Adsense Link 728 X 15;

Kompasiana

Posted by Sri Rejeki Minggu, 23 Juni 2013 0 komentar
Adsense Content. recommended 336 X 300

Kompasiana


Mengapa Rivalitas Suporter Terkesan Dibiarkan?

Posted: 23 Jun 2013 11:47 AM PDT

Hari-hari belakangan, makin marak berita mengenai aksi-aksi anarkis suporter, entah memang ada aktor intelektual di belakangnya, atau juga entah hanyalah oknum yang memanfaatkan keadaan. Tapi untuk kali ini, akan kami batasi sedikit untuk menyoroti mengenai "Rivalitas antar suporter" sebagai pokok bahasan.

Masih  belum jauh-jauh hari, Sabtu kemarin (22/6) terjadi aksi anarkis yang sudah menjurus sebagai aksi kriminal, yakni penyerangan kepada bus yang digunakan oleh pemain dan official Persib Bandung saat keluar hotel akan menuju ke stadion guna menjalani laga melawan Persija Jakarta. Belum ada sebulan sebelumnya, juga terjadi aksi anarkis saat Persis Solo melakoni laga tandang melawan PSS Sleman dalam laga lanjutan Divisi Utama LPIS. Kiper, I Komang Putra dilempar dengan menggunakan benda keras (botol beer, namun masih menjadi perdebatan) dan beberapa pemain mendapatkan teror bahkan dari pengurus klub lawan. Mungkin bila mau dirunut satu-persatu, banyak sekali laga sepakbola yang diwarnai aksi-aksi tidak sportif dan bahkan menjurus anarkis.

Dari kedua contoh kejadian diatas, ada hal yang menarik untuk dicermati. Setelah puluhan tahun ada berita-berita miring mengenai aksi anarkis suporter, kebanyakan adalah gesekan antar suporter yang dikarenakan ke-fanatisan berlebihan dalam hal mendukung tim kesayangan, sehingga ketika berjumpa dengan suporter rival otomatis menimbulkan emosi. Namun, dari dua contoh diatas, fenomena kini menjadi berkembang. Tak hanya sekedar gesekan antar suporter saja, namun kini angin telah berubah dan para pemain dari klub rival-lah yang menjadi sasaran aksi negatif ini. Memang pada jaman dahulu juga pernah ada kejadian pemain menjadi korban kebrutalan suporter lawan, namun fenomena akhir-akhir ini sepertinya makin liar berkembang tanpa ada upaya "pemangku kepentingan" hajatan sepakbola nasional untuk meredamnya.

Berita pun berkembang, tak hanya sebatas media-media mainstream, berita straight-set juga banyak beredar antar pengguna jejaring sosial seperti facebook dan twitter. Tentu saja dengan beragam cara penyampaian. Dari kesemuanya, baik dari kubu yang dirugikan maupun dari kubu yang dianggap biang keladi, masing-masing mempunyai argumen maupun pembelaan sendiri. Bila ditarik kesimpulan dari adu argumen dan pembelaan ini, akan jadi panjang pada perdebatan, suporter atau oknum suporter? Daripada susah-susah kami menyebutnya, lebih baik kita langsung bikin gap saja. Karena belum jelas siapa pelakunya, maka bila pelaku hanya beberapa gelintir saja, kita sebut dengan oknum siporter. Bila pelakunya lebih dari 10 orang dan mereka memang menyiapkan segala keperluan untuk memperlancar aksinya, maka kita sebut saja sekompi oknum suporter. Namun bila pelaku sangat banyak dan mungkin malah dalam kisaran ratusan jumlahnya, ya sebaiknya kita sebut saja dengan sebutan "oknumiyah wal jamaah wal psychoniyah". Begitu saja daripada makin berlanjut perdebatannya, hehee

Bagaimana Komdis menyikapinya ?

Ada satu hal yang kami rasa aneh dalam kasus pelemparan bus pemain dan offisial Persib Bandung, jalas pemain dan klub yang merasa dirugikan, namun masih ada pertimbangam-pertimbangan lain dari sang manajer, Umuh Muchtar, untuk melaporkan kejadian ini kepada pihak yang berwajib. Padahal bila menilik dari kronologis kejadian, hampir dipastikan ini adalah kejahatan atau aksi kriminal yang terencana. Mana mungkin ada batu-batu gede di TKP? Atau mana mungkin botol-botol berisi bensin digunakan sebagai bom molotov, padahal baru beberapa hari yang lalu pemerintah menaikkan harga premium. Jawabannya satu, memang sudah ada perencanaan sebelumnya. Tapi yaaaa, kita tunggu saja apakah ada pelaporan dan penyidikan atas kasus ini.

Lantas, dimana peran PSSI sebagai federasi yang menaungi hajatan sepakbola nasional atas hal-hal yang bukan saja mencoreng nilai sportifitas, namun juga telah melanggar norma hukum yang berlaku ini? Dari jaman dulu hingga sekarang ini, tetap jawabannya hanya satu : angkat tangan, karena ini sudah masuk yuridis Kepolisian atas aksi kriminal yang terjadi.

Mengingat bahwa ketua Komdis PSSI saat ini, Hinca Panjaitan, pernah membuat desertasi mengenai penggunaan APBD untuk sepakbola dan juga menyinggung mengenai Lex Sportiva, tentu beliau mendalami akan batasan-batasan ini. Bahwa kita hidup dalam negara hukum dan sepakbola juga mempunyai peraturan tersendiri untuk mengakomodasi jalannya sepakbola 2×45 menit. Namun, kami merasa pesimis akan ada pengusutan kasus ini. Bahkan tahun lalu ketika Bonek terlibat kerusuhan melawan polisi dan dari kronologis kejadian memang mengarah pada kesalahan pihak Kepolisian, Komdis yang saat itu dijabat oleh Bernhard Limbong, juga tak bisa berbuat banyak.

Atas batalnya laga Persija melawan Persib ini, beragam komentar mengiringi pertanyaan mengenai kelanjutan laga ini. Tapi menurut dari kacamata kami sebagai P.S.K (Pengamat Sepakbola Koplaksiana) ada beberapa hal yang bisa dicermati. Laga dapat diputuskan Persija menang WO (walk out) bila tidak ada faktor force majeur. Tapi kendalanya, apakah penyerangan terhadap pemain dan official ketika belum tiba di tempat dilangsungkannya pertandingan itu tergolong faktor force majeur? Karena bila memang terkendala faktor force majeur, maka pertandingan bisa dijadwalkan ulang dalam laga tunda. Ini yang menjadi perdebatan, seandainya hal itu tidak tergolong faktor force majeur, tentu bisa jadi hal mudah begini : "Cara gampang agar menang tanpa bertanding adalah, cegat aja tim lawan biar nggak datang, dan tim kita dinyatakan menang WO".

Dimana peran federasi untuk meredam gesekan antar suporter ?

Kembali pada topik utama kita kali ini mengenai Rivalitas Antar Suporter, serasa tak ada langkah nyata dari federasi untuk menciptakan iklim kondusif di persepakbolaan kita. Terutama di era dasawarsa terakhir kepemimpinan Nurdin Halid dan Djohar Arifin. KSN di Malang yang digagas oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun tak menyentuh secara eksplisit mengenai pemberdayaan suporter agar turut menjadi bagian perbaikan sepakbola nasional.

Dan apa hasil investigasi kami akan pertanyaan sederhana ini? Jawabannya cukup sederhana: Bahwa rivalitas antar suporter yang kian hari kian berkembang menjurus pada aksi anarkis ini adalah sengaja dipelihara untuk menjaga gap-gap antar suporter agar fanatisme berlebihan tetap tertanam kuat bagi masing-masing suporter. Dari segi pendekatan sosiologis, kami pernah bertanya pada salah satu dosen di Jogja mengenai fenomena suporter, beliau mengemukakan pendapatnya bahwa jargon "Mati, urip, toh nyawa, tetep mbela tim kesayanganku" memang menjadi faktor utama untuk menyuburkan fanatisme yang berlebihan. Dan jargon itu memang diciptakan dengan segala penyajian agar serasa bahwa suporter sendiri yang menginginkan jargon seperti itu. Jauh daripada itu, si pemangku kepentingan tetap akan bisa mengawal kepentingannya karena gap-gap yang tercipta secara periodik di tingkat suporter dan menyuburkan aroma rivalitas. Kalau sudah begini, maka suporter akan tercerai-berai dan kemungkinan besarnya adalah melupakan semangat persatuan dan kesatuan sebagai bagian dari sepakbola nasional.

Bila sudah begini, maka cita-cita Ronaldikin Taucho sebagai tokoh perdamaian antar suporter di Indonesia akan terasa sangat berat, karena menghadapi doktrin-doktrin yang tercipta di tingkat akar rumput. Rivalitas suporter itu yang bagaimana? Yaaaa menurut kami, rivalitas itu mendukung tim kesayangannya, Cules nyaman nonton ke Bernabeu dan Madridista nyaman nonton ke Nou Camp. Dan sebagai pelengkap akhir dari coretan ini, kami akan menampilkan hasil wawancara kami terhadap Sodrun atas kejadian beberapa hari yang lalu.

"Lhaaa, inyonge ya pilih mulih bae lah ora usah mangkat tanding. Ora apa-apa inyonge diarani pengecut, nyawane inyong luwih berharga timbangane mangkat tapi nyawa terancam. Ngapa toh nyawa kudu teka maring stadion, lha mengko bis'e diobong njur kepriwe je? Inyong mesti melu kobong, ora MATI SYAHID, tapi MATI SANGIT"

translate :
"Lhaaa, saya ya pilih pulang sajalah, nggak perlu berangkat bertanding. Tidak mengapa saya dibilang pengecut, nyawa saya lebih berharga daripada berangkat tapi nyawa terancam. Ngapain taruhan nyawa harus datang ke stadion, nanti busnya dibakar terus gimana? Saya pasti kebakar, bukan mati syahid, tapi mati sangit" (sangit = hangus terbakar)

P.S.K : @BubupTweet

Artikel selanjutnya :
Wawancara dengan Bp Bambang Haryanto, pencetus Hari Suporter Nasional 12 Juli

Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Kompasianer (anggota Kompasiana) yang menayangkannya.Kompasiana tidak bertanggung jawab atas validitas dan akurasi informasi yang ditulis masing-masing kompasianer.

Siapakah Tuhan itu

Posted: 23 Jun 2013 11:47 AM PDT

Munafiknya Orang Beragama Impor Ngaku Nasionalis

Posted: 23 Jun 2013 11:47 AM PDT

Indonesia memang negara yang kaya tak terhingga. Segala bentuk kekayaan ada di negeri ini. Mulai dari sumber daya alam yang luas melimpah ruah, hingga sumber daya manusia yang tidak kalah banyaknya. Adat istiadat dan budaya yang tak terbilang ragamnya, hingga agama asli yang dilupakan dan dibuang oleh bangsanya.

Ya, Indonesia memang memiliki banyak agama lokal yang tersebar di berbagai daerah, diantaranya; agama Sunda Wiwitan di Kanekes Banten, Agama Djawa Sunda di Kuningan Jawa Barat, Agama Buhun di Jawa Barat, Agama Kejawen di Jawa Tengah dan Jawa Timur, Agama Parmalin di Sumatera Utara, Agama Kaharingan di Kalimantan, Agama Tonaas Walian di Minahasa, Agama Tolottang di Sulawesi Selatan, Agama Naurus si Maluku, Agama Marapu di Sumba.

Selain itu masih ada agama Purwosuksino, Budi Luhur, Pakhampetan, Bolim, Basora, Samawi, dan Sirnagalih.

Saya yakin sebagain dari kita bahkan belum pernah mendengar nama-nama agama tersebut. Paling-paling yang pernah didengar adalah agama Kaharingan yang dianut oleh suku Dayak di Kalimantan.

Namun sayangnya negeri ini tidak mengakui agama lokal dari negerinya sendiri. Kesemua agama tersebut tidak satupun menjadi agama yang diakui oleh pemerintah Republik Indonesia dalam Undang-undang. Akan tetapi bangsa Indonesia bangga dengan agama yang kesemuanya merupakan agama yang diimpor dari luar negeri. Bahkan Indonesia berbangga sebagai negara dengan penduduk beragama Islam terbesar di dunia, ya agama yang diimpor dari Timur Tengah.

Selanjutnya agama Kristen juga bukan agama lokal negeri ini, tetapi juga impor dari luar negeri. Juga dari Timur Tengah.

Satu agama lain dari Timur Tengah adalah agama Yahudi. Hanya saja karena Indonesia negara dengan penduduk mayoritas Islam, dan sangat anti Yahudi, maka Yahudi tidak mampu berkembang di Indonesia.

Selanjutnya, agama Hindu dan agama Buddha di Indonesia juga adalah bukan agama lokal bumi nusantara. Keduanya adalah agama impor juga yakni dari India.

Lalu, kemudian agama Konghucu yang juga diakui sebagai agama oleh pemerintah Indonesia, ternyata juga bukan produk lokal, tetapi adalah impor dari luar juga. Bahkan satu-satunya negara yang mengakui Konghucu sebagai agama adalah Indonesia, sedangkan Konfucianisme sesungguhnya tidak merupakan agama, bahkan di negara asalnya China. Konfusianisme sesungguhnya adalah ajaran tentang moral dan digunakan sebagai "way of life" saja.

Kenapa orang Indonesia tidak berbangga dengan agama asli lokal Indonesia dan lebih memilih menganut agama yang diimpor dari negara lain? Apakah karena produk agama lokal tidak lebih unggul dari agama impor?

Apakah hal ini karena agama-agama lokal cenderung merupakan ajaran yang menjaga keseimbangan hidup antara manusia dengan alam semesta dan tidak memasukkan agama dalam kepentingan politik? Entahlah, tetapi sangat mungkin bahwa agama-agama impor bisa menjadi dominan sehingga diakui oleh konsitusi suatu negara tidaklah lepas dari masuknya politik dalam kehidupan beragama, dan masuknya agama dalam kehidupan berpolitik.

Agaknya tidak heran, jika manusia Indonesia dengan agama-agama impor tersebut ternyata tidak berhasil membawa negara ini pada kehidupan yang baik dengan sesama manusia dan keseimbangan dengan alam.

Jika banyak orang berani berkoar-koar tentang mencintai produk lokal, lantas kenapa tidak ada orang yang berani memeluk agama produk negeri sendiri? Jika ada banyak orang berani berbicara tentang nasionalisme, apakah nasionalisme mereka diatas keyakinan agama mereka? Tentu saja tidak, karena walau banyak orang mengklaim bahwa orang mengangkat tema Nasionalime dalam agama yang mereka anut, mereka tidak akan pernah mendahulukan nasionalisme di atas keyakinan agama mereka.

Jadi, sesungguhnya orang-orang beragama yang berkoar tentang nasionalisme mereka adalah orang-orang munafik, karena mereka mereka lebih memilih agama impor daripada agama lokal.

Anda mungkin tidak sependapat dengan pendapat saya ini, tetapi sebelum anda memulai bantahan saya, saya tantang anda untuk melepas agama impor anda dan memeluk agama lokal produk asli dalam negeri terlebih dahulu, sebagai bentuk nyata nasionalisme anda dan kecintaan anda pada produk lokal. Jika anda tidak berani, maka tutup mulut anda dan tidak perlu banyak bacot tentang nasionalisme anda, karena nasionalisme dalam kata-kata hanyalah omongkosong jika tanpa tindakan nyata.

Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Kompasianer (anggota Kompasiana) yang menayangkannya.Kompasiana tidak bertanggung jawab atas validitas dan akurasi informasi yang ditulis masing-masing kompasianer.

Goresan Hati

Posted: 23 Jun 2013 11:47 AM PDT

Suara Rakyat Suara Keramat: Perhimpunan Haram di Malaysia

Posted: 23 Jun 2013 11:47 AM PDT

Dalam perspektif pemerintah berkuasa, acara yang dilakukan oposisi dalam bahasa Melayu disebut pembangkang merupakan tindakan haram. Sebagaimana aturan Malaysia setiap pertemuan dan demonstrasi yang melibatkan kalangan umum harus mendapatkan ijin. Sementara demonstrasi menolak hasil Pilihan Raya Umum (PRU – pemilihan umum) Malaysia ke-13, tidak diberikan ijin pelaksanaan kegiatan.

Kata "haram" ini digunakan oleh pihak pemerintah. Tentu dalam perspektif pembangkang ini semata-mata sebagai sarana untuk menyuarakan kepentingan mereka. Setelah pelaksanaan PRU yang dinilai perlu dibatalkan akibat penyelenggaran pemilu oleh Suruhanjaya Pilihan Raya (SPR – komisi pemilihan umum) yang tidak memenuhi unsur kredibilitas.

Petisi dan penolakan sudah diajukan ke pengadilan untuk proses pembuktian. Sementara menunggu hasil dari pengujian itu, pihak oposisi terus memberikan tekanan kepada penguasa. Barisan Nasional (BN) yang kembali menuai kemenangan walau tidak menguasai lagi mayoritas dua pertiga. Menurunnya jumlah kursi ini merupakan kecenderungan yang terjadi dalam dua pemilihan umum terakhir.

Lima tahun sebelumnya,dalam PRU ke-12 untuk pertama kalinya BN tidak memenangkan dua pertiga kursi parlemen. Kali inipun kembali tidak memenangi mayoritas kursi. Bahkan kursi yang diraih lima tahun lalu tidak dapat dipertahankan dengan berkurang lagi beberapa kursi.

Sabtu (22/6), Pakatan Rakyat yang terdiri atas PAS (Partai islam Se-Malaysia), PK (Partai Keadilan) dan DAP (Democratic Action Party) bersama-sama melaksanakan demonstrasi dengan mengusung tema "Suara Rakyat Suara Keramat". Walaupun mendapatkan penentangan dalam tingkatan federal dan juga wilayah persekutuan, tetap saja pertemuan ini dilangsungkan di lapangan Merbok. Diperkirakan sekitar 20.000 orang memenuhi lapangan. Bahkan sampai malam haripun ribuan orang tetap bertahan. Kemudian mendirikan tenda untuk bermalam sampai tuntutan mereka dipenuhi.

Usaha Dewan Bandaraya Kuala Lumpur (DBKL), penguasa wilayah Kuala Lumpur yang memiliki kewenangan manajemen taman berusaha untuk menghalangi pendirian tenda-tenda justru mendapatkan perlawanan. Akhirnya polisi kemudian turun tangan menyelamatkan pegawai yang justru diserang para demonstran. Dua orang yang diserang itu akibatnya harus dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan akibat kecederaan.

Pada saat yang sama, asap mulai melanda kawasan Selangor dan wilayah Kuala Lumpur. Sehingga mungkin saja target demonstran yang diperkirakan akan mencapai 50.000 orang tidak tercapai. Namun demikian, demonstrasi tetap berlangsung dan dalam keadaan terkendali. Hanya saja ketika puluhan demonstran memanjat tembok stasiun kereta api, akibatnya layanan kereta terhenti sampai puluhan menit. Pedagang yang berada di jalur Tunku Abdul Rahman harus menutup toko. Khawatir akan terjadi huru-hara sebagaimana ketika demonstrasi Bersih 3.0.

Menteri Wilayah Persekutuan, Datuk Seri Tengku Adnan Tengku Mansor menyatakan dalam Majelis Pengundian Unit Rumah Kerinchi Residensi menyatakan bahwa aksi ini mengundang keresahan warga kota. Olehnya, pihak kementerian memberikan keluasan untuk menggunakan stadion Merdeka tetapi para demonstran tetap saja menggunakan lapangan Merbok sebagai tempat mengadakan aksi.

Sementara itu, Datuk Seri Anwar Ibrahim, pemimpin oposisi Malaysia yang juga Ketua Umum Partai Keadilan menyatakan tidak akan melanjutkan aksi tersebut. Sehubungan dengan pelantikan anggota parlemen yang berlangsung 24 Juni 2013, semua anggota parlemen dari unsur oposisi terpilih akan hadir. Lanjut beliau dalam konferensi pers bahwa saat ini pihaknya mengalami syndrome fatigue. Sehingga perlu melakukan diskusi dan strategi untuk gugatan akan penipuan dalam pemilihan umum yang baru berlangsung.

Sementara itu, Datuk Husam Musa, Wakil Presiden PAS ditangkap akibat tuduhan memberikan fatwa yang tidak sesuai dengan kaedah. Ketika memberikan sambutan di Padang Majlis Daerah Ketereh, Kelantan, Datuk Husam menyatakan bahwa kematian di aksi Merbok merupakan syahid. Pernyataan ini kemudian dilaporkan ke polisi dengan tuduhan melakukan hasutan.

Adapun juga beberapa pihak justru menyatakan dukungan terhadap aksi ini. Dimana pihak SPR tidak menjalankan pemilihan umum dengan baik. Bahkan menilai pengunaan tinta yang ada tidak memenuhi ketentuan. Sehingga menjadikan peluang penggunaan pemilih dobel dapat saja berlangsung. Pihak oposisi menyuarakan agar komisioner SPR diganti dengan personel yang lebih kredibel untuk mengawal pemilihan umum.

Dengan adanya demonstrasi ini menunjukkan bahwa ada saluran komunikasi yang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Sehingga kemudian mereka memilih untuk menjadikan demonstrasi sebagai pilihan untuk menyuarakan kepentingannya.

Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Kompasianer (anggota Kompasiana) yang menayangkannya.Kompasiana tidak bertanggung jawab atas validitas dan akurasi informasi yang ditulis masing-masing kompasianer.

Nasi Ayam, Kuliner Malam di Simpang Lima

Posted: 23 Jun 2013 11:47 AM PDT

Duhh………..jam menunjukan pukul 23.00, terbangun dari tidur perut seperti teriak2. Hee..alhamdulillah masih ada onthel imperial punya bokap yang masih setia menemani ke pusat kota. Memang, lapar penuh perjuangan hingga sampai di TKP udah ngos2an campur lapar. Bayangkan, Pedurungan - Simpang lima kukayuh dengan riang gembira akhirnya numpuk dahh laparnya.

1372010126989786114

sekira tahun sembilan puluhan mbok Pini mengawali karier dengan berjualan sego liwet ditaburi sayur jipang pedes, suwiran daging ayam kampung, telur bacem separo, dan tak lupa tahu rambak. Si mbok berangkat dari sebuah gang di jalan  Mh. Thamrin dengan diantar becak langganannya yang setia hingga kini. Dia selalu menyapa pelanggannya dengan ramah walau seorang diri tatkala memulai semuanya.

1372010003247588719

Kini ada tujuh orang yang membantu melayani pelanggan si Mbok, dan beliau juga masih ikut melayani juga. Memang klo masakan enak tanpa si mbok pasang iklan pun, pelanggannya yang pernah makan di tempatnya si Mbokk akan bercerita. Baik gethok tular maupun berkoar2 di dunia maya. Dan semuanya berbuah manis atas perjuangannya di depan Plaza Simpang Lima Semarang. Tak seorangpun yang tak tahu akan keberadaanya. Lapaknya selalu ramai dikunjungi pelanggan.

13720100591206377777

Akhirnya setelah makan kenyang, kupanggil taksi untuk antar ku pulang… maklum, takut lapar lagi…ciyuuu……..

Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Kompasianer (anggota Kompasiana) yang menayangkannya.Kompasiana tidak bertanggung jawab atas validitas dan akurasi informasi yang ditulis masing-masing kompasianer.

Adsense Content. bottom of article

0 komentar:

Posting Komentar