Adsense Link 728 X 15;

Kompasiana

Posted by Sri Rejeki Senin, 25 November 2013 0 komentar
Adsense Content. recommended 336 X 300

Kompasiana


Ketika Aku Dipertemukan Oleh Cinta

Posted: 25 Nov 2013 11:24 AM PST

Memodifikasi Kendaraan, Gaya Hidup Gila

Posted: 25 Nov 2013 11:24 AM PST

1385406734231033771

Oleh MUCH. KHOIRI

Memodifikasi kendaraan—sepeda motor atau mobil—adalah gaya hidup gila di mata umum. Komunitasnya kadang dianggap kurang waras, kalau tidak mau dinilai nyeleneh. Setidaknya, ia sulit diterima nalar.

Betapa tidak, bodi kendaraan dicat atau dilukis warna-warni, kadang seperti kanvas tempat lukisan. Bodi dipreteli dan diganti onderdil yang tak standar. Knalpot dipotong pendek, ujungnya melebar sepanci. Roda pun diganti dengan roda kecil—atau depan kecil dan belakang standar, atau sebaliknya.

Lebih dari itu, lampunya juga diganti lampu sepeda angin, termasuk jok-nya: dicopot dan diganti kayu. Lampu sein dipreteli, diganti miniaturnya saja. Tak jarang, sepeda motor dibuat ceper sebegitu rupa ia hampir tak bisa dinaiki. Yang tersisa masih "orisinil" seakan hanya mesin dan tangki BBM.

Itu sebagian gambaran sepeda motor modifikasi. Kadang malah ada yang lebih "gila" warna dan penampilannya. Hal sama juga terjadi pada mobil. Mobil modif pun tak kalah gilanya. Ujung-ujungnya, fungsi kendaraan berubah total, bukan sebagai moda angkutan, melainkan wahana ekspresi.

Menurut nalar waras, kendaraan modif itu jelas irasional. Fungsi kendaraan sebagai moda angkutan berubah menjadi simbol gaya hidup (baca: simbol identitas) penggunanya. Mereka tak peduli, misalnya, knalpot yang superkeras mengganggu pengendara lain. Yang penting: gaya!

Jika bukan untuk simbol gaya hidup, lalu untuk apa? Pertanyaan ini kerap terlontarkan oleh masyarakat yang mendapati kendaraan-kendaraan super-duper nyeleneh di jalan. Tak jarang, bahkan, masyarakat mengesankan mereka hanya caper (mencari perhatian) atau cesi (cari sensasi).

Namun, begitulah gaya hidup. Gaya hidup itu mahal harganya, karena ia soal kepuasan. Di sana ada kebahagiaan, karena kebahagiaan bukan di mana-mana kecuali di dalam hati. Dan semua itu bisa diperoleh dengan memenuhi kebutuhan untuk terpuaskan—termasuk bergaya hidup sesuai keinginan.

Tak dimungkiri, penyanjung gaya hidup tertentu, hidup dengan ikon-ikon dan jargon-jargon tertentu untuk identifikasi diri dan komunitasnya. Kehadiran diri dalam proses identifikasi, lewat ikon dan jargon, meningkatkan tingkat keberterimaannya di dalam komunitas.

Karena itu, untuk menebus harga kepuasan (kebahagiaan) atas kendaraan, orang tak segan merogoh uang gila-gilaan jumlahnya—bahkan tak jarang melebihi harga kendaraannya sendiri. Bahkan memodifikasi kendaraan menjadi candu bagi pecintanya. Dia akan puas secara internal, dan puas diterima komunitasnya.

Sekarang, adakah yang salah dengan pilihan mereka? Dalam konteks diri pribadi, tentu tidaklah salah—terlebih semua itu dilakukan terhadap kendaraan sendiri. Biaya pun dikeluarkan sendiri. Ibaratnya, mau dibakar pun, itu kendaraan sendiri.

Bahkan berbagai ekshibisi atau lomba digelar untuk mewadahi "kreativitas" memodifikasi kendaraan, dengan berbagai level dan hadiah. Di berbagai wilayah Tanah Air fenomena ini telah menjadi agenda tahunan. Outlet kreativitas itu telah tersedia.

Namun, konteksnya lain jika kendaraan itu berada di jalan. Di jalan berlakulah hukum jalan, siapa pun melanggar aturan main di jalan wajib diganjar sanksi. Artinya, kendaraan modif yang melintas di jalan harus ditindak tegas—jika tidak memenuhi aturan main yang berlaku.

Seandainya pengguna kendaraan modif belum ditindak petugas, ia akan "ditindak sosial", sebab mungkin secara tak sadar telah mengganggu pengguna jalan lain. Knalpot "besar" yang keras, tentu memekakkan telinga. Kendaraan ceper, yang jalannya seperti siput, membuat macetnya jalan.

Dus, memodifikasi kendaraan, tentulah, hak setiap orang. Namun, jangan lupa, setiap hak manusia selalu berbatasan dengan hak orang lain. Jika orang hanya menuntut pemenuhan hak sendiri, dengan mengabaikan hak orang lain, dia pastilah manusia egoistis.***

Sumber ilustrasi:
http://kotak-cewek.blogspot.com/2013/03/infoku-jupiter-mx-drag-staylish-250cc.html

Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Kompasianer (anggota Kompasiana) yang menayangkannya.Kompasiana tidak bertanggung jawab atas validitas dan akurasi informasi yang ditulis masing-masing kompasianer.

Menakar Pemahaman Sang Calon Presiden (Pramono Edi)

Posted: 25 Nov 2013 11:24 AM PST

"Terimakasih Moderator atas kesempatannya"

"Pertanyaan pertama saya kepada senior saya, prof Anhar Gonggong : Prof, apa yang menyebabkan Indonesia menjadi sebuah Negara (menjadi National State), padahal dulu Indonesia terdiri atas kerajaan-kerajaan dan suku-suku (unity)? Apa yang dilakukan oleh Founding Father kita?  "

"Pertanyaan kedua, kepada pak Sekjen (H H Marsyudi Syuhud - Sekjen PB NU), pak saat Negara ini akan menetapkan dasar Negaranya, Wahid Hasjim adalah tokoh yang menjadi 'corong' bagi umat Islam dan lantang mempertahankan mengenai 7 butir kata dalam piagam Jakarta, namun akhirnya berubah. Kira-kira apa yang membuat pak Hasiim pada waktu itu setuju dengan Pancasila, padahal bisa saja pak Hasjim ngotot dengan 7 butir kata tersebut?"

yang terakhir kepada pak Pramono Edi.

"Pak, bapakkan sebagai mantan kasad Angkatan Darat dan salah satu bakal calon parta Demokrat, tentunya bapa sudah paham persoalan Indonesia, terkhusus di Papua dan Papua Barat. Kalau bapak jadi Presiden, menurut bapak bagaimana cara menyelesaikan persoalan disana (Papua dan Papua Barat), apakah dengan dana Otsus atau ada metode lain yang akan bapak lakukan?"

Terimakasih.

- - - - - -

Pertanyaan diatas adalah pertanyaan yang saya ajukan, ketika diadakan diskusi publik oleh salah satu organisasi kepemudaan, yaitu GAMKI di hotel Acacia pada tanggal 14 November 2013. GAMKI mengadakan dialog publik pada hari itu dua sesi, sesi sebelumnya berbica Ketua Umum GAMKI, Direktur Walhi, dan Ketua Umum DPP KNPI. Tema yang dianggat oleh dua sesi diskusi tersebut adalah Reiventing Indonesia.

"Papua adalah daerah yang unik, jadi perlu penangan khusus. Papua harus dibangun sesuai dengan kearifan lokalnya, jangan paksakan cara pandang Jawa untuk memambangun, tidak akan jadi itu" dengan suara yang keras dan tegas, khas militer "bukan dengan membangun jalan-jalan yang mendaki gunung, karena dengan begitu orang-orang non Papua yang akan menikmati semua itu. Dia harus dibangun sesuai kearifan lokalnya" jawab pak Edi.

Sebelumnya beberapa penanya, termaksud aktor Pong Harjatmo menyampaikan persoalan impor Garam, Kedelai, dan Bawang. Pertanyaan 'pedas' ini mengkritik habis-habisan pemerintah mengenai ketidak mampuan dalam mengelola pangan di Indonesia.

Pak Edi menjawab dengan suara besar dan tegas dari atas mimbar yang disampaikan, dengan mengatakan : "kalau itu menjadi persoalan kita (impor Bawang,dll) mari ikita atasi bersama,jangan hanya mengkritik tapi tidak mengambil langkah penyelesaian. Saya sedih melihat anak-anak muda yang pesimis melihat bangsa ini (sambil menunjuk para pendengar). Mari, saya mengajak kalian semua untuk bersama-sama menanm bawang, kedelei, garam dan yang lainnya untuk memenuhi kebutuhan dalam Negeri kita. Jangan hanya mengkritiki" Suaranya seolah-olah pak Sukarno.

(Jawaban pak Edi ini mau ditanggapi oleh beberapa peserta yang hadir, namun tidak diberi kesempatan karena waktu yang sudah habis, kecuali pak Pong yang menyampaikan kata-kata akhir diskusi, tentunya mengkritik jawaban pak Edi).

Beranjak dari pertanyaan yang saya ajukan mengenai Papua, apa yang beliau (pak Edi) sampaikan sangat tepat, bahwa pembangunan harus mengikuti kearifan lokal. Hal itu sudah ada dalam semangat otonomi daerah, yang diberikan kesempatan kepada tiap dearah membangun dengan konteks lokalnya masing-masing.

Secara strategis, Kasad pengganti Jenderal George Toisutta ini belum memberikan jawaban yang cukup jelas mengenai pemikirannya dalam membangun Papua. Mungkin, masih 'tahan' ilmu menunggu waktu yang tepat saat kampanye, atau mungkin belian belum memiliki konsep membangun Indonesia, terkhusus di kawasan Timur Indonesia ini.

Jawaban belaiau juga mengenai impor pangan, juga sangat tidak masuk akal dengan mengajak untuk menanam material yang di impor tersebut. Tidak masuk akal maksudnya, tidak menjawab persoalannya. Seolah-olah aadik ipak pak SBY tersebut tidak memahami persoalannya pada proses manajemen, atau mungkin hal itu mungkin menjadi 'motifasi' bagi orang-orang yang hadir untuk menanam bawang dan kedelai di tanahnya masing-masing (hehehe).

Jika mengikuti dari awal alur diskusi ini, pasti sepakat bahwa apa yang disampaikan oleh pak Edi menyaingi pak Mario Teguh, karena sifatnya motifasi. Tidak pada konteks persoalan yang dimaksudkan oleh tema, cukup beber beda dengan dua pembicara yang semeja dengan beliau.

Tantangan pria yang menjadi salah satu anggota pertimbangan partai Demokrat sejak Juni 2013 ini tentunya akan sangat besar dengan tingkat pemahamannya terhadap persoalan bangsa Indonesia yang masih belum cukup baik (dalam kaca mata penulis) untuk porsi pemimpin Negara.

Menjadi pemimpin Indonesia tentunya tidak harus memiliki pengetahuan yang baik sekelas profesor, namun tentunya juga rakyat Indonesia tidak ingin dipimpin oleh orang-orang yang tidak memahami apa yang menjadi persoalan Negara ini. Jayalah Indonesia.

Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Kompasianer (anggota Kompasiana) yang menayangkannya.Kompasiana tidak bertanggung jawab atas validitas dan akurasi informasi yang ditulis masing-masing kompasianer.

urgensi cerpen

Posted: 25 Nov 2013 11:24 AM PST

sebuah pertanyaan terlontar dari seorang teman di warung kopi. kenapa saya memilih cerpen? bagi saya, cerpen adalah bacaan yang ringan dan singkat, sehingga pembaca tidak akan jenuh untuk menyelesaikan tulisan dari penulis. sebagai sebuah karya seni, cerpen pun dikemas dengan pembubuhan kata-kata yang indah dan menarik.

lalu dia kembali bertanya. untuk apa cerpen tersebut? cerpen adalah sebuah media yang sangat efektif untuk membentuk paradigma para generasi muda. essay mungkin adalah media yang paling efisien dalam edukasi. namun dari segi efektifitas, bagi saya, cerpen adalah media edukasi yang paling efektif.

generasi muda cukup disuguhkan sebuah karya seni yang indah sembari nilai-nilai disisipkan melalui cerita. seperti yang saya katakan tadi, bahwa cerpen bukanlah media yang paling efisien, pembaca tidak serta merta memahami apa nilai yang hendak disampaikan oleh penulis. terkadang pembaca tidak menyadari nilai-nilai yang hendak disampaikan oleh penulis, namun secara tidak sadar, nilai-nilai itu tertanam di benak pembaca melalui penghayatan sebuah cerita.

oleh karena itu, penyajian cerpen harus dapat menggiring pembaca untuk menyelami kisah seolah pembaca mengalami sendiri kisah yang mereka baca. di sinilah dibutuhkan kekuatan emosi dalam penyajian cerpen. sebuah tugas pula bagi para cerpenis, jangan hanya mengejar popularitas dan rating dari penyusunan cerpen, melainkan harus memperhatikan nilai-nilai yang dapat di serap oleh pembaca. karena jika penulis pun tidak paham dengan hal ini, maka dapat merusak paradigma para pembaca.

sebagai contoh kisah nan indah namun minim nilai yaitu kisah film Titanic yang diperankan oleh leonardo dicaprio dan kate winslet. saya tidak mengambil contoh dari cerpen, karena saya tidak melihat ada cerpen yang sepopuler dan sefenomenal film tersebut. oleh karena itu, saya cukup mengambil contoh dari sebuah film yang saya yakin semua pembaca pun tahu film titanic. sebuah kisah yang menanamkan nilai untuk membangkang dari segala norma di dalam masyarakat. sementara norma ini lahir bukanlah hasil kekolotan manusia, melainkan bersumber dari nilai-nilai luhur yang tertanam pada tiap manusia. sehingga melanggar norma justru sangat kontradiktif dengan edukasi. sebagaimana prinsip edukasi adalah memanusiakan manusia. kisah tersebut justru menjauhkan manusia dari nilai-nilai kemanusiaan yang oleh sigmund freud disebut sebagai keterasingan diri.

lalu kenapa mesti cerpen bukannya film? sederhana saja. biaya pembutan film sangat besar sehingga tendensi komersilnya pun sangat tinggi. ketika tendensi komersil tinggi, maka nilai-nilai edukasi pun harus terabaikan demi mewujudkan tendensi komersil. saya masih tetap dengan tujuan awal untuk melakukan edukasi kepada generasi muda. saya belum mau menjual idealismeku untuk tujuan komersil. entahlah di esok hari hehehehe

Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Kompasianer (anggota Kompasiana) yang menayangkannya.Kompasiana tidak bertanggung jawab atas validitas dan akurasi informasi yang ditulis masing-masing kompasianer.

NAR— Pending Home Sales AS Menurun

Posted: 25 Nov 2013 11:24 AM PST

NAR— Pending Home Sales AS menurun

Penyelesaian kontrak pembelian rumah hunian bekas mengalami penurunan pada Oktober di bulan kelimanya berturut-turut, hal ini disebabkan oleh tingginya harga rumah dan KPR sehingga menghambat pemulihan pada pasar perumahan.

Asosiasi pengembang perumahan (National Association of Realtors/NAR) senin mengatakan indeks penjualan rumah hunian bekas turun menjadi 102,1 pada October, angka tersebut merupakan level terlemah dalam setahun dan mencatat penurunan 0,6% dari September, bahkan bertolak dari yang diperkirakan para ekonom, yakni kenaikan 1,1%.

Lemahnya angka penjualan di Oktober ini semakin mempertegas industry perumahan masih terus berjuang menghadapi pengaruh semakin mahalnya biaya KPR. Suku bunga mulai mengalami kenaikan sejak Federal Reserve memberikan sinyalemen akan meneruskan program pembelian obligasi sebesar $85 miliar perbulannya. Suku bunga KPR tetap 30 tahun sebesar 4,22% di pekan lalu, naik dari 3,54% pada Mei, menurut Freddie Mac.

Naiknya harga rumah semakin menghambat daya beli. Dalam periode 12 bulan hingga September, harga rumah meningkat sebesar 33% di kawasan Las Vegas dan Sacramento, California dan peningkat 20% terjadi di San Francisco, Phoenix, San Diego, dan Orange County, California, menurut Zillow Inc.

Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Kompasianer (anggota Kompasiana) yang menayangkannya.Kompasiana tidak bertanggung jawab atas validitas dan akurasi informasi yang ditulis masing-masing kompasianer.

Cara Tepat Menghadapi Bayi Kejang

Posted: 25 Nov 2013 11:24 AM PST

Mempunyai seorang balita memang repot-repot menyenangkan. Apalagi anak kita sudah mulai pandai berjalan, kalau tidak dijaga dengan seksama bisa-bisa mengalami kecelakaan kecil. Sekalipun kecelakaan kecil, namun akibatnya bisa membuat orang tua khawatir dan tidak tidur seribu satu malam.

Balita, Bawah Lima Tahun, masih sangat rawan menderita sakit dikarenakan sistem kekebalan tubuh sang anak tidak sekuat sistem kekebalan tubuh orang dewasa. Akibatnya sang anak akan lebih mudah terserang penyakit. Mulai dari demam masuk angin, diare dan muntah, hingga kejang-kejang yang benar-benar akan membuat anda berada dalam kepanikan tiada tara.

Kejang pada anak ada yang diawali dengan demam ada juga yang tanpa diawali dengan demam. Sedang kejang itu sendiri ada 2 yakni kejang komplek dan kejang sederhana. Kejang kompleks umumnya berlangsung lama (10-15 menit) sedangkan kejang sederhana biasanya berlangsung singkat. Masalahnya adalah, baik kejang sederhana maupun kejang kompleks, yang disertai demam atau pun tidak, dapat berakibat fatal. Kejang dapat pula disebabkan oleh tidak seimbangnya cairan tubuh, kurang asupan makanan yang mengakibatkan gula darah menjadi rendah, trauma otak,  otak kekurangan oksigen, diare dan muntah yang mengakibatkan elektrolit berkurang, atau bisa juga karena epilepsi.

Diketahui bahwa usia anak yang sering terkena kejang adalah pada usia 6 bulan keatas, dan yang paling banyak adalah usia 18 bulan.

Bagaiman Menhindari Kejang pada Bayi?

1.  Sediakan Termometer Badan

Ukur selalu suhu bayi anda ketika demam.  37.5oC adalah rawan.  Kompres dengan air hangat dan beri             obat penurun panas (anti piretika misalnya paracetamol).

2. Bila bayi anda diare dan muntah disertai demam, kemungkinan bayi anda mengalami dehidrasi. Sediakan        selalu oralit di rumah anda, bila tidak ada campurkan air gula dan air garam sebagai penambah elektrolit        bagi tubuh nya.

Bagaiama sikap kita ketika menghadapai bayi kejang?

1. Bersikaplah dengan tenang, jangan panik, apalagi sampai teriak-teriak menjerit histeris.  Ketika anda        panik maka anda akan kehilangan kemampuan untuk bersikap relistis mengambil tindakan.

2. Jangan peluk bayi anda. Baringkan bayi anda meghadap kesamping. Hal ini akan memudahkan air ludah yang tidak terkontrol dapat keluar dari mulut agar memudahkan jalan nafasnya.

3. Secara tradisional, umumnya bayi kejang akan diguyur dengan air yang banyak. Saya menyarankan untuk tidak melakukan hal ini. Buka bajunya atau longgarkan pakaiannya dan segera kompres pada dahi dan lipatan-lipatan tubuhnya seperti ketiak dan lipatan paha

4. Jangan beri air (termasuk Kopi sekalipun) ketika sedang kejang. Hal ini akan membuat bayi anda teredak dan dapat berujung pada kematian.

5. Tepuk-tepuk bayi anda dan panggil namanya untuk menggugah kesadarannya.

6. Jangan masukkan apapun termasuk jari anda karena akan mempersulit jalan nafasnya dan menghindari jari-jari anda terluka karena digigit :)

7. Sediakan obat anti kejang ; biasanya oral; diazepam misalnya, dan biasanya dimasukkan lewat anus ketika sedang demam.  Jangan diberikan ketika anak anda telah berhenti kejang.

8. Segera bawa ke UGD  dan bukan ke poly bayi.

Bagaimana dengan kejang tanpa demam?

Segera bawa bayi anda ke UGD dan bukan ke poly bayi. Penaganan dini akan dilakukan dan mungkin akan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut apakah bayi anda mengalami kerusakan otak (mungkin terjatuh atau terbentur) atau mungkin penanda awal akan penyakit misalnya epilepsi.13854051061487877921

Artikel ini sebagai bahan sharing bagi orang tua yang memiliki bayi. 2 minggu kemarin bayi saya nginap di ICU  disebabkan kejang yang sering berulang. Kejang pertama terjadi di rumah, mungkin suhunya 40C, kedua terjadi di UGD  dengan suhu 38.7C, sejam kemudian di bangsal dengan suhu 37.7 dan setengah jam kemudian dengan suhu 36.7 (atau mungkin termometer nya salah ya :) ). Penanganan telah dilakukan tetapi kejang masih berulang sampai diputuskan untuk dimasukkan ke ICU. Dari hasil CT Scan maupun  EEG tidak menunjukkan adanya kerusakan otak maupun kelainan syaraf. Anak saya muntah tanpa disertai diare selama 2 hari, hasil pemeriksaan darah normal baik haematology maupun elektrolit. Tidak diketahui pasti apa penyebabnya, tak mengapa, namun Terima Kasih Banyak kepada Tim Medis yang telah memberikan pertolongan dan merawat bayi saya selama sakit.

Bismillah, semoga Allah memberikan kesehatan kepada kita semua. Amiin.

Jangan lupa, bila bayi anda pernah menderita kejang, lakukanlah kontrol paling tidak sebulan setelah kejadian atau menurut saran dokter.

Saya bukan dokter, saran saya ini hanya berdasarkan pengalaman pribadi dan informasi dari flyer maupun internet. Mohon maaf bila ada yang tidak sesuai.

Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Kompasianer (anggota Kompasiana) yang menayangkannya.Kompasiana tidak bertanggung jawab atas validitas dan akurasi informasi yang ditulis masing-masing kompasianer.

Adsense Content. bottom of article

0 komentar:

Posting Komentar