Adsense Link 728 X 15;

Kompasiana

Posted by Sri Rejeki Selasa, 19 Februari 2013 0 komentar
Adsense Content. recommended 336 X 300

Kompasiana


Demi Kursi

Posted: 19 Feb 2013 11:56 AM PST

OPINI | 20 February 2013 | 02:52 Dibaca: 4   Komentar: 0   Nihil

Ketika nafsu kuasa menggagahi,
harga diri terjungkal mental,
menyikut kawan membebat rasa tobat,
semua diembat!

Demi kursi,
Dana bantuan sosial pun melayang,
melapis kursi, mengikis nurani,
tak peduli yang jelata merana, meminta.

Kerak batin menipis sudah,
meranggas lugas ditepis nafsu,
ingin berkuasa tanpa modal,
yang hina dina menjadi tumbal!

Ceruk batin tertusuk perilaku busuk,
menyayat mati, membabat hati…
O, calon pemimpin, bangunlah dari mimpi;
esok hari tak untuk dikhianati!

Demi kursi kau tak peduli,
tetesa harap Sang Pertiwi,
indah bakti bak melati:
wangi memunggah sukma suci!

Siapa yang menilai tulisan ini?

Anda dan Berjuta Manusia Jangan Sampai Masuk Neraka Gara-Gara Parpol..!!!

Posted: 19 Feb 2013 11:56 AM PST

OPINI | 20 February 2013 | 02:43 Dibaca: 5   Komentar: 0   Nihil

Saya adalah pembaca dan penikmat tulisan terutama di Kompasiana, andai saya turut serta menulis sesuatu yang tidak bermakna itu hanya kegundahan hati saya semata.

Ketika saya meng-Klik kolom Politik di Kompasiana terkadang saya bingung mana yang harus saya yakini antara tulisan bersifat pembelaan atau tulisan yang sifatnya memojokkan partai yang lagi "In" karena Sang Sapi saya tidak begitu memahami. Yang saya pahami adalah berita di berbagai media sedang asyik masyuk karena opini Sapi dan Rani (yg kadang bikin cenat cenut di bagian properti penting hehheeheh)

Oke, saya dan emak bapak memang paling malas ketika harus mengelu-elukan partai A, B, C dan lain-lain apalagi sampai menjadi simpatisannya seperti kebanyakan warga di desa saya. Sebab keluarga saya percaya dengan Slogan yang saya tulis di dinding papan rumah "Selamatkan Keluarga Anda dari Api Neraka Gara-Gara Parpol", slogan yang terkesan hoax dan tidak bermutu hahaha…

Mengapa saya menulis kalimat yang demikian sederhana itu, tentu semua ada landasannya dan bukan asal "Njeplak" orang kami bilang. Sebagai pemuda bertani sayur-sayuran di desa, hanya lulusan SMA (itupun karena pihak sekolah kasihan saja) tidaklah pandai saya beretorika apalagi mengenai soal partai dan politiknya. Harap dimaklumi kami pagi-pagi harus buruh motong karet, siangnya langsung terjun ke ladang mengurus sekelumit tanaman sayuran manalah saya bisa mengikuti perkembangan dunia politik dalam negeri.

Yang membekas di benak saya ketika itu jelang pemilihan wakil rakyat yang akan menduduki kursi di DPRD kabupaten saya, betapa hingar bingarnya antara pecinta partai saling membela partainya masing-masing sebagai partai yang paling bagus di antara partai yang ada.

Ya saya maklumi saja fenomena tersebut sebagai bentuk kebebasan berpendapat sebagai warga masyarakat. Namun yang saya sangat sesalkan adalah timbulnya opini yang memecah belah kerukunan antar warga dengan opini dari satu kelompok kader yang mengatakan ini itu dengan pembenaran sepihak. Dan tingkat fanatisme yang seperti dewa itulah yang menggoncang dan akhirnya memutus tali silaturohim. Akhirnya yang timbul apa, kegiatan wirid yasin sebagai ajang silaturahim bubar, gotong royong bubar, sinis terhadap lain golongan, merasa paling benar pendapatnya dan menganggap pendapat kami kami ini sampah. Itulah lima gelintir manusia yang mengatasnamakan kaum simpatisan partai SKS. Dan menurut informasi waktu itu memang doktrin cuci otaklah yang menjadi penyebab semuanya. Seharusnya kami-kami juga perlu di cuci, namun yang dicuci sempaknya agar tidak menimbulkan panu kudis kurap di selangkangan yang menyebabkan menularnya rasa gatal dan cenat cenut hihihii..

Ah semoga jelang pemilihan wakil rakyat nanti tidak ada lagi tudingan kafir terhadap kami sebagai kamu lemah yang tidak pernah mengenakan baju gamis dan berjenggot klimis. Yahhhh aku tidak suka partai, apalagi partai yg suka menuding perihal yg masih abu-abu dan tidak bisa menghormati keragaman warga desa. Sekali lagi, SELAMATKAN KELUARGA ANDA DARI API NERAKA GARA GARA PARPOL…!!!

Siapa yang menilai tulisan ini?

Pergulatan Netizen-Nomadis; Bagaimanakah sejarah akan ditulis (?)

Posted: 19 Feb 2013 11:56 AM PST

'Tatanan baru ini tidak membutuhkan para nabi dan para peramal dan para modernis tinggi dan jenis kharismatik, apakah diantara para pencipta budaya atau para politikusnya. Figur-figur semacam itu tidak lagi memegang kuasa atas berkat dan sihir bagi subyek-subyek dari sebuah perusahaan, kolektivasi, abad post-individualis; dalam hal ini, selamat tinggal bagi mereka dengan tanpa penyesalan. Terkutuklah Negara yang membutuhkan kaum jenius, para nabi, para Penulis Besar, atau dewa-dewa!'

(Frederic Jameson, 1991)

Majalah Tempo (Edisi 4-10 Februari 2013) melansir statistik pergerakan cepat jumlah pengakses internet. Pada tahun 2002 jumlah pengakses baru mencapai 569 juta atau 9,1% dari total populasi penghuni bumi. Sepuluh tahun kemudian, jumlahnya naik bombastis menjadi 2,27 milyar atau sekitar 33% populasi dunia. Dalam rentang tahun yang sama, di Indonesia, di tahun 2002, pengakses internet hanyalah 4,5 juta dan pada tahun 2012 sudah menembus 55 juta pengguna. Satu lagi keterangan penting : jika pada tahun 2002, lama akses internet berkisar 46menit per hari, maka pada 2012, orang menghabiskan 4 jam per hari. Wow !.

Mari kita simak juga angka dari Yanuar Nugroho dan Sofie Syarif (2012) dalam riset mereka berjudulBeyond Click-Activism? New Media and Political Processes in Contemporary Indonesia tercatat telah melampaui 19,5 juta pengguna Twitter, lebih dari 5,3 juta blog, dan diatas 42,5 juta pengguna Facebook. Angka ini membuat Indonesia dijuluki sebagai 'Twitter Nation and Facebook Country' (!).

Saya tidak berniat memberi tafsir politik atas angka-angka pengguna internet di atas. Kalau hendak tahu soal 'aksi politik  online', riset Yanuar Nugroho dan Sofie Syarif lebih kompeten menjawabnya. Yang hendak saya lakukan adalah mengajak Kompasioner yang budiman untuk melihat dua model perilaku, katakanlah begitu. Dua tipikal perilaku yang hidup bersamaan, walau berseberangan, bahkan bertentangan.

Tentu saja himpunan angka-angka bukan semata tampak puncak dari gunung es kenyataan dunia internet. Angka-angka itu juga cermin dari meleburnya identitas real para pengakses oleh jagad Cyberspace, yakni meleburnya posisi sosial, afiliasi kelas, rentang usia dan kelompok selera, juga kecenderungan nilai-nilai mereka misalnya.

Tapi, apakah mereka benar-benar lebur oleh kemayaan interaksi ?.

Saya kira tidak. Ada konflik yang lembut dan dinamis disana. Kita mungkin bisa melacaknya dalam sejarah filsafat Barat.

Cerita tentang Netizen dan Nomadis

Riwayat filsafat menceritakan proses 'penghancuran Subyek'. Subyek yang dicari-bentuk-lahir-besarkan melalui kurun waktu berabad-abad lamanya oleh Modernisme. Kini malah hendak dihancurkan oleh anak kandung sendiri : Posmodernisme. Anak kandung yang penuh semangat bekerja untuk membunuhnya, menikam jantung ibunya sendiri. Anak yang hidup dari kematian ibunya, tragis.  Posmodernisme, dengan dada membusung, mewartakan dunia manusia tak lebih dari kurungan hyper-realitas, produksi kedangkalan, dan pemuasaan hasrat juga semesta perayaan. Anak kandung yang lahir dari bidan-bidan seperti Foucault, Baudrillard, juga Derrida.

Lazimnya persaingan pengaruh, Modernisme yang seperti nenek tua kaya raya berpenyakit kanker, ia akan selalu memiliki penyelamatnya. Karena itu politik gagasan akan selalu terjadi dengan para pembela posisi Posmodernisme. Secara 'empiris', pantulannya terlihat dalam dunia sosial media. Modernisme mewujudkan kehadirannya pada sosok Netizen yang cenderung rasional bertujuan, menggunakan sosial media secara efektif-kualitatif, 'politis', dan seterusnya. Sedangkan kutub Posmodernis melahirkan jenis, katakanlah, Nomadis yang berinternet secara suka-suka, merayakan pencapaian kesenangan, pemuja ritus-ritus narsistik, dan seterusnya.

Sederhananya begini. Dalam pertukaran makna di Twitt Land, sebagai contoh, setiap pengguna adalah produsen sekaligus konsumen dari makna-makna yang berseliweran suka-suka. Jangankan mengkritik membabi buta, menyusun fitnah pun biasa-biasa saja. Namun ada juga jenis pengguna yang hati-hati, menimbang aspek manfaat, selektif, dan menjaga twitt-nya. Mereka hidup bersama, bertetangga dan memang seharusnya tak ada lagi para pengkhotbat moral yang bisa memvonis ('pusat yang sensorik/panopticon'), tak ada lagi ideolog yang terus menerus mewartakan tata dunia baru (pusat kebenaran/narasi besar) yang wajib diikuti. Dalam Twitt Land, pembentukan makna tarik menarik dalam yang emosional dan rasional sekaligus virtual.

Dalam tata dunia virtual ini, yang terjadi adalah ketegangan yang lembut dan dinamis antara pilihan yang berusaha disiplin pada ruang-ruang pemuasaan hasrat, perayaan kesenangan, pemenuhan gairah pada kultus budaya pop, dan kawan-kawannya (Nomadis) versus pilihan yang konsisten 'menjaga sikap zuhud pada rasionalitas, kritisi, 'politis', dan menjaga terang subyektivitas beserta kawan-kawannya (Netizen). Netizen dan Nomadis tak pernah bisa saling meniadakan satu sama lain. Tak ada perang Puputan diantara keduanya. Kehadiran serentak dari keduanya justru terus dibutuhkan sebagai pendonor bagi denyut jantung Cyber World. Kehadiran keduanya juga Cyber World selalu sebagai 'teks-tanpa-pusat tafsir' : yang bebas diisi apa saja, ditafsirkan kemana saja, bebas merdeka; semacam the Anarchy of Cyberspace. Jika ada usaha intelektual mencoba membingkai ulang teks-tanpa-pusat ini secara total-terpadu maka segera bisa dipastikan akan melahirkan perlawanan baliknya sendiri.

Perlu digarisbawahi bahwa pada praktik nyatanya, batas antara Netizen dan Nomadis tipis, saling bertukar dalam satu si tubuh pengguna. Ia lebih bekerja sebagai modus atau cara untuk hadir dalam Twitt Land, tapi bukan pantulan telanjang dari manusia kongkrit dibelakangnya. Makanya tak perlu kaget jika kita bisa tiba-tiba rasional-kritis, lalu seketika menjadi emosional seiring pasang surut gelombang lini masa (Timeline).

Barangkali inilah sejarah yang hendak ditulis nanti. Sejarah pergulatan Netizen dan Nomadis. Sejarah yang bertutur tanpa penganjur nasionalisme yang keras hati seperti Soekarno.

Semoga berguna sebagai bacaan. Salam.

Selamatkan Keluarga Anda dari Api Neraka Gara-gara Parpol…!!!

Posted: 19 Feb 2013 11:56 AM PST

OPINI | 20 February 2013 | 02:35 Dibaca: 22   Komentar: 0   Nihil

Saya adalah pembaca dan penikmat tulisan terutama di Kompasiana, andai saya turut serta menulis sesuatu yang tidak bermakna itu hanya kegundahan hati saya semata.

Ketika saya meng-Klik kolom Politik di Kompasiana terkadang saya bingung mana yang harus saya yakini antara tulisan bersifat pembelaan atau tulisan yang sifatnya memojokkan partai yang lagi "In" karena Sang Sapi saya tidak begitu memahami. Yang saya pahami adalah berita di berbagai media sedang asyik masyuk karena opini Sapi dan Rani (yg kadang bikin cenat cenut di bagian properti penting hehheeheh)

Oke, saya dan emak bapak memang paling malas ketika harus mengelu-elukan partai A, B, C dan lain-lain apalagi sampai menjadi simpatisannya seperti kebanyakan warga di desa saya. Sebab keluarga saya percaya dengan Slogan yang saya tulis di dinding papan rumah "Selamatkan Keluarga Anda dari Api Neraka Gara-Gara Parpol", slogan yang terkesan hoax dan tidak bermutu hahaha…

Mengapa saya menulis kalimat yang demikian sederhana itu, tentu semua ada landasannya dan bukan asal "Njeplak" orang kami bilang. Sebagai pemuda bertani sayur-sayuran di desa, hanya lulusan SMA (itupun karena pihak sekolah kasihan saja) tidaklah pandai saya beretorika apalagi mengenai soal partai dan politiknya. Harap dimaklumi kami pagi-pagi harus buruh motong karet, siangnya langsung terjun ke ladang mengurus sekelumit tanaman sayuran manalah saya bisa mengikuti perkembangan dunia politik dalam negeri.

Yang membekas di benak saya ketika itu jelang pemilihan wakil rakyat yang akan menduduki kursi di DPRD kabupaten saya, betapa hingar bingarnya antara pecinta partai saling membela partainya masing-masing sebagai partai yang paling bagus di antara partai yang ada.

Ya saya maklumi saja fenomena tersebut sebagai bentuk kebebasan berpendapat sebagai warga masyarakat. Namun yang saya sangat sesalkan adalah timbulnya opini yang memecah belah kerukunan antar warga dengan opini dari satu kelompok kader yang mengatakan ini itu dengan pembenaran sepihak. Dan tingkat fanatisme yang seperti dewa itulah yang menggoncang dan akhirnya memutus tali silaturohim. Akhirnya yang timbul apa, kegiatan wirid yasin sebagai ajang silaturahim bubar, gotong royong bubar, sinis terhadap lain golongan, merasa paling benar pendapatnya dan menganggap pendapat kami kami ini sampah. Itulah lima gelintir manusia yang mengatasnamakan kaum simpatisan partai SKS. Dan menurut informasi waktu itu memang doktrin cuci otaklah yang menjadi penyebab semuanya. Seharusnya kami-kami juga perlu di cuci, namun yang dicuci sempaknya agar tidak menimbulkan panu kudis kurap di selangkangan yang menyebabkan menularnya rasa gatal dan cenat cenut hihihii..

Ah semoga jelang pemilihan wakil rakyat nanti tidak ada lagi tudingan kafir terhadap kami sebagai kamu lemah yang tidak pernah mengenakan baju gamis dan berjenggot klimis. Yahhhh aku tidak suka partai, apalagi partai yg suka menuding perihal yg masih abu-abu dan tidak bisa menghormati keragaman warga desa. Sekali lagi, SELAMATKAN KELUARGA ANDA DARI API NERAKA GARA GARA PARPOL…!!!

Siapa yang menilai tulisan ini?

Bola Liar Kalimat * STATUTA *

Posted: 19 Feb 2013 11:56 AM PST

Kalimat STATUTA  yang selalu terdengar dari mulut yang namanya PSSI, kalimat itu dua tahun kebelakang  sering dibicarakan STATUTA bagi Masyarakat awam apa yang dinamakan Statuta…..? sebagian masyarakat kalimat itu hanya sebatas mendengar dan aneh.

Pasca Nurdin Halid lengser dari kepemimpinan PSSI, Kalimat Statuta bermunculan seiring dengan pelaksanaan Kongres Luar Biasa (KLB) yang beberapa kali gagal, dan ahirnya terpilih JOHAR ARIFIN sebagai Ketum PSSI.

Masa Kepemimpinan JOHAR ARIFIN yang paling banyak keluar Kalimat STATUTA, saya kumpulkan beberapa kalimat  STATUTA yang  muncul sejak  2011-2013;

- Peserta ISL 2012 terkejut ketika PSSI memasukan 6 klub gratisan ke level tertinggi liga Indonesia menjadi 24 klub, 18 klub menolak mentah-mentah karena melanggar STATUTA kongres Bali.

-PSSI memecat 4 exco  PSSI karena bersebrangan untuk menegakan  STATUTA

- PSSI menghukum klub-klub ISL dan DU  PT Liga,untuk menegakan STATUTA karena tidak di bawah yuridis PSSI.

- PSSI memecat puluhan Pengprop PSSI sebagai hadiah pembelotan untuk  menegakan STATUTA

- PSSI melarang pemain klub ISL di TIMNAS dengan alasan bila diikutkan akan melanggar  STATUTA dan  ahirnya TIMNAS kalah 10-0 atas bahrain

- setelah banyak kecaman PSSI memanggil pemain ISL untuk masuk TIMNAS di Piala AFF dan PSSI lupa tidak menyebut melanggar STATUTA bila memasukan di luar yuridis PSSI.

-PSSI dan KPSI menandatangani 4 MOU, tiga mou bisa dilaksanakan tetapi satu yang tidak mau dilaksanakan yaitu kongres dengan voter Solo, PSSI beralasan konres tersebut melanggar STATUTA

- Kualifikasi Piala Asia, PSSI memanggil lagi pemain-pemain ISL, tetapi klub ISL tidak mengizinkan, dan Ahirnya PSSI menghukum pemain ISL yang menolak dengan denda 100 juta untuk tegaknya STATUTA.

- FIFA memeberikan kluasan ke Menpora untuk menyelesaikan Kisruh sepak bola Indonesia dan ahirnya terjadi kesepakatan  antara PSSI dan KPSI dengan  menggelar Kongres PSSI sesuai arahan FIFA, menpora mengatakan perlu dimaklumi kangres ini terpaksa  melanggar STATUTA dari undanagn peserta 30 hari sudah tersebar, demi untuk mengikuti arahan FIFA dan menghidari sanksi FIFA.

- Sekjen PSSI Halim Mahfud tidak senang dengan kesepakatan tersbut dengan alasan melanggar STATUTA dan pergi ke Malaysia untuk menanyakan ke AFC.

hehehehe monggo kalo ada yang kurang tambahin aja …….ternyata kalimat STATUTA mungkin artinya aturan. STATUTA menjadi DEWANYA PSSI ( PSSI bisa menghukum kapan saja pemain,klub dan angotanya menggunakan STATUTA, sebaliknya ketika kesalahan oleh PSSI sendiri STATUTA di lupakan )

Sifat -sfat Oknum Pengurus  PSSI bermuka tebal, berbicara banyak berkelit bila katahuan salah, egois merupakan senjata andalannya…….hehehe jangan di salahkan kalo sebabgian masyarkat menybutnya BUNGLON……hehehe

Anas Bukan Si Gembala Sapi

Posted: 19 Feb 2013 11:56 AM PST

OPINI | 20 February 2013 | 02:25 Dibaca: 41   Komentar: 0   2 aktual

Nama Anas Urbaningrum, Ketua Umum Partai Demokrat, sepertinya rajin hadir menghiasi berita politik dan hukum atau berkaitan dengan itu. Tiada hari tanpa Anas, mungkin bisa dijadikan jargon politik Partai Demokrat pada Pemilu 2014 nanti.

Setelah dikaitkan dengan kasus Hambalang, kini nama Anas menghiasi berita dugaan kasus penerimaan gratifikasi mobil Toyota Harrier saat masih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Pemberinya mantan sahabat lama, M. Nazaruddin. Tapi menurut kuasa hukumnya, Anas membeli mobil itu dengan cara menyicil.

Sedangkan menurut Wakil Ketua KPK, pengusutan indikasi dugaan penerimaan gratifikasi tersebut sebenarnya sudah sangat memenuhi unsur. Hanya saja terlalu kecil bagi KPK untuk menjadikan Anas sebagai tersangka terkait hal itu. Harga mobilnya kurang dari satu milyar rupiah.

Terlepas keterangan dari kuasa hukum Anas maupun Wakil Ketua KPK bermutu atau tidak, nama Anas kembali menjadi berita.

Tiada hari tanpa Anas.

Daging sapi itu enak. Tapi perut ini rasanya ingin muntah jika makan daging sapi setiap hari. Untunglah berita tentang sapi sudah sepi.

Sapi dan sepi?.

Tidak demikian halnya dengan Anas yang bukan si gembala sapi. Sepertinya Anas ingin dikuliti dan dimakan dagingnya. Mungkin beritanya tidak akan pernah berhenti sebelum KPK menetapkannya sebagai tersangka, kemudian terdakwa, lalu terpidana dan masuk bui.

Nama Anas jaminan sebuah berita yang hangat atau memang sengaja dihangatkan oleh si gembala sapi?.

*****

Siapa yang menilai tulisan ini?

1

Aktual
Adsense Content. bottom of article

0 komentar:

Posting Komentar