usahakan kasih kencleng sedikit untuk tukang sampah itu, toh uang kita ga akan habis untuk hal itu. Jangan pelit untuk kebaikan sendiri!!!.

Karena orang kaya itu tidak diukur seberapa banyak harta yang sudah dia kumpulkan di dunia ini. Tapi "orang kaya" itu diukur dari seberapa banyak harta yang sudah dia 'investasikan' untuk kehidupan dia setelah kematian menjemput. 

- Irfan –

Ada Jokowi di Jakarta Cukup Membahagiakan, Tapi…

Posted: 20 Jan 2013 11:09 AM PST

OPINI | 21 January 2013 | 01:07 Dibaca: 99   Komentar: 0   Nihil

13587045001229239926 Kehadiran mantan walikota Solo yang kini menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta di Jakarta cukup memahagiakan. Diantaranya Jokowi senang sekali dengan kegiatan "Blusukan" menemui warga di gang-gang sempit atau pasar-pasar. Menemui pedagang-pedagang kecil, menyapa mereka lalu menyalami mereka, satu persatu, ada juga yang suka foto-foto, atau mungkin ada yang minta tanda tangan juga. Tapi pastinya dalam setiap kehadiran jokowi di lokasi manapun di Ibu Kota selalu mendapat sambutan meriah dimana-mana. Disambut tepuk tangan atau ada yang teriak Jokowi-Jokowi. Sama begitu juga ketika Norman Kamaru baru tenar lewat YouTube. Intinya pada setiap kehadiran Jokowi disitu menghadirkan kebahagiaan. Tapi sama sekali belum menghasilkan solusi.

Jangankan solusi, konsep untuk memberikan solusi untuk jakarta juga saya anggap setengah hati. Macet masih macet, Jokowi mau buat ganjil genap. Ini jamannya orang kreatif, PLAT nomer kendaraan bisa ganti-ganti setiap hari lagipula matanya Polisi mana yang kuat ngamati jutaan kendaraan dengan PLAT nomer ganjil atau genap. Mungkin bisa dikatakan sedikit konyol.

Nah diantara kebijakan transportasi dan kebahagiaan yang lain ada juga Program Car Free Night pada malam perayaan tahun baru. Cukup menggembirakan bukan? Tapi apa gunanya ngatur lalu lintas hanya di satu waktu tertentu.

Masalah banjir juga Jokowi banyak menyampaikan soal sumur resapan yang jumlahnya 1 Juta, atau mau membuat terowongan bawah tanah. Saya maklumi mungkin karena Jokowi mantan walikota Solo yang kotanya tidak langsung laut atau mungkin karena Jokowi lulusan kehutanan sehingga lupa kalau air itu mengalir dari atas ke bawah. Jakarta ini ujung utaranya langsung laut, tanah sudah kedap, permukaan tanah sudah turun, kalau mau buat terowongan airnya mau dibuang kemana?

Tapi Jokowi harus tetap didukung, mau bagaimana lagi, hanya beliau perlu dikasih tau kalau pemetaan masalah harus sedetail mungkin, maklum beliau saat nyalon sebenarnya belum punya program pembangunan. Maklum orang baru di Jakarta. Salam.

Siapa yang menilai tulisan ini?
Adsense Content. bottom of article

0 komentar:

Posting Komentar