Kompasiana
Kompasiana |
- Bangku kosong di sekolah kita
- Setitik Penawar Duka
- Turbinicarpus pseudopectinatus variegata
- Dataran Tinggi Gayo, Potongan Tanah Surga untuk Kopi Arabica
- Queen, Kisah Ini Sudahi Saja
Posted: 27 Sep 2012 11:25 AM PDT sejuk terasa saat liat bayi mungil hadir tumbuh besar dengan harapan sejukkan dunia warna-warni terpilih basuhi jiwa sekuntum belahn jiwa telah ada sapa santun saat balita terkoyak ramaikan dunia maya otak terisi hitungan angka jejali pondasi dengan surga dunia terus dan terus sampai tak terasa kekosongan jiwa kerapuhan raga telah ada nama Tuhan hilang di hati mereka yang ada hanya sayatan mentah dunia idiologi, kepribadian bangsa pudar termakan usia dimanakah mereka yang berdiri mengajarkan bahasa sangskerta dimanakah mereka yang berdiri mengajarkan tuntunan agama hilang tertelan kerasnya paras dunia tauladan, ahlaq telah sirna dihati mereka takut tak ada pengikut dunia dihadapan mereka ajaran budaya seolah tabu di benak mereka sampai kapan korban jiwa merata? lihatlah hati kita |
Posted: 27 Sep 2012 11:25 AM PDT Meluruskan badan di atas dipan Memandang keindahan rintik hujan Alunan yang indah, saat hujan berjatuhan di beranda kamar Irama yang antik juga menggelitik Rintik kecil mulai bermetamorfosis Tertiup angin Menari kian kemari Membasahi bunga dalam pot gantung Cantik.. Siluet itu menyapa Saat hujan berubah menjadi raksasa Melengkapi dinginnya suhu Bandung Menemani bekunya sanubari Satu bulir biji permata Terjatuh dari pelupuk mata Di susul rentetan pertanyaan Sakitnya tersayat sembilu peristiwa naif Diplomasi hitam Berpapasan dengan diplomasi putih Dua saksi suap Saksi lemah tak beradab Tak berprikemanusiaan Cercaan berhamburan Mencabik sebentuk nurani Sorotan mata tajam Menusuk relung kalbu Api kebencian Berkobar ke permukaan Pandangan khianat Jijik Biadab Lalu Dimana keadilan???!!! Satu wanita menuntut keadilan Meminta tegaknya hukum syari'at Pembelaan salah besar Menjadi sebuah vonis Tuduhan di luar kapasitas otak waras Menjadi final dari tuntutan terdakwa Sejenak, ku beranjak dari dipan. Memutar saluran radio favorit. Tak butuh waktu lama, senandung itu bertkumandang menetramkan jiwa. Syahdu dan tenang Selaksa embun di atas bara api Bahkan lebih dari embun Sebongkah gunung es di kutub utara Menimpa api Selalu terjadi dalam sebuah kata kebetulan Kebetulan hati di rundung pilu Kebetulan senandung itu Terdengar Menjadi sebuah penawar hati Indah Sangat indah Melebihi deretan pelangi Selendang bidadari Rangkaian kata yang elok nan rupawan Sajak yang tak tertandingi Meski sekelas kakap Para penyair dunia Odyssey, Ovid Empu Dharmaja, Empu Tanakung Pablo Neruda , Jalaludin Rumi, Rabi'ah Al Adawiyah Di sajikan dengan suara yang merdu Saat hujan membasahi bumi Saat hati mengharu biru Lebam tertinju amarah juga kebencian Wanita hebat dalam senandung itu Terlampau hebat Mengapa kita tak mampu seperti dia? Menjadikan dia idola di akhir zaman? Lihat Betapa tegar dan sabar Di beri cobaan hidup Di luar dugaanya, mematahkan ilmu biologi Memejamkan mata Meresapi makna dari bait-bait Muhkam Mencoba menerka arti dari bait-bait Mutasyabihat Ya.. Telusuri biografinya Dan jadilah sepertinya Senandung indah berakhir Butir raksasa hujan bermetamorfosis kembali Rintik kecil, lalu mereda Kecamuk hati Benci, sedih, dendam Berbaur dengan rintik hujan Meresap pada pori-pori tanah basah Tinggal yang menggenang dalam kubangan Biar waktu dan angin yang menguapkan segalanya. |
Turbinicarpus pseudopectinatus variegata Posted: 27 Sep 2012 11:25 AM PDT " Sudahlah bila kau tak sudi! Bila kau tak suka! Cukup!! Diammu, bagiku sebuah ungakapan bahwa kau tak mampu meyakinkan perasannmu padaku!!" berlari tanpa meoleh pada sang kumbang. Ku hempaskan kenangan itu Ku remas dan ku lemparkan Memori indah anatara kita Jauh ke tengah Samudera Hindia Menarik, lalu menekuk lutut. Membenamkan diri dalam dekapan sepi di pesisir Samudera. Dinginya udara tak ku hiraukan, purnama indah bergantung di langit kelam, membiaskan sinarnya. Deburan ombak Pecahkan keheningan Desiran riuh ombak kecil Layaknya senandung lara hati Lambaian pohon kelapa Menyiratkan perpisahan Keindahan purnama Tiada dapat ku nikmati Lama terdiam Bercumbu dengan sunyi Bercinta dengan sedih Hingga titik klimaks jenuh yang di rasa Menegadahkan kepala Memandang bentangan langit tanpa hijab Kelam tak berbintang Namun purnama tetap bersahaja Berbagi sinar, meski tak menghangatkan Meski tak seperti Sang Surya Dia tetap bersinar dengan elok Menelusuri raga Menjelajahi ingatan Membuka kotak memori dalam benak " Ya, langit malam saat ini, memang gelap! Tak ada cahaya dari sahabat, Gemintang! Kegelapan yang mendominsai Rembulan! " setengah berteriak dan melemparkan sebongkah batu karang. " Tapi cobalah berfikir dengan logis, diantara gelap yang mendominasi, ada rembulan yang tetap bersinar dengan sinar yang teramat sederhana…" " Lalu hidupku?! Damn!! Gelap, luluh lantah seketika!! hanya karena satu kata?!! PERPISAHAN!!! Foolish!!! " menaburkan butir-butir pasir putih tanpa dosa. " Menyesal! Mengumpat! Terpuruk dengan kesedihan?! Mematikan cahaya dalam diri???!! Stupid mistake!! Setiap hal…perpisahan, perjumpaan, bahagia, sedih. Adalah sebuah warna kehidupan!! Namun berbeda warna, sedih dan perpisahan disandarkan pada warna kelam, identik tidak indah, tidak ceria, tidak bergairah. Tapi, haruskan warna kelam identik dengan tidak indah? " " Lihat!! Lihatlah malam!! Gelap dan kelam bukan?! Tapi menyembunyikan permata rubby, yakut dan merjan!! Indah bukan?! Gelap itu misteri, menyimpan pesona tersendiri. Begitu pula dengan perpisahan. Hati sedih, merasa sakit, di khianati, di zhalimi. Namun di balik itu semua ada esensi keindahan tersendiri di luar nalar manusia. Estetika kesedihan dalam hidup." " Dalam kegelapan tak selamanya gelap tanpa cahaya. Pasti akan ada secercah cahaya meski sekecil atom, seberat dzarah. " Beranjak pergi dari pesisir Samudera Hindia, menepuk-nepuk butiran pasir putih yang melekat di hot pants lusuh yang ku pakai. Merapikan rambut kebanggaan, mengikatnya, menyematkan topi lakkers. " HABIS GELAP TERBITLAH TERANG!!!!" teriakku sambil melompat penuh kemenangan. Mengambil sepotong kayu lapuk, mulai berdansa denganya. Mencipta tarian kata elok nan eksotis. Campakkan kesedihan Yang menggelapkan dunia hanya karena sebuah kata perpisahan Lenyapkan ketakutan Atas kegagalan hidup Jadilah engkau lilin Kala tak mampu jadi lampu Jadilah purnama Saat tak sanggup jadi Sang Surya Jadilah awan Bila tak bisa jadi langit Satu yang di ingat Kala gelap teramat gelap Mebutakan pandangan mata Pejamlah Pertajam mata hati Lihat! Cahaya Abadi dari-Nya Tak pernah redup Juga tak menjauh Raih! Genggam! Jangan terlepas tuk kesekian kali Love your life, your soul, your body Tertanda " Sudahlah bila kau tak sudi! Bila kau tak suka! Cukup!! Diammu, bagiku sebuah ungakapan bahwa kau tak mampu meyakinkan perasannmu padaku!!" berlari tanpa meoleh pada sang kumbang. Ku hempaskan kenangan itu Ku remas dan ku lemparkan Memori indah anatara kita Jauh ke tengah Samudera Hindia Menarik, lalu menekuk lutut. Membenamkan diri dalam dekapan sepi di pesisir Samudera. Dinginya udara tak ku hiraukan, purnama indah bergantung di langit kelam, membiaskan sinarnya. Deburan ombak Pecahkan keheningan Desiran riuh ombak kecil Layaknya senandung lara hati Lambaian pohon kelapa Menyiratkan perpisahan Keindahan purnama Tiada dapat ku nikmati Lama terdiam Bercumbu dengan sunyi Bercinta dengan sedih Hingga titik klimaks jenuh yang di rasa Menegadahkan kepala Memandang bentangan langit tanpa hijab Kelam tak berbintang Namun purnama tetap bersahaja Berbagi sinar, meski tak menghangatkan Meski tak seperti Sang Surya Dia tetap bersinar dengan elok Menelusuri raga Menjelajahi ingatan Membuka kotak memori dalam benak " Ya, langit malam saat ini, memang gelap! Tak ada cahaya dari sahabat, Gemintang! Kegelapan yang mendominsai Rembulan! " setengah berteriak dan melemparkan sebongkah batu karang. " Tapi cobalah berfikir dengan logis, diantara gelap yang mendominasi, ada rembulan yang tetap bersinar dengan sinar yang teramat sederhana…" " Lalu hidupku?! Damn!! Gelap, luluh lantah seketika!! hanya karena satu kata?!! PERPISAHAN!!! Foolish!!! " menaburkan butir-butir pasir putih tanpa dosa. " Menyesal! Mengumpat! Terpuruk dengan kesedihan?! Mematikan cahaya dalam diri???!! Stupid mistake!! Setiap hal…perpisahan, perjumpaan, bahagia, sedih. Adalah sebuah warna kehidupan!! Namun berbeda warna, sedih dan perpisahan disandarkan pada warna kelam, identik tidak indah, tidak ceria, tidak bergairah. Tapi, haruskan warna kelam identik dengan tidak indah? " " Lihat!! Lihatlah malam!! Gelap dan kelam bukan?! Tapi menyembunyikan permata rubby, yakut dan merjan!! Indah bukan?! Gelap itu misteri, menyimpan pesona tersendiri. Begitu pula dengan perpisahan. Hati sedih, merasa sakit, di khianati, di zhalimi. Namun di balik itu semua ada esensi keindahan tersendiri di luar nalar manusia. Estetika kesedihan dalam hidup." " Dalam kegelapan tak selamanya gelap tanpa cahaya. Pasti akan ada secercah cahaya meski sekecil atom, seberat dzarah. " Beranjak pergi dari pesisir Samudera Hindia, menepuk-nepuk butiran pasir putih yang melekat di hot pants lusuh yang ku pakai. Merapikan rambut kebanggaan, mengikatnya, menyematkan topi lakkers. " HABIS GELAP TERBITLAH TERANG!!!!" teriakku sambil melompat penuh kemenangan. Mengambil sepotong kayu lapuk, mulai berdansa denganya. Mencipta tarian kata elok nan eksotis. Campakkan kesedihan Yang menggelapkan dunia hanya karena sebuah kata perpisahan Lenyapkan ketakutan Atas kegagalan hidup Jadilah engkau lilin Kala tak mampu jadi lampu Jadilah purnama Saat tak sanggup jadi Sang Surya Jadilah awan Bila tak bisa jadi langit Satu yang di ingat Kala gelap teramat gelap Mebutakan pandangan mata Pejamlah Pertajam mata hati Lihat! Cahaya Abadi dari-Nya Tak pernah redup Juga tak menjauh Raih! Genggam! Jangan terlepas tuk kesekian kali Love your life, your soul, your body Tertanda Turbinicarpus pseudopectinatus variegata |
Dataran Tinggi Gayo, Potongan Tanah Surga untuk Kopi Arabica Posted: 27 Sep 2012 11:25 AM PDT KOPI yang sekarang dikenal sebagai minuman populer di seluruh penjuru dunia awalnya hanya tumbuh di Afrika, tepatnya di Ethiophia. Sebuah legenda masyhur tentang penemuan Kopi sebagai minuman adalah cerita tentang Kaldi seorang pengembala kambing yang menyaksikan kambing peliharaannya terlihat sangat gembira setelah memakan buah dari sejenis tanaman perdu yang berwarna merah ketika sudah matang. Kaldi kemudian mencoba merebus buah ini dan meminumnya, dia merasakan sensasi yang menyenangkan. Belakangan, mulai ditemukan cara yang lebih nikmat dalam mengkonsumsi kopi. Dalam waktu yang lama kopi menjadi minuman istimewa yang hanya dikonsumsi para raja dan kaum bangsawan. Dari mana kopi di dapat menjadi rahasia yang ditutup rapat. Belakangan kopi mulai keluar dari Afrika dan menjadi minuman favorit para bangsawan dan orang kaya di Eropa. Tapi saat itu asal-usul kopi masih misteri, yang orang tahu bahwa tata niaga kopi sepenuhnya dikuasai oleh para pedagang Arab. Dari sinilah muncul istilah KOPI ARABICA. Pada saat itu tentu saja harga kopi demikian mahal, dan banyak orang dari penjuru dunia yang tergiur untuk terlibat di bisnis komoditas ini, tapi para pedagang arab menutup rapat rahasia asal-usul komoditasnya yang sangat berharga itu. Pada akhir abad ke 19, seorang pedagang Belanda berhasil mencuri bibit kopi dari saudagar Arab di sebuah Pelabuhan di Yaman yang bernama Mocha. Oleh si Belanda, bibit kopi yang dicuri itu dibawa ke wilayah koloni negaranya, Jawa, tepatnya di lereng pegunungan Ijen di bagian ujung timur pulau ini. Ternyata kopi tumbuh subur di sana. Dan dengan itu berakhirlah monopoli Arab pada komoditas Kopi, Belanda kini jadi pemain baru. Sejak saat itu tidak hanya Arabica yang dikenal dalam istilah kopi, tapi juga muncul istilah JAVA untuk menyebut minuman kopi, kadang istilah ini dipadukan dengan Mocha, menjadi Mocha Java. Ini merujuk pada Kopi Jawa yang berasal dari bibit yang dicuri Belanda di Mocha. Sekarang istilah JAVA ini menjadi lebih terkenal lagi ketika seorang programmer pecandu kopi mengabadikannya menjadi nama sebuah program komputer dengan logo secangkir kopi hangat yang mengepulkan asap. Dari Jawa kopi mulai tersebar ke seluruh penjuru dunia. Awalnya Kopi dari Jawa dibawa ke Perancis untuk diteliti dan dimuliakan di pusat pengembangan tanaman di Perancis. Dan lagi-lagi seorang perancis yang memiliki tanah di koloni negara itu di Amerika Selatan berhasil mencuri tanaman ini, dan mengembangkannya di sana dan kemudian Amerika Selatan pun menjadi produsen kopi terbesar di dunia hingga hari ini. Akhirnya Kopi menjadi komoditas dunia yang konon sekarang merupakan komoditas perdagangan terbesar kedua di dunia setelah Minyak. Awalnya, Belanda menanam kopi di semua tempat. Tapi ternyata mutu kopi tersebut tidak sama di semua tempat. Melalui riset Belanda menemukan bahwa kopi yang tumbuh di dataran tinggi mutunya lebih baik dibanding kopi yang ditanam di dataran rendah. Belakangan diketahui, ini terjadi karena kopi yang ditanam di dataran rendah, terlalu cepat matang karena diakibatkan hawa panas sehingga bijinya menjadi ringan karena belum cukup banyak nutrisi yang diserap dari tanah. Lebih parah lagi, pada tahun 30-an, hampir semua perkebunan kopi milik Belanda di Jawa hancur akibat terserang hama karat daun. Riset kembali dilakukan, akhirnya ditemukan fakta bahwa di wilayah tropis yang dekat dengan khatulistiwa, tanaman kopi hanya bisa tumbuh dengan baik di daerah dengan ketinggian di atas 800 meter. Masalahnya, di Jawa dan seluruh koloni Belanda di Hindia, tidak banyak daerah yang memenuhi syarat itu (Belakangan ditemukan spesies kopi lain yang tahan hama karat daun dan bisa tumbuh di dataran rendah, jenis kopi ini kemudian dikenal dengan nama Kopi Robusta, berasal dari kata ROBUST yang kurang lebih berarti tangguh, tapi sayangnya spesies kopi ini kurang disukai para peminum kopi di eropa). Pada awal abad ke-20, Belanda menaklukkan Aceh. Meskipun secara de jure sebenarnya Belanda tidak pernah benar-benar menaklukkan Aceh. Tapi secara fakta, sejak awal abad ke-20 Belanda lah yang menjadi penguasa memerintah dan menjadikan Aceh sebagai koloninya. Di Aceh Belanda menemukan sebuah dataran tinggi luas yang dikenal dengan nama Tanoh Gayo, terletak di jantung wilayah ini, yang berdasarkan riset yang mereka lakukan ternyata sangat cocok untuk ditanami Kopi. Dan dari sinilah keajaiban itu bermula. Di Tanoh Gayo, Belanda membangun basis pemerintahannya di Takengen yang terletak tepat di tepi danau Laut Tawar yang permukaannya ada di ketinggian 1250 Mdpl. Belakangan kota ini berkembang menjadi pusat ekonomi dan pemerintahan dan menjadi kota terbesar di Tanoh Gayo. Perkebunan kopi pertama yang dikembangkan Belanda di daerah yang bernama Belang Gele yang terletak tidak jauh dari Kota ini. Sampai hari ini, daerah ini dikenal sebagai salah satu daerah penghasil kopi terbaik di Tanoh Gayo. Dari Belang Gele, Kopi tersebar ke segala penjuru Tanoh Gayo yang berhawa dingin. Ketika pada tahun 1945, Belanda hengkang. Seperti yang terjadi di pulau Jawa, segala aset mereka termasuk perkebunan kopi tinggal di Gayo. Tapi berbeda dengan di Jawa yang operasional perkebunannya dilanjutkan oleh perusahaan pemerintah dan pekerjanya tetap dipekerjakan di Jawa. Di Gayo, yang terjadi berbeda. Setelah Belanda hengkang, kebun-kebun kopi yang tertinggal dibagi-bagikan kepada masyarakat setempat, terutama yang sebelumnya bekerja di sana. Seperti di Jawa, pasca revolusi fisik pemerintah Indonesia terkadang menghadiahkan perkebunan kopi peninggalan Belanda tersebut kepada para petinggi militer sebagai penghargaan atas jasa dan perjuangan mereka. Contohnya seperti perkebunan Kali Klatak di Banyuwangi, perkebunan kopi seluas 1300 hektar yang dulunya milik Belanda dihadiahkan oleh Pemerintah Indonesia kepada seorang perwira militer bernama Suhud. Di Gayo pun begitu, sebuah perkebunan milik Belanda beserta Pabriknya yang terletak di desa Bandar Lampahan (kini masuk wilayah administratif Bener Meriah), tepat di kaki gunung berapi aktif Burni Telong, dihadiahkan oleh pemerintah kepada seorang perwira militer asal Gayo bernama Ilyas Leubee yang di masa revolusi fisik menyabung nyawa di medan perang Medan Area. Tapi berbeda dengan Suhud, Ilyas Leubee tidak mengambil hadiah itu untuk dirinya sendiri. Ilyas Leubee yang kini telah almarhum, membagikannya kepada masyarakat sekitar dan tidak melanjutkan pengelolaan kebun itu, sehingga pabrik peninggalan Belanda itupun terbengkalai dan menjadi besi tua sampai sekarang. Mendapati bahwa ternyata tanaman Kopi sangat menguntungkan. Para petani yang tidak kebagian kebun kopi pun, mulai menanami lahan-lahan kosong di sekitarnya dengan tanaman kopi, sehingga saat ini terdapat sedikitnya 90 ribu hektar perkebunan kopi di dataran tinggi Gayo yang sekarang dipisahkan menjadi dua kabupaten. Ini menjadikan dataran tinggi Gayo sebagai produsen kopi Arabica terbesar tidak hanya di Indonesia, tapi juga Asia. Karena kebun kopi di Gayo dikelola oleh petani individual dengan rata-rata kepemilikan lahan maksimum 2 hektar. Karakter kopi Gayo menjadi sangat beragam, sudahlah jenis tanah dan ketinggian tumbuh yang berbeda bahkan terbilang ekstrim. (Tanah Vulkanis di Lukup Sabun, Bandar lampahan, Simpang Balik dan wilayah Bener Meriah lainnya dan bukan vulkanis di Jagong Jeget, Batu Lintang dan sekitarnya. Ketinggian sekitar 700-an Mdpl di Singah Mulo, sampai 1500-an Meter di Lukup Sabun). Varietas kopi yang ditanam pun berbeda-beda, mulai dari Bourbon sampai Catimor dengan aneka ragam variasinya. Belum lagi kita bicara penanganan pasca panen. Semua ini menjadikan Kopi Gayo sebagai kopi yang sangat unik dalam pandangan para pecinta kopi dunia. Rasa kopi Gayo tidak pernah stabil tapi skor-nya selalu di atas rata-rata. Dan ajaibnya belakangan ditemukan, segala perbedaan ekstrim yang ada di Tanoh Gayo ini, membuat segala macam rasa khas kopi istimewa Dunia ada di Tanoh Gayo. Rasa khas Kopi Kintamani, Sulawesi bahkan sampai Kolombia dan Kenya pun bisa ditemukan di tanah ajaib ini. Keajaiban seperti yang ada di Gayo, tidak dapat ditemukan di sentra produksi kopi manapun di planet Bumi. Seperti Bordeaux yang merupakan surga yang dihadiahkan Tuhan bagi para pecinta anggur, ternyata Tuhan pun sudah menghadiahkan Gayo bagi para pecinta kopi di dunia. Bedanya, kalau Bordeaux mendapat apresiasi tinggi di Perancis sana, baik dari warga maupun pemerintahnya. Gayo, saat ini masih sedang berjuang mendapat apresiasi yang sangat layak didapatkannya, meskipun sekarang belum sampai ke tahap itu. Wassalam Win Wan Nur |
Posted: 27 Sep 2012 11:25 AM PDT cerita sebelumnya : http://fiksi.kompasiana.com/novel/2012/09/03/queen-kisah-kekasih-sementara/ ——- "Kau tahu Amy, aku tak suka kopi, aku lebih suka teh hijau dengan sedikit gula atau madu, entahlah, tapi aku suka sekali itu" "Ini kopi asli dari kampung Ibuku, semuanya serba tradisional, di jemur, dikupas, digiling dan dikemas pun masih dengan bahan dan cara-cara tradisional, bahkan kalau di kampung ku, cara membuat dan gelas yang dipakai untuk meminumnya pun masih tradisional. kampungan tapi enak, cobalah" "sedikit saja ya" kataku sedikit memohon, karena benar sungguh aku tak suka kopi. "iya, nih" Amy menyodorkan setengah gelas kopi buatannya yang tadi dia bawa dalam termos stainless kecil. "kopi nya harum ya, hmmmm….oh ya, apa rencanamu sesudah ini?" "Kemarin aku resmi resign dari pekerjaanku" "lalu?" "Aku mau pulang ke kampung ibu, dia sudah duluan disana, kami akan berkebun kopi seperti masa kecil ibu dulu, Bapak juga dimakamkan disana, jadi serasa lebih dekat kalau aku pulang, setidaknya aku bisa menemani hari tua ibu" "pasti enak di kampung ibumu itu ya?" "iya" Amy bersemangat sekali bercerita soal kampung ibunya, kebun kopi, sungai dengan batu-batu dan gemericik air, dingin sejuk dan segar, Amy seperti anak kecil yang menceritakan pengalaman liburannya pada temannya, tapi aku tahu ada sesuatu dibalik matanya. It's finish? "Ya, its over!" "Tell me!" Amy diam, ditariknya napas dalam sekali, aku merasa bersalah meminta itu darinya. "Sorry!" "Its oke" "Kopi nya aku habiskan yaa", kataku sedikit memecah kebisuan Amy dan penyesalanku tadi. Harapku semoga keadaan akan jadi lebih baik. "Queen?" "Ya" jawabku sedikit kalem. "apa kau pernah jatuh cinta seperti aku jatuh cinta pada Bimo?" "setiap orang punya cara jatuh cinta masing-masing" jawabku sedikit diplomatis "ya, aku tahu itu, tidak semua orang jatuh cinta seperti aku jatuh cinta pada Bimo, setidaknya bukan Bimo tempat kau jatuh cinta bukan?" "hahahhaha…..terlalu…!" tawa ku dan Amy lepas. tiba-tiba kembali hening, aku bahkan bisa mendengar lenguhan resah napas Amy dari seberang meja setengah biro ku. Amy tersenyum melihatku, senyum hambar, menutupi gundah dan keresahan, aku yakin sekali masih ada cinta untuk Bimo. "Amy!". panggilku padanya sedikit membuyarkan lamunannya. "Ya!". Jawab Amy singkat "Kenapa tak bertahan?" "Untuk apa?" "Setidaknya sampai jatuh cintamu tiba-tiba jadi polisi, menilang dan memberi tanda dilarang!, jangan katakan kau lelah, karena itu bukan sifatmu." "Queen, aku…..aku…." "Merasa diri tak layak?" "Bukan!" "Lalu apa Amy?" "Bimo tak pernah mencintaiku, selama aku jadi kekasih sementaranya, ada saat-saat ketika kami hanya berdua saja, dan kulihat dimatanya tak pernah ada aku, ketika aku minta ditemani melihat bulan, atau ketika dia harus menjemputku di parkiran, apapun tindakannya itu cuma pengisi kekosongan ketika Nadia tiada saja. bahkan pagi terakhir itu ketika ku ingatkan dia kalau Nadia sebentar lagi pulang, dan masa jadi kekasih sementara ku sudah habis, dia cuma gugup, diam, tak berusaha menahanku ketika pergi. bahkan ketika aku memeluknya untuk terakhir kali pun, hambar, hampa..ketika itulah aku berfikir lalu akhirnya memutuskan, tak pernah ada cinta Bimo untukku. dan aku tak menyesal sedikitpun" "Laki-laki ketika diberi pilihan selalu meminta waktu untuk berfikir, setidaknya kau berikan waktu itu sampai Bimo, berubah jadi kesatria bijak dan adil, memilih mana yang terbaik" "aku berada diantara dua insan yang saling mencintai tapi berjauhan!" "setidaknya hargai rasa yang ada dihatimu Amy, aku yakin dia juga berdoa agar bisa sampai ke hati Bimo, menawarkan sedikit cinta tulus tanpa syarat" "tapi rasa itu menempel dibadanku, kakiku jadi berat melangkah, yang ada aku cuma harus beli kompres mata yang banyak di supermarket, aku tak ingin terlihat sembab dimata Bimo, seperti gadis cengeng merengek-merengek minta cinta" "Keyakinanmu soal Bimo terlalu besar, menutupi mata dan hatimu sendiri, mungkin saja bagi Bimo cinta itu kata kerja, bukan cuma huruf-huruf yang diulis pada kartu dan dililitkan pada bunga mawar, kalau saja kau menunggu mungkin kau akan dapat bunga mawar itu, tapi tanpa kartu" "Dia tak mengejarku ketika aku pergi, aku pindah apartemen dan dia tak mencariku, aku ditaman melihat bulan sendirian, dia pun tak pernah datang sampai bulan itu hilang dan warna langit berubah keemasan" "mungkin cuma soal waktu" "waktu itu juga yang akhirnya mengajarkan aku untuk berhenti dan memutuskan, aku lelah, sudahi saja" — hari terakhir aku bersama Amy, dia bilang padaku agar tak usah mengantarnya, jangan kasih tau ke Bimo, alamat dan nomor telponya yang baru, Amy benar-benar ingin pergi. Amy dengan cinta tulusnya, atau cinta itu sendiri yang akhirnya kelelahan….entahlah, aku cuma jadi saksi saja…bagaimana ketika satu hati mencari kemana cinta, dan satu lagi ingin pergi karena merasa panah itu tak menusuk dadanya… "Queen, aku suka matamu, tentang Bimo aku lelah, sudahi saja….!" kata terakhir Amy buatku. tentang cinta, kapan dan dimana…..ini cuma soal waktu. —– |
You are subscribed to email updates from Kompasiana To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
0 komentar:
Posting Komentar