Adsense Link 728 X 15;

Kompasiana

Posted by Sri Rejeki Selasa, 05 Maret 2013 0 komentar
Adsense Content. recommended 336 X 300

Kompasiana


Mungkinkah ini Ratapan….

Posted: 05 Mar 2013 11:19 AM PST

REP | 06 March 2013 | 02:10 Dibaca: 5   Komentar: 0   Nihil

Kukayuh langkah disetiap hariku, menapaki jalan yang menjadi harapan bisa memberi senyum pada mereka yang terus sedih dan meratapi pahitnya kemerdekaan dan harapan akan hidup mereka,sesekali kutersandung dan memikirkan diriku dikala malam sepi menemani, mungkinkah aku nantinya tidak menjadi orang yang dikunjungi dan diratapi oleh semua pembaharu…..Ku tak ingin zaman terus berlalu dengan bola nasib yang sama.Kunikmati kemerdekaan dalam kesendirian,kekeringan dan canda tawa.Sesekali nampak wajah mereka yang membuatku terbangun dari idealisme yang kubangun, sesekali wajah mereka menghantui diriku dan mengharap diriku kembbali berkumpul dengan mereka….Ayah dan ibu,kakak dan adikku berilah ku izin untuk menjalani pilihan hidupku, biarlah kubegini,biarlah kubersama mereka yang selalu merindukan keadilan, Ilahi Rabb ku berilah kesabaran pada diriku dan keluargaku, berikan ketabahan bagi mereka yang tak merasakan apa yang mereka harapkan,,,Ayah dan Ibu ku setiap langkah yang kulakukan dijalanNYA kudermakan untuk kalian,kuharapkan keikhlasan dan maaf bagi anakmu yang tak mampu memberi kenyataan yang sesuai dengan asa…
Kuslalu berdoa moga Allah melindungi dan memberi kesehatan bagi keluarga, keluasan Iman,ketabahan dan Keluasan nikmat…Aku yakin aku tak memegang dan mencintai jalan ini andai bukan dari sulbi kalian, aku bahagia menjadi anak bagimu, aku bangga menjadikan kalian orang tua, aku bangga dengan keringat dan keteguhan hati kalian yang mengajarkan kami pentingnya pendidikan dan budi pekerti, dan aku sedih belum mampu menjadi yang terbaik bagimu, aku sedih disaat kalian merindukanku aku masih bergelut dengan megaphone serta argumentasi untuk membela dan memberikan mereka cinta, namun kusadar untuk kesekian kalinya bahwa cinta yang kubawa ini adalah cinta kalian,,,sejak terlahir aku telah mampu merasakan disaat ibu dan ayah merindukanku dan saat ini rasa itu hadir dan kutahu kalian merindukanku, aku bahagia menjadi anak yang engkau sayangi dan aku bangga bisa menyayangi dan mencintai kalian, ,,,ibu….ayah….maafkan segala kesalahanku,,,…,,,…
ya Allah…jika engkau mengizinkan kami melihat dan menempati surgamu, dahulukanlah kedua orang tua kami
Ya Allah….bila yang kulakukan ini mendapat nilai disisiMu, maka hadiahkanlah kepada kedua orang tuakami…..Allahumma shalli 'ala Muhammad wa 'ali Muhammad,,,Rabbi' 'gefirli wali walidayyah warhamhuma qama rabbayani tsaqira….

Siapa yang menilai tulisan ini?

Evolusi CN-235 menjadi Tulang Punggung US Coast Guard

Posted: 05 Mar 2013 11:19 AM PST

Membaca sebuah milis yang menyatakan bahwa pesawat buatan IPTN banyak yang rontok, membuat kepala ini geleng-geleng kepala. Di satu sisi memang benar, di sisi lain tidak sepenuhnya tepat.

Jika pesawat produksi IPTN yang dimaksud adalah pesawat CASA-212, maka pernyataan itu benar. Tapi harus diketahui bahwa CASA-212 murni hasil desain dari CASA Spanyol. IPTN engga ikut campur desainnya, cuma merakit dibawah lisensi CASA.

Ada lebih dari 70 kasus kecelakaan CASA-212 yang didokumentasikan oleh Aviation Safety Network sejak tahun 1990, umumnya disebabkan karena kesulitan bermanuver menghindari gunung atau jatuh karena mesinnya mati.

Beda dengan CN-235 dimana IPTN ikut urun rembug. Sayap CN-235 jauh lebih baik sehingga CN-235 lebih lincah bermanuver. Sayap ini juga meningkatkan performa STOL (Short take off and Landing - lepas landas dan mendarat dengan landasan pendek). Nah, klo dalam hal produksi CN-235 pernyataan di Alinea pertama menjadi kurang tepat. Aviation Safety Network cuma mencatat 13 insiden kecelakaan CN-235 sejak tahun 1990.

Banyak pesawat yang rontok berjatuhan karena timbul lapisan es pada sayap. Umumnya, pesawat  menggunakan sistem elektik untuk mencairkan es pada permukaan pesawat, dan kadang sistem elektronik ini sering gagal. Sedangkan CN-235 memiliki sistem pencair es pneumatis yang efektif. Sehingga pesawat CN-235 digunakan oleh Negara Chili untuk penerbangan ke Antartika tanpa kuatir sayapnya membeku.

Ada banyak kelebihan pada CN 235, sehingga CN-235 dikembangkan menjadi Pesawat  HC-144 Ocean Sentry. Ocean Sentry penjadi tulang punggung Pasukan Penjaga Pantai Amerika Serikat (US Coast Guard). Cuman sayanganya, yang mengembangkan CN-235 adalah CASA yang tergabung dalam European Aeronautic Defence and Space Company (EADS Company). Sementara IPTN atau PT DI cuma bisa diam terkubur debu… hicks!

13625089141685749555

Tuh photo pesawat Ocean Sentry, engga ada orang Indonesia-nya khaann???…. Sumber: www.uscg.mil

Di sisi lain, ada juga anak bangsa yang menghina CN-235 melalui milis. Padahal Airbusmilitary.com memberikan komentar luar biasa positif terhadap CN-235: The CN235 is able to cruise at altitudes up to 25,000ft, and speeds up to 245kt / 454 km/h, while retaining remarkable low level flight characteristics, as well as short take-off & landing (STOL) capabilities. Powered by two General Electric GE CT7-9CE, 1,750 shp turboprop engines, the CN235 provides excellent manoeuvrability, fast engine response, outstanding hot and high performance, low fuel consumption and consequently a very long endurance of up to 11 hours.

Membaca komentar Airbusmilitay.com, bisa bikin kita sadar bahwa pesawat yang dibikin IPTN didesain untuk menyatukan kepulauan Indonesia, tapi banyak dari kita yang tak peduli dan menganggap bagai pungguk merindukan bulan …

Demikian uneg-uneg seorang insinyur mesin yang merasa kecolongan teknologi nasionalnya, trus ditambah jengkel baca milis yang menghina CN-235 dari sesama anak bangsa! Klo mau mengkritik, kritiklah Camdessus yang ketakutan pesawat lain engga laku klo IPTN maju! Huh!

13625102571645074275

Camdessus dari IMF yang nyuruh Soeharto meninggalkan IPTN (sumber:http://hermansaksono.com)

Senyuman Perubah Malam

Posted: 05 Mar 2013 11:19 AM PST

Ketika Tiba Masanya

Posted: 05 Mar 2013 11:19 AM PST

Kecemasan Di Balik Frekuensi

Posted: 05 Mar 2013 11:19 AM PST

Empat belas tahun pascareformasi, apa yang terjadi dengan pers kita? Dulu, kebebasan pers dibungkam, sekarang kebebasan pers dibeli. Para pembeli itu tidak lain dan tidak bukan adalah pemilik media itu sendiri. Apakah tanah, air, udara—dan dalam konteks ini udara—sungguh dikelola negara demi kepentingan publik?

Film dokumenter Di Balik Frekuensi, yang di sutradarai Ucu Agustin "meneror" saya kemarin lusa (4/3) di Perpustakaan UI. Film berdurasi 140 menit itu sanggup membuat saya berpikir dan merasa cemas karena fakta-fakta yang dihadirkannya. Bagaimana tidak, dua kisah utama yang diangkat secara bergantian hadir membuat saya begitu geram. Pertama kasus Luviana, jurnalis Metro TV, sedangkan yang kedua tentang seorang bapak, korban lumpur Sidoarjo, Hari Suwandi.

Luviana di PHK oleh Metro TV karena dianggap mencemarkan nama baik, dia disebut telah melakukan pelanggaran berat. Pasalnya, Luviana yang telah bekerja selama 10 tahun di Metro TV itu hendak membuat serikat pekerja, mengkritisi Newsroom, dan menanyakan soal kesejahteraan para jurnalis kepada pihak manajemen. Padahal ibu satu anak itu, bersama dengan kawan-kawannya di Aliansi Jurnalis Independen (AJI) telah bertemu dan berunding dengan pemilik Metro TV. Namun, diskusi yang ditutup dengan pernyataan Surya Paloh bahwa Luviana dapat kembali bekerja sampai sekarang hanya isapan jempol belaka.

Kisah selanjutnya datang dari Siduarjo, Bapak Hari Suwandi. Lelaki paruh baya itu adalah korban lumpur Sidoarjo. Melalui bingkai ceritanya, penonton dapat melihat dengan jelas "pertempuran" dua stasiun televisi yang memiliki kepentingan masing-masing, saling menjatuhkan satu sama lain. Di Metro TV gencar memberitakan tentang perjuangan Heri selama 140 hari berjalan dari Porong, Sidoarjo ke Jakarta menuntut keadilan bagi korban. Sementara itu TV One berusaha mengungkap bahwa Heri bukan warga Sidoarjo, melainkan Kediri. Heri yang marah dengan pemberitaan TV One, di akhir kisah berada di studio TV One mengatakan menyesal berjalan kaki dan meminta maaf kepada keluarga Aburizal Bakrie.

Tidakkah itu membuat sesak? Saya tersentak, kemudian bertanya-tanya mengapa Heri yang dikatakan mau pergi beli susu cucunya, tiba di studio TV One memberi pernyataan tersebut? Sampai film itu dibuat, Heri tak dapat dilacak keberadaannya. Film dokumenter yang awalnya berdurasi 300 jam itu akan diputar di sejumlah kota sambil mengelar diskusi. Di dalamnya juga mengkritisi sejumlah stasiun televisi yang gencar menampilkan publik

Selain itu, yang juga tak habis pikir, dari sekian banyak media di Indonesia ternyata kepemilikannya hanya jatuh ke tangan 12 grup, yaitu MNC Group, Kompas Gramedia Group, Elang Mahkota Teknologi, Visi Media Asia, Jawa Pos Group, Mahaka Media, CT Group, Beritasatu Media Holdings, Media Group, MRA Media, Femina Group, dan Tempo Inti Media.

Ucu Agustin yang hadir mempertanyakan apakah kami masih percaya pada media? Kenyataan yang ada sekarang: sejumlah media dikuasai konglomerat, para pemilik modal alias pemilik media itu sendiri. Bagaimana mungkin kita percaya? Padahal seharusnya pemberitaan yang ada bukan menghamba pada pemilik modal, melainkan pada kepentingan publik.

Tayangan itu membuat saya yang belum lama lulus menjadi skeptis memasuki dunia media. Padahal sebelumnya, hal tersebut menjadi salah satu keinginan saya. Saya khawatir, idealisme yang ada mati perlahan karena tekanan dan tuntutan banyak hal. Sebut saja salah satunya karena kebutuhan hidup sehari-hari.

Sementara itu, saya pun menyadari bahwa tidak semua orang ditakdirkan berlaku menjadi pahlawan dan tidak semua orang rela bergelut untuk masyarakat sekitar. Sebagai buruh, seorang jurnalis mungkin hanya dapat bertahan, kemudian syukur apabila masih punya kepintaran untuk berusaha mengubah dari dalam pelan-pelan, mulai dari hal-hal kecil, dengan tidak meninggalkan etika yang ada

Bercermin dari kasus Luviana, teman saya pernah memberi tahu saya hal-hal yang baik untuk direnungkan dewasa ini.

Menurutnya berdasarkan buku karya Rorty, kita dapat melihat bahwa ada dua kondisi. Pertama, kondisi dunia privat yang di dalamnya terdapat kesadaran dan keberadaan diri, sedangkan yang kedua, adalah kondisi dunia publik hampir selalu di luar kendali pribadi, kecuali kita dapat mengambil sikap sendiri, berteguh menentang arus zaman, dan mencoba membangun, merakyatkan, dan menanam sebuah sikap publik yang baru.

Di dalam ketidaktenangan dan ketidaksenangan dunia modern dengan nilai-nilai seperti agama, etika, dan seterusnya, mungkin seseorang bisa hidup mandiri dengan pegangan hidup privatnya, dalam arus hidup publik, mungkin juga tidak dan meninggalkannya. Kendati demikian, kesempatan terbuka untuk mengubah hidup publik, apabila itu menjadi visi orang tersebut, sekiranya seseorang itu merasa di-inspirasi, diancam, atau dibenahi dengan rahmat yang cukup untuk mengubah situasi. Dua kondisi tersebut dapat kita pahami bahwa kita berjuang dalam dua dimensi yang berbeda, maka kita dapat menerima keadaan dunia yang suram, gerimis, dan mengobjektifkan orang.

Nina Armando, dosen komunikasi FISIP UI, sekaligus tim ahli Komisi Penyiaran Indonesia, memberi jawab atas keresehan kami, "Saya percaya apabila sistemnya busuk, kita dapat melakukan hal sekecil apa pun." Menurutnya, ketika pemilik modal dan reting menjadi dewa, modal para calon jurnalis adalah idealisme dan kepintaran. Keduanya agar calon jurnalis punya daya tawar untuk bekerja di media. Sementara itu, Ucu memotivasi dengan mengajak berpikir lima tahun mendatang bahwa penentu kebijakan akan jatuh di generasi kami dan pada saat itulah perubahan dapat terjadi.

Kemudian, pertanyaan reflektif yang menyeruak dalam benak saya, siapkah saya untuk masuk dalam dunia media macam itu dengan tetap pintar dan idealis memandang segala sesuatunya? Pada akhirnya, saya, maupun Anda yang mungkin bercita-cita menjadi jurnalis akan dihadapkan pada pilihan untuk mengambil peluang menjadi bagian dan masuk ke dalamnya, berjuang dan membuat perubahan sekecil apa pun, atau tidak sama sekali.

Mari "Hentikan Monopoli dan Kembalikan Frekuensi" untuk publik!

Pemikiran Cina; Kosmologi dan Hakekat Manusia (Part. 2)

Posted: 05 Mar 2013 11:19 AM PST

Alam semesta menurut pemikiran Cina dipahami sebagai keutuhan. Keutuhan itu tergambar dengan simbol lingkaran. Proses penciptaan alam di awali dengan kekekalan.

Prinsip kekekalan itu adalah Tao (Dao). Ia disamakan dengan prinsip, jalan yang tak dapat dijalankan, nama yang tak bisa dinamai, Pengetahuan yang tidak diketahui. Setelah Tao kemudian memunculkan kehampaan (Wu).  Belum ada batas, belum ada eksistensi, dunia, belum ada planet, belum ada apapun. Yang ada hanyalah kehampaan, kekosongan. Masa itu disebut sebagai dunia pikiran (The world of thoughts atau the axid world).  Dalam dunia pikiran tidak satu pun bersifat material. Semuanya imaterial.

Kehampaan disusul dengan kekacauan (Chaos atau Hundun). Chaos adalah pola-pola ketidakberaturan. Dari chaos itu muncullah gas disusul energi dan materi-materi. Mereka bergerak secara acak, saling bertabrakan dan dalam bentuk yang tidak jelas.

Muncullah keteraturan (Li) atau hukum alam. Keteraturan itu mencampur dan menyusun kembali materi-materi yang tersebar sehingga menampilkan bentuknya.

Proses selanjutnya adalah perubahan. Perubahan besar (Taiyi atau Yi) terjadi untuk menyempurnakan alam pembentukan. Ketika telah terbentuk dan mencapai keteraturan, maka segalanya tampil dan berfungsi sesuai hukum alam (Li).

Alam semesta bergerak menuju kesempurnaan berkat adanya Chi (Tai Chi atau Taiji).  Tai Chi adalah energi keseimbangan dan prinsip dasar dari segala benda. Ia adalah daya yang memuat perpaduan Yin (prinsip negatif) dan Yang (prinsip positif). Yin dan Yang membuat alam dalam tata harmonis dan berfungsi dengan baik.

Yin meliputi Dingin, Diam, Beku/Padat, Gelap, Betina, Menyerap, Lembut. Yang meliputi sebaliknya. Panas, Gerak, Cair, Terang, Jantan, Menentang, Keras.

Sifat Yin berlawanan dengan Yang. Namun keduanya diperlukan sebagai syarat berlangsungnya kehidupan atau harmoni.

Dari Chi tersebut muncullah lima unsur alam yang membentuk dunia. Unsur itu adalah Mu atau kayu, air atau Shui, api atau Huo, logam atau Jin dan Tu atau tanah. Kelimanya mengandung perbedaan yang destruktif maupun konstruktif. Interaksi yang terjadi di antara kelimanya mengakibatkan segala benda terjadi termasuk manusia.

Air memproduksi Kayu namun menghancurkan Api

Api memproduksi Tanah namun menghancurkan Logam

Logam memproduksi Air namun menghancurkan Kayu

Kayu memproduksi Api namun menghancurkan Tanah

Tanah memproduksi Logam namun menghancurkan Air

Kosmologi Cina menandakan bahwa alam bukanlah benda mati namun memiliki daya-daya hidup. Ia mempunyai ritme aturan yang menjadi poros bagi perilaku manusia. Karena alam diyakini baik maka manusia perlu merefer dan mengamati perilaku alam. Manusia diharapkan bisa berbaur dan memahami alam dengan seksama. Semakin manusia memahami alam maka manusia semakin bijaksana.

Sikap Terhadap Alam

Barat memperlakukan alam sebagai objek dan menempatkannya secara kasar. Dunia dipandang sebagai tidak berjiwa, milik khusus manusia, diciptakan Tuhan untuk  kebutuhan dan kesenangan manusia.

Sementara timur mengajak orang untuk menaruh hormat yang mendalam terhadap antar hubungan yang tak kelihatan di antara segala ciptaan. Hal ini memberikan kepekaan baru dalam merenungi dunia. Sikap terhadap alam menjadi agenda utama, karena manusia Cina berusaha menjadi senada dengan Tao.   Kesatuan dengan alam menjadi rahasia keseimbangan dan ketentraman yang dicerminkan dalam cara hidup orang Cina.

Manusia, sesudah merusak alam mulai mengalami konskuensi pahit. Sebab alam merupakan bagian yang tak terpisahkan dari hidup manusia.

Identitas

Manusia menyadari dirinya adalah bagian dari tata semesta. Untuk itu, manusia Cina melihat dirinya dalam lima gagasan.

Pertama, manusia ada bukan demi dirinya sendiri. Untuk itu ia wajib melayani yang lain dan ia tidak memiliki kebebasan sebagai individu. Pelayanan yang dilakukan oleh manusia terikat dalam dua prinsip. Prinsip pertama adalah pelayanan terhadap yang lebih tua. Prinsip kedua adalah penghormatan terhadap kekuasaaan tertinggi. Kedua prinsip ini berjalan bersamaan karena manusia menjalani hidupnya dengan berbagai peran dan tanggung jawab. Manusia yang kekuasaannya paling terbatas adalah anak-anak. Ia harus melayani dan wajib menyenangkan hati orang tuanya. Manusia dihadapkan dengan daya yang lebih besar yaitu alam dan harus mengikuti aturan alam. Manusia diibaratkan bambu yang menyesuaikan diri dan mengikuti gerakan angin. Keluwesan tubuh bambu itu memungkinkan ia bertahan karena tidak bersikap sebagai benteng yang kokoh. Satu-satunya cara bertahan di hadapan alam adalah menyesuaikan diri dengan daya yang lebih besar, bukan menentang atau bertahan.

Kedua, pergulatan manusia Cina ada dalam konsep Being with, ia selalu mengikuti hukum relasional. Manusia Cina di dalam bahasa Cina berarti Ren (人 = 肕 manusia). Karakter ini berbentuk seperti kaki manusia yang sedang melangkah. Oleh karena itu, berpijak dari pengertian dasarnya, manusia senantisa melangkah dan dalam kawasan menuju yang lain. Karena itulah dinamakan relasional.

Ketiga, kesatuan dalam plural yang menyatakan bahwa kehadiran pihak lain bukanlah enemi, musuh atau asing. Gagasan ini berpijak pada kekuatan dasar dalam Taiji yaitu Yin dan Yang. Kedua prinsip ini berbeda, namun keduanya tetap diperlukan. Tujuan dari adanya keberbedaan itu adalah keberlangsungan hidup dan harmoni. Maka ketika salah satu dilenyapkan dapat memunculkan ketidakseimbangan. Filsafat Cina selalu menempatkan dua unsur biner dalam sebuah kepaduan. Perbedaan mengandaikan kontras yang tidak menghapus satu sama lain, tetapi saling menguatkan kehadiran satu sama lain. Misalnya kehadiran hitam tidak akan disebut hitam jika tidak ada yang bukan hitam. Pihak lain memiliki keunikan yang diperlukan agar kehadiran anasir dikenal.

Keempat, partisipasi dalam kolektifitas. Kolektivitas tidak berjalan dalam lingkaran yang statis, melainkan dinamis. Partisipasi yang terjadi dalam wajah keberbedaan lebih pada persoalan kehadiran, bukan dalam tindakan.

Kelima, to be is more important than to do. Kehadiran lebih penting daripada tindakan. Identitas dipahami oleh bagaimana ia hadir. Di dalamnya terkandung tiga sikap; diam (tenang dan lembut), damai hati, harmoni. Damai hati terungkap dalam menyikapi penderitaan. Penderitaan bukanlah keterlemparan manusia. Penderitaan tetap memiliki makna bagi keberlangsungan hidup karena penderitaan bisa menjadikan manusia mentranformasikan dirinya. Lewat penderitaan, manusia bisa keluar melampaui batas-batas dirinya. Identitas lebih memperbincangkan dan mengolah bagaimana manusia dapat hidup sedikit atau sederhana. Dalam hal ini manusia Cina mempunyai orientasi pada jalan kesederhanaan.  Sikap diam, tenang dan lembut dipahami sebagai sumber kekuatan. Layaknya air yang bisa menghancurkan walau luwes dan tidak padat. Kehalusan lebih penting dan diagung-agungkan sebagai karakter ideal manusia.

Pengetahuan

Pengetahuan barat jatuh pada rasionalitas intelektual atau akal budi. Manusia dipahami sebagai animal rationale dan ia membebaskan dirinya dari mitos. Kegiatan pengetahuan merupakan kegiatan rasio yang pada dirinya tidak mengandaikan moralitas. Dan belajar tak lain dari menambah ilmu pemikiran.

Di sisi lain, pengetahuan timur melihat manusia sebagai kodrat yang berbeda dari hewan. Pengetahuan itu didasarkan pada pemikiran hati (heart mind). Pengetahuan hati menggabungkan jalan pemikiran intuitif dengan akal budi. Dalam proses berpikirnya ia mengandaikan moralitas hidup dan menyeluruh.

Pusat kepribadian seseorang bukanlah intelektualnya tetapi hatinya, yang mempersatukan akal budi dan intuisi. Ia bukan sekedar tahu namun bisa semakin menempatkan diri guna menempuh jalan. Ia menggabungkan aspek metafisik, epistemologi dan etis. Ketika individu dipahami tidak terlepas dari alam maka ia bukan dimengerti sebagai subjek yang mengobjekkan yang lain. Pengetahuannya membuat ia tidak eksploitatif atas alam. Misalnya, penemuan mesiu di Cina hanya dijadikan petasan atau bagian dari perayaan. Sementara di barat menjadi senjata pemusnah. Seni beladiri dijadikan sarana belajar mengalahkan diri sendiri bukan menghancurkan orang lain. Maka ada pepatah, musuh yang terbesar adalah diri sendiri.

Masyarakat Cina hidup dalam kebudayaan agraris. Mereka terbiasa dengan bahasa diam, kagum tentang langit, musim, tanah, awan dan bulan. Mereka mengalami betapa alam menunjukkan diri dalam diam namun mengesankan. Dalam kesederhanaan hidup, mereka lebih terlatih dengan perasaan daripada pikiran. Dan sejak perasaan sulit diungkapkan lewat kata-kata mereka tidak perlu berbicara banyak, tetapi lebih banyak diam, menggunakan tanda, sikap dan tindakan untuk berkomunikasi.

Tujuan belajar bagi manusia Cina adalah menjadi bijaksana (wise). Kebijaksanaan membantu manusia menghayati hidup dengan lebih baik. Kebijaksanaan membuat manusia mengkaji makna hidupnya secara intuitif. Hidup menjadi seni yang sulit karena membutuhkan proses refleksi terus menerus. Hal ini terungkap dalam puisi, perumpamaan, penulisan huruf kanji dan nyanyian.

Sumber Referensi

Adsense Content. bottom of article

0 komentar:

Posting Komentar