Kompasiana
Kompasiana |
- Banda Aceh Menawan tapi Banyak Lalat
- Hati yang Terjaga
- Bursa Pilpres 2014
- Makan Al-Tazaj
- Satu Lagi Egoisme Walikota Padang Panjang!
- Kecerdasan Masyarakat Dalam Berpolitik
Banda Aceh Menawan tapi Banyak Lalat Posted: 16 Nov 2012 11:56 AM PST Terakhir saya tinggalkan Banda Aceh Oktober 2000, ketika konflik masih merebak di mana-mana hampir seantero Aceh. Saya pergi dari Banda Aceh meninggalkan sejuta kenangan bersamanya. Saya pergi dari satu provinsi ke provinsi lainnya hingga membuat saya mengenal dan berinteraksi dengan damai dengan seluruh etnis dan suku di manapu saya berpergian dan berada. Pada akhir Desember 2004, Tsunami meluluhlantakkan Banda Aceh dan hampir sebagian lagi pesisir timur dan barat pantai Aceh. Saya sempat kembali ke sana untuk memberi balabantuan kemanusiaan dan setelah sepuluh hari berada di Banda Aceh saya kembali ke Medan, lalu berpindah-pindah tempat hingga akhirnya terdampar di Kalimantan Barat. Kini, tepat 12 tahun kemudian saya kembali menetap di Banda Aceh. Saya kembali berjalan-jalan mengunjungi aneka tempat saya sering berkunjung dahulu. Kini kondisinya telah jauh berubah. Banda Aceh sekarang bukanlah kota dahulu yang kumuh dan monoton. Banda Aceh sekarang bukanlah kota statis bagaikan pepataha "Hidup segan mati pun tak mau." Banda Aceh kini adalah kota yang indah dan menawan. Kini jalan-jalan di kota Banda Aceh mulus dan rapi. Penataan tempat rekreasi, sarana publik, taman-taman perkotaan dan gedung-gedungnya sudah jauh lebih baik. Taman Putro Phang semakin mempesona dengan warna putih bagaikan gelombang awan kumulus menghiasi kota ini. Kherkoff tempat bersemayamnya ratusan serdadu Belanda telah tertata sangat romantis dan asri, membuat kita seperti berada bukan di arena perkuburan. Museum Tsunami berdiri dengan megahnya bagaikan sebuah kapal Titanic sedang berlabuh di tengah kota yang ramai. Blang Padang, tempat berkumpulnya warga kota untuk menikmati udara segar dihamparan rerumputan yang hijau menawan membuat orang ingin berlama-lama berada di sana baik untuk berolahraga maupun sekadar menikmati sajian aneka makan dan minuman dari pedagang kaki lima yang dikelola dengan tertib sekali. Masjid Raya Baiturrahman, simbol kota bersejarah ini semakin indah dan memancing bangkitnya pesona religius berdiri dengan kokohnya diapit oleh aneka tugu pancang berwarni-warni dan Taman Sari tempat orang mengisi waktu santainya bersama keluarga. Pengemis dan gelandangan tidak terlihat. Pemerintah kota Banda Aceh memberlakukan larangan keras kepada masyarakat agar tidak memberikan bantuan bentuk apapun kepada gepeng. Bahkan gepeng yang berhasil dijaring akan dititip di panti sosial yang dibiayai oleh pemerintah daerah. Petugas keamanan, tidak tanggung-tanggung mengurus kota ini. Jikaada pengguna jalan melakukan kesalahan akan dikenakan tindakan tegas. Lihat saja seperti contoh pada gambar sebelah ini ketika sebuah kendaraan pribadi yang parkir di sisi jalan protokol yang terdapat tanda "dilarang parkir" langsung saja ban depannya diborgol jika tidak bersedia membayar denda yang diperkirakan bertarif Rp.500.000.- seperti diungkapkan oleh salah satu juru parkir yang berada di sekitar lokasi kejadian. Pelabuhan Ulee Lhe, telah menjadi sebuah pelabuhan yang indah dan ramai sekali pengunjungnya baik untuk berwisata menikmati panorama tenggelamnya matahari hingga sejumlah pengantar penumpang dan penjemput penumpang dari dan ke Sabang. Sungai krueng Aceh yang membelah kota Banda Aceh terlihat airnya jernih dan bening membuat orang tergerak untuk menikmati airnya. Sayangnya tidak diizinkan orang berada di sekitar kota untuk memancing apalagi untuk mandi seperti yang ditemukan di beberapa kota besar di kota-kota besar di negeri kita. Suasana malam di kota Banda Aceh tak kalah menarik. Lampu bergemerlap di mana-mana hingga membuat suasana kota semakin romantis dan menawan. Hotel mewah berkelas internasional, yang diberi nama Hotel Hermes memanjakan tamunya yang menginap di sana dengan sajian kamar menawan denga harga terjangkau dan aneka makanan lokal dan internasional. Mungkin itu suasana di dalam kota Banda Aceh saja.Baiklah, mari kita berjalan sejauh 350 kilometer dari Banda Aceh ke kota Lhokseumawe. Jalanan yang dulu memang sudah bagus ternyata sekarang semakin luas, lebar dan licin, mulus seperti jalananan di Eropa dan Amerika. Adakah yang kurang selain keunggulan dan kelebihan di atas? Oh, ternyata ada. Selain masih banyaknya pedagang kaki lima dan sempitnya lapangan kerja, ternyata profesi jualan menjadi salah satu hobbi yang sedang merebak di hampir seluruh kota bersejarah ini. Mungkin terlalu banyak orang jualan dan warung kopi di kota ini bahkan ada yang buka 24 jam. Sekali lagi: 24 jam. Tidak salah, memang 24 jam sehingga memancing orang-orang keluar rumah di waktu sore hingga jelang dini hari untuk mengaso mencari hiburan di warung kopi dari kelas teri hingga kelas kakap dengan aneka pernak-pernik pencahayaan dan warna-warna kontras yang menawan. Sayangnya, selain maraknya pedagang makanan di kaki lima dan warung-warung kopi dan rumah makan yang berjubel dikunjungi oleh penikmat masakan Aceh, ternyata lalat-lalat juga memperlihatkan sosok dan komunitasnya di mana-mana. Gerombolan lalat yang menyerbu warung kopi, rumah makan dan rumah-rumah penduduk rasa-rasanya teramat banyak. Entah sudah terbiasa dengan fenomena dan simbiosis tersebut, lalat-lalat itu meskipun berbahaya bagi kesehatan tapi belum ada cerita tentang terjangkitnya wabah desentri atau apapun oleh hadirnya lalat-lalat itu yang kita dengarkan selama ini. Lalat-lalat itu bagaikan telah menjadi bagian dari kehidupan dan telah berinteraksi dengan manusia atau warga yang ada di sekitar koloninya. Padahal menurut literatur, setiap lalat membawa 125 ribu jenis kuman yang sangat berbahaya jika hinggap di makanan atau minuman. (sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Lalat). Lalat memang banyak, tapi jarang ditemukan lalat hijau atau lalat yang mengerikan wujud dan sosoknya. Ukuran lalat-lalat itu umumnya kecil dan ramping, tapi terlalu lincah untuk diusir atau dibasmi dengan cara memukulnya agar tidak hinggap di makanan dan minuman atau hinggap di sekitar kita . Menurut literatur, yang dikuitp di Sini ada 8 (delapan) jenis lalat berdasarkan ukuran dan bentuknya, yaitu :
Tak jelas, lalat jenis apa yang banyak hidup di kota Banda Aceh dan apakah telah atau belum menimbulkan wabah atau epidemi tertentu. Yang jelas melihat pada adanya ratusan ribu kuman yang dibawa di dalamnya, kelihatannya pemerintah kota dan masyarakat harus berupaya bersama-sama mencegah timbulnya endemik dari lalat-lalat tersebut. Ada beberapa cara mencegah timbulnya epidemi dan endemik dari lalat-lalat itu yakni dengan cara yang biasa dilakukan di kota-kota maju, yaitu :
Jika pemerintah kota dan masyarakat Banda Aceh mampu mengubah kota mereka dengan baik sekali pada beberapa hal disebutkan di atas, bukankah akan lebih baik lagi jika kota ini semakin nyaman dan bersih jika lalat-lalat tidak bertebaran di mana-mana? Bukan perkara lalat itu juga makhluk juga memerlukan hidup dan makluk yang berhak memperoleh haknya di atas muka bumi, akan tetapi dari sisi kebersihan dan kesehatan lalat itu secara ilmiah terbukti membahayakan. Bukankah hal-hal yang membahayakan manusia harus segera dihilangkan? Jika setuju, diharapkan pemerintah dan warga kota Banda Aceh, mari sama-sama menghilangkan merebaknya lalat-lalat itu di mana-mana sehingga kota ini akan lebih nyaman lagi. Salam Kompasiana abanggeutanyo |
Posted: 16 Nov 2012 11:56 AM PST |
Posted: 16 Nov 2012 11:56 AM PST Memilih pemimpin gampang-gampang susah. Gampang karena kita tinggal coblos/vote salah satu kandidat/paket kandidat, susah kalau kita ingin benar-benar dapat pemimpin yang ideal, setidaknya menurut kita (jujur, bersih, tegas, berani, adil, dlsb). Mengamati wacana bursa Capres RI 2014 cukup menarik. Ada nama-nama lama, muncul pula nama-nama baru. Masing-masing dengan kekuatan dan catatan historisnya. Ada tokoh politik yang juga pengusaha besar, yang namanya terkait dengan sebuah kasus bencana alam. Ada mantan jenderal yang sempat melejit namanya kemudian terkena kasus HAM. Ada mantan menteri yang guru besar hukum, sempat juga terang namanya namun agak menurun akhir-akhir ini. Yang menarik adalah berita baru-baru ini, seorang musisi populer yang juga suka berceramah, menyatakan siap maju sebagai capres. Wah seru. Ada juga mantan ketua MPR. Juga gubernur ibukota yang baru terpilih, tak luput diwacanakan dalam bursa ini. Siapa yang akan Anda pilih nantinya? Mungkin banyak orang yang sudah merasa pasti dengan pilihan mereka, namun agaknya banyak juga yang masih ragu. Baik ragu karena bingung mana yang akan dipilih maupun ragu karena menurutnya tak ada calon yang dianggap ideal (memenuhi syarat) untuk jadi pemimpin bangsa. Untuk kemungkinan kedua (masih ragu), lantas kita bertanya, mengapa kita gagal memunculkan seorang calon presiden yang cukup meyakinkan? Mengapa kita sering memilih seseorang, dan kemudian harus kecewa karena pilihan kita tak memenuhi harapan? Atau presiden yang dipilih untuk kedua kalinya (periode kedua) dengan harapan akan meningkatkan performanya di periode kedua, namun sayang malah justru menurun kinerjanya? Di sisi lain, sering kita saksikan politisi-politisi muda yang awalnya terlihat cerdas, berani, namanya cepat melejit, namun kemudian dia tersangkut kasus, atau membuat pernyataan/melakukan tindakan yang kontroversial, atau 'terkooptasi' dengan sistem yang ada (yang korup), sehingga akhirnya namanya redup, dilupakan orang, dan akhirnya tak mencapai puncak dalam kepemimpinan bangsa. Beberapa nama di atas sempat melejit namanya di awal, namun kemudian meredup setelah sekian lama berkecimpung di politik, atau pada saat berada di puncak karier politiknya karena berbagai sebab (tersangkut kasus dll). Pikiran-pikiran di atas berujung pada pertanyaan, apa yang salah dengan sistem politik kita? Apa yang dilakukan partai-partai politik untuk membina kader-kadernya, dan juga untuk menjaga agar tokoh-tokohnya yang sudah mencapai prestasi dapat dipertahankan kredibilitasnya sehingga makin mendapat kepercayaan publik (rakyat)? (kira-kira apa jawabannya ya… ) Mungkin karena partai-partai terlalu banyak disibukkan oleh perebutan kursi di dewan perwakilan rakyat, atau perebutan proyek, sehingga kurang waktu untuk menangani pengkaderan ini Kalau melihat kondisi seperti ini, apa yang harus dilakukan oleh rakyat? Mungkin ada benarnya pandangan yang menyatakan, sebenarnya rakyatlah yang paling menentukan perubahan bangsa, dan bukan pemimpin. Karena toh mereka yang memilih pemimpinnya. Pemimpin yang baik cermin dari rakyat yang baik, dan pemimpin yang jelek cermin dari rakyat yang kebingungan. Perubahan harus dimulai dari rakyat (akar rumput). Lakukan saja perbaikan di sekelilingmu, sambil berharap suatu saat nanti mendapat pemimpin yang kau cita-citakan. Btw … Selamat Tahun Baru Hijriah, 1 Muharram 1434 H. Semoga tahun baru membawa kehidupan yang lebih baik untuk kita. Amien YRA. Salam, Abu Ahmad |
Posted: 16 Nov 2012 11:56 AM PST REP | 17 November 2012 | 02:53 Dibaca: 24 Komentar: 0 Nihil Al Tazaj adalah BBQ ayam cepat saji khas Arab yang berkantor pusat di Jeddah, Arab Saudi, tetapi saat ini sudah di perluas ke berbagai negara di Timur Tengah dengan sistem waralaba. makan Al-Tazaj. Cukup mengeluarkan uang 12 reyal, kita sudah bisa bawa makanan pulang ke rumah. Kalau dirupiahkan kira-kira 30.000 rupiah. Itu bukan angka yang mahal, karena 1 box versi Arab sama dengan 2 perut orang Indonesia. Malam itu kita makan sepiring berdua. Restoran ini dibuka pertama kali di Mekkah pada tahun 1989. Ini didirikan oleh Shaikh Abdul Rahman Fakieh, pemilik Farm Unggas Fakieh di Arab Saudi. Restoran ini menggunakan resep tradisional Arab untuk ayam panggang segar. Al Tajaz saat ini menjabat ayam segar panggang di lebih dari 100 lokasi di Arab Saudi, sehingga nasional pertama rantai makanan cepat di Timur Tengah. Sekarang waralaba di negara lain. Makanan dan Layanan Restoran ini melayani makanan terbatas termasuk, beras dan kofta (bakso panjang), sandwich kofta, seluruh ayam dengan nasi, kentang goreng , sayap ayam, dan makanan lokal tergantung pada beberapa negara. Khusus mereka adalah untuk melayani ayam kayu arang bakar yang butterflied dan direndam dalam saus bawang putih dan kapur. Ayam setengah atau seluruh disajikan dengan baru dipanggang roti pita beras, atau jagung rebus . Ayam versi makan Saudi juga disajikan di Arab Saudi, termasuk Ayam Mandi dan Ayam KABSA . Lokasi Ada berbagai lokasi restoran terutama di Arab Saudi dan Uni Emirat Arab tetapi ada juga lokasi di Qatar , Kuwait , Bahrain , Mesir , Yordania , Libanon dan Malaysia . Ada juga sebuah restoran di Chicago, Illinois di Amerika Serikat dikenal sebagai Taza. Tarif ini sebagian besar sebanding dengan makanan Amerika dengan Ayam Barbecue Al Tazaj sebagai khusus utama dan makan atas penjualan. Semua hidangan daging terbuat dari ayam dan halal menurut Islam hukum. Siapa yang menilai tulisan ini? |
Satu Lagi Egoisme Walikota Padang Panjang! Posted: 16 Nov 2012 11:56 AM PST
|
Kecerdasan Masyarakat Dalam Berpolitik Posted: 16 Nov 2012 11:56 AM PST OPINI | 17 November 2012 | 02:43 Dibaca: 13 Komentar: 0 Nihil Demokrasi yang sedang berjalan saat ini terus mengalaimi perubahan kea rah yang lebih baik dimana setiap orang memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam politik. Politik yang selama ini di nilai hanya politik praktis saja seperti partai politik yang berdiri karena memiliki Visi dan Misi yang sama oleh para pendirinya sehingga di sepakati untuk membuat suatu wadah partai untuk menyalurkan aspirasi ppolitiknya. Kesempatan untuk terlibat langsung dalam hingar bingarnya pesta demokrasi yang diadakan setiap 5 tahun sekali ini member kesempatan kepada seluruh warga masyarakat untuk memimpin lingkungan, daerah bahkan negaranya. Semakin baiknya terhadap perspektif politik dari masyarakat tidak lepas dari pendidikan politik yang tiada hentinya disampaikan kepada masyarakat. Baik langsung oleh Partai Politik, LSM, Akedemisi bahkan pemeritah. Hal ini tidak lain untuk memberikan pendewasan dan reparadigma tentang politik itu sendiri. Pasca reformasi cost politik dirasa cukup berat oleh para politisi yang memang berangkat dari loyalitas, kredibilitas serta akuntabilitas semata, sehingga ketika bursa perekrutan calon wakil dari partai tersebut untuk menjadi representative partainya di ajang pesta lima tahunan tersebut tidak bisa berbuat banyak karena tetap financial tidak mendukung. Ketika sedang ngopi bareng masyarakat dan berbincang tentang pilgub yang akan diselenggarakan di Jawa Barat, ada hal yang menggelitik pemikiran saya. Bapak itu mengatakan ' Jang Bapak mah rek milih teh anu mere kanggo jajan wae keur mangkat ka TPS, da jang naon milih anu teu inget ka urang mah ( anak muda bapak si akan memilih orang yang member uang Jajan untu ke TPS, buat apa milih orang yang tidak ingat sama kita)'. Ini nyata terjadi masyarakat berpikir seperti itu meskipun ini bukan kesimpulan utuh. Dari kasus diatas diasumsikan bahwa proses pemilihan itu harus tebar – tebar uang kepada konstituen kalau mau dipilih dan menang. Padahal dibalik pemberiannya tersebut siap – siaplah ketika pelantikan dilaksanakan maka saatnya pemenang itu menyedot keringat dan darah konstituen itu. Kesadaran politik masyarakat itu tidak seimbang antara partisipasi politik masyarakat dengan paradigm memilih seorang pemimpin dari partai politik yang akan melaksanakan dan menjalankan suara yang telah masyarakat titipkan. Pemikiran masyarkat itu terjado karena ketika reformasi bergulir keran demokrasi terbuka dengan seluas – luasnya sehingga kebebasan berpolitik itu seperti kebablasan dengan memberikan pandangan bahwa politik praktis itu pragmatis untuk materi padahal esensinya adalah untuk menyalurkan aspirasi dan sebagai penyambung lidah rakyat. Kecerdasan masyarakat dalam memilih ini dimanfaatkan oleh para politisi yang ingin menang dengan melakukan segala cara bukan dengan Visi Misi dan progam yang mereka tawarkan. Contoh kecilnya saja ketika dalam suatu desa akan melaksanakan pemilihan kepala desa yang baru mulai dari pemilihan panitia pemilihan kepala desa yang dilakukan oleh BPD itu dilakukan secara tertutup dan cenderung pesanan dari salah satu calon yang diusung oleh Kades sebelumnya atau kades tersebut mau naik lagi. Selain itu, transparansi kebutuhan anggaran dan pengunaannya terkadang tidak logis dan cenderung di mark up hanya mengejar keuntungan dari proses demokrasi tersebut. Biaya yang di butuhkan untuk pilkades itu antara 60 – 90 juta rupiah bahkan bisa lebih tergantung kebutuhan kata salah seorang bidang pemerintahan di Pemda Subang, uang tersebut di dapat dari APBD dan Anggaran Desa yakni dari para calon. Dan dalam pembuatan kertas suara dan tinta untuk jari pencoblos itu kebanyakan berkualitas buruk sehingga gampang sekali untuk dimanipulasi antara suara dan tintanya bisa cepat luntur dengan air sehingga si pemilih bisa 2 kali atau lebih memberikan suaranya seperti terjadi di Desa Cidahu Kabupaten Subang. Calon kepala dessa harus mengeluarkan uang puluhan juta bahkan sampai ratusan juta untuk menarik mssa dan mendapat suara dari masyarakat, bukan hany itu saja suara masyarakat itu seakan – akan dibeli ada yang 25 ribu bahkan sampai 100 ribu rupiah. Sungguh ironis yang terjadi padahal pemilihan kepaala desa itu symbol demokrasi dikalangan masyarakat, pantaslah jika Pemili, Pilkada dan Pilpres uang begitu mudah di dapat karena bisa saja uang yang selama lima tahun di simpan di bank pada saat itu di tarik dan diedarkan ke msayarakat. Penyadaran politik ke arah yang benar – benar politik untuk membangun itu ternyata membutuhkan waktu yang lama serta disertai perkembangan kecerdasan masyarakat dalam berpolitik. Memang masyarakat bisa mendapatkan informasi dari berbagai mass media tentang eskalasi politik di daerah, Nasional internasional, local dan Global dengan begitu mudah. Proses demokrassi harus dimulai dengan doktrinsai tentang poltik itu sendiri yang ditujukan untuk pembangunan agar ketika pesta demokrasi digelar, benar – benar para calon menyampaikan kapabilitas serta kecakapannya dalam memimpin dan memajukan pembangunan di daerah. Pilkades yang merupakan pesta demokrasi dalam lingkup masyarakat terkecil harus mampu menjadi pembaharu dalam membangun citra plotik pembangunan itu karena masyarakat desa cerdas niscaya daerah akan cepat maju dan sejahtera. Siapa yang menilai tulisan ini? |
You are subscribed to email updates from Kompasiana To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
0 komentar:
Posting Komentar