Adsense Link 728 X 15;

Kompasiana

Posted by Sri Rejeki Senin, 11 Maret 2013 0 komentar
Adsense Content. recommended 336 X 300

Kompasiana


Nyepi dan Global Warming

Posted: 11 Mar 2013 05:11 PM PDT

 Earth Hour dimulai dari Sydney, Australia pada tahun 2007 (Sumber: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/f/fd/Earth_Hour_60%2B_Logo.jpg)

Earth Hour dimulai dari Sydney, Australia pada tahun 2007 (Sumber: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/f/fd/Earth_Hour_60%2B_Logo.jpg)

Pada hari Selasa 12 Maret, 2013, Nyepi hari Bali Tahun Baru Saka 1935 akan berlangsung.  Perbedaan antara Bali dengan tempat lain adalah bahwa tahun baru tidak akan dirayakan dengan pesta-pesta dan hiruk pikuk keduniawian tapi dengan kesunyian.  Seluruh pulau Bali akan berhenti berdetak secara serentak di hari Nyepi.  Memberi waktu untuk penghuninya untuk melakukan introspeksi, meditasi, berdoa dan mendekatkan diri pada Tuhan dalam keheningan.

Bagi  masyarakat luar Bali, peristiwa Nyepi tersebut bisa merupakan peristiwa yang langka, aneh dan memberi kesan tersendiri.  Sebuah peristiwa yang hanya terjadi di Bali.  Tidak terdapat di belahan dunia manapun. Meskipun di India, sebagai asal dari kebudayaan Hindu, perayaan semacam ini tidak ada.

Perayaan Nyepi bisa dikatakan sebuah peristiwa yang fenomenal dan sangat luar biasa. Bagaimana mungkin sebuah pulau kecil dengan penduduk hanya sekitar 3 jutaan tersebut bisa memaksa seluruh aktivitas yang ada di pulau Bali untuk berhenti.  Tidak terkecuali penerbangan internasional yang datang dan pergi dari Bali.

Dunia yang selama ini kita kenal dengan kerakusannya dalam mengeruk uang, pada saat itu dipaksa untuk menghiraukan nafsunya. Bayangkan berapa kerugian secara hitungan finansial perusahaan multinasional dalam sehari itu karena aktivitas operasional dalam mengeruk uang dihentikan dengan total?

Dan istimewanya lagi adalah, penghentian aktivitas ini juga dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat.  Masyarakat yang nampak tidak punya kekuatan finansial di mata perusahaan multinasional tersebut, ternyata jika bergerak bersama bisa melumpuhkan kekuatan sebesar apapun.

Mengurangi Emisi Karbon

Peristiwa Nyepi barangkali bisa menjadi sumber inspirasi bagi mereka-mereka yang kebetulan pada hari itu berada di Bali. Mengamati secara langsung bagaimana perayaan Nyepi diselenggarakan oleh masyarakat Bali.  Mereka akan terpana dengan kesungguhan masyarakat Bali dengan dunia keagamaan mereka.

Dedikasi mereka dalam memegang adat dan budaya tidak hanya selapis kulit luar tapi begitu mendarah dan mendaging. Perayaan Nyepi tidak dilakukan sekedar peristiwa tambal sulam ala kadarnya sebagaimana hari-hari besar keagamaan lain.  Apalagi bagi para turis yang datang dari dunia sekuler yang tidak terbiasa dengan dunia keagamaan, peristiwa Nyepi pasti memberi pengalaman luar biasa pada mereka.

Pada saat dunia diisukan dengan global warming, peristiwa Nyepi amat menemukan titik signifikannya.  Berapa ton karbon bisa dihentikan polusinya pada saat seluruh aktivitas dihentikan selama 24 jam?

Pada tahun 2012 kemarin, perayaan Nyepi bisa mengurangi emisi karbon sebesar 30.000 ton, karena sekitar 2,3 juta kendaraan berhenti beroperasi untuk hari itu, demikian kata Suriadi Darmoko, dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).

Sementara itu menurut  sumber PLN Bali,  Agung Mustika mengatakan bahwa selama Nyepi 2012, konsumsi energi turun 50 presen dari 545 megawatt, sehingga bisa menghemat beaya listrik sekitar  lebih dari Rp 4 miliar atau $436.000! (The Jakarta Globe, 02 April 2012).

Melihat keterangan data-data tersebut di atas, kontribusi hari Nyepi buat lingkungan hidup dan sumbangannya terhadap isu global warming tidak bisa disepelekan.  Peristiwa Nyepi ternyata tidak saja bermanfaat bagi masyarakat Bali tapi juga bermanfaat bagi seluruh kehidupan di dunia.


Sumber Inspirasi

Barangkali tidak berlebihan jika peristiwa Nyepi dalam sumbangannya terhadap isu global warming menjadi sumber inspirasi bagi masyarakat lain dunia internasional.  Mungkinkah program "Earth Hour" yang dicanangkan pertama kalinya di Sydney, Australia juga mendapatkan inspirasinya dari peristiwa Nyepi di Bali?  Mengingat kedekatan masyarakat Australia dengan Bali selama ini, asumsi itu bukan sesuatu yang mengada-ada. Angkat turis Australia yang datang ke Bali selalu meningkat.

Menurut statistik tahun 2009, jumlah turis Australia yang berkunjung ke Bali adalah 71.,970 orang.  Urutan kedua setelah Jepang  dengan jumlah turis sebanyak 83.470 orang.  Cina merupakan sumber turis di urutan ketiga yakni sebesar 56.030 jiwa.  Kemudian disusul Malaysia dengan jumlah 29.971 turis. Sumber: http://www.tourismindonesia.com/2009/05/australian-tourists-to-bali-up-14-pct.html

Hari raya Nyepi pada tahun 2007 jatuh pada tanggal 19 Maret.  Pada tahun yang sama WWF-Australia mencanangkan ide Earth Hour yang akan diperingati setiap tahun pada bulan Maret.  Pada tahun 2013 ini, Earth Hour akan dilakukan secara serentak di seluruh dunia pada tanggal 23 Maret 2013 pada jam 20:30-21:30 waktu setempat peserta pendukung Earth Hour dengan mematikan listrik selama satu jam penuh. Untuk membaca lebih jauh tentang Earth Hour bisa di sini: http://en.wikipedia.org/wiki/Earth_Hour

Lebih dari dua juta orang dan 2.000 pelaku bisnis di Sydney mengambil bagian dalam acara Earth Hour pada tahun 2007 untuk pertama kalinya. Ikon-ikon wisata terkenal di Sydney dimatikan selama satu jam termasuk Harbor Bridge, Sydney Opera House dan Luna Park.  Bahkan iklan Coca-Cola di Kings Cross juga dimatikan untuk pertama kalinya sejak 1970-an.

Inisiatif WWF dengan Earth Hour ditujukan untuk mendorong ratusan juta orang mematikan lampu mereka selama satu jam, pada malam yang sama, untuk memberikan kesadaran tentang konservasi energi dunia dan global warming.  Earth Hour tahun 2012 lalu telah didukung oleh  lebih dari 6.950 kota dan 152 negara di seluruh dunia.

Beberapa ahli mengatakan bahwa Earth Hour tidak akan memiliki efek pada emisi karbon secara keseluruhan karena setelah energi listrik dihidupkan kembali akan menggunakan sumber daya yang ada untuk memulihkan energi seperti semula. Dan ini perlu sumber daya lebih, sehingga bisa-bisa apa yang berusaha dihemat malah bikin boros.

Hal terbaik untuk untuk dilakukan dalam mengantisipasi global warming adalah melengkapi rumah dengan bahan insulasi sehingga irit energi dan membiasakan diri untuk mematikan peralatan listrik yang tidak digunakan pada malam hari, demikian keterangan dari Ross Hayman, Jaringan Transmisi Nasional, Inggris (The Telegraph, Minggu, 10 Maret 2013).

Langkah-langkah efisiensi dalam mengurangi penggunaan energi lebih bermanfaat daripada hanya mematikan penggunaan energi selama satu jam - yang tidak punya efek efisiensi pada jaringan secara keseluruhan, tambahnya.

Tapi Colin Butfield, Kepala Kampanye di WWF, mengatakan itu bahwa Earth Hour adalah bukan dimaksud untuk usaha penghematan energi selama hanya satu jam, tetapi meningkatkan kesadaran tentang efek global warming.

Apakah kampanya Earth Hour telah berhasil memberikan kesadaran yang dimaksud?  Kalau melihat angka statistik pendukung kampanye Earth Hour memang amat menjanjikan.  Program Earth Hour makin populer di dunia.  Angka pendukungnya juga cenderung selalu naik.  Indonesia juga termasuk sebagai salah satu pendukung Earth Hour ini (lihat Facebook). Masalah global warming dan penghematan energi adalah masalah kita semua selama kita masih jadi penduduk di bumi. *** (HBS)

Tulisan di atas berkaitan dengan tulisan saya: "Nyepi Pissed Off Tourists in Bali". http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2013/03/11/nyepi-pissed-off-tourists-in-bali-540976.html

(Hotnews) Darsem Dan Delta Sudah Mesra Kembali

Posted: 11 Mar 2013 05:11 PM PDT

Selamat hari raya Nyepi bagi umat hindu yang merayakannya, om swasti swastu, santi santi. Hari raya nyepi identik dengan menyepi, dimana umat hindu tidak melakukan kegiatan sehari-hari, hanya berdiam di rumah untuk ibadah. Semua kegiatan diluar pun ditiadakan, kantor-kantor libur dan tutup, termasuk pelayanan umum, seperti Bandar Udara Internasional pun tutup, namun rumah sakit tetap buka, sebab orang sakit tak bisa menunggu sampai besok untuk berobat dan diobati.

Tujuan utama menyepi adalah memohon kepada Tuhan untuk menyucikan Bhuana Alit (alam manusia/microcosmos) dan Bhuana Agung/macrocosmos (alam semesta).
Bukan bermaksud mencampuradukan makna menyepi bagi umat hindu dengan apa yang terjadi di Kompasiana ini, yang belakang hari kembali ramai dengan kisah Darsem dan Delta. Ada baiknya hari raya Nyepi dijadikan momentum bagi 2 kompasianer yang seperti Tom & Jerry, kekasih lama yang saling kejar kejaran di mana saja, kapan saja, tidak mau berpisah walau sedetik saja, saling sahut-menyahut dengan tulisan, akun di banned bukan halangan, akun baru segera gentayangan, benci-benci rindu, rindu-rindu benci, komentar yang pedas namun membuat pembaca tersenyum simpul bahkan ketawa ngakak. Itulah fenomena yang disajikan oleh Darsem dan Delta, 2 anak manusia berbeda tempat, Darsem di Jerman, Delta di Saudi yang memendam rasa ingin mencinta tetapi karena ego yang terlalu besar, memilih untuk saling menghina.

Darsem yang sudah berevolusi menjadi Lovely Darsem, lalu jadi Elde selalu setia nimbrung dimana ada Delta (Bernandang Delta Bvlgari), yang sudah berevolusi jadi Nome (Nome Abi Wanasah), lalu jadi Nessma zweina Al Majd. Deltapun sama, 11 12, selalu setia nimbrung dimana ada Darsem.

Sebagai orang tua yang sudah sepuh, saya mau Darsem dan Delta berbaikan saja, jadikan momentum hari raya Nyepi sebagai rekonsiliasi buat menahan diri tidak mengejar dan menyerang yang lain.

Pakde Kartono rela menjadi mediator tanpa dibayar agar kalian bisa mesra kembali, kalo perlu kita pilih tempat yang netral di Jakarta buat mediasi dan rekonsiliasi, kesediaan kalian harap disosialisasi kepada pendukung dan gerombolannya (asosiasi) hehehehe, kita pilih Malioboro di Jalan Gajah Mada sebagai tempat relaksasi pikiran, setelah itu kita lakukan mediasi, sehingga kalian akrab kembali dan menjadi sahabat sejati. Saya pun senang melakukannya, apakah keinginan saya ini sebuah halusinasi ? Mohon konfirmasi yah.

Pengalaman Desentralisasi Asimetris Suku Moro, Basque, Tamil, dan Sami (luar negeri)

Posted: 11 Mar 2013 05:11 PM PDT

1. Bastian Widyatama (11/311683/SP/24416)

2. Lintang (11/317838/SP/24725)

3. Deasy Kumalasari  (11/317981/SP/24862)

4. Novan Adib W (11/317757/SP/24650)

5. Nova Tri Utomo (11/312069/SP/24484)

6. Muhammad Gufron (08/267564/SP/22971)

7. Mohammad Hatta (11/318104/SP/24898)

8. Pandu Ahdan (11/317984/SP/24864)

Editor : Bastian Widyatama

Desentralisasi Asimetris Suku Moro, Tamil, Basque, dan Sami

Kekuasaan yang terpusat mempunyai peluang yang lebih besar untuk disalahgunakan. Selain tidak memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur sendiri urusannya, pola sentralisasi juga akan membawa beban berat pemerintah pusat karena segala urusan dijalankan oleh pemerintah pusat. Oleh karena itu, setidaknya kewenangan negara harus dipecah dan harus ada pembagian kewenangan kepada daerah. Hal ini tentu akan mempermudah kinerja pemerintah pusat dan pemerintah daerah karena ada pembagian kewenangan. Prinsip-prinsip good governance seperti keefektivitasan dan keefisienan tentu akan dapat terwujud. Adanya pembagian kewenangan kepada daerah tersebut selanjutnya disebut sebagai desentralisasi. Secara lebih jauh, muncul istilah desentralisasi asimetris merupakan turunan atau salah satu jenis desentralisasi.

Desentralisasi asimetris adalah pemberlakuan kewenangan khusus kepada wilayahwilayah tertentu dalam suatu negara yang dianggap sebagai alternatif untuk menyelesaikan berbagai permasalahan hubungan  antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Selain itu, munculnya desentralisasi asimetris juga karena adanya keunikan dan kekhasan dari sebuah daerah. Untuk mengakui dan melindugi kekayaan yang ada di daerah tertentu, maka pemerintah pusat memberikan desentralisasi khusus kepada daerah-daerah tertentu yang memang dianggap istimewa atau khusus.

Pemberlakuan desentralisasi asimetris (assymetric decentralization) atau otonomi asimetris (assymmetric authonomy) diaktualisasikan melalui pemberian status otonomi khusus seperti  Aceh, Papua, dan Yogyakarta. Penerapan kebijakan tersebut merupakan sebuah manifestasi dari usaha pemberlakuan daerah istimewa. Desentralisasi asimetris diberlakukan di daerah tertentu yang memuat beberapa hal seperti otonomi khusus dalam hal ekonomi, politik, kebijakan fiskal, kesejarahan, administratif, sampai budaya dan kearifan lokal.

Secara lebih jauh, tulisan ini akan membahas mengenai pengalaman dari beberapa negara di dunia yang juga menerapkan desentralisasi asimetris seperti halnya Indonesia. Pertama, tulisan ini akan menjelaskan mengenai desentralisasi yang diberikan oleh pemerintah Filipina kepada suku Moro. Kedua, tulisan ini akan membahas mengenai desentralisasi asimetris yang diberikan kepada suku Tamil di Srilanka. Ketiga, tulisan ini akan membahas mengenai pemberian desentralisasi asimetris oleh pemerintah Spanyol kepada suku Basque. Terakhir, tulisan ini akan membahas mengenai pemberian desentralisasi asimetris yang diberikan oleh pemerintah Norwegia kepada suku Sami yang berada di Eropa Utara. Pengalaman-pengalaman dari negara-negara tersebut tentu akan menjadi bukti bahwa perlu adanya pemberian kewenangan khusus kepada kelompok masyarakat atau daerah tertentu untuk menjaga hubungan antara pemerintah pusat dengan daerah yang bersangkutan.

Desentralisasi Asimetris Suku Moro di Filipina

Bangsa Moro merupakan penduduk asli beragama Islam di Filipina bagian selatan, tepatnya di Mindanao dan Kepulauan Sulu. Sejarah dimulai dengan kedatangan para pedagang muslim dari Persia yang kemudian menyebarkan agama Islam kepada penduduk asli secara damai. Sejak saat itu, bangsa Moro menjadi komunitas non-Katolik terbesar di Filipina. Bangsa Moro mengklaim bahwa Mindanao dan daerah lain di sekitarnya merupakan tanah milik leluhur mereka sebelum Spanyol dan Amerika menduduki tempat tersebut. Selepas pendudukan Amerika, Filipina yang telah berdiri sebagai negara berbasis Katolik Roma ingin membangun sebuah negara dimana umat Kristen dan Islam dapat hidup berdampingan. Meskipun demikian, pada kenyataannya kedua komunitas tersebut menolak kebijakan tersebut.

Gerakan separatis dan pemberontakan yang dilakukan oleh bangsa Moro pun dimulai. Pemberontakan ini timbul sebagai reaksi yang tidak dapat dihindari terhadap migrasi pemukim-pemukim beragama Kristen ke kawasan selatan itu sehingga penduduk asli yang beragama Islam terancam posisinya menjadi kelompok minoritas. Moro National Liberation Front (MNLF) kemudian muncul dengan keinginan untuk mendapatkan kemerdekaan dari pemerintah Filipina. Selanjutya, MNLF menandatangani perjanjian damai dengan pemerintah Filipina di tahun 1996 dan menghasilkan Autonomous Region in Muslim Mindanao (ARMM) yang terdiri dari Moro National Liberation Front (MNLF).

Meskipun demikian, konflik antara Moro dengan pemerintah Filipina belum juga selesai. Akibatnya, muncul kelompok yang menamakan dirinya Moro Islamic Liberation Front (MILF) yang merupakan pecahan dari MNLF. Kelompok tersebutlah yang memboikot referendum yang didasarkan pada Organic Act dan meneruskan konflik bersenjata sebelumnya. Sementara itu, pemerintah Filipina sendiri, di bawah Presiden Benigno Aquino III juga berpendapat bahwa Daerah Otonomi Muslim yang saat ini ada telah gagal dengan pemerintahan yang buruk dan banyaknya kasus korupsi.

Perang terbuka MILF dengan pemerintah Filipina terjadi dan memakan korban hingga 120.000 orang. Daerah Filipina Selatan yang sesungguhnya sangat potensial untuk pertanian, perkebunan, dan peternakan menjadi terbengkalai dan tidak berkembang. Konflik telah terjadi selama kurang lebih 40 tahun, sementara negosiasi dan upaya perdamaian telah dirintis selama 15 tahun. Dengan bantuan beberapa lembaga internasional dengan 4 negara perwakilan yaitu Jepang, Inggris, Turki, dan Saudi Arabia serta adanya negara fasilitator  (Malaysia), pada akhirnya disetujuilah kerangka perjanjian damai antara MILF dengan pemerintah Filipina.

Kerangka perjanjian damai yang diumumkan kepada dunia internasional oleh Presiden Benigno Aquino III tersebut hanyalah merupakan awal kesepakatan atau titik terang awal. Ada rumor yang mengatakan bahwa pemerintah Filipina akan membagi kekuasaan dan kekayaan kepada MILF. Meskipun demikian, sebelum ada pembicaraan yang lebih jelas dan kesepakatan final pada tahun 2016 (bersamaan dengan habisnya masa bakti Presiden Benigno Aquino III) tercapai, MILF menolak menyerahkan senjatanya.

Dengan ditandatanganinya kesepakatan oleh kedua pihak, bukan berarti konflik telah berakhir. Kesepakatan perdamaian ini masih harus menempuh jalan yang panjang, terutama usaha untuk meyakinkan parlemen (mayoritas merupakan politisi Katolik) untuk menyetujui kesepakatan ini. Meskipun demikian, banyak pihak percaya bahwa Presiden Benigno Aquino III akan menemukan titik terang bagi konflik yang tidak berkesudahan ini. Dari hal ini bisa dikatakan bahwa sebenarnya Moro telah mendapatkan daerah yang khusus. Meskipun demikian, pada akhirnya lagi-lagi kesepakatan atau pemberian daerah khusus tersebut belum mampu menjawab segala keinginan suku Moro.

Desentralisasi Asimetris Suku Tamil di Sri Lanka

Suku Tamil merupakan etnis yang mempunyai basis massa paling banyak di negara India dan Sri Lanka. Massa paling banyak berada di India karena Suku Tamil memang berasal dari India. Meskipun demikian, wilayah di luar India dan Sri Lanka juga banyak terdapat komunitas-komunitas Suku Tamil seperti di Indonesia, Inggris, Amerika, Malaysia, dan masih banyak negara-negara lain.

Selanjutnya, dalam pembahasan kali ini hanya akan fokus pada Suku Tamil yang tinggal di Sri Lanka. Terdapat dua suku besar di Sri Lanka yaitu Suku Sinhala dan Suku Tamil. Suku Sinhala yang berasal dari India merupakan keturunan bangsa Arya, sementara Suku Tamil merupakan keturunan bangsa Dravida. Mereka bermigrasi dari India ke Sri Lanka, kemudian masing-masing membentuk kerajaan dan mempunyai kehidupan sendiri-sendiri.

Konflik antara keduanya dimulai ketika bangsa kolonial menduduki Sri Lanka. Saat itu, bangsa kolonial lebih menganggap Suku Tamil sebagai etnis yang diprioritaskan. Hal tersebut memicu kemarahan Suku Sinhala yang notabene merupakan suku mayoritas di sana. Dengan segala kebijakan yang lebih memprioritaskan Suku Tamil, Suku Sinhala pun merasa didiskriminasikan. Zaman keemasan Suku Tamil masih berlanjut ketika Sri Lanka yang dulunya bernama Ceylon itu dikuasai oleh Inggris.

Melihat hal seperti itu, Suku Sinhala yang merasa terpinggirkan memulai pemberontakannya kepada Inggris yang dapat diartikan sebagai pemberontakan secara tidak langsung pada Suku Tamil. Pemberontakan Suku Sinhala terus berlanjut hingga keberpihakan Inggris pada Suku Tamil sedikit demi sedikit berkurang. Sampai akhirnya, Suku Sinhala berbalik menjadi etnis yang diutamakan saat itu dan masa kejayaan Suku Tamil pun berakhir karena sejak saat itu Suku Tamil menjadi etnis yang sangat didiskriminasikan.

Aroma diskriminasi sangat tercium ketika Pemerintah Inggris memberikan kemerdekaan kepada Ceylon yang kemudian berganti nama menjadi Sri Lanka. Pemerintah Sri Lanka semakin memarjinalkan Suku Tamil dengan mengesahkan bahasa Sinhala sebagai bahasa nasional Sri Lanka. Dengan disahkannya bahasa Sinhala sebagai bahasa nasional, otomatis seluruh instansi-instansi yang ada di Sri Lanka wajib menggunakan bahasa tersebut, terutama instansi pendidikan. Kemudian, pemerintah juga menetapkan agama Budha yang merupakan agama Suku Sinhala sebagai agama yang dilindungi oleh pemerintah sementara warga Suku Tamil yang menganut Hindu, Budha, Kristen, Jainisme dan Islam kurang diperhatikan oleh Pemerintah Sri Lanka.

Banyaknya tindakan yang mendiskriminasikan Suku Tamil membuat munculnya beberapa gerakan separatis dari suku tersebut. Gerakan tersebut ada yang bersifat radikal, tetapi ada juga yang bersikap lebih lunak terhadap pemerintah. Tuntutan mereka sama yaitu meminta otonomi khusus untuk suku mereka. Contoh gerakan tersebut antara lain Macan Tamil (Liberation Tigers of Tamil Eelam atau LTTE) yang dibentuk tahun 1976.

Sejak saat itu, perlawanan LTTE terhadap pemerintah Sri Lanka terus berlangsung sampai pada akhirnya pemerintah mengabulkan keinginan mereka untuk mempunyai otonomi khusus atau desentralisasi asimetris. Bahkan, pada tahun 2010, pada saat pemilihan presiden, para calon presiden berusaha meraih simpati Suku Tamil dengan memberikan janji-janji yang sekiranya membuat mereka terkesan. Beberapa kebijakan yang dibuat pemerintah juga terlihat mulai simpati kepada Suku Tamil. Pemerintah Sri Lanka setidaknya telah mencoba untuk memberikan kehidupan sosial, politik, budaya, serta ekonomi yang lebih baik untuk Suku Tamil yang tinggal di Sri Lanka.

Desentralisasi Asimetris Suku Basque di Spanyol

Beralih ke Eropa, tentu kita mengenal suku-suku yang mendiami belahan bumi Eropa merupakan suku-suku yang mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman. Salah satu diantaranya adalah suku Basque. Suku Basque merupakan salah satu suku yang mampu beradaptasi dengan lingkungan modern tanpa menegasikan budaya tradisional yang telah mereka lestarikan sejak masa lampau. Suku Basque merupakan suku yang terdiferensiasi ke dalam dua negara sekaligus yaitu Spanyol dan Perancis. Wilayah suku Basque sendiri terdiri dari 3 daerah otonomi di Spanyol dan 3 provinsi di Perancis. Letak geografisnya sendiri berada di sekitar timur laut Spanyol dan barat laut negara Perancis.

Suku Basque, dengan segala kemampuan adaptasinya, ternyata juga memiliki problema mengenai eksistensi serta pengakuan terhadap etnis tersebut di Eropa hingga saat ini. Kita mengenal organisasi bawah tanah suku tersebut yaitu ETA (Euskadi Ta Askatasuna) yang bila diartikan dalam bahasa inggris kurang lebih berarti "Basque Homeland and Freedom". Gerakan separatis ini bergerak di bidang perjuangan pembebasan rakyat Basque dan juga menginginkan sebuah kemerdekaan bagi tanah Basque. Organisasi ETA juga merupakan gerakan utama dari organisasi yang dinamakan Basque National Liberation Movement.

Sejauh ini, gerakan ETA telah melakukan teror dalam rangka mengharapkan pengakuan atas tanah air mereka, serta perjuangan untuk mencapai kemerdekaan utuh dari kedua negara yang saat ini sedang menguasai wilayah mereka yaitu Spanyol dan Perancis. Selain itu, hal tersebut dilakukan juga untuk mendapatkan pengakuan atas tanah air mereka yang sejak dahulu telah mereka diami.

Saat ini, Basque memiliki wilayah otonomi di dua Negara yaitu Spanyol dan Perancis. Hubungan masyarakat Basque terhadap kedua negara tersebut bisa dikatakan unik karena suku Basque diklaim memiliki penduduk dan wilayah yang cukup luas untuk bisa disebut sebagai negara. Meskipun demikian, pada kenyataannya suku Basque "hanya" diberikan daerah-daerah otonomi di kedua negara tersebut. Daerah otonomi Basque atau yang lebih dikenal sebagai BAC (Basque Autonomous Community) di Spanyol memiliki wilayah yang luas (7,234 km²) yang terdiri dari wilayah Alava, Biscay, dan Gipuzkoa. Di sisi lain, The Chartered Community of Navarre yang juga merupakan suatu daerah otonomi suku Basque memiliki luas wilayah sekitar 10,391 km², sedangkan wilayah suku Basque di negara Perancis terdapat di provinsi Labourd, Lower Navarre, dan Soule.

Sepanjang perjalanannya, suku Basque telah layak menjadi sebuah negara. Hal ini dikarenakan suku ini telah memiliki aspek-aspek penting yang menjadi syarat berdirinya sebuah negara. Meskipun demikian, pada kenyataannya suku ini tidak memiliki kekuatan yang cukup dalam kerangka pembebasan wilayah mereka di Perancis dan Spanyol untuk mendirikan sebuah negara baru. Hal itu yang menyebabkan hubungan suku Basque dengan kedua negara tersebut menjadi rumit sehingga muncul gerakan ETA seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

Dari sudut pandang politik formal, suku Basque juga memiliki partai di masing-masing negara dengan corak politik yang berbeda. Di Spanyol, partai-partai seperti Spanish Socialist Worker Party, People's Party, dan United Left lebih condong bergerak pada penguasaan suara di wilayah konsentrasi suku-suku Basque sendiri, sementara partai Basque di Perancis seperti French Socialist Party dan Union for a Popular Movement berada pada ranah partai yang menjangkau seluruh wilayah Perancis. Nuansa yang tertuang sejauh ini memang tidak dapat disimpulkan secara tepat, namun sedikit demi sedikit mampu memberikan gambaran mengenai representasi politik dan budaya suku Basque di Eropa, terutama di Spanyol dan Perancis. Selain itu, hubungan antara suku Basque dan kedua negara tersebut dapat dipetakan secara komprehensif dan jelas.

Desentralisasi Asimetris Suku Sami di Norwegia

Suku Sami merupakan salah satu suku tertua yang berada di daerah Eropa Utara. Mereka mempunyai wilayah yang beririsan dengan 4 negara yaitu Norwegia, Swedia, Finlandia, dan Rusia (Skandinavia bagian utara). Mereka sudah menempati area tersebut jauh sebelum ditetapkannya batas-batas negara yang bersangkutan. Daerah yang mereka tempati sering disebut Lapland atau Sapmi. Uniknya, mereka mempunyai tempat tinggal yang tidak menetap (nomaden). Artinya, mereka selalu berpindah-pindah sesuai dengan ada tidaknya rusa. Oleh karena itu, mereka mempunyai rumah yang disebuat lavu. Lavu berbentuk seperti tenda yang mudah dibangun dan dibongkar. Di tengah-tengah bagian tenda ini terdapat tempat perapian sebagai penghangat, mengingat mereka tinggal di daerah kutub utara yang udaranya sangat dingin. Suku ini sangat terkenal dengan tradisinya memelihara rusa kutub setiap musim panas. Dengan demikian, lavu akan mengikuti ke mana saja rusa kutub mencari rumput di Lapland.

Sebenarnya, Sami boleh jadi merupakan masyarakat asli Norwegia dan Swedia. Meskipun demikian, Sami sebenarnya hanya menjadi masyarakat minoritas di kedua negara tersebut. Di Swedia, populasi masyarakatnya mayoritas berasal dari pendatang, setelah terjadinya perang dunia kedua dari negara-negara seperti Irak, Iran, Yugoslavia, dan suku Finn dari Finlandia. Adapun jumlah suku Sami yang berada di Norwegia sekitar 60.000-100.000, 15.000-25.000 tinggal di Swedia, 6.000 tinggal di Finlandia, dan sisanya sekitar 2.000 tinggal di Rusia bagian utara. Data tersebut memperlihatkan, bahwa sebenarnya suku Sami mayoritas berada di area negara Norwegia.

Di Norwegia, suku Sami tinggal di lima provinsi bagian paling utara dari negara Norwegia. Selain menggembala rusa kutub, masyarakat Sami umumnya mencari penghasilan dengan cara berburu, memancing, beternak, bertani, dan membuat seni kerajinan tangan khas Sami. Sebagai kaum minoritas di beberapa negara tersebut, suku Sami pernah mengalami pengalaman yang tidak begitu menyenangkan di negaranya sendiri (tanah aslinya sendiri). Perlakuan ini tentu akan memicu perasaan tidak suka terhadap negara yang ditempatinya. Lambat laun, ketidaksukaan tersebut akan berubah menjadi sebuah bentuk perlawanan yang bisa dilakukan dengan berbagai cara. Umumnya, bentuk perlawanan tersebut berupa konflik atau pemberontakan, tetapi Sami berbeda.

Pada tahun 1800, pemerintah Norwegia menetapkan kebijakan yang selanjutnya disebut sebagai Norwegianisasi secara ketat terhadap masyarakat Sami. Pada dasarnya masyarakat di Norwegia terdiri dari masyarakat Sami dan Norwegia, tetapi pemerintah menerapkan kebijakan Norwegianisasi. Tidak hanya untuk suku Sami, kebijakan tersebut juga berlaku untuk semua masyarakat minoritas lain yang ada di Norwegia. Kebijakan ini tentu seolah-olah menindas dan mendeskriminasi masyarakat Sami.

Apabila dikaitkan dengan sejarah tadi, sebenarnya masyarakat Sami sudah tinggal di daerah utara Scandinavia jauh sebelum ditentukannya batas-batas antarnegara. Meskipun demikian, masyarakat Sami dianggap masyarakat minoritas yang tidak perlu untuk dilindungi. Kebijakan tersebut dinilai sebagai kebijakan yang jauh dari penghormatan terhadap budaya yang ada. Bukan rasa bangga yang muncul karena memiliki budaya yang berbeda, tetapi justru nasionalisme radikal yang muncul, yaitu dengan adanya penyeragaman budaya sesuai dengan masyarakat Norwegia saat itu.

Pada akhirnya, kebijakan tersebut dinilai berlebihan dan semena-mena terhadap masyarakat minoritas yang ada. Kebijakan tersebut dianggap sebagai pemaksaan dan tidak menghormati hak-hak yang seharusnya dimiliki oleh kaum minoritas yang ada di Norwegia. Pada tahun 1930, kebijakan mengenai Norwegianisasi semakin dilihat sebagai kebijakan yang tidak pantas untuk diterapkan. Selanjutnya, pada tahun 1956, Departemen Gereja dan Pendidikan menunjuk sebuah komite untuk mengkaji lebih dalam mengenai permasalahan Sami.

Dalam laporannya, komite tersebut menyampaikan rekomendasi bahwa harus ada kebijakan yang lebih baik untuk masyarakat Sami. Akhirnya, menteri menyerahkan laporan atau rekomendasi itu kepada Storting. Pada tahun 1963, laporan tersebut menjadi perdebatan pertama di parlemen mengenai kelanjutan hidup masyarakat Sami di Norwegia. Lambat laun, pemerintah Norwegia memperlakukan masyarakat Sami sebagai masyarakat yang diperlakukan secara khusus.

Pada tahun 1974, pemerintah membuat Dana Pembangunan Sami. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk melindungi dan mengembangkan pemukiman masyarakat Sami, begitu juga dengan masalah perekonomian Sami. Selanjutnya, pada tahun 1976 dibuat perjanjian peternakan rusa kutub yang nantinya akan dikelola sendiri oleh masyarakat Sami. Pada 1980-an dianggap sebagai tahun yang baik bagi masyarakat Sami. Lambat laun, masyarakat Sami selalu menjadi sorotan utama yang harus diperlakukan secara khusus.

Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk permintaan maaf negara kepada masyarakat Sami, yang telah memperlakukan etnis Sami secara tidak adil. Pada tahun 1980, pemerintah membentuk sebuah komite Hak Asasi Sami dan Komite Budaya Sami. Kedua komite ini selanjutnya memunculkan sebuah lembaga yang bernama Samediggi. Pemilihan umum Samediggi dilaksanakan pertama kali bersamaan dengan pemilihan Majelis Nasional Norwegia pada tahun 1989 pada sesi pertama Samediggi dibuka secara resmi oleh Raja Olav pada tahun yang sama.

Terbentuknya parlemen Sami tersebut, sebenarnya juga merupakan bentuk gerakan yang dilakukan oleh masyarakat Sami untuk mengakomodasi ha-hak dan aspirasinya. Adanya perlakuan yang tidak adil terhadap kaum minoritas, tentu akan menimbulkan berbagai macam konflik yang mengatasnamakan tidak adanya perlakuan yang sebanding dengan kelompok lain. Banyak cara yang dilakukan oleh golongan tersebut untuk mendapatkan jatah yang sama dengan kelompok lainnya, mulai dari pemberontakan, penolakan simbol-simbol negara, dan lain sebagainya. Uniknya, suku Sami menggunakan cara alternatif yaitu melalui politik. Mereka menyusun parlemen sendiri yang berfungsi untuk menyampaikan sikap kebijakan terpadu kepada para pembuat UU. Bentuk gerakan ini dilakukan sebagai bentuk "perlawanan" mereka terhadap kebijakan yang dianggap merugikan.

Perlawanan yang dilakukan oleh etnis Sami sebenarnya adalah perlawanan yang menuntut adanya kebebasan untuk hidup atau tinggal di daerah yang selama ini menjadi tempat tinggalnya. Hal ini sangat erat kaitannya dengan masalah lingkungan. Pada tahun 1997, pemerintah memberikan hak atas tanah kepada Sami. Selain tanah, Sami juga diberikan keleluasan untuk mengelola sumber daya yang ada, melalui sebuah dewan (council) yang direpresentasikan sebanding oleh parlemen Sami dan county council. Selain itu, masalah sumber daya alam (seperti mineral) sudah dimasukkan ke dalam UU sebagai bentuk jaminan kepada masyarakat Sami, bahwa mereka boleh melakukan eksplorasi terhadap sumber daya mineral yang ada.

Dengan demikian, Sami berhasil mendapatkan hak atas tanah dan sumber daya di kawasan Lapland yang membentang di antara 4 negara Eropa utara tersebut. Jaminan atas hak-hak untuk beternak rusa kutub juga tidak hanya diterapkan oleh Norwegia. Negara Swedia juga memberikan jaminan kepada masyarakat Sami untuk melakukan pengelolaan rusa kutub (peternakan). Selain itu, Swedia juga memberikan pendidikan gratis di sekolah negeri. Pengaturan demikian sudah diatur di dalam Undang-Undang Dasar Swedia.

Tahun 2004, pemerintah Norwegia memberikan dana sebesar 542 juta NOK untuk berbagai kegiatan yang berhubungan dengan Sami. Sebagian dana memang diberikan kepada Samediggi dan dikelola secara mandiri. Tujuan pemerintah Norwegia untuk melindungi dan melestarikan budaya, bahasa, dan gaya hidup masyarakat Sami, sudah tertuang di dalam konstitusi Norwegia pasal 110 dan UU tentang Sami. Selain itu, Norwegia juga melindungi hak asasi masyarakat Sami seperti yang tertuang di dalam pasal 27 perjanjian PBB mengenai hak sipil dan politik, serta perjanjian ILO nomor 169 tentang masyarakat dan suku asli di negara independen. Artinya, peraturan atau perjanjian tersebut jelas mengatakan, bahwa masyarakat minoritas di sebuah negara berhak atas status khusus, baik dengan UU nasional, bahkan peraturan secara internasional. Dalam hal ini parlemen Sami berhak menentukan prinsip yang harus dilakukan oleh masyarakat Sami dan mengatur sendiri urusannya, seperti budaya Sami, peternakan rusa, penggunaan lahan, air, dan lain sebagainya.

Sejak tahun 2004, masyarakat Sami sudah menjadi masyarakat yang mandiri dan dihormati sebagai sebuah entitas khusus di Norwegia. Setiap tanggal 6 Februari diperingati sebagai hari Nasional Sami di Norwegia. Uniknya, hari nasional tersebut tidak hanya dirayakan di Norwegia, tetapi di tiga negara lain yang sebagian areanya digunakan oleh suku Sami yaitu negara Swedia, Finlandia, dan Rusia. Tanggal tersebut dipilih untuk memperingati kongres pertama Sami yang diadakan tanggal 6 Februari tahun 1917 yang selanjutnya menjadi dasar pembangunan kerja sama nasional. Selain itu, bendera Sami juga boleh dikibarkan oleh pemerintah kota atau provinsi ketika ada acara tertentu. Undang-undang Sami pasal 6 memberikan kewenangan kepada Semadiggi untuk menerapkan peraturan penggunaan bendera Sami di Norwegia.

Saat ini, bendera Sami dikibarkan di kompleks Administrasi Pemerintahan setiap tanggal 6 Februari sebagai simbol peran budaya Sami di Norwegia. Bendera Sami ini pada awalnya diresmikan oleh Badan Sami pada tahun 1986. Selain itu, bendera Sami juga dikibarkan di Stroting atau parlemen Norwegia. Perjuangan suku Sami memang menjadi pelajaran berharga bagi kelangsungan sebuah sistem pemerintahan dan keutuhan negara. Adanya pilihan otonomi khusus ini menjamin terlaksananya kebudayaan asli daerah. Tentu hal ini menjadi solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan yang terkait dengan tuntutan sebuah wilayah terhadap hak-hak yang boleh jadi tidak dimiliki oleh wilayah lain. Kebijakan seperti ini, sering disebut sebagai desentralisasi asimetris dengan memberikan perlakuan khusus kepada sebuah daerah. Pengalaman seperti ini tidak hanya dilakukan oleh Norwegia mengenai Sami Land, tetapi juga negara-negara lain seperti Kanada yang mengatur keistimewaan Quebec, Hongkong di bawah China, dan lain sebagainya.

Referensi

Buku

Bresnan, John (Ed.), 1986, Krisis Filipina: Zaman Marcos dan Keruntuhannya, Jakarta: PT. Gramedia.

Brown, Lester dkk, 1995, Masa Depan Bumi, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

E-book

Djojosoekarto, Sumarwono, Suryaman (Ed), Kebijakan Otonomi Khusus di Indonesia : Pembelajaran dari kasus Aceh, Papua, Jakarta, dan Yogyakarta, Kemitraan Partnership, Jakarta, 2008, hlm. 59. Diakses melalui http://www.kemitraan.or.id/uploads_file/-20101104213129.Kebijakan%20Otonomi%20Khusus%20Di%20Indonesia.pdf pada tanggal 9 November 2012 pukul 23.30 WIB.

Jurnal Online

Lay, Cornelis, 2007, Nilai Strategis Isu Lingkungan dalam Politik Indonesia, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 11, No.2, pp. 153-172. Diakses melalui http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/11207153172_1410-4946.pdf pada tanggal 9 November 2012 pukul 21.45 WIB.

Sandberg, Audun, Collective Rights in a modernizing North – on institutioanlizing Sami and Local rights to land and water in northern Norway, International Journal of the Commons, Vol.2, No.2, pp. 269-287. Diakses melalui http://www.thecommonsjournal.org/index.php/ijc/article/download/41/25 pada tanggal 9 November 2012 pukul 22.55 WIB.

Website

Armandhanu, Denny. 2012. Wilayah Konflik Moro Tenang Selama Ramadhan. VIVAnews 31 Juli 2012 diakses dari http://dunia.news.viva.co.id/news/read/340347-wilayah-konflik-moro-tenang-selama-ramadan pada tanggal 9 November 2012.

Ramadhan, Shodiq. 2012. Moro Sepakati Wilayah Otonom, Gerilyawan Tetap Ingin Bersenjata. Suara Islam 13 Oktober 2012 diakses dari  pada tanggal http://www.suarislam.com/read5627-Moro-Sepakati-Wilayah-Otonom,-Gerilyawan-Tetap-Ingin-Bersenjata.html 9 November 2012.

Desastian. 2012. Muhammadiyah Akan Kawal Bangsa Moro Menuju Pemerintahan Islam. VoA Islam 9 Oktober 2012 diakses dari  pada tanggal http://www.voa-islam.com/news/indonesiana/2012/10/09/21073/muhammadiyah-akan-kawal-bangsa-moro-menuju-pemerintahan-islam/ 9 November 2012.

_____. 2012. MILF Akhirnya Tandatangani Pakta Perdamaian. Deutsche Welle diakses melalui http://www.dw.de/milf-akhirnya-tandatangani-pakta-perdamaian/a-16306316 pada 9 November 2012.

www.norwegia.or.id

www.stortinget.no

Juli Arianes Punya Facebook : Juli Arianes

Posted: 11 Mar 2013 05:11 PM PDT

REP | 12 March 2013 | 06:53 Dibaca: 23   Komentar: 0   Nihil
136304513426632344

FB : Juli Arianes

1363045309424144505

FB : Juli Arianes Seifuku Hijau

1363045703155883506

FB : Juli Arianes Hampir Alay

13630458271027400111

FB : Juli Arianes …

Juli Arianes Di facebook Hampir Alay

Siapa yang menilai tulisan ini?

Kulit Bawang Merah Sebagai Pestisida Alami Hama Ulat

Posted: 11 Mar 2013 05:11 PM PDT

Ini adalah karya ilmiah yang saya kerjakan pada saat duduk di kelas 2 smp

A. Kulit Bawang Merah Sebagai Insektisida Alami

Salah satu tanaman yang dapat dijadikan sebagai pestisida nabati yaitu, bawang merah yang diambil kulitnya. Kulit bawang merah adalah bagian terluar atau pembalut dari daging bawang merah yang berpotensi dapat membunuh hama serangga pada tanaman, kulit bawang merah mengandung senyawa acetogenin. Pada konsentrasi tinggi, senyawa tersebut memiliki keistimewaan sebagai anti-feeden. Dalam hal ini, hama serangga tidak lagi bergairah dan menurunnya nafsu makan yang mengakibatkan hama serangga enggan untuk melahap bagian tanaman yang disukainya. Sedangkan dalam konsentrasi rendah, bersifat racun perut yang bisa mengakibatkan hama serangga menemui ajalnya. Hama serangga mengonsumsi daun yang mengandung senyawa   acetogenin konsentrasi rendah, akan menyebabkan terganggunya  proses pencernaan dan merusak organ-organ pencernaan, yang  mengakibatkan kematian pada hama serangga (Plantus 2008).

Selain mengandung anti-fedeen, kulit bawang merah juga mengandung senyawa squamosin. Kandungan pada squamosin mampu menghambat transport elektron pada sistem respirasi sel hama serangga, yang menyebabkan hama serangga tidak dapat menerima nutrisi makanan yang dibutuhkan oleh tubuhnya. Sehingga, walaupun hama serangga memakan daun yang telah tercemar oleh zat squamosin, hama serangga sama saja seperti tidak memakan apapun, karena nutrisi yang terkandung dalam daun yang dimakan hama serangga tidak dapat tersalurkan  keseluruh tubuhnya. Akhirnya, hama serangga akan mati secara perlahan.

Selain berpotensi dapat membunuh hama ulat, kulit bawang merah juga memiliki beberapa manfaat lainnya yang menguntungkan. Zat dan senyawa yang terdapat pada kulit bawang merah dapat memberikan kesuburan bagi tanaman sehingga dapat mempercepat tumbuhnya buah dan bunga pada tumbuhan (Rizal 2008).

C. Metodologi Pelaksanaan

Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap. Pada tahap pertama dilakukan pembuatan pestisida alami menggunakan kulit bawang merah. Pada tahap kedua dilakukan uji coba terhadap hama ulat. Tujuan tahap kedua adalah untuk mengetahui apakah ulat dapat mati dengan diberikan pestisida alami menggunakan kulit bawang merah dan untuk mengetahui waktu kematian pada setiap hama ulat. Setelah itu, penelitian dilanjutkan dengan tahap ketiga. Tahap ketiga, dilakukan dengan pengamatan. Tujuan tahap ketiga adalah apakah ada atau tidak dampak setelah menggunakan pestisida alami menggunakan kulit bawang merah. Tahapan penelitian ini disajikan dalam tabel 1.

Tabel 1. Tahapan Penelitian

NNo

Tabel Tahap Penelitian

11.

Tahap pertama : Pembuatan ekstrak kulit bawang merah

Terdiri dalam 7 buah botol spray steril : Botol 1(4 lembar kulit bawang merah direbus), Botol 2(7 lembar kulit bawang merah direbus), Botol 3(10 lembar kulit bawang merah direbus). 3 botol lainnya yang berisi jumlah kulit bawang merah yang sama, hanya kulit bawang merah yang ada di dalamnya direndam. 1 botol terakhir berisi 1 jenis pestisida kimia.

22.

Tahap kedua : Penyemprotan terhadap hama ulat dan mengamati selama ± 4 jam.

Pengujian efektifitas setiap ekstrak kulit bawang merah.

33.

Tahap ketiga : Mengamati efektifitas kulit bawang merah.

Dampak pestisida kulit bawang merah.

1) Waktu, Tempat, dan Keterangan Penelitian

Penelitian dilakukan pada pukul 17.00 WIB dan berakhir pada pukul 21.00 WIB. Hal ini dapat disimpulkan, penelitian dilakukan ± selama 4 jam, yang bertempat di halaman rumah di perumahan Villa Bogor Indah. Selama proses penelitian, dilakukan pencatatan suhu rata-rata kondisi ruangan penelitian yaitu ± 31.4°C.

2) Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah panci, toples, kompor, botol spary steril tanaman atau ekosistem, komputer dengan koneksi internet, printer, dan alat tulis. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah kulit bawang merah dan air.

D. Pembuatan Ekstrak Kulit Bawang Merah

Dalam penelitian ini, ekstrak kulit bawang merah dibuat menggunakan kulit bawang merah yang telah dikeringkan (untuk mengurangi kadar air). Pembuatan ekstrak kulit bawang merah dilakukan dengan cara perebusan dan perendaman.

Warna coklat yang dihasilkan dari ekstrak kulit bawang merah berasal dari senyawa flangfolikosida, senyawa ini sangat ampuh dalam membunuh bakteri (Anne Ahira 2010). Hal ini menunjukan, semakin banyak kulit bawang merah yang digunakan, semakin lama waktu perendaman dan perebusan. Akan menghasilkan banyak pula senyawa flangfolikosida yang dapat diekstrak. Sebaliknya, semakin sedikit kulit bawang merah yang digunakan, semakin singkat waktu perendaman dan perebusan. Maka ekstrak kulit bawang merah yang diperoleh kurang berwarna coklat dan aroma bawang merah tidak kuat. Pada tabel 2 disajikan, parameter perlakuan dari setiap ekstrak kulit bawang merah P1-P6 dan pestisida pembanding P7.

Tabel 2. Parameter Perlakuan

Pestisida

Rebusan

Rendaman

Kimia (pembanding)

P1

Kulit bawang merah sebanyak 4 lembar dan direbus selama 2 menit.

P4

Kulit bawang merah sebanyak 4 lembar dan direndam selama 1 hari.

P7

Terbuat dari bahan aktif rizotin.

P2

Kulit bawang merah sebanyak 7 lembar dan direbus selama 2 menit.

P5

Kulit bawang merah sebanyak 7 lembar dan direndam selama 2 hari.

P3

Kulit bawang merah sebanyak 10 lembar dan direbus selama 2 menit.

P6

Kulit bawang merah sebanyak 10 lembar dan direndam selama 3 hari.

Ekstrak kulit bawang merah direbus dalam air sebanyak 200 ml. Ekstrak kulit bawang merah P1, warnanya tidak terlalu coklat dan aroma bawang merahnya tidak kuat. Ekstrak kulit bawang merah P2, warna coklatnya sudah mulai tebal dibandingkan dengan ekstrak kulit bawang merah P1, dan aroma kulit bawang merahnya sudah mulai kuat. Ekstrak kulit bawang merah P3, warna coklatnya sangat tebal dan aroma bawang merahnya sangat tajam dibandingkan dengan ekstrak kulit bawang merah P1 dan ekstrak kulit bawang merah P2. Hal ini menunjukan, semakin banyak kulit bawang merah yang digunakan dalam perebusan, akan mengasilkan ekstrak kulit bawang merah yang semakin coklat dan aromanya semakin kuat

Ekstrak kulit bawang merah direndam dalam air sebanyak 200 ml. Ekstrak kulit bawang merah P4, warna coklatnya tebal dan aroma bawang merahnya kuat. Ekstrak kulit bawang merah P5, warna coklatnya sangat tebal dan aroma bawang merahnya sangat kuat. Ekstrak kulit bawang merah P6, warna coklatnya sangat tebal dan aroma bawang merahnya sangat tajam. Hal ini menunjukan, semakin banyak kulit bawang merah yang digunakan dan semakin lama perendaman, akan menghasilkan ekstrak kulit bawang merah yang semakin coklat dan aroma bawang merahnya semakin tajam. Sebagai Pembanding, dibuat pestisida berbahan dasar kimia P7 yang terbuat dari bahan aktif rizotin, senyawa ini adalah racun kontak dan lambung berbentuk pekatan yang dapat dimulsikan berwarna kuning, untuk mengendalikan hama perusak daun.

E. Penyemprotan Hama Ulat

Penyemprotan hama ulat dilakukan dalam 6 ekstrak pestisida alami yang diperoleh dari perebusan dan perendaman kulit bawang merah sebanyak 4 lembar, 7 lembar dan 10 lembar. Sebagai pembanding, hama ulat disemprot oleh pestisida berbahan dasar kimia .Penyemprotan hama ulat diamati selama ± 4 jam. Selama proses penyemprotan dilakukan pengamatan setiap 20 menit, pengamatan ini berguna untuk mengetahui pada menit berapakah ulat tersebut dapat mati dengan disemprotkan 3 ekstrak kulit bawang merah hasil rebusan P1-P3, 3 ekstrak kulit bawang merah hasil rendaman P4-P6. Pada akhir penyemprotan dilakukan pemeriksaan, pemeriksaan ini berguna untuk mengetahui apakah hama ulat benar-benar mati atau tertidur.

Pada tabel 3 disajikan ulat yang telah mati dalam waktu pengamatan selama ± selama 4 jam. Ulat yang disemprotkan oleh ekstrak kulit bawang merah berkomposisi sedikit dan lama perebusan yang sebentar (P1) membutuhkan waktu yang sangat lama dalam proses pembunuhan hama ulat, dibandingkan dengan ulat yang disemprotkan oleh ekstrak kulit bawang merah P2 dan P3. Sedangkan, ulat yang disemprotkan oleh ekstrak kulit bawang merah berkomposisi sedikit dan lama perendaman selama 1 hari (P4) membutuhkan waktu yang lama dalam membunuh hama ulat, dibandingkan dengan ulat yang disemprotkan oleh ekstrak kulit bawang merah P5 dan P6. Sebagai pembanding, hama ulat yang disemprotkan oleh ekstrak kulit bawang merah P7.

Tabel 3. Waktu kematian pada hama ulat

Waktu

P1

P2

P3

P4

P5

P6

P7

20 menit ke-1

H

H

H

H

H

H

M

20 menit ke-2

H

H

H

H

H

M

M

20 menit ke-3

H

H

M

H

H

M

M

20 menit ke-4

H

H

M

H

H

M

M

20 menit ke-5

H

H

M

H

H

M

M

20 menit ke-6

H

H

M

H

H

M

M

20 menit ke-7

H

H

M

H

H

M

M

20 menit ke-8

H

H

M

H

H

M

M

20 menit ke-9

H

H

M

H

H

M

M

20 menit ke-10

H

H

M

H

H

M

M

20 menit ke-11

H

M

M

H

M

M

M

20 menit ke-12

M

M

M

M

M

M

M

Keterangan : H = Hidup, M = Mati

Ulat yang disemprot dengan ekstrak kulit bawang merah P1, membutuhkan waktu ± selama 245 menit untuk membuat hama ulat mati. Hal ini menunjukan, semakin sedikit kulit bawang merah yang digunakan dalam perebusan, akan menghasilkan sedikit senyawa acetogenin dan squamosin yang dapat diekstrak. Sehingga, ekstrak kulit bawang merah P1 membutuhkan waktu yang sangat lama untuk membunuh hama ulat. Sedangkan, ulat yang disemprotkan dengan ekstrak kulit bawang merah P2, membutuhkan waktu ± selama 220 menit untuk membuat hama ulat mati. Hal ini menunjukan, semakin bertambah jumlah kulit bawang merah yang digunaka dalam perebusan, akan menghasilkan bertambahnya senyawa acetogenin dan squamosin yang dapat diekstrak. Sehingga ekstrak kulit bawang merah P2 membutuhkan waktu agak lama dalam membunuh hama ulat.

Yang terakhir, ulat yang disemprotkan dengan pestisida P3, membutuhkan waktu ± selama 50 menit untuk membuat hama ulat mati. Hal ini menunjukan, semakin banyak kulit bawang merah yang digunakan dalam perebusan, akan menghasilkan banyak senyawa acetogenin dan squamosin yang dapat diekstrak. Sehingga, ekstrak kulit bawang merah P3 membutuhkan waktu yang singkat dalam membunuh hama ulat.

Ulat yang disemprot dengan ekstrak kulit bawang merah P4, membutuhkan waktu ± selama 230 menit untuk membuat hama ulat mati. Hal ini menunjukan, semakin sedikit kulit bawang merah yang digunakan dan waktu perendaman dalam tempo yang singkat akan menghasilkan sedikit senyawa acetogenin dan squamosin yang dapat diekstrak. Sehingga, ekstrak kulit bawang merah P4 membutuhkan waktu yang sangat lama untuk membunuh hama ulat.

Sedangkan, ulat yang disemprot dengan ekstrak kulit bawang merah P5, membutuhkan waktu ± selama 210 menit untuk membuat hama ulat mati. Hal ini menunjukan, semakin bertambah kulit bawang merah yang digunakan dan tempo perendaman yang bertambah, akan menghasilkan bertambahnya  senyawa acetogenin dan squamosin yang dapat diekstrak. Sehingga, ekstrak kulit bawang merah P5 membutuhkan waktu lebih cepat untuk membunuh hama ulat dibandingkan dengan ulat yang disemprotkan oleh ekstrak kulit bawang merah P4. Ulat yang disemprot dengan ekstrak kulit bawang merah P6, membutuhkan waktu ± selama 30 menit untuk membuat hama ulat mati. Hal ini menunjukan, semakin banyak kulit bawang merah yang digunakan dan tempo perendaman yang semakin lama, akan menghasilkan banyak senyawa acetogenin dan squamosin yang dapat diekstrak. Sehingga, ekstrak kulit bawang merah P6 membutuhkan waktu yang lebih singkat untuk membunuh hama ulat, dibandingkan dengan ulat yang disemprotkan oleh ekstrak kulit bawang merah P1-P5. Ulat pembanding yang disemprotkan dengan pestisida berbahan dasar kimia (rizotin) membutuhkan waktu yang sangat singkat untuk membunuh hama ulat yaitu ± selama 9 menit.

F. Dampak Pestisida Kulit Bawang Merah

Setelah diamati beberapa kali, ternyata ekstrak kulit bawang merah tidak mempunyai dampak negatif terhadap tumbuhan yang disemprotkan dan ekosistem sekitar. Hasil pengamatan menunjukan, ekstrak kulit bawang merah membuat daun pada tumbuhan menjadi tampak lebih segar.

BAB 3

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kulit bawang merah dapat dijadikan sebagai pestisida alami dengan cara mengambil ekstraknya. Takaran yang tepat dalam pembuatan ekstrak kulit bawang merah adalah sebanyak 10 lembar (P6) dan direndam selama 3 hari. Ekstrak kulit bawang merah P6 membutuhkan waktu ± selama 30 menit.

Ternyata ekstrak kulit bawang merah tidak memberikan efek negatif pada tumbuhan itu sendiri dan ekosistem sekitar. Hasil pengamatan menunjukan, ekstrak kulit bawang merah membuat daun pada tumbuhan menjadi tampak lebih segar dibandingkan daun yang disemprotkan dengan pestisida berbahan kimia.

B. Saran

Hasil penelitian ini dapat diaplikasikan oleh para petani dengan catatan sebagai berikut : kulit bawang yang digunakan untuk pembuatan ekstrak harus kering (tidak basah atau lembab), untuk mengurangi kadar air. Perendamn kulit bawang merah tidak boleh lebih dari 3 hari, karena aroma yang akan dihasilkan seperti aroma busuk, hal ini menunjukan, kulit bawang merah yang direndam telah ditumbuhi oleh bakteri mikroba.

Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan menambahkan parameter perlakuan sebagai berikut : penulis selanjutnya dapat mendefinisikan dampak penggunaan pestisida kulit bawang merah secara lengkap berdasarkan hasil uji lab dan dapat menambah indikator hama serangga yang digunakan

Para Pemakan Aspal………

Posted: 11 Mar 2013 05:11 PM PDT

REP | 12 March 2013 | 06:49 Dibaca: 26   Nihil

Dengan tidak sengaja saya membaca sebuah surat pembaca di harian Kompas  tanggal 8 Mart 2013, judulnya "Kualitas Aspal Jalan Di Bekasi" yang ditulis oleh Bernat. Isinya memberitahukan  bahwa jalan baru diaspal kurang dari dua bulan sudah rusak!

Membaca surat ini saya ingat perbaikan jalan di depan rumah saya yang berlokasi di Kota Tangerang. Sudah baik kalau  jalan yang baru diaspal bisa bertahan dua bulan, di depan rumah saya bahkan belum sampai sepulah hari sudah terkelupas. Hari pertama terkelupas sepanjang 25 M, hari berikutnya bertambah lagi beberapa meter, sekarang aspal sudah terkelupas sepanjang hampir seratus meter. Sudah dilaporkan, tapi sampai hari ini setelah lebih tiga bulan setelah dikerjakan belum ada tanda-tanda akan diperbaiki.

Sebenarnya jalan di RT saya masih baik, aspalnya masih kuat walaupun ada beberapa lobang kecil di beberapa tempat, tapi sudah ditutupi dengan semen.  Mungkin wajarlah ada kerusakan sedikit sebab usia jalan itu sudah hampir 12 tahun, dibangun tahun 2001 atas swadaya masarakat.

Tapi karena jalan dilingkungan RW kami akan ditingkatkan kualitasnya, maka kamipun ikut bergembira sebab jalan di lingkungan Rt kami  tentu akan diperbaiki juga. Setelah diperbaiki jalan memang  menjadi mulus, hitam pekat. Selama kurang lebih satu minggu kami bisa menikmati mulusnya jalan aspal baru, tapi ketika terjadi hujan lebat yang disertai banjir, warga terkaget-kaget sebab jalan yang baru diaspal tersebut terkelupas. Karena aspal terkelupas rahasia pemborongpun terbongkar. Ketebalan aspal yang menurut papan yang ditaruh diujung jalan saat perbaikan jalan berlangsung (ditaruh sebentar hanya untuk pemotretan)  4,6 M, ternyata bervariasi, di tempat-tempat tertentu tebalnya memang sesuai dengan papan pengumuman sementara di tempat lain ketebalannya hanya 1,6 M. Ternyata ketebalan yang 4,6 itu adalah tempat pengambilan contoh untuk bukti bahwa pekerjaan sudah diselesaikan sesuai kontrak.

Sementara itu  di jalan  yang lebih besar yang lokasinya  tidak jauh dari tempat saya tinggal juga ada perbaikan jalan yang pelaksanaanya tidak jauh beda waktunya dengan perbaikan jalan di depan rumah saya, namun soal  kualitas pekerjaannya setali tiga uang tentu saja.  Di jalan  ini orang hanya dapat menikmati mulusnya jalan tak lebih dari dua bulan, setelah itu hancur sedikit demi sedikit, lalu hancur-hancuran, bahkan jauh lebih parah dibanding sebelum diperbaiki.

Ternyata buruknya perbaikan jalan bukan hanya ditempat seperti yang saya sebutkan di atas tapi itu merata hampir di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini bisa dibaca diberbagai   media online mengenai keluhan masyarakat tentang kerusakan jalan padahal jalan baru saja diperbaiki.

Kita mau bilang apa, "pemakan aspal" gentayangan di mana-mana. Celakalah negeri ini kalau hal seperti ini dibiarkan terus menerus tanpa ada orang yang menghentikannya.

Bagaimana mau menghentikannya  kalau orang yang punya kuasa  menghentikannya sibuk mengurus partai?Atau jangan-jangan oarng partai yang ada di Dewan yang berwenang menyetujui atau tidak menyetujui turunnya  dana  proyek juga menikmati keadaan  ini dan terus memeliharanya?

Adsense Content. bottom of article

0 komentar:

Posting Komentar