Adsense Link 728 X 15;

Kompasiana

Posted by Sri Rejeki Kamis, 21 Februari 2013 0 komentar
Adsense Content. recommended 336 X 300

Kompasiana


Kegagalan Jokowi di Depan Mata, Betulkah ?

Posted: 21 Feb 2013 11:15 AM PST

Pasangan DKI 1 dan DKI 2, Jokowi-Ahok selalu menjadi berita dan bahan analisa berbagai pihak, dari obrolan warung kopi sampai kritik para analis politik. Ada artikel menarik berjudul "Hati-Hati Jokowi, Kegagalan di Depan Mata" di Kompasiana.

Sepintas artikelnya cukup kritis dan bernada "mengingatkan" Jokowi tentang bahaya membayang di depan mata. "Bahaya" tersebut tak lain adalah Ahok ! Analisa yang menarik, bukankah Ahok seharusnya berjalan seiring dengan Jokowi demi kesuksesan program Jakarta Baru ?

Mari kita "bedah" buah pikiran penulis artikel "Hati-Hati Jokowi, Kegagalan di Depan Mata" tersebut. Ada apa dan mengapa ?

Kritik penulis artikel tersebut  bahwa Jokowi-Ahok "belum" bebuat apa-apa dengan analogi seperti Bandung Bondowoso yang seharusnya sudah membuat 99 patung. Katanya "patung masih berbentuk lempung".  Mimpi di siang bolong kalau masalah Jakarta bisa selesai dalam 4 bulan dan tanpa didukung kucuran APBD serta personel dan sistem yang mumpuni. Bahkan Bandung Bondowoso pun mendapat bantuan pasukan jin.

Sekedar meluruskan, Bandung Bondowoso bukan membangun 99 patung tetapi hendak membangun 1,000 candi dalam semalam. Itu legenda Candi Prambanan yang terkenal. Kalau mau ambil analogi, lebih baik pelajari dulu asal-usulnya. (Lebih cermat dikitlah….)

Nah, saatnya kita lihat juga "patung-patung" (maksudnya candi-candi kaleeee….) yang masih lempung ( maksudnya batu-batu kaleeee…….):

*****

Kampung Deret, menurutnya tidak jadi karena menabrak Peraturan Pemerintah (PP) No. 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air. Sepertinya ini masih pendapat spekulatif. Kadis Perumahan yang baru malah akan merealisasikan konsep Kampung Deret. Memang ditepi sungai Ciliwung tidak boleh dibangun rumah, tetapi konsep Kampung Deret tidak mesti ditepi sungai. Kemudian tujuan awalnya adalah untuk relokasi warga yang tinggal dalam rumah gubuk ditepi sungai, rusun adalah jawabannya. Tidak ada yang salah atau negatif tentang Kampun Deret ini, dan memang belum bisa dilakukan karena APBD 2013 baru cair di bulan Maret. Apanya yang salah ya …. ?

*****

Kartu Jakarta Sehat (KJS)  juga ditonjolkan sisi negatifnya oleh penulis artikel tersebut. Dikatakan "patung yang masih berbentuk lempung (maksudnya candi yang masih berbentuk batu kaleeee……..). Mari kita lihat KJS dengan lebih proposional. Ada pendapat orang bahwa KJS adalah penerus dari KARTU GAKIN dan JAMKESDA (warisan jaman gubernur Sutiyoso dan Foke). Pertanyaan yang tidak pernah disinggung….. "Mengapa ketika ada Kartu Gakin dan Jamkesda, rumah sakit tidak seramai sekarang ?" Ada masalah apa ? Pasti karena banyak yang tidak bisa "bayar" secara resmi maupun tidak resmi.

Dikatakan bahwa KJS seakan-akan "membawa masalah" untuk rumah sakit, pasien datang berbondong-bondong. Lalu kalau memang sakit dan tidak punya uang, mau kemana lagi ?  Justru dengan munculnya "pasien-pasien baru" tersebut menjelaskan secara gamblang bahwa program kesehatan masyarakat sebelumnya bermasalah. Jokowi telah membuka pintu bagi orang tidak mampu untuk berobat tanpa takut tidak sanggup bayar.

Hal ini juga membuka mata bahwa RSUD di DKI memang tidak cukup kapasitas, peralatan dan personelnya. Memang tidak cukup dan tidak siap, tetapi orang yang sakit tidak bisa dicegah dan harus ditolong bukan ? Apakah kalau tidak ada KJS lalu orang miskin yang sakit jadi "hilang" begitu saja ? Apanya yang salah ? Inilah waktunya untuk sadar dan berbenah. Jokowi telah sukses menujukkan bahwa RSUD di DKI memang tidak siap dan APBD memang harus dikucurkan untuk membangun sistem kesehatan yang mampu menampung warga Jakarta.

*****

Ganjil-Genap dan Electronic Road Pricing (ERP) juga dicela oleh penulis artikel tersebut diatas. Mari sekali lagi kita bersikap objektif. Sistem Ganjil-Genap memang belum siap dilaksanakan karena berbagai hal teknis lapangan, bisa dibaca di Kompas online , tetapi belum ada berita dibatalkan. Kalau ERP, memang masih wacana, bahkan sudah sejak jaman Foke sudah ada wacana. Apakah membuka berbagai kemungkinan untuk mengurangi kemacetan di Jakarta adalah kesalahan ? Pelaksanaan bisa saja bertahap atau dengan cara yang berbeda. Lalu mengapa dikonotasikan negatif padahal masih dibahas kemungkinan untung-ruginya. Dalam hal ini, malah Jokowi-Ahok membuka wacana tersebut kepada masyarakat. Apanya yang salah ? Apakah harus ditutup-tutupi dan akhirnya jadi pergunjingan tidak jelas.

Satu hal lagi tentang solusi kemacetan, apakah ada yang sudah mengusulkan solusi yang konkrit dan dijamin bisa terlaksana tanpa masalah ? Saya pikir Jokowi-Ahok sedang berusaha keras untuk mencari solusi kemacetan, bukan sudah akan gagal seperti pendapat penulis artikel "Hati-Hati Jokowi, Kegagalan di Depan Mata".

*****

Monorail juga dikritik seakan-akan sedang menawar dengan sistem Mangga Dua di Sogo Dept. Store. Kalau mau obyektif, bukankah Jokowi sedang bekerja keras mencari solusi termurah untuk transportasi warga Jakarta ? Salahnya atau gagalnya dimana ya …… ? Belum final juga kok…… masih ada pembahasan lanjut.

Dikatakan bahwa biaya Rp. 40.000 ditawar Rp. 8.000, sejak kapan biaya monorail dihitung Rp. 40.000 ? Harga tiket yang sudah diumumkan adalah Rp. 9.000 . Sejak kapan Jokowi tidak realistis dalam menentukan harga ? Pasti ada kajian teknis dan harga. Sekali lagi….. Rp. 9.000 …. (bukan Rp. 40.000 )….. dan para investor pun tidak komplain dengan harga tersebut. (Pantesan aja……. wong 1.000 candi …. malah dikatakan 99 patung……sudah ngawur sejak awal…..)

*****

Rusun Marunda dikatakan bermasalah, betul bermasalah…… tidak ditempati walaupun sudah dibangun sejak dua tahun lalu. Ada calo yang jual unit dengan harga mahal. Rusun rusak karena tidak dipelihara (ya iyalah…. memang lama kosong, siapa yang pelihara ?).

Sekali lagi, mari bersikap objektif, "Siapa yang bangun Rusun Marunda, dan siapa yang tidak berusaha mengisinya ? " Bukankah itu semua terjadi sejak jaman gubernur sebelumnya ? Malah Jokowi yang pertama kali meninjau dan mulai mempertanyakan mengapa rusun kosong dan rusak. Kunjungan Jokowi ini terus ditindaklanjuti selama lebih dari tiga bulan. Dari kosong dan rusak, lalu diperbaiki, dicat dan berusaha keras memindahkan warga dari pinggir waduk Pluit untuk masuk ke Rusun Marunda. Malahan sekarang banyak yang antri untuk pindah kesana. Gagalnya dimana ya ?

Sekali lagi tentang Rusun Marunda, sudah lebih dari tiga bulan tidak selesai permasalahannya, lalu Ahok masuk dan "mengejar" para calo dan oknum yang masih bercokol disana, masih bandel, padahal sudah tiga bulan ditindaklanjuti oleh Jokowi. Jadi siapa yang salah, siapa yang benar nih ? Apa Jokowi-Ahok mesti menyerah kepada para mafia Rusun Marunda.

Ada hal yang menarik lagi, selama ini warga ditawarkan untuk menyewa, bukan membeli. Kalaupun mau dibeli, pasti ada mekanisme yang adil untuk para warga. Jangan lupa, para penghuni baru yang akan dan sudah masuk saat ini adalah para warga  yang tinggal di bantaran kali atau waduk. Terutama dari waduk Pluit yang akan digali sampai kedalaman sepuluh meter dari cuma 3 meter, warga harus direlokasi dulu. Tujuannya agar waduk Pluit bisa menampung limpahan air hujan sebelum dialirkan ke laut. Solusi untuk warga miskin sekaligus untuk mengurangi resiko banjir.  Jokowi-Ahok memberikan solusi nyata, bukan kegagalan didepan mata. Sadarlah…. ini untuk warga Jakarta juga, jangan menutup mata dengan kritik yang tidak pada tempatnya.

Satu hal lagi, untuk masalah ini, Jokowi memulai dengan kunjungan berkali-kali, kemudian Ahok maju untuk memaksa mudur para "mafia" yang mengangkangi rusun tersebut. Bukankah ini jelas-jelas keduanya berkerjasama dengan baik ? Jokowi dengan pendekatan Jawa halusnya, tetapi masih saja ada yang bandel, lalu Ahok maju dengan gebrakan koboi Belitung, para mafia pun kocar kacir….. Ada masalah dengan hal ini ? Jujur sajalah……

*****

Giant Sea Wall (GSW) juga dikritik akan jadi kegagalan, padahal ide ini baru bergulir kurang dari seminggu. Berita GSW ini beredar setelah Ahok bertemu Menlu Belanda. Apapun bentuknya dan siapapun pelaksananya GSW adalah "mega-proyek", tidak mungkin dalam kurang dari seminggu ada bentuknya. Bahkan perencanaan pun butuh waktu bertahun-tahun. Lalu apa yang jadi masalah ya ? Bukankan wacana itu tidak merugikan siapapun. Kalaupun jadi dilaksanakan, pasti dibuka secara transparan untuk masukkan warga Jakarta, seperti proyek MRT dan Monorail. Nah, kalau tidak jadi ? Ya tidak masalah…. siapa yang rugi ?

*****

Sekarang yang dicela adalah Ahok (nah…tujuannya jelas kan ….) seakan-akan Jokowi sudah bekerja keras, Ahok yang akan meluluhlantakan hasilnya. Mari sekali lagi kita objektif, bukankan Ahok selalu upload semua rapat internal ke youtube untuk disaksikan warga ? Tentunya Jokowi juga sudah menyaksikan, tidak ada komentar miring. Kebanyakan warga juga mengapresiasi langkah Ahok yang berani mendobrak palang pintu birokrasi dan menutup celah penyimpangan anggaran. Tidak mungkin mengubah wajah "priyayi" birokrasi yang sudah berkarat dengan senyum-senyum saja, perlu langkah keras dan tegas.

Penulis artikel  "Hati-Hati Jokowi, Kegagalan di Depan Mata" secara nyata membenturkan karakter Jokowi dan Ahok, seakan-akan air ketemu api. Sepertinya terlalu dipaksakan, kalau kita melihat bagaimana keduanya bekerjasama berusaha keras menyelesaikan masalah Jakarta. Jokowi membuka jalan, Ahok menindaklanjuti. Tidak ada saling sikut dan berebut panggung. Langkah Ahok pun tidak mencari popularitas, tidak mungkin mencari polpularitas dengan sikap keras dan suara nada tinggi, namun itu diperlukan untuk menggoyang kemapanan para birokrat Jakarta untuk bangun dan bekerja sebagai pelayan masyarakat (civil servant) bukan minta dilayani oleh warga Jakarta.

Pemerintah seharusnya menjadi regulator bukan kolaborator, jangan mau diatur oleh cukong, seharusnya memberikan aturan main yang jelas dan adil untuk semua pihak. Para pengusaha juga jangan melulu diporoti, atau rakyat kecil selalu diinjak-injak haknya. Memang sudah sepantasnya pemerintah jadi tuan diatas para cukong bukan jadi kolaborator dengan imbalan uang suap. Jadi, apa yang salah dengan ucapan Ahok ? Bersikap tegas dan tidak menjilat bukan kelemahan tetapi modal utama pasangan Jokowi-Ahok mendapatkan kepercayaan publik.

Ahok menantang debat soal AMDAL, tentunya secara terbuka di TV. Nah, ini bukti transparansi, berani berbuat berani bertanggungjawab, tidak sembunyi-sembunyi membuat keputusan demi keuntungan pribadi dan segelintir orang saja. Kalau benar, mengapa takut untuk terbuka didepan umum ?

Kasus Ahok menegur Kepsek Sekolah Unggulan MH. Thamrin juga dikomentari negatif. Ini yang paling menarik, coba cari di youtube, ada rekaman utuh peristiwa tersebut. Sudah jelas ada indikasi penyimpangan dana di sekolah itu. Ketika dikatakan Ahok untuk memotong dana yang ditarik berlebihan, sang Kepsek malah menantang balik, kalau dana dipotong dia tidak tanggung jawab akan merosotnya kualitas sekolah. Ketahuan korupsi kok malah ancam balik, pantaslah disentak balik. Akhirnya sang Kepsek dicopot. Untung tidak diadukan ke KPK……. Ada yang salah dengan episode pembersihan koruptor di sekolah ini ?

Siapa bilang Ahok berseberangan dengan polisi ? Memang Ahok mengkritisi oknum polisi yang "….prit jigo prit gocap", apanya yang salah ? Hampir setiap orang pernah bersuara lantang tentang tindakan oknum polantas ini, sudah waktunya jujur. Sekedar info saja, Ditlantas Polda Metro Jaya bekerjasama erat dengan Pemprov DKI dalam berbagai kesempatan dalam pemanfaatan infrastruktur untuk mendukung pengaturan lalu lintas.

*****

Bagian penutup artikel  "Hati-Hati Jokowi, Kegagalan di Depan Mata" menunjukan maksud utama penulis, membenturkan Jokowi-Ahok atau setidaknya menciptakan kesan demikian. Apalagi diembel-embeli dengan "nasihat" kepada Jokowi demikian:

1. Kurangi blusukan, dan

(Emangnya Jokowi plesiran, blusukan berarti kerja, mengunjungi warga dan mengerti permasalahan secara langsung, kalau tidak turun langsung masalah Rusun Marunda tidak akan selesai)

2. Kurangi bicara pada wartawan. Proyek-proyek dimatangkan dulu, kalau perlu sosialisasi baru bicara pada wartawan.

(Jokowi-Ahok memilih terbuka dan transparan kepada media dan masyarakat, itu pilihan mereka berdua, ada masalah apa ya ? Yang menjabat siapa, malah diatur-atur kapan boleh ngomong….. )

Jokowi juga perlu menambah 2 hal : 1. Menambah waktu di kantor untuk memimpin rapat dan membaca laporan, dan

(Emangnya gak bisa baca laporan ketika naik mobil ? Lalu juga ada pendelegasian rapat kepada Ahok. Siapa juga yang menjabat, kok malah ngatur jadwal kerja mereka…. )

2. Menambah pengawasan terhadap Ahok, beri pendidikan budi pekerti. Ahok disuruh membaca kitab Raja-raja China Zhu Yuan-Zhang atau Liu Bang : berantem saat perang, memimpin dalam damai. Kolega dan anak buah bukan musuh, tak perlu bicara seolah-olah tiap orang malas, maling, atau dua-duanya. Tak ada yang bisa sukses dengan menciptakan musuh dimana-mana. Heran ya, Jokowi lebih mengerti 'guanxi' ketimbang Ahok yang Tionghoa !

(Nah penutup ini yang seru, mana bawa-bawa filosofi Tionghoa pula….. terus terang untuk orang yang tidak bisa menerangkan apa yang dibangun Bandung Bondowoso, 99 patung atau 1,000 candi, tidak pada tingkatan untuk menasehati atau mencela pasangan DKI 1 dan DKI 2)

Mungkin ada yang percaya bahwa artikel "Hati-Hati Jokowi, Kegagalan di Depan Mata" adalah tulisan untuk introspeksi pasangan Jokowi-Ahok, tetapi saya lihat hanya untuk menciptakan kesan negatif dan memecahkan kerjasama Jokowi-Ahok. Cara yang halus, tetapi tidak terlalu pintar dalam memutarbalikan fakta, wong semua fakta bisa dicari lewat Google dan youtube.

Silahkan simpulkan sendiri, apalagi penulis artikel tersebut Go Teng Shin semua artikelnya memojokan Jokowi-Ahok. Mungkin saja dai temannya akun JJMJ dan Ratu Adil.

JJMJ terkenal sebagai tukan komentar miring tentang Jokowi-Ahok, sedangkan Ratu Adil pernah menulis artikel fitnah terhadap Jokowi dengan latar belakang proyek MRT. Di artikel Ratu Adil itu terlihat JJMJ dan Go Teng Shin bahu membahu membela tulisan Ratu Adil, bersama dengan beberapa akun lainnya.

Hati-hati, pasukan cyber-fitnah sudah gencar dengan aksinya. Jakarta Baru sedang digoyang……

Kunci Mengenalkan Anak Dunia Internet

Posted: 21 Feb 2013 11:15 AM PST

OPINI | 22 February 2013 | 01:27 Dibaca: 29   Komentar: 0   Nihil

Andaikan dibandingkan antara Dampak Positif dan  negative pengetahuan anak akan dunia Internet, akan lebih banyak dampak positifnya. Meskipun dampak Negatif itemnya tidak banyak, tetapi akibat dari dampak negative tersebut sangat dalam. Pornografi, kecanduan Game online sehingga lupa kewajiban-kewajiban sebagai seorang anak & siswa, berteman Tanpa batas melalui FB, dll.

Kunci Pertama yang harus diajarkan dan ditanamkan pada jiwa anak-anak adalah "Rasa Tanggung Jawab melaksanakan kewajibannya" tanggung jawab sebagai anak yang mempunyai moral yang baik, memiliki kewajiban menuntut ilmu, kewajiban menjaga perilaku dari hal-hal yang negatif, tanggungjawab menjaga agama dan idealismenya sebagai pengemban amanah bangsa nantinya." Tanggung jawab dalam hal ini Dua kata yang bermakna banyak dan dalam pengertiannya.

Setelah Tanggung Jawab tertanam, Pengetahuan Baru bagaimanapun bentuknya akan tersaring dari hal-hal negatif yang menghancurkan masadepannya.

Siapa yang menilai tulisan ini?

Kanal Bola: Mohon Pencerahannya..

Posted: 21 Feb 2013 11:15 AM PST

REP | 22 February 2013 | 01:27 Dibaca: 38   Komentar: 0   Nihil

Saya ada sedikit pertanyaan buat Kanal Bola. Kisruh sepakbola nasional bisa dibilang akan selesai, setelah kedua pihak yang bertikai sepakat untuk menyudahi konflik. Inilah yang sebenarnya diharapkan oleh penikmat sepakbola nasional, dapat kembali menikmati sajian sepakbola Indonesia yang dulu pernah rakyat Indonesia banggakan. Niat yang mulia seharusnya mendapat sambutan yang mulia pula, tapi ternyata masih ada segelintir manusia yang sangat kontra dengan perdamaian ini, dengan alasan yang sama sekali tidak masuk akal. Pertanyaannya adalah, apa sebutan yang pas untuk mereka yang tidak tahu diri yang anti dengan perdamaian ini. Dan apakah menurut anda mereka pantas menyandang predikat sebagai akun bayaran Halma, mengingat tokoh yang paling vokal menolak perdamaian adalah Halim Mahfudz.

Mohon Pencerahannya.

Siapa yang menilai tulisan ini?

Pemimpin Bertelinga Tipis

Posted: 21 Feb 2013 11:15 AM PST

Saya mencoba bertanya pada diri sendiri tentang apa yang diajarkan oleh sejarah perihal kepemimpinan. Terus terang saya menanyakan hal ini karena tak sekalipun pernah mengikuti pelatihan kepemimpinan, mulai dari kepemimpinan dasar sampai kepemimpinan profetik. Sejauh saya ingat banyak ajaran mulia, pitutur dan laku yang bisa dijadikan inspirasi soal kepemimpinan. Sayangnya di luar hal-hal mulia, jauh lebih banyak yang saya ingat adalah kepemimpinan yang buruk rupa.

Banyak pemimpin di negeri ini mengajarkan bahwa kepemimpian itu adalah banyak bicara tapi malas mendengar. Kalaupun ada yang didengarkan ya hanya suara-suara yang menyenangkan dan berasal dari orang-orang disekitarnya, kroninya. Maka kalau kita hanyalah orang biasa, apa yang kita sampaikan bakal menguap, hilang ditelan angin.

Selain malas mendengar, pemimpin juga teramat rajin mengeluh, mudah marah dan tersinggung, gemar mengeluarkan perintah, rajin misuh-misuh lalu menghimbau-himbau dan memberi nasehat. Saya ingat persis Pak Harto dulu gemar memakai istilah WTS (Waton Sulaya) untuk menyebut orang, kelompok atau media yang gemar mengkritiknya. Kritik dianggap bicara ngawur, bicara tanpa dasar.

Kelompok lain yang kerap dikeluhkan oleh pemimpin adalah LSM. Maka kalau ada yang bicara lantang sedikit bakal ditanya, LSM ya?. Kalau dijawab ya, maka muncul gumanan "Pantas saja, bisanya cuma mengkritik melulu. Apa sih yang benar di mata LSM". Pemimpin memang sering salah kaprah, bicara terus terang dianggap ngawur, bicara kritis dianggap menyerang. Seolah-olah kritik itu identik dengan tidak mendukung program kerja, visi dan misi pemimpinnya.

Mungkin pemimpin kita memang jarang membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang saya yakin ada di rak belakang meja kerja mereka. Maka maklum saja dengan pemahaman kosa kata yang sangat terbatas lalu tak bisa membedakan antara kritik, kritis, bicara keras dan ngomong sembarangan alias ngawur. Bicaranya tentang pembangunan dan penganggaran partisipatif, namun giliran ada yang mengungkapkan gagasan pembangunan langsung ditanya perihal 'mandat'. Seolah yang punya hak untuk bicara pembangunan itu hanya anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. Kalau LSM nanti dulu, sebab LSM itu mewakili siapa, kalau mengatakan mewakili rakyat pasti akan dianggap mengaku-ngaku.

Pernah ada seorang pemimpin daerah mengatakan "Lha ini, coba baca komentar LSM di koran. Mengkritik rencana ini dan itu, kalau diikuti kan bakal tidak ada pembangunan, apakah maunya derah ini tetap primitif, ketinggalan seperti perbatasan?". Pemimpin kalau dikritik kerap merasa seperti diseruduk kerbau ngamuk. Merasa tidak dihormati, karena pemimpin selalu merasa diri telah berbuat untuk masyarakat dan duduk di kursi terhormat karena pilihan masyarakat.

Lihatlah sebelum memimpin betapa senyum mereka ditebar kemana-mana, rela berpanas-panas, berkeringat keluar masuk lokasi-lokasi dimana rakyat jelata berada. Seolah mereka begitu tekun mendengar apa yang dikatakan calon warganya. Namun begitu duduk di kursi terhormat dan seragam yang mengkilat, kursi dan seragam itu menutup rapat dirinya. Baju menjadi bak kacamata kuda, membuat pikiran searah yaitu merasa selalu benar. Seolah menjadi pemimpin itu berarti tahu segala sesuatu, seolah pemimpin adalah sumber dan puncak pengetahuan warganya.

Meski kata transformasi, elevasi dan sebagainya kerap didengang-dengungkan namun sesungguhnya wajah dan watak kepemimpinan di negeri ini tak banyak berubah. Dunia semakin terbuka, namun sikap kritis masih saja dipandang sebagai serangan atas pribadi. Padahal kritik dari publik siapapun dia, adalah bentuk dari partisipasi dan dialog dari warga untuk turut melakukan pengawasan, peringatan dini pada pelaksanaan rencana pembangunan agar tidak terjadi kesalahan yang menyengsarakan rakyat di kelak kemudian hari.

Para pemimpin yang dipilih langsung oleh warga kerap lupa, bahwa memberikan suara tidak sama artinya dengan 'pasrah bongkokkan', menyerahkan semuanya begitu saja pada pemimpin. Rakyat memilih karena pemimpin punya rencana, mampu atau mempunyai potensi untuk menjawab harapan warga. Maka adalah hak warga untuk terus menilai dari waktu ke waktu, apakah benar pemimpin menerapkan dan melaksanakan apa yang menjadi rencana-rencananya dahulu, rencana yang mampu meraup simpati warganya.

Sebagai warga, bangsa dan negara, adalah sebuah dosa besar apabila kita diam membiarkan, tidak mencegah atau mengingatkan pemimpin berbuat sesuatu yang salah atau tak tepat dalam menjawa kebutuhan warganya. Pesan saya untuk para pemimpin, "Janganlah Tipis Telinga', begitu istilah yang terkenal di Manado untuk mengambarkan orang-orang yang mudah meradang kala mendapat kritikan dan masukkan dari orang lainnya. Jadi kalau menjadi pemimpin, janganlah mudah tersinggung.

Yustinus Sapto Hardjanto

Sociocultural Networker's

Telusuri Bakat, Minat dan Kemampuan

Posted: 21 Feb 2013 11:15 AM PST

Memutuskan jurusan apa yang akan diambil pada jenjang pendidikan tinggi bukan perkara yang mudah. Satu keputusan diawal sedikit banyak akan menentukan masa depan seseorang. Banyak cerita dari mereka yang sedang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi merasa bahwa mereka sedang 'terdampar' pada jurusan yang salah. Imbas yang fatal dari salah pilih jurusan adalah drop-out alias gagal menyelesaikan studi.

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kasus salah pilih jurusan. Antara lain adalah niat ketika memasuki perguruan tinggi. Tidak sedikit mahasiswa yang hanya mencari status sebagai mahasiswa semata. Berikutnya adalah faktor orang tua dimana orang tua memaksa si anak untuk mengambil jurusan tertentu. Orang tua akan merasa  punya prestige tersendiri bila si anak kuliah di jurusan kedokteran misalnya.

Jika memang berminat untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi, seseorang harus bijaksana dalam memutuskan jurusan apa yang hendak ia ambil. Disamping berhubungan dengan cita-cita yang hendak ia raih nantinya, kuliah di perguruan tinggi membutuhkan biaya yang sangat besar. Untuk itu ada baiknya untuk lebih memahami beberapa unsur penting yang melekat erat pada diri seseorang dimana unsur-unsur tersebut bisa menjadi pijakan dalam memilih jurusan yang tepat bagi dirinya.

Pertama adalah bakat. Bakat bisa diartikan sebagai kemampuan seseorang yang dibawa sejak lahir. Kenali baik-baik apa yang menjadi bakat kita. Menulis, menggambar, berhitung, bermain musik atau menari adalah contoh-contoh bakat. Jika seseorang dengan bakat, minat, dan kemampuan bermain piano akan lebih baik untuk bersekolah pada jurusan seni musik pada sebuah institut seni. Di sana ia tidak hanya akan semakin mahir dan berkembang bermain piano akan tetapi juga akan mendapatkan ilmu tentang musik secara luas.

Lalu yang kedua adalah tentang minat. Apabila seseorang mempunyai kesukaan dan hasrat hati yang kuat terhadap sesuatu bidang tertentu, maka hal tersebut dapat diartikan sebagai minat. Misalnya minat seseorang terhadap dunia fotografi atau antusiasme terhadap dunia kuliner. Seseorang dengan minat yang tinggi terhadap dunia kuliner khususnya pastry dapat memperdalam ilmu tentang pastry di sekolah-sekolah tinggi perhotelan. Banyak orang dengan pemahaman terbatas memandang sebelah jurusan ini. Padahal lulusan dari jurusan ini banyak bekerja di luar negeri sebagai tenaga ahli profesional dengan gaji yang cukup tinggi. Contoh lain adalah bila mempunyai minat yang besar terhadap permasalahan masyarakat dan budaya dapat mengambil studi sosiologi. Atau jika mempunyai bakat dan minat yang cukup tinggi tidak ada salahnya untuk masuk akademi sepakbola dari sebuah klub sepakbola. Bukankah gaji pemain sepakbola profesional saat ini sudah dihargai dengan cukup layak.

Yang terakhir adalah kemampuan atau potensi diri yatu tingkat kekuatan yang dimiliki seseorang dalam usaha mencapai hasil terbaik baik secara psikis maupun fisik. Kemampuan eksternal seseorang, misalnya kemampuan finansial, dapat pula dimasukan kedalam unsur ini. . Ada baiknya mengukur tingkat potensi otak dengan jurusan yang akan kita ambil. Kira-kira mampu tidak kita nantinya bila mengambil kuliah jurusan teknik sedangkan kemampuan matematika tergolong rendah padahal banyak matakuliah pada jurusan teknik berhubungan erat dengan hitung menghitung serta rumus matematika. Yang tidak kalah pentingnya adalah mengukur kemampuan finansial orang tua yang akan membiayai kita kuliah. Perlu diketahui banyak jurusan yang membutuhkan biaya yang cukup tinggi seperti kedokteran. Maaf, bukan berarti orang miskin tidak boleh sekolah kedokteran. Tetapi alangkah lebih bijak jika mampu mengukur kemampuan keuangan orangtua.Saat ini masuk sekolah kedokteran orang harus menyiapkan dana puluhan juta. Dalam hal ini perlu menjalin komunikasi yang baik dengan orangtua selaku penyandang dana.

Kadang kala kita sulit menjawab apa yang menjadi bakat, minat, dan potensi diri kita sendiri. Ada orang yang dapat melakukan banyak hal tetapi tidak ada satu hal pun yang betul-betul ia tekuni dengan baik. Banyak pelajar yang tidak mengetahui apa yang sebetulnya menjadi minat atau kesukaan dirinya secara pribadi. Banyak pelajar suka terhadap bidang tertentu hanya karena ikut arus teman dan lingkungan semata. Jika serius ingin mengetahui itu semua, ada baiknya berkonsultasi dengan orang yang profesional dalam bidangnya semisal guru BP di sekolah atau ahli psikologi. Andai sudah memahami unsur-unsur tersebut diatas maka akan lebih mudah untuk menentukan jurusan apa yang akan kita ambil.

Memang keberhasilan seseorang dalam meraih cita-cita tidak hanya bergantung pada faktor tersebut diatas. Akan tetapi bersikap bijaksana dalam menentukan pilihan akan menjadi modal awal bagi kelancaran menyelesaikan studi. Sistem pendidikan di perguruan tinggi berbeda jauh dengan di sekolah. Tidak ada salahnya mulai dari sekarang untuk mencari informasi sebanyak mungkin, termasuk dalam hal ini memanfaatkan teknologi informasi, mengenai jurusan-jurusan yang akan diambil agar tidak salah pilih nantinya.

salam

Transferan BOE dongkrak surplus keuangan Inggris:

Posted: 21 Feb 2013 11:15 AM PST

REP | 22 February 2013 | 01:24 Dibaca: 27   Komentar: 0   Nihil

Transferan BOE dongkrak surplus keuangan Inggris:

Pemerintah Inggris mencatat surplus terbesar pada keuangan publik selama lima tahun terakhir pada bulan Januari, namun harapan Menteri Keuangan George Osborne untuk mencapai target pinjamannya ternoda oleh keputusan bahwa tidak semua keuntungan dari program pembelian obligasi Bank Sentral Inggris dapat ditransfer ke kas pemerintah.

Kantor Statistik Nasional mengatakan sektor publik melakukan pembayaran hutang bersih - yang berarti surplus – sebesar 11,4 miliar pound atau setara dengan $17,5 miliarpada bulan Januari - pembayaran utang bersih terbesar sejak Januari 2008. Sebagai perbandingan, pada Januari 2012 ada pembayaran utang bersih senilai 6,4 miliar pound. Angka-angka tersebut tidak termasuk intervensi yang dilakukan di sektor keuangan selama krisis keuangan dan juga tidak termasuk transfer sebesar 28 miliar pound dari dana pensiun Royal Mail kepada pemerintah pada bulan April 2012.

Dalam survei Dow Jones Newswires, ekonom memperkirakan pemerintah akan membuat pembayaran utang bersih sebesar 6 miliar pound pada Januari.

Pada kamis, ONS juga mempaparkan keputusannya atas bagaimana mereka mengklasifikasikan transfer sekitar 35 miliar pound laba dari program pembelian obligasi Bank Sentral Inggris kepada pemerintah.

Biro Penanggung Jawab Anggaran memperkirakan pada bulan Desember bahwa transfer akan menyebabkan penurunan pinjaman sebesar 11,3 miliar pound pada tahun keuangan saat ini.

ONS mengatakan sebagian dari transfer akan dicatat sebagai dividen dari laba kewirausahaan BOE, yang berarti mereka akan mengurangi defisit anggaran.

Siapa yang menilai tulisan ini?
Adsense Content. bottom of article

0 komentar:

Posting Komentar