Adsense Link 728 X 15;

Kompasiana

Posted by Sri Rejeki Sabtu, 18 Mei 2013 0 komentar
Adsense Content. recommended 336 X 300

Kompasiana


Ketika Ibu Meminta Pamrih

Posted: 18 May 2013 11:21 AM PDT

Menjerat Para Pencuci Uang

Posted: 18 May 2013 11:21 AM PDT

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dengan berbagai terobosannya, terus mendapat tentangan dalam mengurai kompleksitas dan perlawanan sejumlah pihak. Kemeluasan korupsi mengindikasikan KPK belum menemukan resep mujarab, seolah-olah tidak ada area bebas korupsi. Wilayah keagamaan yang sakral pun kini terjamah, dikotori tangan-tangan penjarah uang rakyat. Bagaimana kita menjelaskan, mengapa di negeri yang berketuhanan Yang Mahaesa bisa terjadi seperti ini?

Pernyataan Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas bahwa korupsi di Indonesia merupakan seni tingkat tinggi, bukan isapan jempol. Modus, trik, dan kiat-kiatnya semakin canggih, sulit terlancak dengan cara-cara biasa. Para koruptor sangat lihai, bermain rapi, memanfaatkan celah hukum untuk meloloskan diri. Harapan publik hanya kepada KPK. Rakyat menantikan keberanian komisi antirasuah itu untuk mempraktikkan ide-ide hebat, liar, dan progresif untuk melawan mafia korupsi.

KPK ditantang untuk mewujudkan ide hukuman mati, penjara kebun koruptor, pembuktian terbalik, pemiskinan, hingga pasal pencucian uang. Korupsi rasanya mustahil bisa ditangai dengan cara-cara biasa. Dibutuhkan cara-cara luar biasa untuk memberantasnya, tidak cukup hanya ide-ide dan terobosan baru, tetapi butuh keberanian ekstra untuk menghadapi perlawanan koruptor yang bergandeng tangan dengan aparat yang justru "menghormati" dan "memuliakan" mereka.

Kita mengapresiasi KPK yang menerapkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dalam penanganan kasus korupsi belakangan ini. Jika UU ini diterapkan secara penuh, diharapkan bisa menciptakan efek jera. Misalnya, Pasal 3 menyebutkan, tindak pidana pencucian uang bukan hanya mentransfer, mengalihkan, melainkan menitipkan dan mengubah bentuk apa pun sebagai upaya penyamaran asal kekayaan.

Pasal-pasal dalam UU ini memiliki kekuatan dahsyat, bisa mengusut aliran dana dari A sampai Z, yang memungkinkan semua orang yang terlibat dari hulu hingga hilir tidak akan lolos. Pasal 5 bisa menjerat semua yang menerima, apa pun modus dan bentuknya, termasuk hibah, sumbangan, penitipan, atau penukaran. Juga keluarga, saudara, kolega, sahabat, kenalan, bahkan organisasi atau korporasi bisa dibekukan jika tersentuh tindak pidana pencucian uang.

Jika selama ini KPK masih membidik pelaku utama pencucian uang, ke depan kita harapkan Pasal 5 benar-benar bisa dioptimalkan. Siapa pun yang kecipratan uang atau barang hasil tindak pidana pencucian uang, tak akan lolos. Sekitar 250 juta rakyat Indonesia pasti mendukung KPK melakukan segala upaya untuk melawan lingkaran koruptor yang saling tolong-menolong dan bahu-membahu, membentuk mafia terorganisasi rapi untuk menghancurkan negara dan rakyat Indonesia.

Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Kompasianer (anggota Kompasiana) yang menayangkannya.Kompasiana tidak bertanggung jawab atas validitas dan akurasi informasi yang ditulis masing-masing kompasianer.

LIDAH MUSIM

Posted: 18 May 2013 11:21 AM PDT

Menghukum Para ”Calo” Bisnis dan Politik

Posted: 18 May 2013 11:21 AM PDT

OPINI | 19 May 2013 | 00:52 Dibaca: 40   Komentar: 0   Nihil

Beredarnya nama Ahmad Fathonah di orbit korupsi elite politik, memperkuat fakta tentang eksistensi para calo dalam kehidupan bernegara. Ia seperti muncul begitu saja, mengingatkan kita pada nama Muhammad Nazaruddin dan Gayus Tambunan. Kiprah orang-orang ini seperti menjungkirbalikkan kemapanan berpikir, karena ternyata di balik gebyar tampilan para tokoh, terdapat peran mereka yang mendistribusi materi untuk menyediakan fasilitas dan memoles performa.

Fathonah, juga sebelum ini Nazaruddin, dan Gayus menciptakan kekuatan di lingkar kekuasaan tertentu sebagai "pengatur". Entah bermodal bakat kekuatan lobi, atau kemampuan berkomunikasi untuk meyakinkan banyak pihak, maka orang-orang itu bisa menjadi episentrum yang mencaloi kebutuhan-kebutuhan orang atau kelompok tertentu. Merekalah yang mengucurkan atau menggelontorkan uang, yang tentu berasal dari sumber dan cara-cara bias dalam memperolehnya.

Maka pada lingkar-lingkar kekuasaan tertentu kita melihat para calo yang sangat berkuasa. Gayus, terhukum skandal mafia pajak, bisa membuat sejumlah petinggi hukum mengikuti alur skenarionya, bahkan berlenggang kangkung ke luar negeri di tengah masa penahanan. Terakhir bisa membeli rumah di dekat LP Sukamiskin tempat ia ditahan. Nazaruddin juga mengatur anggaran proyek-proyek pemerintah yang akhirnya menyeret sejumlah nama penting elite Partai Demokrat.

Nama terbaru: Ahmad Fathanah, menciptakan prahara di Partai Keadilan Sejahtera. Hubungannya dengan Luthfi Hasan Ishaaq mantan Presiden PKS, dan sejumlah tokoh partai tersebut sedang ditelisik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Kehidupan pribadi Fathanah yang warna-warni menjadi konsumsi berita media. Bagaimana orang yang tidak punya pekerjaan tetap, hidup penuh gemerlap, lalu menjadi "pengatur" tokoh penting partai politik, juga kemungkinan tokoh lain?

Temuan KPK dalam beberapa kasus belakangan ini memang mencengangkan. Yakni pola-pola pencucian uang, dan keterungkapan gaya hidup sejumlah orang penting yang "tidak wajar". Ketidakwajaran inilah yang menjelaskan ada ketidakberesan dalam ukuran profesionalitas pekerjaan Gayus, Nazaruddin, lalu Fathanah. Kita juga dibuat ternganga mencermati temuan kekayaan Irjen Djoko Susilo, tersangka korupsi pengadaan simulator SIM Mabes Polri.

Di luar modus pencucian uang dalam sejumlah kasus korupsi, kekuatan para calo terkait penyelenggaraan kehidupan politik dan kenegaraan menunjukkan mekanisme birokrasi masih punya celah yang menganga. Hukum juga lebih bersifat kuratif, belum sepenuhnya menjamin kekuatan preventif. Sepak terjang Nazaruddin, Fathanah, juga mungkin masih banyak lainnya, seharusnyalah menjadi titik penting untuk membangun mindset penjeraan lewat kekuatan penegakan hukum.

Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Kompasianer (anggota Kompasiana) yang menayangkannya.Kompasiana tidak bertanggung jawab atas validitas dan akurasi informasi yang ditulis masing-masing kompasianer.

Siapa yang menilai tulisan ini?

-

Final DFB Pokal Putri 2013: Mungkinkah Gelar Kedua Bagi Wolfsburg ?

Posted: 18 May 2013 11:21 AM PDT

(c)dfb.de

Duel seru akan tersaji pada Final DFB Pokal 2013 yang mempertemukan dua tim terbaik Frauen Bundesliga saat ini yakni VFL Wolfsburg berhadapan dengan Turbine Potsdam. Laga ini akan digelar di Rhein Energie Stadion, Koln pada hari Minggu (19/5) besok. Sebanyak 12 ribu tiket telah terjual untuk laga Final DFB Pokal Putri besok.

Pada pertemuan sebelumnya, Wolfsburg dipaksa menyerah 0-2 oleh Potsdam di Karli Stadium, namun saat itu Wolfsburg memang mengistirahatkan sejumlah pemain intinya.

Seperti yang dilansir oleh DFB,  pelatih Wolfsburg Ralf Kellermann ingin menikmat laga final yang digelar besok, "Kami sangat bangga bisa bermain di final DFB Pokal besok, kami ingin menikmatinya dan tidak ada tekanan", jelas Kellermann. Juga sang kapten Nadine Kessler merasakan euforia di final DFB Pokal: "beberapa minggu terakhir ini tidak mudah karena kami bermain di semua kompetisi kompetisi, tapi kami telah menguasai itu dan yakin dapat memenangkan dua gelar yang ada."

Laga ini akan dihadiri langsung oleh Presiden Jerman Joachim Gauck, Presiden DFB Wolfsgang Niersbach, Wakil Presiden DFB Hannelore Ratzeburg dan Pelatih Timnas Putri Jerman Silvia Neid. Legenda sepak bola wanita di Jerman, Birgit Prinz juga akan menghadiri laga ini serta beberapa pemain lainnya.

(c)dfb.de

Wolfsburg tidak akan diperkuat oleh Alexandra Popp karena mengalami cedera ligamen eksternal ketika Wolfsburg menang 4-0 atas Bad Neuenahr di VW Arena sepekan lalu. Sedangkan bek Verena Faisst masih diragukan tampil karena flu. Menurut keterangan dari Ralf Kellermann, Verena Faisst hanya berlatih satu kali dalam sepekan ini, namun Kellermann tetap berharap Faisst bisa tampil kontra Potsdam di partai final DFB Pokal besok (19/5).

Selain itu Zsanett Jakabfi masih diragukan tampil walaupun ada kabar beredar bahwa Jakabfi siap kembali ke lapangan saat final DFB Pokal. Selain itu Selina Wagner juga tidak akan memperkuat Wolfsburg di partai final DFB Pokal karena cedera ACL.

(c)dfb.de

Ketika konferensi pers di Koln pada Jumat kemarin (17/5), Salah satu pemain Potsdam Stefanie Draws juga memprediksi 50-50 untuk partai final DFB Pokal besok karena dua tim terbaik ini sama-sama kuat. Juga Draws menginginkan keberuntungan berpihak pada Potsdam.

Selain itu laga ini juga menjadi laga reuni bagi Navina Omilade-Keller, Josephine Henning, kapten Nadine Kessler, Conny Pohlers dan Viola Odebrecht dimana kelima pemain ini pernah menjadi bagian dari kesuksesan Turbine Potsdam.

(c)dfb.de

Laga ini juga menjadi laga kandang bagi gelandang Turbine Potsdam Patricia Hanebeck, dimana ia pernah memperkuat tim putri dari FC Koln serta menjadi laga perpisahan bagi Hanebeck karena musim depan ia akan kembali ke klub lamanya Bad Neuenahr.

(c)dfb.de

Berbeda dengan Wolfsburg yang tengah mengincar gelar perdananya di DFB Pokal, Turbine Potsdam sudah merasakan gelar ini sebanyak 4 kali. Bahkan Potsdam pernah mempertahankan gelar ini sebanyak 3 kali beruntun pada tahun 2004 hingga 2006 silam.

Berbicara soal statistik pertemuan dari kedua tim ini Turbine Potsdam jelas lebih diunggulkan. Dari 22 kali pertemuan kedua tim ini Potsdam menang 18 kali, sedangkan Wolfsburg hanya 4 kali meraih kemenangan. Namun tidak ada yang tidak mungkin bagi Wolfsburg, karena die Wolfinnen baru saja meraih gelar juara Frauen Bundesliga musim ini yang tentu saja menjadi motivasi ekstra bagi Nadine Kessler dkk.

Laga ini disiarkan secara langsung oleh ARD (tv nasional Jerman) pada hari Minggu, 19 Mei mulai pukul 21.30 WIB. Anda juga bisa menikmati live streaming untuk ARD di http://schoener-fernsehen.com/ setelah itu anda bisa klik kanal ARD pada pukul 21.30 WIB besok.

Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Kompasianer (anggota Kompasiana) yang menayangkannya.Kompasiana tidak bertanggung jawab atas validitas dan akurasi informasi yang ditulis masing-masing kompasianer.

Serenade (3)

Posted: 18 May 2013 11:21 AM PDT

Adsense Content. bottom of article

0 komentar:

Posting Komentar