Adsense Link 728 X 15;

Kompasiana

Posted by Sri Rejeki Sabtu, 30 November 2013 0 komentar
Adsense Content. recommended 336 X 300

Kompasiana


Apa Gunanya Menulis Konflik Murahan Selebritis?

Posted: 30 Nov 2013 11:44 AM PST

Sejak berkecimpung di Kompasiana ini saya baru sekali menulis tentang artis, menyangkut status perkawinan Jonas Rivanno dan Asmirandah. Itupun isinya tak lebih akan kejengkelan saya selaku umat beragama pada mempelai pria yang terkesan bencong luar dalam dan tak mau mengakui terus terang baik soal tanggal pernikahannya maupun proses perpindahan agamanya sebelum akad nikah dilaksanakan.

Dan sekarang setelah kasus sandiwara pernikahan tadi meredup, kita lagi-lagi disuguhi konflik dua selebritis bermasalah. Yang satu anak seorang musisi beken yang tak punya sopan santun dan etika, satunya lagi pengacara yang suka asal ngomong dan tidak berperilaku layaknya orang dewasa.

Bagi saya pribadi tak perlu dibahas kenapa mereka berkonflik dan untuk apa. Jujur, jangankan menulis konflik mereka dalam sebuah artikel, melihat wajah mereka nongol dilayar kaca saja saya cepat ganti saluran. Rasanya lebih suka nonton Upin&Ipin dari pada membaca atau mendengar mereka saling serang di media. Apalagi saat masalahnya dikupas oleh mulut-mulut nyinyir pembawa acara dan juga dilanggengkan oleh pemerhati masalah hiburan dan dunia pertelevisian, saya dan mungkin kebanyakan orang tak begitu mempedulikannya karena dilihat dari sudut mana saja lebih banyak mudharat-nya.

Pendapat ini bukan tanpa alasan. Sebab, kalau mau dipikirkan secara bijak, memang tak ada nilai tambahnya bagi kita mendengar dan membahas perseteruan para selebritis tadi selain menambah dosa saja. Biar bermanfaat bagi pembaca? Dimana letak manfaatnya dari mengulas sebuah konflik dan gosip? Lain halnya bila artis yang buat heboh tadi datang mengunjungi anak yatim atau memberi bantuaan pada korban musibah, sedikit banyak informasi tadi dapat menggugah kita berbagi kebaikan walau mungkin dengan cara yang berbeda. Tapi kalau hanya sebatas konflik penghasilan dan gosip kawin cerai? Memang dengan menulis kehidupan mereka tadi kita dapat bagian atau janda dan dudanya?

Saya pikir dengan berbagi inspirasi tentang konflik dan gosip bangsa ini untuk mencari pencerahan itu lebih mulya daripada membicarakan kehidupan para artis yang serba hedonis dan menyebalkan. Cuma sekali lagi tergantung sudut pandang masing-masing. Namun kalau boleh menyarankan–seperti sikap yang diambil Komisi penyiaran Indonesia (KPI) yang menghimbau televisi tidak meayangkan, menyiarkan atau terus membahas perseteruan El-Farhat– saya mengajak pembaca Kompasiana untuk tidak mengklik semua tulisan yang berbau konflik dan gosip murahan para artis, kecuali pembaca sekalian menganggap konflik dan gosip murahan itu berguna dan layak dikonsumsi oleh anak-anak kita.

dan tentu kita semua tahu seperti apa Konflik dan Gosip murahan yang dimaksud. Silahkan memilah dan memilih.

Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Kompasianer (anggota Kompasiana) yang menayangkannya.Kompasiana tidak bertanggung jawab atas validitas dan akurasi informasi yang ditulis masing-masing kompasianer.

Amien Rais, Macan Tua Yang Terus Coba Mengaum

Posted: 30 Nov 2013 11:44 AM PST

13858363691898887755

gambar: videoberita.blogspot.com

Siapa yang tidak kenal dengan Amien Rais, politisi yang mulai menginjak tua yang dulu dikenal sebagai "bapak reformasi" ini. Pada zamannya, saat gerakan reformasi menggelinding dan akhirnya menggulung Soeharto dari tampuk kekuasaannya, Amien Rais adalah tokoh yang "dielu-elukan".

Amin Rais memang dikenal ceplas-ceplos dalam berbicara dan berani menohok siapa saja, terutama lawan politiknya. Tokoh ini juga termasuk salah satu yang berani bicara tentang suksesi saat Soeharto masih berkuasa. Karena kelugasannya, banyak kelompok masyarakat, terutama kelompok elit Islam, mendorongnya menjadi tokoh garda depan politik Islam.

Sesaat setelah keberhasilan gerakan reformasi menggulingkan Soeharto dan dibukanya era demokrasi "liberal", Amien Rais dan lingkarannya membentuk sebuah partai dengan nama PAN. PAN kemudian menjadi kendaraannya untuk menuju kekuasaan melalui pemilu 1999 dan berhasil mengantarkannya menjadi ketua MPR. Sebenarnya kursi ini adalah hasil dari proses "manipulasi" politik yang dilakukannya. Mengingat PAN tidak mendapatkan suara yang signifikan sementara nafsu berkuasanya tidak terbendung, Amien Rais menggalang gerakan poros tengah, kaukus Islam yang menolak megawati menjadi presiden.

Sebagaimana sejarah mencatat bahwa pemilu 1999, PDIP yang dipimpin oleh Megawati SP adalah peraih suara terbanyak. Suara ini mengamanatkan bahwa saat itu rakyat menginginkan Megawati sebagai keturunan Soekarno untuk menjadi presiden RI. Tetapi karena pemilihannya masih dilakukan oleh MPR, sebagai majelis tertinggi di negeri ini, lembaga ini yang berhak mengangkat presiden dan wakil presiden.

Amien Rais dan poros tengahnya memainkan kartunya untuk menggagalkan Megawati dan sebagai gantinya mendudukkan Gus Dur atau Abdurrahman Wahid sebagai presiden. Amien Rais adalah tokoh sentral dalam kongkalikong politik ini.

Merasa berhasil sebagai dalang terhadap wayang-wayang poros tengah, pada pemilu 2004, dimana presiden untuk pertama kalinya dipilih secara langsung oleh rakyat, Amien Rais percaya diri maju berpasangan dengan Siswono Yudho Husodo, tokoh Golkar untuk mencalonkan diri menjadi presiden dan wakil presiden berhadapan dengan SBY-JK, Megawati-Hamzah Haz, dan Wiranto-Salahudin Wahid. Publik heran atas pilhannya pada tokoh Golkar tersebut karena Amien Rais pernah sesumbar akan membubarkan Golkar, melipatnya dan menaruhnya di bawah bantal pada saat perjuangan reformasi. Tetapi karena pelupa, janji tersebut hanya omong kosong belaka.

Pada pilpres 2004 tersebut ternyata Amien Rais gagal terpilih; hal ini menjadi bukti bahwa rasa percaya diri yang menganggap dirinya "pujaan" rakyat, nihil; bukti bahwa bila rakyat mendapatkan daulatnya, maka tidak bisa dimanipulasikan. Pada pilpres ini ternyata rakyat lebih simpati dan memilih SBY-JK untuk menjadi pemimpin negeri ini; bukan Amien Rais.

Waktu berlalu, pemilu 2014 sebentar lagi pun menjelang; Amien Rais yang kini menginjak usia tua ternyata masih ingin coba-coba menunjukkan tajinya sebagai sang sutradar. Ia ingin mengulang kesuksesannya di tahun 1999.

Tetapi setiap zaman memiliki tokohnya, setiap masa ada ikonnya. Di saat Jokowi saat ini menjadi figur pujaan rakyat saat ini, pertanda bahwa Jokowi ditakdirkan sebagai tokoh dan atau ikon zaman ini. Rakyat menginginkannya untuk menjadi presiden RI menggantikan SBY.

Menyadari kenyataan fenomena Jokowi, Amien Rais merasa gerah; berbagai serangan, hujatan serta tudingan pun ia lontarkan terhadap Jokowi. Jokowi yang dimatanya adalah anak bawang dan politisi kemarin sore, harus dijegal karena mengacaukan ambisinya untuk memuluskan jalan Hatta Rajasa, jagoannya.

Merasa bahwa hujatannya terhadap Jokowi tidak mempan tetapi malah menaikkan popularitas Jokowi, Amien Rais nampaknya tak pah arang untuk mengobrak-abrik jalan Jokowi menuju "singgasana" kepresidenan.

Hari-hari ini Amien Rais sedang giat-giatnya menggalang partai-partai yang berhaluan Islam untuk diajak membangun poros tengah jilid 2. Melalui Forum Komunikasi Umat Islam Indonesia, Amien Rais berusaha menjalin komunikasi antar tokoh sealirannya agar poros tengah jilid 2 benar-benar terwujud yang target akhirnya adalah menjegal Jokowi.

Nampaknya Amien Rais, sang macan tua ini, tak pernah lelah mengaum meski aumannya mengganggu telinga rakyat. Bukannya menjadi lebih bijak dan mengayomi seluruh anak bangsa, arogansinya mengalahkan akal sehat yang seharusnya paham bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat. Amien Rais adalah macan tua yang aumannya melengking hanya di sekitar pekarangannya saja.

Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Kompasianer (anggota Kompasiana) yang menayangkannya.Kompasiana tidak bertanggung jawab atas validitas dan akurasi informasi yang ditulis masing-masing kompasianer.

Mahasiswa Baru Tewas di Tangan Senior

Posted: 30 Nov 2013 11:44 AM PST

Tindakan kekerasan yang dilakukan Fendem pada saat ospek

JAKARTA (kompasiana) – Seorang mahasiswa baru jurusan Planologi Institut Tekhnologi Nasional (ITN) Malang, meninggal dunia pada saat acara orientasi Kemah Bakti Desa dan Temu Akrab di Kawasan Pantai Goa China, desa Sitiarjo Sumbermanjing Wetan (Sumawe), Kabupaten Malang, pada sabtu (13/10/2013) lalu. Fikri, mahasiswa baru asal Mataram, NTB, meninggal dunia akibat tindakan kekerasan yang dilakukan pihak panita.

Penjelasan yang didapatkan dari pihak kampus melalui Kepala Jurusan (Kajur) Planologi, Ibnu Sasongko, menuturkan, kegiatan KBD (Kemah Bakti Desa) dan Temu Akrab sudah menjadi tradisi mahasiswa baru ITN, jurusan Planologi.

Adapun kematian mahasiswa baru tersebut dianggap sebagai musibah yang bisa terjadi pada siapapun. Lanjutnya, penuturan yang didapatkan dari panitia, korban saat kegiatan berlangsung banyak mendapatkan perlakuan khusus, dikarenakan postur tubuhnya yang gemuk sehingga dikhawatirkan akan mudah terkena dehidrasi.

"Adapun kematian mahasiswa baru tersebut dianggap sebagai musibah yang bisa terjadi pada siapapun," ujar Ibnu Sasongko.

"Seperti pada waktu acara pembersihan pantai dan naik bukit, korban mendapatkan perlakuan khusus dengan naik sepeda motor menuju lokasi dan tiba-tiba saat sampai, korban sudah tidak sadarkan diri sambil mendengkur (ngorok, red). Akhirnya oleh pihak panitia dibawa ke pos terdekat hingga dibawa ke RSU Saiful Anwar Malang. Namun nyawanya sudah tidak tertolong lagi," tutup Ibnu Sasongko.

Sedangkan berdasarkan hasil investigasi tim dilapangan yang mewawancarai narasumber (teman korban, red) mendapatkan cerita yang bertolak belakang dengan yang disampaikan pihak kampus ITN. Menurut cerita yang dipaparkan oleh teman korban, kegiatan KBD (Kemah Bakti Desa) tersebut tidaklah manusiawi, seperti pemberian air mineral yang hanya dua botol kepada seluruh mahasiswa baru yang berjumlah 114 orang.

"Jangankan Alm. Fikri yang tidak akan mengalami dehidrasi. Kami pun banyak yang menahan haus, karena satu orang hanya bisa meneguk satu sendok air mineral. Dan pada hari Jumat malamnya (11/10/13), pada saat acara 'take me out', terjadi skenario kekerasan terencana yang dilakukan oleh Fendem (senior keamanan). Alm. Fikri disuruh menyampaikan ungkapan keinginannya atas perlakuan Fendem kepada temen-temannya. Alm. Fikri berkata, Saya akan melindungi kalian teman-teman, dari kekerasan Fendem," cerita narasumber yang tidak mau disebutkan namanya.

Dia pun menambahkan, hal tersebut dikarenakan sebelumnya korban melihat perlakuan Fendem yang tidak manusiawi, seperti menyuruh peserta ospek menggunakan sebuah pisang untuk menggosok gigi secara bergilir. Dan bagi peserta yang terakhir, harus memakan pisang tersebut yang ternyata jatuh pada korban. Lebih gilanya lagi, pada jam dua dini hari, peserta ospek dibangunkan secara paksa sambil ditendang dan diinjak. Bahkan, mahasiswa baru putri mengalami pelecehan seksual. Mereka disuruh membentuk singkong yang menyerupai alat kelamin laki-laki, dan lalu dipaksa mengelus-ngelusnya seperti melakukan oral seks.

Pernyataan korban yang akan menyelamatkan teman-temannya dari kekerasan Fendem tersebutlah yang membuat dirinya disiksa habisan-habisan. "Alm. Fikri dibawa kebalik tenda, dan lalu disiksa oleh Fendem. Sedangkan kami hanya mendengar erangan kesakitan dari Almarhum. Kalau kau mau mati, mati aja kau. Biar dikubur disini, " ucap narasumber, menirukan percakapan salah seorang anggota Fendem yang membentak korban.

"Kalau kau mau mati, mati aja kau. Biar dikubur disini, " ucap narasumber, menirukan percakapan salah seorang anggota Fendem yang membentak korban.

Fikri meninggal akibat kehabisan nafas (dehidrasi, red) setelah melakukan perataan lahan di penanaman mangrove disekitar lokasi, saat perjalanan menaiki bukit. Namun, pihak panita justru menganggapnya hanya berpura-pura. Yang pada akhirnya, Fikri pun pingsan tidak sadarkan diri. Sehingga pihak panitia pun bergegas membawanya ke pos kesehatan terdekat. Namus naas, Fikri yang akan dirujuk ke Rumah Sakit Saiful Anwar Malang, meninggal dalam perjalanan.

Kasus ini pun bak seperti ditelan bumi. Dikarenakan tidak adanya proses hukum yang dilakukan untuk menjerat para pelaku ke "Meja Hijau". Padahal, tindakan kekerasan secara fisik sudah masuk ke ranah pidana. Apalagi, sampai membuat korbannya meninggal dunia. Ironisnya, pihak ITN Malang seakan tidak ingin disalahkan dan terkesan menutup-nutupi kasus ini dari kejadian yang sebenarnya. Naas bagi (Alm) Fikri, sikap kepahlawanannya yang ingin menyelamatkan teman-temannya dari aksi kekerasan mahasiswa senior, harus membuatnya meregang nyawa ditangan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. [RioC/AM/Kompasiana]

Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Kompasianer (anggota Kompasiana) yang menayangkannya.Kompasiana tidak bertanggung jawab atas validitas dan akurasi informasi yang ditulis masing-masing kompasianer.

Orang Miskin Dilarang Hidup!

Posted: 30 Nov 2013 11:44 AM PST

Sekitar setengah bulan lalu saya menjenguk kawanku yang terbaring tak sadarkan diri (koma) di ruang ICU RS Hasan Sadikin, Bandung. Ia bersama kawannya tertabrak mobil saat mengganti ban mobil di ruas Tol Cipularang. Kawannya langsung tewas di tempat. Sementara ia masih bisa diselamatkan di bawa ke rumah sakit. Delapan tulang rusuknya patah. Menurut diagnosa dokter, di otaknya terdapat darah beku.

Ketika saya menjenguknya, ia sudah dioprasi. Delapan Tulang rusuknya sudah disambung. Namun, kondisinya masih tak sadarkan diri. Tangan dan kakinya terkadang bergerak-gerak. Matanya sesekali melek.Tenggorokannya disobek untuk memasukkan selang oksigen. Saya tak tega melihatnya. Sebelum pulang saya membisiki agar bersabar dan mengingat Tuhan (menurut suster yang duduk disampingnya, ia sebetulnya sudah bisa mendengar).

Seminggu berikutnya saya mendapat kabar ia akan dibawa pulang. Saya sedikit gembira. Saya menyangka ini kabar baik: kondisinya sudah membaik sehingga boleh dibawa pulang dan berobat jalan. Ternyata keliru, ia disuruh pulang (Mungkin lebih tepanya diusir!) karena jatah Askesnya habis! Sedangkan pihak keluarga sendiri tak mampu membayarnya. Bagaimana mungkin mereka harus membayar ratusan juta sementara pekerjaan suaminya hanya sebagai kernek mobil pengangkut batubara Cirebon-Bandung?

Terus terang saya marah. Saya hanya bisa marah karena tak bisa berbuat apa-apa. Ini negara apa/siapa? Di sini mausia tak ada harganya sama sekali. Ironisnya, di tengah kondisi seperti ini, banyak pejabat publik yang dengan mudahnya merampok uang rakyat miliaran bahkan triliunan rupiah (Hampir semuan pejabat yang tertangkap KPK masih bisa tersenyum dan tertawa lebar. Sesekali mereka harus dibawa ke ruang ICU dan disuruh melihat orang-orang sakit yang ada di sana. barangkali sj sadar). Jelas sekali kita bukan negara miskin!

Sebelum di bawa pulang, saya mendapat kabar Tuhan memanggilnya. Dalam pikiran saya timbul petanyaan aneh: ia dipaksa meninggal atau memang sudah waktunya meninggal. Istri dan seorang anaknya pasti bersedih dan sangat terpukul oleh kejadian ini.

Semoga Tuhan mengampuni dosanya dan memberinya tempat yang layak di sisiNya. Selamat tinggal, kawan! Jangan lupa katakan pada Tuhan: di Indonesia orang miskin tak boleh hidup!

Catatan: pastinya kasus serupa sudah terjadi berulang kali. Jawaban pemerintah pun begitu-begitu saja. Kita butuh revolusi!!!

@Jamal_Moh

Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Kompasianer (anggota Kompasiana) yang menayangkannya.Kompasiana tidak bertanggung jawab atas validitas dan akurasi informasi yang ditulis masing-masing kompasianer.

Tri Rismaharini, sang ibu Surabaya

Posted: 30 Nov 2013 11:44 AM PST

13858379062135094465

Tri Rismaharini (http://cahayareformasi.com)

Sederhana, Keibuan namun tegas itulah kesan pertama ketika memandang wajah walikota Surabaya ini. Lulusan S2 jurusan arsitektur dari ITS ini dilantik menjadi walikota Surabaya sejak tanggal 28 September 2010. Sebelum menjadi Walikota, Risma menjabat sebagai kepala dinas pertamanan kota Surabaya dan melakukan banyak terobosan baru yang menghadiahkan Surabaya dengan banyak sekali penghargaan, baik Nasional maupun Internasional.

Walikota perempuan pertama di Jawa Timur ini juga merupakan salah satu kandidat walikota terbaik dunia bersama Joko Widodo yang ketika itu masih menjabat sebagai walikota Solo. Namun sepertinya Jokowi lebih popular di mata masyarakat, karena hampir semua media menyorotnya semenjak mencalonkan diri sebagai calon Gubernur DKI Jakarta yang belakangan dimenangkannya bersama wakilnya Ahok. Sementara Risma sendiri lebih memilih menjadi Walikota 'saja' tanpa memikirkan langkah yang lebih besar menuju kursi Gubernur atau bahkan Presiden.

Surabaya memang seperti anak yang menemukan ibu yang telaten merawat dan mengembangkannya. Hal ini terbukti dengan jiwa kepemimpinan Risma yang sangat tegas dan bijaksana. Maka Surabaya menjadi kota berprestasi sejak dipimpin olehnya, sebut saja piala Adipura 2011-2013 kategori kota metropolitan, Future Government Awards 2013 di 2 bidang sekaligus yaitu data center dan inklusi digital menyisihkan 800 kota di seluruh Asia-Pasifik, kota paling berhasil dalam pengelolaan lingkungan versi citynet tahun 2012 dan yang paling baru adalah The 2013 Asian Townscape Award (ATA) dari PBB, yang mana Taman Bangkul rancangan Risma memnangkan kategori taman terbaik se-asia. Tahun ini merupakan tahun penghargaan buat Tri Rismaharini dan Kota Surabaya. Tentu saja ini merupakan terobosan yang sangat luar biasa.

Risma sendiri menjadi angin segar di tengah krisisnya pemimpin bangsa yang mau bekerja untuk negara secara jujur. Mengutip dari wawancara Risma dalam seminar yang diadakan Guru besar Universitas Indonesia Jumat (29/11/2013) Risma menceritakan bagaimana Ia memimpin Surabaya dengan pengaplikasian secara langsung tanpa menunda-nunda. Walikota hebat ini juga memimpikan Surabaya menjadi kota agriwisata dengan kata lain menghijaukan Surabaya yang memang sudah asri semenjak masa jabatannya. Selain itu Ia menjadi walikota Surabaya yang berhasil menutup 3 dari 5 'dolly' di Surabaya, dan berjanji akan menutup semuanya. Dalam seminar tersebut wanita yang sudah berumur 52 tahun ini juga menyebutkan sebenarnya tidak terlalu tertarik dengan politik dan bahkan tidak akan mencalonkan diri sebagai presiden. Seperti yang kita tahu banyak survey yang memasukkan nama beliau dalam calon kandidat presiden, bahkan Ia juga diundang dalam konvensi partai Demokrat yang secara tegas ditolaknya.

Sosok beliaulah yang mungkin paling diharapkan rakyat ini. Sosok pemimpin yang tidak serakah dan mempolitikkan semua hal. Sosok yang rendah hati namun bekerja dengan hati. Semoga saja beliau tetap demikian dan tidak tergoda akan politik kotor. Tak lupa, semoga pemimpin lain mampu meneladani sosok walikota impian ini.

video Ibu Risma saat seminar di Univ. Indonesia

http://www.youtube.com/watch?v=N0Ro0VwBldU

Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Kompasianer (anggota Kompasiana) yang menayangkannya.Kompasiana tidak bertanggung jawab atas validitas dan akurasi informasi yang ditulis masing-masing kompasianer.

Shalat Lima Waktu

Posted: 30 Nov 2013 11:44 AM PST

Adsense Content. bottom of article

0 komentar:

Posting Komentar