Adsense Link 728 X 15;

Kompasiana

Posted by Sri Rejeki Kamis, 07 November 2013 0 komentar
Adsense Content. recommended 336 X 300

Kompasiana


Pengaturan Skor di Play Off IPL Sangat Mungkin Terjadi..

Posted: 07 Nov 2013 11:33 AM PST

Beberapa hari ini kita dihebohkan oleh statemen Komdis Pssi nyang menyebutkan ada indikasi pengaturan skor di Play Off IPL nyang kemaren baru selesai. Walau tidak menyebut langsung, namun banyak nyang beranggapan bahwa indikasi pengaturan skor tersebut terjadi pada saat Pro duta Bersua PSLS nyang berakhir dengan skor 6-0 di grup L kemaren.
Indikasi ini sangat mungkin terjadi karena sebelum Play Off IPL digelar isu akan dijegalnya langkah Pro duta ke unifikasi liga santer terdengar, walaupun isu ini tidak terbukti. Namun, selayaknya klub sepakbola nyang terobsesi pada prestasi, tentunya hal semacam ini (penjegalan) sangat-sangat dihindari oleh semua klub sepakbola diseluruh dunia. Maka, dengan kekuatan finansial nyang kuat dibuatlah sebuah skenario bersama tim lain nyang juga antek Jenggala di Play Off IPL untuk meloloskan Pro duta.

Beberapa argumentasi nyang membenarkan opini gw gw diatas masuk akal adalah:
1. Nyang menyebut ada indikasi pengaturan skor di Play Off IPL adalah Direktur Keamanan Fifa, bukan klaim sepihak Komdis Pssi. Fifa mengetahui prakter tersebut melalui Early Warning System (EWS) nyang sudah tersebar diseluruh Asia bekerjasama dengan Interpol nyang berpusat di Singapore, untuk mencegah dampak negatif dari pejudian olahraga khususnya sepakbola.

2. Pengaturan skor ini terjadi karena deal-deal antara kedua tim nyang bertanding, tidak melibatkan pihak dari luar pertandingan. Oleh karena entu, hanya tim EWS nyang mengetahui indikasi ini karena memang memonitor pertandingan-pertandingan di seluruh dunia.

3. Pssi memang dianggap Fifa sebagai Leader dalam memberantas pengaturan skor di kawasan Asia Tenggara, ini terbukti saat Indonesia dijadikan tuan rumah kongres XI IASL di Bali beberapa hari lalu. Maka, dengan status Pssi nyang dianggap sebagai Leader, mustahil Pssi melakukan kebodohan semacam ini.

NB: Gw juga mencium ada indikasi pengaturan skor dipertandingan antara Bontang Fc vs Pro duta nyang berakhir dengan skor 0-6. Dipertandingan tersebut, kiper Pro duta Dennis Romanov juga ikut menyumbang gol.
Kedua tim ini (PSLS dan Bontang Fc), adalah tim nyang terkenal labil ekonomi. Hheee….

Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Kompasianer (anggota Kompasiana) yang menayangkannya.Kompasiana tidak bertanggung jawab atas validitas dan akurasi informasi yang ditulis masing-masing kompasianer.

Save Our Morality For Save Our Generation: Sebuah Gerakan Tentang Moralitas

Posted: 07 Nov 2013 11:33 AM PST

Kisah dari Gerakan atau Kampanye #SaveOurMorality lahir pada saat @pengamatmuda menanyakan pendapat kepada beberapa Calon Presiden 2014 tentang moral dan etika anak muda jaman sekarang, mengingat banyak nya video-video atau perilaku-perilaku yang seharusnya tidak patut dan tidak pantas untuk dilakukan. Berangkat dari pertanyaan tersebut, tiba-tiba Calon Presiden Bapak Jend. (Purn) TNI Endriartono Sutarto (@endrisutarto) dan Tim Sukses nya melalui akun twitter @es4president merespon bahwa sebelum munculnya pertanyaan tersebut, Sang Jend (Purn) TNI dan Tim Sukses nya telah melakukan suatu aksi nyata dengan gebrakan untuk mengkampanyekan #SaveOurMorality.

13838504852107729394

Berdasarkan penelusuran dari akun twitter Tim Sukses Sang Jend. (Purn) ini, Gerakan #SaveOurMorality adalah sebuah gerakan untuk mencari solusi dalam mengatasi kemerosotan moral, yang kemudian dari solusi tersebut akan dilakukan aksi nyata sebagai suatu upaya prefentif kepada anak muda. Secara lebih rinci berikut kutipan yang diambil dari akun twitter dimaksud:

"#SaveOurMorality adalah gerakan untuk menampung ide dan saran dari para anak muda untuk mengatasi kemerosotan moral, dengan #SaveOurMorality saran dan masukan tersebut akan kami kampanyekan melalui gerakan nyata. Daripada mencibir apa yang sudah terjadi mending kita galakkan gerakan untuk menghindari hal-hal yang merusak moral tersebut melalui #SaveOurMorality. Silahkan sebarkan gerakan #SaveOurMorality agar anak muda kita semakin paham dan mengerti tentang moralitas Bangsa Indonesia. Tujuan dari #SaveOurMorality adalah membangun karakter anak muda yang berkebangsaan #NationCharacterBuilding."

Sang Jend. (Purn) Bapak Endriartono Sutarto pun dalam akun resmi twitter nya memberikan pandangan dan solusi untuk mencegah semakin hanyutnya moralitas anak muda Indonesia di era teknologi informasi:

"Kemajuan IPTEK pasti membawa dampak karena mudahnya mengakses apapun, karena itu pendidikan agama harus makin digiatkan."

ujar Sang Jend. (Purn) TNI melalui akun resmi twitter nya @endrisutarto

Pertanyaan selanjutnya terhadap hal ini adalah bagaimana cara menggiatkan kembali pendidikan agama itu yang tentunya akan membawa dampak pada perubahan tingkah laku anak muda Indonesia, untuk tetap berperilaku berdasarkan pada nilai-nilai agama. Disinilah peran gerakan #SaveOurMorality, sebagaimana dikatakan salah satu Tim Sukses Sang Jend (Purn) ini.

Lebih lanjut, salah satu Tim Sukses Sang Jend (Purn) mengatakan:

"anak muda harus diberikan peran untuk mencari solusi nya sendiri dan Bapak Endriartono Sutarto pun akan terus mengawasi dan mengontrol ide-ide dari mereka, sehingga disini akan timbul komunikasi 2 (dua) arah, disinilah gerakan #SaveOurMorality memberikan ruang untuk itu, Mengapa harus demikian, karena dengan cara yang diciptakan oleh anak muda itu sendiri tentunya akan membawa dampak psikologis bagi anak muda, yaitu merasa memiliki dan memposisikan peran strategis bagi mereka dalam mengatasi kemerosotan moral itu. Nah, dari sinilah maka tanpa dipaksa pun mereka akan semakin memahami dan menghayati arti penting moralitas dalam berperilaku."

Efek pesimistis dari berbagai kalangan atas gerakan ini pun juga bermunculan, beberapa beranggapan ini merupakan strategi politik dari Sang Jend (Purn) untuk meraub lumbung-lumbung suara anak muda.

Terlepas dari efek pesimistis itu, seharusnya kita lebih teliti untuk memahami bahwa efek positif dari gerakan ini jauh lebih besar dari pada efek pesimistis itu. Berbagai pemberitaan tentang tindakan asusila atau tindakan kekerasan yang seharusnya bukan ranah anak muda pun silih berganti terus bermunculan. Mengapa kita tidak merangkul mereka untuk menanamkan kembali nilai-nilai moralitas itu sebagai upaya prefentif agar tidak terjadi lagi atau setidaknya mengurangi tindakan-tindakan itu bermunculan kembali.

@pengamatmuda pun sangat mengapresiasi gerakan ini, oleh sebab itu kami juga menyarankan kepada pembaca dan/atau penulis rublik kompasiana untuk turut mengkampanyekan gerakan ini.

Silahkan pembaca dan/atau penulis rublik kompasiana untuk menayakan langsung kepada sang pelopor gerakan #SaveOurMorality melalui twitter Sang Jend (Purn) : @endrisutarto atau twitter Tim Sukses Sang Jend (Purn): @es4president.

Jakarta, 08 November 2013

Pengamat Muda

@pengamatmuda – email: mudapengamat@yahoo.com

Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Kompasianer (anggota Kompasiana) yang menayangkannya.Kompasiana tidak bertanggung jawab atas validitas dan akurasi informasi yang ditulis masing-masing kompasianer.

Ngamen

Posted: 07 Nov 2013 11:33 AM PST

13838323221897210487

gambar koleksi pribadi

Kami berhenti saat melewati sebuah rumah dengan halaman yang cukup luas. Tanaman rimbun yang menjorok ke jalan menjadi pagar alami. Aku melangkah mendahului kedua temanku, sesampainya di teras rumah di mana ada dua pasangan muda-mudi tengah duduk menikmati udara sore, aku langsung menyapa ramah mereka berdua.

"Selamat sore mas dan mbak? Maaf mengganggu sebentar, ijinkanlah kami sekedar menghibur mas dan mbak di sore nan cerah ini?"

Keduanya hanya tersenyum getir sambil melirik ke arahku dan kedua temanku yang sudah bersiap dengan instrumen musik masing-masing. Dengan suara yang parau dan serak, aku mendendangkan dua buah lagu yang menjadi hits di masa itu. Tenggorokanku serasa kering begitu selesai menyanyikan lagu kedua, namun tak kulihat dari pasangan muda-mudi itu merubah posisinya.

Tak ada gerakan merogoh saku, tak ada gerakan bangkit berdiri dari sepasang muda-mudi itu untuk mendekati kami. Mereka masih saja asyik ngobrol seolah-olah kami tidak pernah berada di tempat itu. Setelah mendehem beberapa kali, barulah sang cewek yang senyumnya tak begitu manis memberi tanda pada sang cowok di hadapannya.

Si cowok kemudian merogoh kantong celananya, lalu ia berdiri dan menghampiriku yang sore itu menjadi frontman rombongan kami. Disodorkannya lembaran uang kertas lima ribu rupiah, kutatap sejenak uang kertas yang sedikit lusuh. Sebelum aku mengeluarkan suara, si cowok langsung berkata;

"Maaf mas, adanya cuma segitu?"

"Nggak ada kembaliannya masbro…?" Jawabku sok akrab.

Si cowok yang tingginya tak sampai seujung telingaku ini tanpa berkata-kata langsung membalikkan badan, lalu kembali duduk di hadapan cewek yang mulai tidak nyaman dengan keberadaan kami bertiga.

Kamipun berlalu meninggalkan rumah itu. Dua temanku tersenyum lega, mereka nampak bahagia karena selama tiga jam lebih kami menghibur hampir sebagian penduduk dua kelurahan, baru saat itu ada yang memberi uang dengan nominal yang cukup gede.

"Alkhamdulillah Ar, akhirnya kita bisa ngudud lagi sama ngopi" Temanku si Mahfud berucap bangga.

"Hahahahaha…" Serempak tawa kami bertiga terlepas memecah keheningan senja.

Salam Kereria…

Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Kompasianer (anggota Kompasiana) yang menayangkannya.Kompasiana tidak bertanggung jawab atas validitas dan akurasi informasi yang ditulis masing-masing kompasianer.

Antara Bunga Desa dan Ayam Kampus:yang Membedakanya Hanya Tempat dan Tujuannya

Posted: 07 Nov 2013 11:33 AM PST

Antara Bunga Desa dan Ayam Kampus: yang Membedakanya Hanya Tempat dan Tujuannya

Dalam pelajaran Bahasa Indonesia kita pernah dijejali dan mempelajari sewaktu di bangku SD tentang makna arti denotasi (sebenarnya) dan konotasi (kiasan). Walau dari pemaknaan tersebut kita sudah tahu membedakannya. Halnya seperti judul tulisan saya di atas mengenai perbedaan antara "bunga desa" dan "ayam kampus".

"Bunga desa" adalah arti kiasan untuk menyebutkan anak gadis atau yang masih perawan paling tercantik di sebuah kampung/desa. Dengan kecantikannya itu dia bisa memikat serta memesona para perjaka/kumbang mana pun yang melihat ke arahnya. Bagi para perjaka/kumbang yang melihat kecantikannya tentu akan rontok hatinya bahkan berdegap kencang, dag, dig, dug, cheeeessss.

Namun walau hanya arti kiasan tetapi memiliki/mengandung hal yang positif. Walau "bunga desa" memiliki fisik; berparas cantik, rambut mayang panjang tergerai, bodi denok demplon serta bermata lentik. Tetapi "bunga desa" juga memegang tradisi yang kuat. Masih patuh dengan ada istiadat kampung/desa Amboi, siapa pun yang melihat ke arahnya akan segera menikahinya.

Lagi pula tujuan kiasan "bunga desa" hanyalah sebuah ungkapan rasa ketertakjuban seorang gadis cantik yang benar-benar memesona di sebuah kampung/desa. Ia tidak mengandung unsur negatif apalagi melakukan tindak asusila dan berbuat mesum. Alias, bermaksiat. Hal itu masih terjaga oleh tradisi dan ada istiadat yang dipegang.

Lain hal ketika membahas "ayam kampus". Walau ini juga kata kiasan untuk seorang perempuan cantik dan memesona yang selalu berada di kampung. Perempuan cantik ini selalu melakukan "aksi" di kampus. Memang jika dibedakan dengan kecantikan bunga desa dan ayam kampus lebih orsinil dan trandisional serta alami "bunga desa" ketimbang "ayam kampus" yang sudah memakai make-up dengan berbagai merk yang branded. Walaupun sama-sama memiliki paras cantaik dan memesona kaum lelaki.

Tetapi jangan "ayam kampus" lebih banyak mengandung negatifnya. Jika ia "mempertontonkan" kecantikannya itu untuk memangsa para lelaki yang mau diajak kencan olehnya lalu meminta atau dibayar orang yang memakai "jasanya". Berbeda dengan "bunga desa". Ia hanya menggoda dan menarik perhatian perja//kumbang di kampung tanpa ada maksud tertentu. Toh, "bunga desa" masih bisa menjaga "mahkotah" sebagai seorang perempuan yang masih perawan berbeda dengan "ayam kampus." Walau cantik dan memesona belum perawan. Jadi disitulah letak perbedaan antara "bunga desa dan "ayam kampus". Maka dari itu jika melihat perbedaan dari "bunga desa" dan "ayam kampus" cukup melihat tempat dimana berada serta tujuannya untuk apa!

Hmm, kalau begitu Anda mau memilih yang mana "bunga desa" yang tentu masih perawan atau "ayam kampus" yang belum tentu virgin untuk jadian muhrim (istri) nantinya. Entahlah. Begitulah godaan sebagai lelaki normal kalau melihat perempuan cantik yang ada ingin segera memiliki dan mendapatinya walau harus berkorban uang dan perasaan. Sebegitunya sekali![]

diruangtanpamatadantelinga,07112013

Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Kompasianer (anggota Kompasiana) yang menayangkannya.Kompasiana tidak bertanggung jawab atas validitas dan akurasi informasi yang ditulis masing-masing kompasianer.

Berkaca dari Peristiwa Malari: Modal Asing dan Kedaulatan Negara-Bangsa

Posted: 07 Nov 2013 11:33 AM PST

"Sebagai bangsa yang telah merdeka, kita harus memunyai kepercayaan atas diri kita sendiri" – Mohammad Hatta

Sangat merisaukan dan mencengangkan melihat fenomena ekonomi-politik nasional saat ini, khususnya terkait modal asing. Modal asing mendapatkan tempat istimewa, bahkan diberi keleluasaan untuk menanamkan investasinya di Indonesia. Sungguh hal ini sangatlah kontras dengan upaya peningkatan kemandirian ekonomi dan penegakkan kedaulatan negara-bangsa. Tentu saja, merupakan kemunduran apabila fenomena tersebut disikapi dengan diam.

Menurut Menko Perekonomian Hatta Radjasa, modal asing di beberapa sektor perekonomian akan diberi "porsi" lebih. Sektor farmasi yang sebelumnya asing mendapat porsi 75 persen dinaikkan jadi 85 persen. Bisnis pengelolaan wisata alam dari 49 persen jadi 70 persen. Distribusi film (bioskop) dari 0 persen jadi 49 persen. Di sektor keuangan terkait modal ventura juga dinaikkan, dari 80 persen menjadi 85 persen. Lemahnya industri nasional dijadikan tameng untuk masuknya modal asing ini. Entah, sektor apalagi yang akan diberi insentif lanjutan oleh penguasa saat ini.

Alasan lemahnya industri nasional di sektor tertentu, meminjam istilah Bapak Republik Indonesia Tan Malaka, masuk dalam kategori logika mistika. Mengapa logika mistika? Argumen tersebut bisa tak berlaku bilamana pengusaha nasional mendapatkan perhatian serius, terutama yang berhubungan dengan ekonomi rakyat. Argumen yang dikemukakan Menko Perekonomian bisa menjadi benar karena industri nasional tidak mendapatkan insentif atau proteksi layak sehingga kalah bersaing dengan perusahaan asing. Kepemilikan modal menjadi kunci utama karena modal asing mayoritas bekerja dalam wujud MNCs atau TNCs. Karena itu, alasan yang dikemukan masuk kategori "mistik" karena adanya perselingkuhan negara dengan pasar.

Meski hal ini masih dalam taraf wacana, situasi demikian berpotensi membunuh perekonomian nasional jika jadi kenyataan. Cita-cita berdikari dalam ekonomi hanya akan jadi slogan belaka karena implementasinya dikangkangi kekuasaan. Hal ini mengingatkan kembali pada protes skala besar oleh mahasiswa pada 1974 yang terkenal dengan "Peristiwa Malari". Peristiwa yang sangat mencengangkan rezim Suharto karena sejak saat itu, represivitas kekuasaan semakin menjadi-jadi dan tak terkontrol.

Peristiwa Malari berawal dari demonstrasi mahasiswa menolak modal asing ke Indonesia masuk dengan leluasa. Dalam artian, demonstrasi tersebut ditujukan agar pemerintah mengubah kebijakan pembangunan dan ketergantungan terhadap modal asing. Kedatangan PM Jepang Tanaka Kakeui menjadi momentum protes mahasiswa saat itu. Jepang dianggap negara yang gencar menanamkan modalnya di Indonesia. Menurut Sukmaji Indro Tjahjono, mengutip pendapat Prof. Mubyarto, dalam buku Indonesia di Bawah Sepatu Lars, apa yang hendak dilakukan Indonesia saat itu hendak meneguhkan ketergantungan dan modal besar. Sistem tersebut dapat melahirkan kapitalisme birokrat, absentee landlord, dan cukong.

Kerusuhan pun tak terelakan. Akibatnya, 11 orang meninggal, 17 orang luka berat, 120 orang luka ringan dan sekitar 770 orang ditahan. Diberitakan juga kerugian berupa 807 mobil, 187 sepeda motor dirusak atau dibakar, dan 144 gedung dirusak. Jam malam pun diberlakukan di Jakarta mulai pukul 18.00-06.00 WIB. Kerusuhan tersebut di luar bayangan para demonstran karena tujuan mereka sesungguhnya, yakni menolak dominasi modal asing dalam pembangunan nasional yang sedang giat dilaksanakan.

Apa yang terjadi pada Januari 1974 tersebut sangat kontras dengan fenomena saat ini. Tak bisa dibayangkan apabila generasi Malari tersebut hidup di era sekarang. Mungkin, demonstrasi merebak di berbagai tempat akibat dominasi modal asing yang begitu massif dalam perekonomian nasional. Bahkan, porsi yang awalnya sudah cukup besar hendak ditambah lagi. Situasi demikian kontras dengan pendapat Bung Hatta dalam kumpulan tulisannya Beberapa Fasal Ekonomi. Bung Hatta menyatakan, industrialisasi di Indonesia merdeka hendaknya tidak bersandar pada modal asing.

Referensi:

http://finance.detik.com/read/2013/11/06/132234/2404968/4/asing-makin-longgar-masuk-ke-bisnis-farmasi-wisata-alam-hingga-film?f9911023

http://aspal-putih.blogspot.ru/2013/01/peristiwa-dan-tokoh-malari-15-januari.html

http://www.umarhadikusumah.com/2013/02/04/peristiwa-malari-1974/

http://www.berdikarionline.com/lipsus/20111117/pasal-33-uud-1945-dan-soal-modal-asing.html

http://serbasejarah.wordpress.com/2011/12/21/jejak-soeharto-peristiwa-malarithe-shadow-of-an-unseen-hand/

http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/1772/Malari-Peristiwa

http://www.ekonomikerakyatan.ugm.ac.id/My%20Web/sembul59.htm

Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Kompasianer (anggota Kompasiana) yang menayangkannya.Kompasiana tidak bertanggung jawab atas validitas dan akurasi informasi yang ditulis masing-masing kompasianer.

Ketika Jawaban Tidak

Posted: 07 Nov 2013 11:33 AM PST

REP | 08 November 2013 | 01:41 Dibaca: 10   Komentar: 0   0

Ketika kenyataan tak sejalan dengan apa yang diharapkan/didoakan.
Apa yang biasa kita lakukan?
Mungkin kita menganalisa secara mendalam penyebabnya kenapa kok bisa begitu,alasan semua itu terjadi,seandainya tindakan yang kita lakukan berbeda apakah akan gagal juga.
Pokoknya masih banyak lagi pertanyaan yang muncul untuk dianalisa.
Itulah manusia….normal bukan…
Padahal sih sebenarnya cuma satu jawabannya.
Jika itu terjadi sebenarnya hanya satu menurutku.
Itu berarti Tuhan tidak mengijinkan atau Tuhan telah menjawab doa kita dengan jawaban "TIDAK".
Trus apa yang harus dilakukan?
Ya terima dan lanjutkan hidup.
Tetap percaya rencanaNya melebihi apa yang kita pikirkan. Semangaatt…

Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Kompasianer (anggota Kompasiana) yang menayangkannya.Kompasiana tidak bertanggung jawab atas validitas dan akurasi informasi yang ditulis masing-masing kompasianer.

Siapa yang menilai tulisan ini?

-

Adsense Content. bottom of article

0 komentar:

Posting Komentar