Adsense Link 728 X 15;

Kompasiana

Posted by Sri Rejeki Selasa, 19 November 2013 0 komentar
Adsense Content. recommended 336 X 300

Kompasiana


Belajar dari Kemelut Sumalindo

Posted: 19 Nov 2013 11:52 AM PST

Oleh Indra Abidin Nasri
(Ketua Lembaga Kajian Ekonomi untuk Pemberdayaan Masyarakat)

Kinerja buruk perusahaan selalu berkaitan dengan konflik antar pemegang sahamnya. Buruknya kinerja sebuah perusahaan selalu diikuti dengan pelanggaran terhadap prinsip akuntabilitas dan transparansi, sehingga menimbulkan ketidakpercayaan dan penuh curiga.

Dengan demikian, keterbukaan adalah keharusan yang fundamental dan perlu dimiliki oleh sebuah perusahaan bukan saja untuk menciptakan iklim kondusif bagi keuntungan perusahaan tetapi juga terutama menciptakan iklim investasi yang baik bagi sebuah negara. Konflik perusahaan yang berlarut tentu perpotensi pada anjloknya kepercayaan publik dan menurunnya kinerja investasi.

Sejumlah kasus konflik antarpemegang saham terjadi di Indonesia layak menjadi perhatian bersama. Apalagi kasus-kasus demikian seringkali harus menjalani kasus hukum yang berbelit-belit dan memakan waktu lama. Diantara kasus tersebut diantaranya adalah sengketa kepemilikan Televisi Pendidikan Indonesia yang sudah menjadi MNC TV antara Siti Hardiyanti Rukmana alias Tutut Soeharto dan Hary Tanoesoedibyo; begitu juga konflik antar pemegang saham BUMI yakni Bakrie, Samin Tan dan Rothschild; dan yang cukup hangat PT Sumalindo Lestari Jaya, Tbk. yag terjadi antara pemegang saham mayoritas (Putera Sampoerna dan Hasan Sunarko) dengan para pemegang saham minoritas.

Berbeda dengan dua kasus sebelumnya yang melibatkan antara dua pemegang saham besar. Kasus sengketa di Sumalindo cukup menarik perhatian karena melibatkan pemegang saham mayoritas sekaligus pendiri perusahaan (Sampoerna dan Sunarko), dengan pemegang saham minoritas (Deddy Hartawan Jamin).

Konflik di Sumalindo dipicu oleh anjloknya kinerja perusahaan, bahkan terus merugi setiap tahunnya. Padahal dalam laporan tahunan perusahaan patungan keluarga Sampoerna dan Sunarko pada 2012, total menguasai lebih dari 840 ribu hektare hutan alam dan 73 ribu hektar hutan tanaman industri (HTI).

Dengan kapasitas produksi kayu lapis hingga 1,1 jutameter kubik per tahun, Sumalindo menguasai lebih dari 30 persen pasar Indonesia dan termasuk lima besar produsen kayu di dunia. Sejak 1980-an, keluarga Hasan Sunarko sudah malang melintang di bisnis kayu dengan bendera Hasko Group dan PT Buana Alam Semesta. Adapun Sampoerna baru masuk ke industri hutan pada 2007 dengan mengibarkan bendera Samko Timber, Ltd di bursa Singapura.

Sebagai perusahaan raksasa pemegang hak penguasaan hutan terbesar, hal itu tentu bukanlah sebuah hal yang wajar. Indikator paling nyata adalah harga saham perusahaan yang pada 2007 senilai Rp 4.800, terjun bebas terjun bebas di kisaran Rp 100 pada 2012. Terkait hal tersebut, Deddy Hartawan Jamin, pemilik 336, 27 juta saham atau 13,6 persen, sejak awal mempertanyakan duduk soalnya kepada Direktur Utama Amir Sunarko bin Hasan Sunarko. Ketika itu, Direktur Utama hanya menjawab bahwa Sumalindo merugi karena dampak krisis ekonomi 2008. Sementara upaya untuk mendapat keterbukaan selalu kandas, bahkan di RUPS upaya ini selalu digagalkan melalui voting, karena manajemen mendapat dukungan dari pemegang saham mayoritas/pengendali.

Kenyataan bahwa selalu kalah dalam voting ketika meminta audit perusahaan, Deddy Hartawan Jamin akhirnya mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ada dua hal yang dituntutnya, yakni audit terhadap pembukuan perusahaan dan audit dalam bidang industri kehutanan. Hasilnya, pada 9 Mei 2011 majelis hakim PN Jakarta Selatan mengabulkan permohonan tersebut. Upaya memperjuangkan keterbukaan ini sempat mendapat halangan dari Sumalindo dengan mengajukan Kasasi di MA, namun mendapat penolakan tahun 2012.

Selain persoalan tersebut, Deddy Hartawan Jamin marasa yakin untuk memperkarakan konflik tersebut ke meja hijau karena adanya sejumlah temuan penting, yakni: Pertama, pada laporan keuangan Sumalindo tercetak "Piutang Ragu-Ragu" tanpa ada penjelasan sedikit pun tentang siapa yang menerima utang tersebut.

Padahal selama ini laporan keuangan PT Sumalindo Lestari Jaya, Tbk diaudit oleh auditor Ernst & Young. Belakangan diketahui bahwa Piutang Ragu-Ragu tersebut adalah pinjaman tanpa bunga sama sekali yang diberikan kepada anak perusahaan Sumalindo, yakni PT Sumalindo Hutani Jaya (SHJ) mencapai lebih dari Rp 140 miliar sejak 1997.

Kejanggalan kedua, adalah terkait pernyataan Direktur Utama kepada Pemegang Saham Publik Minoritas bahwa PT Sumalindo Hutani Jaya telah dijual kepada PT Tjiwi Kimia Tbk. Selain tidak memiliki manfaat sama sekali bagi Sumalindo, penjualan tersebut dinilai sangat merugikan. Pada 1 Juli 2009, SHJ telah menerbitkan Zero Coupon Bond (surat utang tanpa bunga) atas utangnya kepada Sumalindo sebesar 140 miliar lebih, untuk jangka waktu satu tahun.

Atas dasar itulah, bisa dikatakan arah dan tujuan penjualan anak perusahaan ini cukup mencurigakan. Pada 15 Juli 2009, tak lama setelah surat utang diterbitkan, Sumalindo dan pabrik kertas Tjiwi Kimia menandatangani akta pengikatan jual beli. Selain memberi uang muka, Tjiwi Kimia membayar kepada Sumalindo dengan cara mencicil selama tiga tahun, sebagian lainnya dibayar dengan kayu hasil tebangan yang ada di areal eks lahan SHJ. Penentuan nilai aset SHJ pun sarat kongkalikong, karena penilaian hanya didasarkan atas saham dan besaran utang kepada Sumalindo. Padahal, banyaknya pohon yang ada di areal SHJ pun seharusnya masuk dalam perhitungan aset.

Ketiga, Surat Menteri Kehutanan yang menyetujui penjualan SHJ kepada Tjiwi Kimia patut dipertanyakan. Menteri Kehutanan merilis surat persetujuan pengalihan saham tersebut tertanggal 1 Oktober 2009. Padahal Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang mengagendakan penjualan SHJ baru dilangsungkan pada 15 Oktober 2009.

Apalagi dalam salah satu klausulnya, ditegaskan bahwa jika terjadi sengketa di antara pemegang saham, maka hal tersebut menjadi tanggung jawab perusahaan dan tidak melibatkan Kementerian Kehutanan.

(republika)

Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Kompasianer (anggota Kompasiana) yang menayangkannya.Kompasiana tidak bertanggung jawab atas validitas dan akurasi informasi yang ditulis masing-masing kompasianer.

Rintik Senyap

Posted: 19 Nov 2013 11:52 AM PST

Apa Iya Akun yang Belum Terverifikasi Akan di Tebas?

Posted: 19 Nov 2013 11:52 AM PST

Hayu atuh Kompasianer Bandung,

urang sasarengan nyerat blog nganggo

Basa Sunda yu?

26 August 2013

Ieu artikel mung saukur ngawangkong,pedah weh teu boga ide keur nyieun tulisan. Ret kana Kompasiana katingali aya kanal nyunda,nya dumadak beut hayang ngeusian ieu rubrik. Rek ku saha deui atuh ngamumule basa ...
Idoey Thea Komentar

14 February 2013

Taksi ka Airport Lalaki ginding make setelan jas bulao, tumpak taxi ka airport.Ilaharna supir taxi, sok ngajak ngobrol panumpangna. Bade angkat kamana pa? , supir taxi ngamimitian obrolan. Ka Surabaya , jawab si ...
Karuhun Ciwidey Komentar

08 February 2013

C A I kinanti Eta mah CAI ti gunung, asal ti SA'AB jaladri, peuting sumawonna beurang, estu henteu pisan cicing, gawena neangan jalan, PERJALANAN geusan balik. Ngocor nyukcruk-nyukcruk gunung, nyusukan malipir pasir, ...
Ridwan Firdaus Komentar

Dengan Humor, Aku Jadi Lebih Hidup

Posted: 19 Nov 2013 11:52 AM PST

1384888022631400681

gambar koleksi pribadi

Cieeeeee…, lagaknya pake dikasih judul sok-sok an gimana gituh. Dramatisasi basi! Tapi memang itulah kenyataannya, dengan humor, aku jadi lebih hidup. (emang dulunya koit lu?) :P Wakakakakaka

Andaikata sehari saja tak menulis hal yang berbau humor, jemari ini rasanya gatel pengen garuk bokong si Dia. Mulut ini rasanya pingin nyipok kompor gas. Emang dasar orang kesepian, jadi wajar saja jika diriku senyam-senyum sendirian di depan leptop yang kubeli bekas dan murah sekali ini. Malah kadang aku suka tertawa nggak jelas, padahal tidak ada sesuatu hal yang lucu yang patut untuk ditertawakan.

Ya suka-suka aku lah, emangnya tertawa itu melanggar HAM? Melanggar konvensi Jenewa? Khan enggak. Yang penting nggak mentertawakan tampang si Gita Wiryawan yang tiap hari nongol di layar Kompasiana. Khan kasihan kalo ditertawakan, gitu-gitu doi bayar mahal lho? Beda sama aku, patut ditertawakan karena cuma nebeng, wakakakakakaka….

Intinya, menulis humor itu menyehatkan diriku, membuatku bugar selalu. Sehari tak makanpun rasanya perut kenyang kalo sudah bisa mentertawakan tulisan sendiri, apalagi bisa tertawa secara koor bersama sohib semua, pastinya bisa lebih heboh melebihi acaranya si Mario Teguh.

13848880912096529380

gambar koleksi pribadi

Dan yang tidak kalah nikmat, dengan menulis humor, aku bisa menjadi diriku yang seutuhnya, tanpa terbelah-belah menjadi ribuan kepribadian. Dan memang aku tak punya bakat untuk mem- BUNGLON. Aku ya aku, bukan kamu atau bapakmu yang duitnya sebakul.

Sempat ketar-ketir juga dengan wacana di Kompasiana yang kabarnya akan memberangus kolom humor. Bukan takut kehilangan kamar, melainkan takut bila nantinya harus berhenti nulis yang ngawur-ngawuran untuk selamanya dari Kompasiana. Memang sih, humor tak harus selalu di kolom humor pula, cuma rasanya akan menjadi beda jika humor ditaruh di kolom kesehatan. Blog pribadi ada, tapi semenjak dirinya berubah, aku mengharamkan diriku untuk menulis di blog pribadiku lagi, entah sampe kapan… Hiks (congeknya meler).

Selamat untuk semua orang yang masih bisa tertawa kemarin, pagi tadi, sore tadi, malam ini dan esok pagi. Energi kebahagian melalui tawa akan membuatmu jauh dari mengeluh.

Malaikatpun akan tersenyum jika kita berbahagia, sebaliknya iblis akan cemberut saat kita berbahagia. So, jangan biarkan iblis tersenyum dengan ketidakbahagiaan kita.

Salam Kereria…

Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Kompasianer (anggota Kompasiana) yang menayangkannya.Kompasiana tidak bertanggung jawab atas validitas dan akurasi informasi yang ditulis masing-masing kompasianer.

“Mengapa KPK tutupi Nazarudin sbg salah satu pemenang lelang di Hambalang?”

Posted: 19 Nov 2013 11:52 AM PST

REP | 20 November 2013 | 02:04 Dibaca: 32   Komentar: 0   0

"Mengapa KPK selama ini menutupi bahwasannya Nazarudin adalah Salah Satu Pemenang Lelang Di Hambalang?"

Pada faktanya Nazarudin dengan meminjam bendera  PT. Putra Utara Mandiri yang beralamat di Jl. Kramat Raya 7 – 9 , Gd. Centra Kramat Blok A-14, Kel. Kramat, Kec. Senen, Jakarta Pusat, adalah salah satu pemenang Lelang pengadaan sarana dan prasarana  Hambalang  tanggal 7 oktober 2011,  kementerian pemuda dan olahraga saat melaksanakan pelelangan umum pertama dengan pascakualifikasi untuk paket pekerjaan Pengadaan Sarana Olahraga Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) berupa peralatan sport science pada Kementerian Pemuda dan Olahraga tahun 2011, dengan nilai HPS (Harga Pekiraan Sendiri) sebesar Rp.79,9 Miliar atau (Rp.79.958.881.000).

Nazarudin mendapatkan proyek tersebut dari Paul Nelwan.

Mengapa KPK menutup semua ini?

Tunggu tulisan DeepThroat selanjutnya!

Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Kompasianer (anggota Kompasiana) yang menayangkannya.Kompasiana tidak bertanggung jawab atas validitas dan akurasi informasi yang ditulis masing-masing kompasianer.

Siapa yang menilai tulisan ini?

-

Susahnya Cari Parkir Di Kalibata, Siapa Suruh Datang Jakarta?

Posted: 19 Nov 2013 11:52 AM PST

OPINI | 20 November 2013 | 01:59 Dibaca: 20   0

Begini, 4 sampai 7 tahun yang lalu saya bermimpi saya punya mobil, soalnya kalau jalan di Jakarta pakai mobil pribadi enak, sama lah kayak Gatotkaca.. panas ngga kepanasan, hujan ngga kehujanan (walaupun sebenarnya pakai payung juga bisa). Jakarta macet.. ah cincaylah… namanya juga warga ibu kota. Naik kendaraan umum juga macet-macet juga.

Lalu 3 tahun yang lalu, akhirnya terbelilah mobil yang saya idam-idamkan. Tralala trilili senangnya rasa hati. Jakarta macet ngga peduli, tapiiii….. kenyataan bahwa di Jakarta susah dapat lapak buat parkir sangat menohok harga diri.

Parahnya, susah parkir di Jakarta tidak hanya berhenti pada gedung-gedung perkantoran atau mall-mall di jantung ibu kota, tapi juga di kampung-kampung bahkan apartemen-apartemen. Kebetulan sekarang saya tinggal di Apartemen Kalibata City, apartemen sejuta umat. Setiap hari saya beraktivitas perasaan saya bahagia-bahagia saja, ceria-ceria saja. Tapi ya namanya juga kerja di dunia broadcast (yang kalau pulang ngga pernah kurang dari jam 12 malam) jadi.. kalau jam 10 malam masih miting / syuting / kerja apapun, hati rasanya kebat-kebit, kerja jadi ngga fokus hanya karena mikir.. "Waduh.. nanti pulang dapat parkiran nggak ya?"

14.400 VS (kurang dari) 14.400

Aneh tapi nyata, dan memang kenyataannya jadi warga Kalibata City yang punya mobil harus bermental baja dan bermuka tembok demi bisa memperjuangkan sebuah lahan parkir. Dengan gedung sebanyak 20 tower (kalau nggak salah, soalnya terakhir ngitung sampai tower T) dimana setiap tower terdapat sekitar 720 unit apartemen, lalu kita asumsikan 1 unit punya 1 mobil , maka akan didapat kisaran jumlah mobil 20×720 = 14.400 mobil, belum lagi kalau 1 unit punya lebih dari 1 mobil.

Nah… masalahnya lahan parkir yang disediakan hanya terdiri dari 3 lantai basement + parkir-parkir outdoor di area kanan kiri tower itu tidak mampu menampung jumlah mobil sebanyak itu. Apalagi kalau sudah masuk jam 11 malam ke atas wedeeewww… harus rajin-rajin Istighfar atau bersabar muter-muter keliling area apartemen, keluar masuk basement, saya sendiri pernah sampai satu jam mengelilingi seluruh area apartemen seperti layaknya orang tawaf, keluar masuk basement, samapai akhirnya karena putus asa saya memutuskan untuk parkir sembarangan saja hahahaha…

Korban-korban berjatuhan

Kejadian susah parkir ini bukannya tidak menimbulkan korban, terutama di malam hari. Perseteruan sengit antara penghuni dengan satpam penjaga parkir sering terjadi (saya pernah mengalami), rebutan parkir antar penghuni sampai adu mulut (saya pernah melihat), mobil yang parkir paralel tapi lupa lepas rem tangan dibaret atau dirusak atau digembok (saya pernah mengalami juga), sampai akhirnya parkir sembarangan sehingga menyulitkan penghuni-penghuni lain yang hendak mengeluarkan mobilnya (itu saya banget.. hahaha), dan masih banyak lagi.

Kemarin, baru kejadian dua mobil rebutan lahan parkir di lobi Tower Jasmine. Karena kesal, pengendara mobil yang "kalah saing" keluar dari mobilnya mengangkat tong sampah besi yang cukup besar diameter 80cm-an lalu melemparkannya ke kap depan mobil pesaingnya, saking kesalnya, sampai penyok ngga beraturan bentuknya. Karena tidak terima si korban ngajak berantem, hingga akhirnya perkelahian tak terelakkan. Barusan, waktu saya baru tiba tepat pukul 00.30 dan stres nggak dapet parkir, saya harus ngotot-ngototan sama security parkir di depan hydran pemadam api, dia mengancam saya untuk mengadu ke atasannya kalau tidak memindahkan mobil, ya saya jawab aduin aja.." dengan santai, lebih tepatnya sih nantangin… Ya ayok sajalah kalau memang mau dipermasalahkan..

Yang saya benci, kami ini para penghuni, setiap bulannya bayar uang parkir lho. Ketika kami yang sudah berlangganan parkir ini tidak dapat lahan parkir, hampir setiap hari, wajar nggak kalau kami marah? Saya sih paham para satpam itu hanya menjalankan tugas mereka, tapi karena mereka 'nyolot' dan tidak memberikan solusi dimana kami harus parkir, yaaa disitulah yang namanya bermuka tembok harus beraksi hehehehe… Maaf ya Pak Satpam…

Jadi Siapa Yang Harus Disalahkan Untuk Masalah Parkir Ini?

Kalau dirunut-runut lagi memang seharusnya pihak manajemen Kalibata City / pengelola lahan parkir Kalibata City lah yang bertanggung jawab atas hal ini. Entah salah saat proses perencanaan sebelum pembangunan atau mereka ingin mengambil keuntungan sebesar-besar dari 'parkir' jadi para pihak manajemen ini tidak ada tindakan apapun untuk menyelesaikan masalah parkir di Kalibata City. Komplain-komplain yang diajukan ke mereka pasti sudah banyak, tapi kok seperti tidak peduli dengan masalah ini. Ini kan sudah masalah kenyamanan penghuni..

Marilah berbisnis dengan hati nurani, jangan hanya berpikir untung rugi. Kami para penghuni apartemen perlu dilayani dengan baik hati. Harus ada berapa korban lagi sampai manajemen terbuka untuk memberikan kami lahan parkir yang lebih luas dari sekarang? Berilah kenyamanan bagi kami…

Saya cuma berharap pihak menejemen terbuka mata hati mereka untuk menindaklanjuti masalah perparkiran ini. Walaupun, saya akui kadang-kadang harus dilihat sisi posistifnya akibat susah parkir di Kalibata, setidaknya para penghuni jadi semakin kreatif mencari posisi parkiran seperti yang saya lakukan..

Look at the bright side sajalah..

1384887260969101708

parkir dimana saja, gimana saja, berbanggalah kreativitas terjaga!

Nahhh…kalau sudah susah cari parkir di Kalibata.. jadi siapa suruh datang Jakarta? Siapa suruh datang Jakarta? Sendiri susah sendiri rasa.. eh siapa suruh datang Jakarta?

porifori's posting something.

www.porifori.com

Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Kompasianer (anggota Kompasiana) yang menayangkannya.Kompasiana tidak bertanggung jawab atas validitas dan akurasi informasi yang ditulis masing-masing kompasianer.

Adsense Content. bottom of article

0 komentar:

Posting Komentar