Kompasiana
Kompasiana |
- Benarkah Freez Memberikan Honor?
- Asmaradana Terlarang (7)
- Air Susu Terakhir untuk Anakku.
- Kemenangan Dramatis AC MILAN atas ZENIT ST.PETERSBURG
- (wanita) dan kisah klise!
Benarkah Freez Memberikan Honor? Posted: 03 Oct 2012 11:54 AM PDT Dear Kompasianer, Selamat. Tulisan Anda dimuat di lembar Kompasiana Freez, Harian Kompas edisi Rabu ini, 3 Oktober 2012. Kami tunggu informasinya dalam waktu dekat. Terima kasih Demikian bunyi email yang saya terima hari ini, kalau ini benar, mengapa tak ada nama penanggung jawabnya dari kompasiana, kalau ini penipuan hati-hati rekening Anda. Ya setahu saya Freez terbitnya setiap hari kamis, bukan hari Rabu dan tak ada honormya. Sekali lagi penipuan ada di mana-mana dan kalau ini benar, ya lumayan dapat honor buat makan bakso. Terima kasih dan salam kompak selalu. |
Posted: 03 Oct 2012 11:54 AM PDT *** Saat langkah hilang arah, Saat sabda nyaris ku lupa, Biar ku kembali ke titik nadir, Sebuah sajak pun baru saja selesai tertulis di sebuah buku harian. Tak lama buku itu pun ditutup oleh pemiliknya. Sundari malam ini kembali teringat masa-masa mudanya. Masa-masa ketika hatinya terpaut oleh seorang pemuda yang akhirnya menjadi bagian dari sejarah hidup Sundari, meski kehadiran pemuda tersebut terlalu singkat dari apa yang diharapkan oleh Sundari. Baskoro nama pemuda itu. Tiga puluhan tahun yang lalu pemuda itu berhasil mencuri hati Sundari. Dan sepertinya itulah cinta pertama Sundari, sekaligus juga sebagai cinta terakhirnya. Cinta yang sepertinya akan selalu hidup dalam hati Sundari, meski pemuda pujaannya itu telah lama meninggalkannya. *** "Mas Satriyo, enak apa ndak sih tinggal di kota besar seperti Jakarta?" "Siapa yang di Jakarta? Aku kan di Tangerang, Dik Bagus" "Ya, sama aja lah. Sama-sama kota besar. Aku kok pengen bisa lihat-lihat Jakarta." "Haha… Kalo ditanya enak apa enggak, ya bisa enak bisa juga enggak. Mau di Jakarta, di Tangerang atau di mana saja, semua tergantung kita bisa menikmati apa enggak." "Yaaaah, jawabannya klise banget. Hahaha…" "Eh, jangan kenceng-kenceng ketawanya. Ntar ngganggu Mbah Kakung yang udah tidur. Ngomong-ngomong, gimana sekolah?" "Baru selesai ujian, Mas. Ini lagi nungguin hasilnya." "Terus, nanti mau nglanjutin kuliah dimana?" *** Sebuah lagu dari Keenan Nasution dengan kelompok Gank Pegangsaan mengalun dari sebuah radio FM. Di bening malam ini. Resah rintik gerimis datang Bait lagu yang indah yang cukup popoler di tahun delapan puluhan, yang membuat Sundari semakin larut dalam kenangan cintanya. Perjumpaan dengan Baskoro terjadi ketika Sundari tengah berlatih tari bersama teman-temannya di balai desa untuk persiapan mengisi acara panggung tujuh belas agustusan. Setiap tahun memang acara peringatan kemerdekaan dimeriahkan dengan panggung yang mementaskan atraksi-atraksi seni. Ada tari jawa, tari modern, lawak atau drama yang semuanya ditampilkan oleh warga desa setempat.
Sundari pun ikut menyanyikan reffrein lagu Dirimu. Tahun itu perayaan tujuh belasan agak istimewa dari tahun-tahun sebelumnya. Selain acara pentas seni, Pak Lurah juga nanggap kethoprak yang didatangkan dari luar kecamatan. Baskoro adalah salah satu anggota kelompok kethoprak. Jadi sebenarnya dia bukanlah pemuda asli dari desa Kemiri. Sundari baru saja selesai berlatih tari. Setelah bersendau-gurau bersama teman-teman latihnya, Sundari pun bergegas pulang meninggalkan balai desa sore hari itu. Di luar balai desa, tampak beberapa pria, ada yang dewasa dan ada pemuda sedang bercakap-cakap. Beberapa dari pria tersebut sepertinya adalah anggota kelompok kethoprak dari luar kecamatan. *** "Kepengennya sih kuliah bareng teman-teman saja nanti. Kalo ndak Semarang, ya Jogja. Kebanyakan teman-teman maunya kuliah disitu." "Ooo.." "Ah, sudahlah Mas, ndak usah ngomongin itu dulu. Yang lain saja ya?" "Soal apa?" "Apa ya. Mmmm.. cewek aja ya. Haha…" "Haha… Memang kamu sudah punya pacar? "Ya belum lah, Mas. Orang masih sekolah, ndak boleh pacaran dulu. Biar sekolahnya ndak terganggu." "Ya kalo sekedar naksir-naksir, kan nggak apa-apa. Pastinya ada kan teman sekolah yang cantik, yang biasanya jadi bunga di sekolah?" "Iya ada lah, Mas. Satu dua yang cantik, ya jadi pusat perhatian. Jadi bunga di sekolah gitu. Haha.." "Ibaratnya bunga apa? Mawar, melati…" "Anggrek, seruni. Hahaha …" "Atau bisa juga tulip." "Tulip? Ah, jangan tulip lah, Mas." "Lho, memangnya kenapa?" "Aku sedih kalo ada yang menganggap dirinya tulip. Sedaangkan diriku bukanlah sesuatu yang tumbuh di musim semi." "Hahaha, dasar gombal kamu." "Hahaha…" *** Sundari pun dengan menundukkan kepala berjalan melewati pria-pria itu. Namun tak sengaja selendang tarinya terjatuh. "Dik, sampur-nya jatuh." Sundari berhenti. Salah seorang pria mengambil sampur itu, lalu menyerahkannya kepada Sundari. Sundari pun mengulurkan tangan menerimanya. Dilihatnya sejenak wajah pria yang masih muda itu. Beberapa detik Sundari mematung melihat pemuda yang belum dikenalnya itu. "Eh, terima kasih Mas …" "Baskoro. Namaku Baskoro." "Terima kasih, Mas Baskoro." Dan Sundari pun segera berlalu meninggalkan balai desa. *** (bersambung) |
Air Susu Terakhir untuk Anakku. Posted: 03 Oct 2012 11:54 AM PDT Gemerisik suara rumput liar sedikit mengganggu beberapa serangga disekitarnya, mereka beterbangan merasa terusik. Ada juga seekor belalang yang hanya diam di batang rumput, mencengkramkan kakinya lebih kuat agar tak terpental. Beberapa pasang kaki bersepatu terus bergerak, berjalan beriringan merambah rerumputan. Sepatu-sepatu itu kini menjadi basah karena butir-butir bening yang menempel di helai-helai daun rumput dan semak itu. Semerbak aroma khas rumput liar terasa menyengat hidung para pejalan kaki. Suasana yang tidak akan mereka ditemui di kota besar. Empat orang remaja belasan tahun itu terus berjalan menyusuri jalan setapak. Mereka adalah Agus, Ferry, Iwan dan Adit. Empat remaja yg sedang camping. Dan pagi itu mereka sedang menuju sumber air yaitu sebuah sungai kecil yang mengalir bening dari atas bukit. "Dit, kamu bawa jerigennya jangan salah, nanti jerigen minyak tanah yang kamu bawa kan gak lucu," kata Ferry mengingatkan Adit. "Nggak lah, kan bau nya juga ketauan," jawab Adit. "Iya Fer, paling seperti malem kemaren, masak aer, yang direbus minyak tanah, ha ha ha ha," Agus menimpali. Akhirnya mereka tertawa lepas, merasa lucu mengingat satu kejadian dimana pada malam yang lalu mereka akan membuat air panas, tetapi jerigen yang mereka tuangkan ke panci adalah yg berisi minyak tanah. Dan bisa dibayangkan apa yang terjadi. Minyak tanah mendidih dan terbakar. Dasar anak-anak. Tidak beberapa lama mereka tiba di sungai kecil yang jernih. Batu batu yang tidak terlalu besar terlihat di sepanjang aliran sungai kecil itu. Sementara di seberangnya banyak pohon-pohon pakis yang dirambati oleh tetumbuhan dan juga bunga-bunga anggrek liar. Matahari pagi mulai mengintip di sela-sela pepohonan. Menerobos dedaunan dan menerpa beningnya embun. Menciptakan kilau yang indah. Kupu-kupu dan burung-burung liarpun mulai beterbangan meninggalkan sarangnya. Kicau burung, gemericik air yang mengalir di bebatuan dan suara-suara serangga pagi seakan alunan musik ciptaan alam yang merdu. Tanpa menunggu lama ke empat remaja itupun segera menceburkan diri. Bermain air dan menikmati segarnya udara dan suasana damai saat itu. Sambil duduk di bebatuan mereka becanda, bermain air. "Aku dengar dari tukang nasi uduk di bawah sana, katanya di bukit ini suka ada monyet putih. Aku penasaran, dari kemarin aku gak pernah liat tuh," kata Iwan sambil membersihkan sepatunya dengan rumput alang-alang. "Kamu jangan macem-macem Wan, biarin aja kenapa sih? Monyet itu kan pengen bebas disini. Gak ada yg ganggu," jawab Ferry, dia hapal sekali dengan sifat temannya yang satu ini. Badung tidak kenal takut. Selalu penasaran dengan hal-hal yang baru. "Iya, aku tau. Aku cuma pengen liat aja, kalo bisa ditangkep sih boleh juga,he he," Iwan tetap dengan niatnya sambil celingukan melihat kearah pohon-pohon sekelilingnya. Nasib baik rupanya sedang berpihak pada si badung Iwan. Dia melihat sesuatu yang bergerak-gerak diatas pohon lalu diam bertengger di ujung dahan. Seekor monyet berbulu putih keabu-abuan tampak berkilau tertimpa sinar matahari pagi. "Naaaah, akhirnya nongol juga tuh si monyong ha ha ha," Iwan tergelak merasa senang. Tergesa-gesa dia memakai sepatu yang basah. Ketiga temannya pun jadi turut berkemas. "Jangan berisik, nanti dia kabur," kata Iwan lagi sedikit berbisik. "Mau kamu apain Wan?," Tanya Agus. Iwan tidak menjawab, dia mengendap-endap mendekati monyet yg belum menyadari ada yang mendekatinya dari bawah pohon. Monyet putih itu masih asyik menggaruk-garuk bulu indahnya. Sesekali mengeluarkan suara khasnya, melenguh berulang-ulang. Iwan mengeluarkan sesuatu dari balik ranselnya. "Jangan diketapel Wan, kesian," kata Adit memohon. Rupanya Iwan mengeluarkan ketapel andalannya. Soal menggunakan ketapel dia memang sangat mahir dengan benda itu. "Tenang aja, gak akan mati, paling puyeng doang," jawab Iwan santai. Ketiga temannya hanya saling pandang, tidak berani membantah apa yang akan dilakukan Iwan. Mereka memperhatikan apa yang akan diperbuat Iwan dengan ketapelnya. Posisi keempat remaja itu sekarang benar-benar dekat dengan monyet putih itu. Sementara binatang itu tetap tidak menyadari akan bahaya yang sedang mengincar dirinya. Iwan mengambil batu kecil sebesar buah duku. Dengan posisi yang dia rasa strategis, ditariknya karet ketapel hingga meregang, terarah ke monyet putih itu. Dan batu kecil itupun lepas melesat dari kulit ketapel, lurus meluncur secepat kilat kearah tubuh monyet itu. Dan…. "Splak!!!!," batu itu tepat mengenai kepala monyet itu. "Kwaaaaaaaakkkkk!!!!," terdengar nyaring suara monyet itu. Lalu jatuh melayang deras ke tanah. Tubuh monyet itu melayang, meluncur cepat dan tepat menimpa batu besar di bawah pohon. Keempat sekawan itu melihat dengan jelas bagaimana monyet itu jatuh terkena tembakan ketapel Iwan. Bersamaan dengan jatuhnya monyet itu, mereka melihat ada benda kecil berbulu yang turut terpental dari balik tubuh monyet putih itu ketika jatuh menghantam batu besar. Satu kejadian yang sama sekali diluar dugaan keempat sekawan ini. Rupanya seekor monyet betina yang sedang menyusui anaknya. Hampir satu meter anak monyet itu terpental diiringi suara erangan lembut. Sementara itu induknya tergeletak di tanah berumput diam tak bergerak. Matanya terpejam. Anak monyet itu menggeliat dan bergerak merangkak tertatih-tatih mendekati tubuh yang tergolek diam. Tangan kecil mungil itu meraih wajah induknya, menggerak-gerakannya sambil tetap mengerang lemah seakan memanggil-manggil ibunya agar bangun. Perlahan-lahan kepala induk monyet bergerak dan matanya terbuka sayu, terlihat memerah. Tangannya lemah terangkat, meraih sosok mungil dan merangkul ke dalam pelukannya. Monyet putih dan anak dalam rangkulannya itu menggeliat lemah, terlihat betapa dia menahan sakit yang amat sangat. Tangan induk monyet itu meraih sehelai daun, sejenis daun talas yang memang banyak tumbuh di bawah pohon. Lalu dia lipat daun itu membentuk corong. Keempat remaja itu berdiri terpaku menyaksikan adegan yang hampir tidak bisa dipercaya. Seakan tidak perduli kepada empat orang yg berdiri mematung di dekatnya, induk monyet mendekatkan daun yg menyerupai corong itu ke dadanya. Adegan selanjutnya adalah satu kejadian yang sangat luar biasa. Sekuat tenaga yg tersisa, induk monyet itu memeras susunya sendiri dan di teteskan kedalam wadah daun yg dia buat sebisanya. Tetesan-tetesan susu yang tertampung di daun itu dia minumkan ke mulut anaknya, tapi tertumpah membasahi bulu-bulu putihnya karena terlepas dari tangannya. Diapun terkulai lemas. Ada titik-titik bening yg mengalir dari sudut mata induk monyet itu. Lalu terpejam diiringi lenguhan lemah dari mulutnya lalu diam tak bergerak. Dia mati setelah memberikan susu disaat-saat terakhir hidupnya. Kini tinggalah sosok mungil anak monyet itu menjilati tetesan susu di tubuh induknya. Disaksikan empat sekawan yang mematung tak bergeming mengiringi kematian induk monyet berbulu putih itu………………………………………………………………. ………… |
Kemenangan Dramatis AC MILAN atas ZENIT ST.PETERSBURG Posted: 03 Oct 2012 11:54 AM PDT OPINI | 04 October 2012 | 01:46 Dibaca: 0 Komentar: 0 Nihil " Mukjizat itu memang ada " itulah yang dialami AC MILAN ketika berhasil mengalahkan tuan rumah ZENIT ST.PETERSBURG dalam lanjutan LIGA CHAMPION EROPA musim 2012/2013 dengan skor 3-2.dalam pertandingan tersebut tim I ROSSONERI menghadapi hasil kurang bagus dalam kompetisi domestik di awal musim ini,dimana mereka dipaksa bermain imbang dengan parma dengan skor 1-1 sehingga hasil kurang maksimal ini membuat suasana di ruang kamar ganti milan menjadi tegang,apalagi bila milan kembali menuai kekalahan maka posisi MAX ALLEGRI sebagai pelatih milan bakal dicopot oleh presiden acmilan silvio berlusconi meskipun ybs sudah mendapat jaminan dari wapres milan bahwa dia tidak bakal ditendang sebelumnya. Siapa yang menilai tulisan ini? |
Posted: 03 Oct 2012 11:54 AM PDT sumber gambar www.inertseven.info Malam semakin larut, seiring dengan kepulan asap yang keluar dari mulut. Mulut seorang wanita yang tenggelam di kelamnya kehidupan. Dinding kamar seakan menjadi teman akan setiap lamunan wanita itu di setiap malam, lamunan akan coretan dan garis kehidupan seorang wanita yang harus berjuang sendiri membesarkan kedua buah hatinya tanpa seorang suami yang telah dulu meninggalkanya MATI…! Kisah klasik dan klise harus di hadapi, walaupun sebenarnya sangat membosankan dan memuakan! Terlebih lagi dengan status janda yang melekat bak permen karet di baju yang sobek, malas untuk membersihkannya, toh… bajunya juga sudah sobek. Kisah klise wanita single parent, yang harus berjuang sendiri mencari rejeki, digoda pria sana sini, tersudut dialam mimpi yang tak bisa dinikmati. Ah..pokoknya klise sekali! Kicauan burung dipagi hari hilang tertelan kalah dengan kicauan buah hati. Kicauan tentang uang sekolah, buku yang sudah harus dibeli, seragam dan sepatu yang seharusnya sudah diganti karena warna putih sudah berubah menjadi abu-abu dan lusuh. Kicauan kisah klise…! Lelaki?? sebagai seorang wanita yang normal tentunya aku masih sangat menginginkan sosok seorang lelaki. Yang bisa menjadi sandaran hati, ataupun hanya untuk menyalurkan hasrat nafsu birahi! Tapi semua lelaki saat ini hanya bermatakan birahi, sekali lagi BIRAHI…! Hanya melirik tubuhku yang sintal nan berisi, tanpa pernah ingin tau bagaimana sebenarnya isi hatiku. Lelaki klise…! Aku ingin marah, aku ingin bersedih tapi itu sudah sangat sering aku lalui. Aku ingin bahagia, tapi masih sedang aku usahakan! Tapi sampai kapan…??? Apa kehidupan ini memang hanya sebuah kisah klise?? Pertanyaan dalam otak yang terus terngiang-ngiang hingga sangat mempusingkan ditambah dengan sari-sari rokok yang telah merasuki otak kanan dan kiri, tapi sedikit membawa keringanan pikiran. Dan dengan asap yang terus mengepul dari mulut tanpa pernah surut, wanita ini memandang lukisan-lukisan dan foto-foto masa lalu bersama sang suami dan membayangkan sejuta mimpi-mimpi yang dulu ingin bisa digenapi, hingga… Tak terasa pagi sudah menapaki dan aku seorang wanita sendiri, harus mulai melangkah menjalani kehidapan kisah klise ini. LAGI…!!! *** |
You are subscribed to email updates from Kompasiana To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
0 komentar:
Posting Komentar