Adsense Link 728 X 15;

Kompasiana

Posted by Sri Rejeki Minggu, 01 Juli 2012 0 komentar
Adsense Content. recommended 336 X 300

Kompasiana


Polisi Tidur dan Polisi yang Tidur

Posted: 01 Jul 2012 11:02 AM PDT

OPINI | 02 July 2012 | 01:00 Dibaca: 1   Komentar: 0   Nihil

‎[Cerita ini tidak bermaksud mendiskreditkan pihak-pihak tertentu melainkan sebaliknya, mencoba menggugah kesadaran untuk berbuat. Jadi, cernalah dengan sebaik-baiknya.]

Kemarin (malam Sabtu) saya dikejutkan dengan peristiwa menggelitik. Ketika itu saya, istri dan anak saya yang baru berumur 3,5 tahun menyempatkan diri jalan-jalan di kawasan lapangan Capgawen Kedungwuni, kabupaten Pekalongan. Di daerah itu sekarang ini banyak terpasang polisi tidur di jalan. Tidak tanggung-tanggung, tinggi polisi tidur itu pun cukup membuat dek mesin motor bisa kesangkut. Dan sambil melintasi polisi tidur itu kami pun berdiskusi di atas laju kendaraan kami.
Istriku berseloroh, "Loh, sekarang kok di sini banyak polisi tidurnya ya? Padahal dulu aman dari polisi tidur…"
"Mungkin di sini banyak yang kebut-kebutan." selorohku.
"Iya ya…biasanya kalau malam minggu atau malam jumat sini rame. Ya, mungkin itu salah satu cara untuk mencegah kebut-kebutan liar." kata istriku.
"Mungkin juga itu salah satu cara untuk memperingan kerjanya Pak Polisi. Sebab, barangkali mereka sendiri tidak sadar kalau polisi tidur yang dipasang di jalanan itu bisa juga diartikan sebagai sindiran bahwa kerjanya polisi itu jangan-jangan tiduran." kata saya.
"Kok bisa?" tanya istriku.
"Loh kalau memang mereka bertugas menjaga keamanan dan ketertiban, kenapa musti pakai polisi tidur. Bukankah akan lebih afektif jika kawasan yang biasa dijadikan tempat balapan liar itu dijaga polisi? Apalagi mereka ini kan juga digaji untuk itu." kata saya.
Mendengar itu, istriku tertawa sambil bilang, "Ati-ati loh kalau ngomong, kakak iparmu itu rata-rata polisi."
"Ya, semoga saja bukan polisi tidur kan, Ma…"
Kami pun cekikikan.

Alam Semesta Bernyanyi: Hati Kecil Mungil

Posted: 01 Jul 2012 11:02 AM PDT

JADI GUBERNUR SUMATERA UTARA “DITEPI PINTU PENJARA”

Posted: 01 Jul 2012 11:02 AM PDT

Beberapa minggu terakhir di bulan Juni 2012, Sumatera Utara yang berada di ujung pulau Sumatera dibanjiri berita hangat tentang bakal calon Gubernur Sumatera. Berbagai surat kabar terbitan Medan penuh dengan berita tentang pigur-pigur calon Gubernur. Seiring dengan berita hangat yang tersaji di media massa maka wacana dan obrolan tentang calon gubernur ini juga menjadi pembicaraan masyarakat Sumatera Utara mulai dari ruang perkantoran yang memiliki pasilitas Air Conditioner hingga sampai warung kopi  atau warung tuak di sudut desa paling terpencil.

Berkat informasi yang disampaikan media massa tentang pencalonan Gubernur, masyarakat pedesaan yang berjarak demikian jauh dari pusat ibukota Propinsi Sumatera Utara juga turut larut dalam hiruk pikuk dalam perbincangan dan mengkritisi tingkah para peminat menjadi Gubernur Sumatera Utara, kebetulan sampai saat ini nama-nama yang bermunculan kepermukaan sebagai bakal calon Gubernur Sumatera Utara jumlahnya lumayan banyak, puluhan orang jumlahnya, dengan latar belakang pendidikan, jabatan, pengalaman dan partai yang beraneka ragam.

Suatu ketika di sebuah warung kopi di sebuah desa di sebuah Kabupaten yang berbatasan dengan Provinsi Nangroe Darusalam, saya tiba-tiba mendengar celotehan seorang pengunjung warung tersebut " Wah.. Banyak juga ya yang berminat jadi Gubsu (Gubernur Sumatera Utara) ini !!!" Ucap seorang pria dewasa yang sedang membaca sebuah koran terbitan Medan. Mendengar ucapan sang Bapak yang berprofesi sebagai seorang petani tersebut, seorang pengunjung lain warung tersebut yang berprofesi sebagai supir Angkutan Antar Desa menimpali "Enak memang daya tariknya jadi Gubernur itu, seperti semut mencari gula-lah".

Sebagaimana lajimnya di warung kopi, apabila sudah ada yang memulai mengangkat sebuah topik menarik maka dialog dan perdebatan di warung akan saling sahut menyahut tanpa menghiraukan latar belakang masing-masing, siapa saja bisa ikut menyampaikan tanggapan dan gagasannya, sehingga suasana akan menjadi ramai dengan adu argumentasi mengalahkan keseruan adu argumentasi para wakil rakyat di gedung DPR RI.

Para pengunjung kedai kopi juga menikmati suasana seperti ini, dan menganggap kebebasan mengemukakan pendapat dengan gaya bebas seperti ini merupakan kebebasan yang sesungguhnya yang dimiliki masyarakat pedesaan di Sumatera Utara, warung kopi memang tempat mereka untuk saling bertukar informasi dan saling beradu argumentasi tanpa menghiraukan tinggi rendahnya mutu atau kualitas argumen yang disampaikan, karena memang adu argumentasi di warung kopi bebas tanpa sekat, mumpung bicara belum dikenakan pajak jawab mereka jika ada yang mengkritisi kebiasaan adu argumentasi yang sering tidak jelas ujung dan pangkalnya di warung kopi itu.

Namun yang menjadi menarik bagi saya, ternyata diantara dialog yang mengemuka diantara pengunjung warung kopi tersebut, ada juga kalimat-kalimat yang disampaikan masyarakat pedesaan tersebut yang menarik, bermutu bahkan sangat layak untuk dipermenungkan sebagai bahan dialog dalam bathin.

Misalnya, menanggapi jumlah bakal calon Gubernur Sumatera yang lumayan banyak, ada pengunjung warung kopi tersebut yang menanggapi dan berkata " Apa sebenarnya yang ingin dicari  para orang-orang yang ingin menjadi Gubernur tersebut sehingga peminatnya sangat banyak ?". Bahkan ada juga pengunjung yang lain berujar "Ternyata masih banyak juga mantan-mantan pejabat atau pengusaha yang masih ingin tetap mempertaruhkan hidupnya di tepi pintu penjara !!!"

Tanggapan terakhir tentang "Tepi Pintu Penjara" ini menjadi salah satu bahan perbincangan paling banyak mengundang perdebatan diantara pengunjung warung tersebut. Istilah atau kalimat "Tepi Pintu Penjara" ini juga saya peroleh dari perdebatan di warung tersebut, saya sendiri merasa kagum dan salut atas kata-kata yang diramu masyarakat yang bermukim di pedesaan ini. Istilah tersebut penuh makna philosopis karena menggambarkan bahwa menjadi pejabat saat ini, baik menjadi Bupati maupun Gubernur serta jabatan politis lainnya sangat gampang masuk penjara, dan inilah kasus terbesar yang terjadi menimpa para elit politik daerah maupun politisi tingkat pusat dewasa ini, dan ternyata hal tersebut juga menjadi bahan pengamatan para saudara kita yang bermukim di pedesaan, sebuah wacana yang aktual dan cerdas di mata warga desa.

Dan ketika mereka mencermati dan membahas beberapa pigur bakal calon Gubernur Sumatera Utara yang muncul beberapa minggu terakhir ini, masyarakat desa yang ada di warung kopi tersebut juga memberi penilaian bahwa banyak diantara bakal calon tersebut yang diindikasikan tidak luput dari praktek korupsi selama ini sehingga jika nanti terpilih menjadi Gubernur juga akan tetap melanggengkan praktek korupsi tersebut.

Kekuatiran terhadap Gubernur Sumatera Utara yang akan terpilih nantinya merupakan tokoh-tokoh elit politik yang sarat dengan praktek korupsi ini ternyata membuat masyarakat apatis dan tidak antusias untuk berbicara tentang pigur terbaik dan berkualitas, bahkan masyarakat beranggapan bahwa siapapun yang akan terpilih menjadi Gubernur Sumatera Utara praktek korupsi tidak akan dapat dihindarkan apalagi dibasmi, oleh karena itu masyarakat berpendapat dalam pemilihan Gubernur (Pilkada) yang akan datang masyarakat juga akan melakukan pilihan dengan pertimbangan untung rugi bagi masyarakat secara pribadi.

Nah,  artinya : Dalam melakukan pilihan masyarakat sekarang ternyata sudah membuat perhitungan, dan perhitungan tersebut dalam bentuk "Pragmatisme" dan serba "Instan". Perhitungan tersebut tidak lain tidak bukan "Ada Uang Ada Pemberian Suara", alasan mereka sederhana saja, siapapun yang akan menjadi Gubernur mereka akan memperkaya dirinya sendiri, kelompok dan koroninya, maka rakyat juga berpikir yang sama, siapa mampu bayar itu yang dipilih…. ????"

Ini sekilas pembicaraan di warung kopi yang sempat terekam benak saya ketika mengunjungi sebuah desa di ujung pulau Sumatera. Ironis memang tetapi perlu juga kita renungkan apakah sudah se-pragmatis itu kehidupan sosial dan politik masyarakat kita dewasa ini ????

No Name

Posted: 01 Jul 2012 11:02 AM PDT

Sekilas Tentang Masakan Meksiko

Posted: 01 Jul 2012 11:02 AM PDT

Dengan jenis kuliner yang bervariasi di Taipei, saya tidak pernah merasa bosan dengan satu jenis masakan. Dari burger Amerika sampai burger Selandia Baru, dari teh Earl Grey asli Inggris sampai Assam asli India, dari kopi Brasil hingga kopi Vietnam, dari pizza Italia hingga pizza Meksiko. Silakan pilih.

Kali ini, saya ingin membahas tentang masakan Meksiko.

Ada banyak restoran Meksiko di Taipei, baik itu menu set atau all-you-can-eat. Masakan Meksiko biasanya didominasi oleh jagung, kacang-kacangan, dan tomat. Jagungnya bukan jagung utuh yang kemudian dimasak menjadi nasi, melainkan diolah menjadi flatbread yang disebut dengan tortilla (diucapkan 'tortiya', karena dobel L dalam bahasa Spanyol dibaca 'y', jadi jangan membaca David Villa sebagai 'David Vila', melainkan 'David Viya'). Tortilla ini kemudian digunakan sebagai bahan dasar (pembungkus) untuk makanan lain. Selain dari jagung, tortilla juga dibuat dari tepung gandum.

Tiga jenis masakan Meksiko yang (sepertinya) paling terkenal adalah burrito, taco, dan quesadilla.

134116450157364603

Burrito adalah arem-arem (ada yang tahu?), yaitu tortilla lunak yang ada isinya kemudian digulung dan dibungkus. Persis seperti arem-arem kalau isinya nasi. Kalau menurut salah satu pemilik restoran Meksiko di Taipei, burrito asli di Meksiko isinya hanya adonan kacang-kacangan dan daging. Karena berbagai penyesuaian, burrito kemudian memiliki isi yang bervariasi: nasi, sayuran, keju, hingga potongan tomat. Burrito ini biasanya digulung dan kemudian dibungkus dengan kertas atau alumunium foil lalu disimpan di lemari es. Jika akan dimakan, burrito bisa dihangatkan dengan dikukus sebentar atau di microwave. Ukurannya kira-kita 20 cm (panjang) dengan diameter 6 cm. Setelah dihangatkan, burrito dibelah dua lalu disajikan, cara makannya tanpa menggunakan sendok/garpu. Ada juga jenis wet burrito, di mana burrito-nya tidak dibungkus dengan kertas/foil, melainkan diletakkan di piring dan disiram dengan kuah tertentu.

13411645391836205650

Taco juga bahan dasarnya tortilla, yang diisi dengan berbagai macam isian, serupa dengan burrito (namun bukan nasi). Tortilla yang bentuknya bulat dan isian di atasnya kemudian ditekuk menjadi dua untuk memudahkan cara makan. Ada juga yang langsung disajikan tanpa ditekuk. Selain yang menggunakan tortilla lunak, ada juga hard taco, yang menggunakan tortilla goreng (crisp-fried) tortilla, sehingga makannya menjadi lebih 'kriuk'.

1341164571698950307

Quesadilla (dibaca 'kesadiya'), memiliki komposisi utama keju dan tortilla lunak. Satu lembar tortilla digunakan sebagai alas, kemudian atasnya keju dan berbagai isian lain, kemudian dilipat atau di atasnya diberi selembar tortilla lain, dan kemudian dipanggang hingga kejunya meleleh. Setelah itu quesadilla dipotong-potong seperti pizza dan disajikan.

13411646001550682070

Taco dan quesadilla biasanya disajikan dengan salsa, saus berbahan dasar tomat. Ada banyak irisan tomat di masakan Meksiko. Salsa bisa dibuat dengan menghaluskan tomat atau sekedar memotong-motongnya menjadi kubus kecil-kecil. Side dish seperti chips (keripik jagung) juga selalu berpasangan dengan salsa.

Saus pedas? Ada banyak pilihan: jalapeno (cabai hijau), chipotle (jalapeno yang dikeringkan dengan diasapi), dan habanero (cabai merah). Tingkat kepedasannya sudah urut (dari yang biasa ke yang luar biasa). Hahaha. Sekali mencoba setetes habanero, saya langsung tersedak dan menangis di tempat. Kata si pemilik restoran, "habanero is exceptionally hot". Hmmmm.

Masakan Meksiko cukup oke untuk lidah Indonesia karena bumbunya terasa, meski banyak asem-nya (karena banyak tomat). Saran untuk yang ingin mencoba masakan Meksiko, kali pertama cobalah burrito, lalu bandingkan dengan arem-arem. Hihihi. Dan jangan iseng-iseng mencoba habanero. Bahaya. Hahaha.

Selamat mencoba :D

-Citra

P.S. Foto koleksi pribadi saya si tukang makan :D
Adsense Content. bottom of article

0 komentar:

Posting Komentar