Kompasiana
Kompasiana |
- Teori Konspirasi dalam Kampanye Anti Rokok
- Senyum Sang Kruptor
- Bernegara Setengah Hati
- FIFA Salah: Tidak Memberikan Sanksi Kepada Indonesia
- elegi dari Maluku ~ KORBAN TINDAK PIDANA JADI TERSANGKA
- Mengkritisi Bahasa Media
Teori Konspirasi dalam Kampanye Anti Rokok Posted: 21 Mar 2013 11:35 AM PDT Saya membaca tulisan dari seorang pengamat sosio-politik yang entah maksudnya apa, tapi dari tulisannya seolah mengadvokasi para pengusaha tembakau dan rokok kretek Indonesia. Tulisannya bisa dibaca di sini, tapi saya akan mengutip paragraf darinya. Mungkin bagi para penggemar teori konspirasi yang biasanya ada di ranah agama dan berkutat soal freemason, illuminati, dkk, bisa ikut menggemari yang ini. "Kampanye anti-rokok internasional sebagai suatu acuan, atau bahkan suatu model yang dijiplak habis oleh aktivis anti-rokok Indonesia telah menjadi objek studi yang intensif dari sejumlah ahli. Salah satu sisi disoroti ialah paralel historis yang mencolok antara kampanye anti-rokok internasional dengan kampanye serupa yang dilakukan Nazi Jerman pada era 1940-1945." "Histeria anti-rokok yang diciptakan Nazi berlangsung sukses atas dukungan sang Fuhrer, karena Hitler secara pribadi vegetarian dan membenci rokok. Kendati ia seorang perokok berat di masa mudanya, Hitler memutuskan bahwa rokok berbahaya bagi kemurnian ras Aria dan giat menyokong kampanye anti-rokok. Merokok diberi label yang menyeramkan sebagai fenomena "epidemik", "wabah", "mabuk kering" (sebagai lawan "mabuk basah" akibat alkohol), "masturbasi paru-paru", "penyakit peradaban", dan "sisa-sisa gaya hidup liberal". Persis seperti jargon-jargon gerakan kampanye anti-rokok yang digalang WHO, baik melalui FCTC maupun forum lainnya. Pejabat Nazi juga menggalang dukungan dari otoritas ilmiah di bidang kesehatan demi melancarkan pelarangan rokok melalui propaganda, humas dan peraturan resmi. Kementerian Sains dan Pendidikan Jerman memerintahkan murid-murid di sekolah untuk mendiskusikan bahaya rokok dan Kementerian Kesehatan mempublikasi pamflet-pamflet peringatan tidak merokok kepada generasi muda. Kegiatan-kegiatan yang disponsori Kementerian Kesehatan Jerman; seperti ceramah tentang kesehatan ibu, vaksinasi dan sebagainya, dinyatakan "bebas rokok". Demikian pula serikat pekerja Nazi (Deutschen Handwerks) mengkampanyekan agar anggotanya untuk tidak merokok di tempat kerja." Demikian kutipan dari tulisannya, tapi sebagai perokok aktif, saya mempunyai pendapat sendiri mengenai kampanye anti rokok. Saya tidak terlalu pusing dengan gencarnya kampanye anti rokok yang diserukan oleh berbagai elemen dan institusi. Seorang perokok, menurut saya, mempunyai tanggung jawab pribadi atas apa yang dia hisap. Karena itu, saya sendiri--entah perokok lain seperti apa--tak pernah yang namanya merokok di tempat umum. Anda akan melihat saya bukan sebagai perokok jika berada di tempat seperti mal, kantor, jalan raya, terminal, dan sebagainya. Bahkan, terus terang saya sendiri merasa kesal dengan orang yang seenaknya merokok dalam angkutan umum. Demikian pula di restoran, tapi berbeda kalau di warteg atau warkop pinggir jalan karena di situ memang semuanya rata-rata yang singgah adalah perokok. Bagi saya, merokok paling nikmat ya di kamar, atau di teras sambil ngopi. Begitu juga kalau main ke kontrakan kawan saya pas nonton bola, tak lengkap tanpa rokok. Saya jadi ingat video Soekarno yang kalau tidak salah sedang diwawancarai Cindy Adams, jurnalis kawakan di masanya, dan waktu itu presiden RI pertama kita asik saja menjawab pertanyaan sambil mengembuskan asap rokoknya. Kenikmatan ngobrol dan diskusi dengan kawan saya mengenai topik apapun, saya rasa memang asik ditemani rokok. Jadi, terlepas dari kampanye anti rokok, tak ada salahnya jika seorang perokok yang memang belum berniat untuk berhenti, atau bahkan tak mau berhenti, bisa lebih menempatkan diri saja di mana dia harus mengisap rokoknya. em>ps. A: Kamu ngerokok?B: Iya A: Sehari berapa bungkus? B: Sebungkus, kenapa? A: Sejak kapan? B: Sejak kuliah. A: Coba hitung berapa uang yang sudah kamu keluarkan untuk beli rokok, kalau kamu tabung pasti uangnya bisa untuk beli mobil misalnya. B: Iya sih? kamu sendiri ngerokok gak? A: Nggak. B: Terus, sudah punya mobil sekarang? A: Nggak. B: coba kamu nggak beli baju dari bayi, udah punya private jet kali. ![]() |
Posted: 21 Mar 2013 11:35 AM PDT span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%; font-family: "Arial","sans-serif"; mso-fareast-font-family: "Arial Unicode MS";">Dari dalam kantor KPK tampak seorang lelaki berjanggut berbaju putih lengan panjang dengan bertuliskan "TAHANAN KPK" di bagian belakang, keluar dengan pengawalan ketat petugas keamanan. Tampak sesekali lelaki tersebut mengumbar senyum kepad para wartawan yang tampak berebut mengambil gambar. Sadar akan keinginan para para wartawan , lelaki tersebut melambai-lmbaikan tangan seolah memberi kesempatan agar gambar yang diambil pose enak dilihat saat ditayangkan di TV atau dimuat di surat kabar. Tidak itu saja, dengan berdiri agak miring lelaki tersebut beraksi dengan menunjukkan jari-jari tangan kanannya membentuk simbol anak "Metal". Selanjutnya dengan kata-kata bijak lelaki tersebut berkata, "Sebagai warga negara yang baik Kita ikuti prosedur hukum yang berlaku, oke ! ". Dan selanjutnya dengan tetap mengumbar senyuman dan lambaian tangan lelaki tersebut masuk ke dalam mobil mewah. span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%; font-family: "Arial","sans-serif"; mso-fareast-font-family: "Arial Unicode MS";"> span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%; font-family: "Arial","sans-serif"; mso-fareast-font-family: "Arial Unicode MS";">Adegan seperti di atas akhir-akhir ini tampaknya sering muncul di acara berita televisi. Para koruptor keluar masuk pintu KPK tampaknya mempunyai gaya yang tidak terlalu berbeda. Bisa jadi gaya tersebut karena bagian dari pencitraan sebagai koruptor yang santun, koruptor yang ramah, koruptor yang taat hukum. Dan selanjutnya sebagai koruptor yang kooperatif tentu layak mendapat simpati dari masyarakat dan tentunya potongan masa tahanan oleh sang penegak keadilan. Alih-alih simpati, gaya koruptor yang sok cengengesan, pasang wajah innocent, tebar pesona dan keramahan ,justru membuat rakyat merasa dihina, dilecehkan dan yang pasti semakin jijik dengan tingkah sang pelaku. span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%; font-family: "Arial","sans-serif"; mso-fareast-font-family: "Arial Unicode MS";"> span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%; font-family: "Arial","sans-serif"; mso-fareast-font-family: "Arial Unicode MS";">Banyak masyarakat tidak habis pikir, bisa-bisanya para koruptor tampak masih percaya diri meskipun jelas-jelas bersalah. Baju putih lengan panjang bertuliskan " TAHANAN KPK" tampak tidak memberi efek malu pada pelaku. Tentu ini menjadi PR besar bagi desainer baju tahanan KPK untuk mendesain ulang baju KPK yang benar-benar membuat efek malu. Bahkan kalau perlu para pelaku tindak pidana korupsi tidak perlu memakai baju, cukup dengan celana kolor saja, biar benar-benar malu. span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%; font-family: "Arial","sans-serif"; mso-fareast-font-family: "Arial Unicode MS";"> span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%; font-family: "Arial","sans-serif"; mso-fareast-font-family: "Arial Unicode MS";">Satu hal yang tampaknya membuat para pelaku tindak pidana korupsi tampak merasa begitu nyaman dalam statusnya sebagai tahanan KPK yaitu ringannya hukuman.Belum lagi perlakuan istimewa yang diberikan selama menjadikan tahanan KPK membuat para pelaku masih bisa tersenyum lebar saat berhadapan dengan para wartawan. Lain halnya jika pelaku tindak pidana korupsi diancam hukuman mati, tentu akan lain cerita. Bayangan akan tali gantungan atau regu tembak dengan moncong senjata mengarah ke jantung tentu akan membuat pelaku berwajah kecut. Tampaknya hukuman yang ringan, menjadikan tindak pidana korupsi bukan menjadi tindak pidana luar biasa sebagaiman yang sering digembar-gemborkan.Bagaiamana dikatakan tindak pidana luar biasa jika hukumannya biasa-biasa bahkan terkesan basa-basi belaka. span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%; font-family: "Arial","sans-serif"; mso-fareast-font-family: "Arial Unicode MS";"> span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%; font-family: "Arial","sans-serif"; mso-fareast-font-family: "Arial Unicode MS";">Para generasi penerus tindak pidana korupsi tentu belajar bagaimana mengelola uang korupsi dari bagaimana mencuci sebersih mungkin sampai dengan seberapa besar uang yang disisihkan guna menghadapi masalah hukum jika nanti terbongkar tindakannya. Yang jelas meski nanti ditahan mereka harus memastikan masih tetap kaya setelah menjalani hukuman. span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%; font-family: "Arial","sans-serif"; mso-fareast-font-family: "Arial Unicode MS";"> span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%; font-family: "Arial","sans-serif"; mso-fareast-font-family: "Arial Unicode MS";">Hukuman mati dan pemiskinan adalah hukuman yang paling tepat bagi para koruptor. Sayang, dengan dalih hak asasi manusia kedua hukuman tersebut belum diterapkan, sekali lagi belum diterapkan. Kelak jika kedua hukuman tersebut diterapkan kita tidak akan melihat lagi senyum para pelaku tindak korupsi didepan kamera televisi.Yang kita lihat para koruptor dengan wajah tertunduk lesu, dan menutup muka penuh dengan penghibaan untuk mendapatkan keringana hukuman meski hukuman seumur hidup. Jika kedua hukuman tersebut belum diberlakukan maka kita harus ikhlas melihat para pelaku tindak korupsi yang tertangkap masih suka cengengesan sambil melambaikan tangan di depan kamera TV. span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%; font-family: "Arial","sans-serif"; mso-fareast-font-family: "Arial Unicode MS";"> span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%; font-family: "Arial","sans-serif"; mso-fareast-font-family: "Arial Unicode MS";"> span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%; font-family: "Arial","sans-serif"; mso-fareast-font-family: "Arial Unicode MS";"> span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%; font-family: "Arial","sans-serif"; mso-fareast-font-family: "Arial Unicode MS";"> span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%; font-family: "Arial","sans-serif"; mso-fareast-font-family: "Arial Unicode MS";"> ![]() |
Posted: 21 Mar 2013 11:35 AM PDT Apakah kamu tahu sebuah "Negara Ideal" yang pernah diimpikan oleh Plato? Sebuah Negara bayangan atau biasa disebut dengan Negara Utopis, dimana Plato percaya bahwa Negara hendaknya diperintah oleh para filosof. Selanjutnya Plato berpendapat bahwa manusia terdiri atas tiga bagian yakni Kepala, Dada, dan Perut yang mempunyai keterkaitan jiwa satu sama lain, saling berhubungan, melengkapi hingga menjadikannya sebuah kekuatan yang ideal. Akal terletak pada Kepala, kehendak ada di dada, dan nafsu terletak di perut. Plato mencontohkan seorang anak pertama-tama harus belajar mengendalikan perut atau hawa nafsunya, selanjutnya mengembangkan kehendak hatinya dengan sebuah sikap keberanian, lalu ditutup oleh akal yang akan menuntunnya menuju pada sikap kebijaksanaan. Apabila kita bisa mencermati makna filosofis pemikiran dari Plato maka bukan tidak mungkin sebuah Negara Ideal atau Negara Utopis itu bisa tercapai, lalu timbullah pertanyaan bagaimana Negara sebaiknya diatur? Begitu banyak pemikiran tentang sebuah Bentuk Negara (konstitusi), berikut ada tiga bentuk menurut Aristoteles (murid dari Plato) tentang konstitusi, yakni bentuk pertama adalah Monarki atau bentuk kerajaan dan mesti hati-hati karena boleh jadi melenceng menjadi Tirani atau kekuasaan dijalankan untuk kepentingan sendiri. Bentuk kedua adalah Aristokrasi yang didalamnya ada sekelompok besar atau kecil pemimpin, dan bentuk kehati-hatiannya agar tidak menjadi Oligarki atau kekuasaan yang hanya dijalankan oleh beberapa orang. Contoh dalam hal ini adalah Junta atau dewan pemerintahan. Selanjutnya yang terakhir ada Polity yang berarti Demokrasi. Tapi bentuk ini juga mempunyai aspek negatif yang boleh jadi dengan cepat dan berkembang menjadi kekuasaan pemerintahan yang dijalankan oleh kawanan (mob rule) yang menitikberatkan kepada Kekuasaan yang berdasarkan Mayoritas. Lantas cara-cara bernegara seperti apakah yang kita terapkan di Republik ini? Demokrasi yang begitu diagung-agungkan di beberapa belahan penjuru bumi ini, termasuk Indonesia salah satu penganut paham ini, yang terbukti malah dikacaukan oleh sebuah kekuatan yang namanya "Kekuasaan Politik". Sebuah bukti realitas yang terjadi saat ini, bahwa betapa pentingnya sebuah Kekuasaan Politik yang lebih dikedepankan ketimbang mengurusi rakyatnya, sekali lagi ini ada dan dipertontonkan di Republik ini!. Belum lagi begitu banyaknya masalah yang terjadi akhir-akhir ini, menambah panjang penderitaan Bangsa ini. Contoh pertama bisa kita perhatikan bahwa para politikus pemburu kekuasaan tak mampu menahan "perut" (nafsu untuk korupsi) mereka. Mari kita tutup mata ini dan gelengkan kepala untuk Kasus Hambalang, Wisma Atlet serta ucap istighfar bersama-sama untuk kasus Impor Sapi. Perihal kedua dialamatkan kepada para penegak hukum kita, yang tampaknya masih "malu-malu" mengungkap Kasus Century. Kehendak hati ingin mewujudkan sebuah keberanian diri, namun malah sedikit "ciut nyali" ketika berhadapan dengan para pemegang peranan kekuasaan. Perihal ketiga yang terakhir tentang sebuah akal yang mengarahkan seseorang menuju kepada kebijaksanaan. Namun nilai itu jauh saat ini, pemerintah sekarang lebih sibuk mementingkan kelanggengan kekuasaan dengan munculnya isu-isu penggulingan pemerintahan. Belum lagi urusan partai yang jadi perhatian keduanya, kasihan si "bawang putih" yang saat ini tidak terurus. Ketiga contoh diatas menjadi bukti kelemahan kita dalam bernegara. Mestinya Pemerintah belajar memahami kondisi rakyatnya sebagaimana juga Pemerintah bila menginginkan agar dipahami oleh rakyatnya, dewasa ini sebuah kecenderungan sikap kewaspadaan ditunjukkan oleh pemimpin yang terkadang hanya mementingkan sebuah kelanggengan kekuasaan, ketakutan akan adanya kudeta dan berbagai konflik internal di partainya. Segala macam problema yang terjadi sekarang merupakan sebuah bentuk protes terhadap cara-cara pengambilan kebijakan yang tak berpihak kepada rakyat kecil. Kita lihat di TV para buruh sedang gencar-gencarnya meneriakkan kenaikan upah, perang terhadap korupsi yang masih terus berlangsung dan sebagainya. Sejatinya bernegara adalah usaha sepenuh hati dalam mengurusi berbagai macam persoalan pelik yang terjadi. Bagi alm. Prof. Satjipto sepenuh hati atau biasa disebutnya dengan kata mesu budi, merupakan sifat yang mesti tumbuh dari kesadaran seorang pejabat. Terlebih lagi yang memegang jabatan-jabatan berpengaruh di pemerintahan. Wahai para pemerintah yang agung, maukah engkau sedikit memikirkan nasib mereka. Nasib para tukang becak, nasib para penjual sayur, nasib para pegawai rendahan. Mereka semua adalah saudara Bung Karno yang dititipkan kepadamu dan olehmu lah cita-cita kemerdekaan ini dilanjutkan. Perjuangan ini belumlah usai, Negara Ideal yang diimpikan boleh jadi belumlah terlaksana. Namun harapan itu masih ada ketika kita betul-betul mau sepenuh hati mencurahkan tenaga dan pikiran untuk Bangsa ini. Sebuah puisi penutup yang dikutip dari Rumah Baca Philosophia (Karya : Almin Jawad). Di teras Cinta-Mu Izinkan aku memainkan seruling Daud sang perkasa Biarkan melodinya runtuhkan Jalut si penguasa Seperti damai tenangkan jiwa yang sedang kalut Atau mengusir sepi yang membuat rapuh dan takut. ![]() |
FIFA Salah: Tidak Memberikan Sanksi Kepada Indonesia Posted: 21 Mar 2013 11:35 AM PDT img class="size-medium wp-image-161141 aligncenter" title="aef00778d8a6d6b5a70bfb886296465f" src="http://stat.ks.kidsklik.com/ci/image/media/300x300/480x300/2013/03/22/aef00778d8a6d6b5a70bfb886296465f.jpg" alt="aef00778d8a6d6b5a70bfb886296465f" width="300" /> Menurut hasil konferensi pers Presiden FIFA, Sepp Blater yang didampingi oleh Sekjen Jerome Valcke dalam keterangannya setelah memimpin rapat komite eksekutif FIFA pada tanggal 21 Maret 2013 di Zurich menyebutkan bahwa Indonesia terbebas dari sanksi FIFA. "Komite Eksekutif FIFA menyambut baik PSSI yang telah menggelar kongres dengan sukses pada tanggal 17 Maret 2013 untuk mengimplementasikan tujuan yang telah diminta FIFA", demikian pernyataan FIFA dalam laman resminya. Seperti yang kita ketahui, hasil kongres PSSI tanggal 17 Maret lalu banyak menimbulkan kontroversi terutama bagi mereka yang merasa dirugikan dengan hasil kongres tersebut. Bahkan dalam pelaksanaan kongres yang dihadiri oleh delegasi FIFA, 6 exco melakukan Walk Out karena tidak menyetujui agenda yang dibicarakan dalam kongres. Sebenarnya ketidaksetujuan 6 exco tersebut tidak hanya pada saat kongres dilaksanakan, tetapi bahkan sebelum itu, dimulai dari adanya rencana kongres yang difasilitasi oleh Menpora untuk mempersatukan kedua kubu yang mengelola persepakbolaan nasional (PSSI dan KPSI). Berbagai upaya dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak menyetujui kongres PSSI karena mereka menganggap menghambat reformasi dalam persepakbolaan nasional. Polemik mengenai voter solo, kemudian isu mengenai surat palsu hingga gerakan 18 pengprov caretaker untuk mengacaukan pelaksanaan kongres pada saat kongres berlangsung merupakan berbagai hal yang mewarnai upaya rekonsiliasi yang diupayakan melalui kongres PSSI tersebut. Suara-suara miring mengenai hasil KLB tercetus dalam berbagai media sebagai ungkapan rasa ketidakpuasan menanggapi keputusan yang ditetapkan dalam KLB tersebut. Mereka yang beranggapan demikian merupakan orang-orang yang sejak semula mengharamkan bersatunya PSSI dengan KPSI. Tudingan bahwa rekonsiliasi merupakan upaya mafia untuk menguasai persepakbolaan nasional terutama PSSI terlontar dari mereka yang tidak mengharapkan adanya persatuan dalam dunia persepakbolaan nasional. Bahkan beberapa gelintir orang seolah-olah mengharapkan adanya sanksi dari FIFA terkait dengan hasil KLB yang telah diputuskan. Dalam pernyataannya, PSSI dianggap telah melanggar aturan yang ditetapkan oleh FIFA yang berhubungan dengan pelaksanaan KLB, dimulai dari permasalahan voter Solo hingga masalah agenda yang dibicarakan dalam KLB itu sendiri. Lalu bagaimana dengan sekarang setelah FIFA menyebutkan bahwa Indonesia sudah melaksanakan semua yang diminta FIFA dengan sukses? Apakah dengan keputusan FIFA tersebut, menjadikan FIFA telah salah melakukan langkahnya untuk menegakkan aturan FIFA itu sendiri? Apakah FIFA telah salah karena tidak memberikan sanksi kepada Indonesia sesuai dengan yang mereka harapkan? Sepertinya FIFA telah mengecewakan pihak-pihak yang tidak menginginkan adanya persatuan dalam persepakbolaan nasional dengan membatalkan sanksi bagi Indonesia. Tetapi inilah kenyataannya, sekaligus sebagai sebuah pembelajaran bagi kita, bahwa dunia tak selalu seperti yang kita harapkan, terutama bagi mereka yang menginginkan hal yang buruk menimpa bangsanya. Wassalam ![]() |
elegi dari Maluku ~ KORBAN TINDAK PIDANA JADI TERSANGKA Posted: 21 Mar 2013 11:35 AM PDT ![]() (UW-MAL). ![]() |
Posted: 21 Mar 2013 11:35 AM PDT Nama Media: Republika Online tanggal 21 Mret 2013, dengan judul "Polisi Minta Wartawan Selalu Waspada Saat liput Bentrok" Oleh: Andra Dwiyan Pratama NIM: 1112051000028 Republika adalah salah satu media yang memiliki nama dan cakupan yang cukup besar di Indonesia, dan kini semakin canggih dan majunya teknologi, serta agar lebih memudahkan bagi para pembaca, republika hadir dalam bentuk digital, sehingga mahasiswa seperti saya, yang malas membaca koran hehe, bisa dengan mudahnya menikmati berita-berita terkini dalam genggaman gadget. berita kali ini membahas tentang pentingnya keselamatan wartawan, atau pers dalam proses peliputan berita bentrok atau kerusuhan. yang saya ingin komentari adalah dari judul berita ini sangat menarik minat para wartawan untuk membaca dan mengetahui isi berita, secara belakangan ini sangat banyak kasus-kasus yang terjadi menimpa wartawan karena kelalaian mereka dalam meliput berita, dan tidak mencari tempat yang aman sehingga menjadi target dari kerusuhan atau bentrok tersebut. di sisi lain, penggunaan bahasa dalam artikel atau berita ini juga sangat mudah dipahami dan menggunakan bahasa yang tidak terlalu rumit, tapi kalau pun memang artikel ini ditujukan untuk para wartawan seharusnya di posting di tempat-tempat yang strategis bagi para wartawan yang memang dikhususkan untuk portal para wartawan. bukan di site umum seperti republika, karena menurut saya dilihat dari judulnya saja berita seperti ini tidak akan menarik para pembaca yang tidak berkecimpung di dunia pers. tapi secara keseluruhan bahasa yang digunakan sudah sangat baik, karena berita ini juga penting bagi saya yang sedang atau berkecimpung di dunia jurnalistik agar tetap selalu hati-hati dalam meliput berita, yang kebetulan saya pelajari di bangku kuliah. Terimakasih ^_^ ![]() |
You are subscribed to email updates from Kompasiana To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
0 komentar:
Posting Komentar