Adsense Link 728 X 15;

Kompasiana

Posted by Sri Rejeki Rabu, 03 April 2013 0 komentar
Adsense Content. recommended 336 X 300

Kompasiana


Mata Yang Berbisik

Posted: 03 Apr 2013 11:50 AM PDT

Seks pada remaja, Salah anak atau Orang tua??

Posted: 03 Apr 2013 11:50 AM PDT

Manusia adalah salah satu makhluk yang tak luput dari kesalahan, baik itu dari diri sendiri ataupun dari pengaruh orang lain. Dalam meneruskan kelangsungan hidupnya memerlukan pasangan untuk dapat melakukan regenerasi. Dalam proses regenerasi ini dikenal dengan sex, yaitu hubungan yang terjalin antara jenis satu dengan lainnya. Hal ini merupakan kekuatan utama agar generasi manusia tidak punah. Tetapi karena pengaruh globalisasi yang disalah artikan timbullah budaya baru yaitu sex bebas, budaya yang tidak sesuai dengan budaya kita. Terutama pada para remaja tepatnya pada masa metamorfosis dari kanak-kanak menjadi dewasa. Para ahli pendidikan telah sepakat bahwa remaja adalah mereka yang berusia antara 13 tahun sampai dengan 18 tahun. Seorang remaja sudah tidak lagi dapat dikatakan sebagai kanak-kanak, namun masih belum cukup matang untuk dapat dikatakan dewasa. Mereka sedang mencari pola hidup yang paling sesuai baginya dan inipun sering dilakukan melalui metode coba-coba walaupun melalui banyak kesalahan.

Kesadaran dari para remaja untuk tidak mendekat maupun melakukan seks bebas adalah tindakan yang sangat mungkin dilakukan untuk dapat menghindari seks bebas dikalangan remaja. Konseling bagi remaja mengenai pendidikan seks adalah yang paling mungkin dilakukan, terutama kepada para pelajar disekolah-sekolah. Pendidikan seks diberikan agar siswa mengenali dan meminimalkan seks bebas.

Ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan seseorang melakukan sex bebas yaitu:

  1. Orang tua,
  2. lingkungan/teman.
  3. Uang
  4. Iman yang lemah
  5. Ketagihan

Kurangnya bimbingan dan pengawasan orang tua sudah pasti akan membuat anak menjadi liar, orang tua yang terlalu percaya kepada anak tanpa mengetahui aktivitas yang dilakukan oleh anak-anaknya merupakan tindakan yang salah yang berakibat fatal bagi si anak sendiri. Bahkan bukan tidak mungkin sebenarnya orang tua sendiri yang menjerumuskan anaknya. Biasanya anak-anak yang kurang control dan menganggap keluarganya bukan sebagai pelindung yang menyebabkan kekecewaan itu muncul. Ataupun pola asuh otoriter yang melekat pada orang tuaya membuatnya jenuh sehingga ingin mecoba hal-hal yang baru.

Selama ini pendidikan seks dianggap tabu, karena asumsi yang beredar dikalangan publik adalah bahwa pendidikan seks sama dengan sosialisasi aktivitas seks dan identitas seks. Padahal sesungguhnya apabila para remaja mengetahui apa makna dari sebenarnya dari pendididkan seks itu yang mancakup tentang pengetahuan genital, pemahaman mengenai organ-organ tubuh mana yang boleh dilihat atau tidak, bagaimana cara menjaga kesehatan organ reproduksi, dan sejauh mana batasan-batasan bergaul dengan teman lawan jenis,serta resiko apa yang mungkin dapat terjadi apabila melakukan seks bebas, maka para remaja tidak akan berani untuk mencoba melakukan seks bebas.

Padahal dari pendidikan seks dan penanaman karakter ini kita dapat turut serta dalam menyadarkan para remaja betapa pentingnya sebuah pengetahuan tentang seks. Ada beberapa faktor yang dapat mendukung seseorang melakukan seks yaitu orang tua, Lingkungan/ teman, uang, iamn yang lemah dan ketagihan. Maka dari itu perlulah kita untuk berhati-hati terutama dengan teman sebaya, adapun ciri-ciri awal menuju seks yaitu dengan cara pegangan tangan, ciuman sebatas ciuman di pipi dan kening, ciuman bibir (kiss franc), pelukan, petting (mulai berani melepas pakaian bagian atas), meraba kebagian-bagian yang sensitif (mulai berani buka-bukaann), dan melakukan hubungan seks.

Satu-satunya cara untuk menghindarikan kita pada perbuatan keji ini adalah dengan cara membatasi diri kita, bukan berarti membatasi diri adalah membatasi pergaulan. Kita bebas berteman dengan siapa saja tetapi kita juga harus memperhatikan etika.

Seks pada remaja, Salah anak atau Orang tua??

Posted: 03 Apr 2013 11:50 AM PDT

Manusia adalah salah satu makhluk yang dalam meneruskan kelangsungan hidupnya memerlukan pasangan untuk dapat melakukan regenerasi. Dalam proses regenerasi ini dikenal dengan sex, yaitu hubungan yang terjalin antara jenis satu dengan lainnya. Hal ini merupakan kekuatan utama agar generasi manusia tidak punah. Tetapi karena pengaruh globalisasi yang disalah artikan timbullah budaya baru yaitu sex bebas, budaya yang tidak sesuai dengan budaya kita. Terutama pada para remaja tepatnya pada masa metamorfosis dari kanak-kanak menjadi dewasa. Para ahli pendidikan telah sepakat bahwa remaja adalah mereka yang berusia antara 13 tahun sampai dengan 18 tahun. Seorang remaja sudah tidak lagi dapat dikatakan sebagai kanak-kanak, namun masih belum cukup matang untuk dapat dikatakan dewasa. Mereka sedang mencari pola hidup yang paling sesuai baginya dan inipun sering dilakukan melalui metode coba-coba walaupun melalui banyak kesalahan.

Kesadaran dari para remaja untuk tidak mendekat maupun melakukan seks bebas adalah tindakan yang sangat mungkin dilakukan untuk dapat menghindari seks bebas dikalangan remaja. Konseling bagi remaja mengenai pendidikan seks adalah yang paling mungkin dilakukan, terutama kepada para pelajar disekolah-sekolah. Pendidikan seks diberikan agar siswa mengenali dan meminimalkan seks bebas.

Ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan seseorang melakukan sex bebas yaitu:

  1. Orang tua,

2. Lingkungan/teman.

  1. Uang
  2. Iman yang lemah
  3. Ketagihan

Kurangnya bimbingan dan pengawasan orang tua sudah pasti akan membuat anak menjadi liar, orang tua yang terlalu percaya kepada anak tanpa mengetahui aktivitas yang dilakukan oleh anak-anaknya merupakan tindakan yang salah yang berakibat fatal bagi si anak sendiri. Bahkan bukan tidak mungkin sebenarnya orang tua sendiri yang menjerumuskan anaknya. Biasanya anak-anak yang kurang control dan menganggap keluarganya bukan sebagai pelindung yang menyebabkan kekecewaan itu muncul. Ataupun pola asuh otoriter yang melekat pada orang tuaya membuatnya jenuh sehingga ingin mecoba hal-hal yang baru.

Selama ini pendidikan seks dianggap tabu, karena asumsi yang beredar dikalangan publik adalah bahwa pendidikan seks sama dengan sosialisasi aktivitas seks dan identitas seks. Padahal sesungguhnya apabila para remaja mengetahui apa makna dari sebenarnya dari pendididkan seks itu yang mancakup tentang pengetahuan genital, pemahaman mengenai organ-organ tubuh mana yang boleh dilihat atau tidak, bagaimana cara menjaga kesehatan organ reproduksi, dan sejauh mana batasan-batasan bergaul dengan teman lawan jenis,serta resiko apa yang mungkin dapat terjadi apabila melakukan seks bebas, maka para remaja tidak akan berani untuk mencoba melakukan seks bebas.

Padahal dari pendidikan seks dan penanaman karakter ini kita dapat turut serta dalam menyadarkan para remaja betapa pentingnya sebuah pengetahuan tentang seks. Ada beberapa faktor yang dapat mendukung seseorang melakukan seks yaitu orang tua, Lingkungan/ teman, uang, iamn yang lemah dan ketagihan. Maka dari itu perlulah kita untuk berhati-hati terutama dengan teman sebaya, adapun ciri-ciri awal menuju seks yaitu dengan cara pegangan tangan, ciuman sebatas ciuman di pipi dan kening, ciuman bibir (kiss franc), pelukan, petting (mulai berani melepas pakaian bagian atas), meraba kebagian-bagian yang sensitif (mulai berani buka-bukaann), dan melakukan hubungan seks.

Satu-satunya cara untuk menghindarikan kita pada perbuatan keji ini adalah dengan cara membatasi diri kita, bukan berarti membatasi diri adalah membatasi pergaulan. Kita bebas berteman dengan siapa saja tetapi kita juga harus memperhatikan etika.

Mencari Gelar untuk Kerja

Posted: 03 Apr 2013 11:50 AM PDT

Engkau sarjana muda, resah mencari kerja, mengandalkan ijazahmu, empat tahun lamanya bergelut dengan buku, tuk jaminan masa depan.. Engkau sarjana muda, resah tak dapat kerja, tak berguna ijazahmu, empat tahun lamanya bergelut dengan buku, sia-sia semuanya..

Penggalan lagu berjudul Sarjana Muda yang didendangkan Iwan Fals di atas tampaknya masih berlaku sampai sekarang. Sebagai potret sosial mahasiswa yang disuarakan Iwan Fals bertahun-tahun yang lalu masih juga up to date. Artinya Pendidikan Tinggi di Indonesia belum sesuai harapan, masih saja mencetak pengangguran terdidik. Kalau demikian realitasnya, siapa yang salah? Dosennya atau mahasiswanya?

Walau demikian, tidak adil rasanya kalau hanya menyalahkan kondisi mahasiswanya. Mahasiswa sebagai pembelajar tentunya tidak bisa lepas dari pengajarnya. Bagaimana mungkin sebuah kursi misalnya, terbuat tanpa ada yang membuatnya? Bagus tidaknya kursi itu tergantung seberapa ahli orang yang membuatnya, semakin ahli orang itu dalam membuat kursi akan semakin bagus pula kursi yang dibuatnya. Begitu juga seorang mahasiswa, semakin berkualitas dosennya maka akan semakin berkualitas juga mahasiswanya. Artinya potret mahasiswa sekarang tidak terlepas dari kondisi riil dosennya.

Mahasiswa kuliah saat ini masih terjebak pada iming-iming gelar, karena dengan gelar itu beranggapan akan mudah dapat kerja. Muncul sebuah pameo yang mengatakan, "kuliah itu yang penting dapat gelar". Di sini kemudian dapat diketahui bahwa motivasi pertama mahasiswa kuliah adalah mendapatkan gelar. Akibatnya mahasiswa tidak terlalu pusing dengan penguasaan keilmuannya. Yang penting gelarnya, bukan ilmunya.

Sudah begitu, dosen juga terpaku pada silabus yang ada tanpa ada kreativitas untuk mengembangkan materi yang dimilikinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Sudah menjadi rahasia umum, kalau materi yang disampaikan dosen antara angkatan satu, dua dan seterusnya selalu sama. Artinya materi yang disampaikan dosen sudah kadaluarsa.

Satu sisi mahasiswa telah melakukan reduksi ilmu dalam gelar. Dengan terpaku pada pencapaian gelar, mahasiswa secara tidak sadar digiring untuk tidak serius menguasai keilmuan yang seharusnya ia kuasai. Artinya walaupun ia hanya mendapatkan ilmu yang sedikit, toh ia sudah bisa mendapatkan gelar, sehingga tidak ada rasa penyesalan sedikitpun.

Di sisi lain, dosen melakukan reduksi ilmu dalam silabus. Bukan berarti mengecilkan fungsi silabus, tapi silabus terkadang menjebak dosen dalam menyampaikan materi yang tidak up to date. Dosen mencukupkan penguasaan ilmu mahasiswa sesuai dengan apa yang disampaikannya. Padahal materi dosen itu pada umumnya cenderung sangat sederhana dan kurang mendalam.

Di sinilah kemudian antara mahasiswa dan dosen harus saling bekerja sama. Bekerja sama dalam arti pengembangan ilmu pengetahuan. Harus sama-sama menyadari bahwa Perguruan Tinggi adalah kawah candradimuka keilmuan, bukan sebuah pabrik yang menghasilkan sebuah produk instan. Dosen dan mahasiswa harus bisa menciptakan mimbar akademik yang bebas dan dinamis.

Memang tidak ada salahnya mahasiswa kuliah endingnya supaya mendapatkan pekerjaan yang layak. Begitu juga seorang dosen, mengajar mahasiswa dalam rangka bekerja. Sama-sama untuk tujuan ekonomi. Kalau hal ini hanya dijadikan efek samping tidak menjadi persoalan serius. Yang menjadi persoalan adalah kalau hal ini dijadikan tujuan utama. Imbasnya dosen dan mahasiswa akan kehilangan kreatifitasnya dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Karena logika yang terbangun dalam situasi ini adalah masalah ekonomi bukan ilmu.

Motivasi yang seharusnya dibangun adalah ilmu untuk ilmu. Artinya ilmu dicari adalah untuk pengembangan ilmu itu sendiri, bukan untuk motif lain. Tapi bukan berarti setelah ilmu itu berkembang kemudian lepas dari moralitas agama. Karena bagaimanapun juga ilmu yang lepas dari agama akan menjadi bumerang yang sangat membahayakan. Dalam hal ini dosen mempunyai peran yang utama. Karena seorang dosen bagaimanapun juga masih menjadi sumber inspirasi mahasiswa-mahasiswanya. Ketika dosen benar-benar mempunyai komitmen yang kuat dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, tidak mustahil mahasiswanya juga seperti itu.

Dengan kata lain, seorang dosen harus menjadi motivator bagi mahasiswanya untuk tidak segan-segan menguasai ilmu secara mendalam. Lebih jauh lagi dosen tidak hanya menjadi motivator, tapi juga memberikan teladan kepada mahasiswanya. Sebagai contoh, kalau dosen menyuruh mahasiswanya untuk rajin ke perpustakaan, maka ia juga harus rajin berkunjung ke perpustakaan.

Tradisi membaca dosen juga harus ditingkatkan, di mana pun tempat misalnya ia tidak segan-segan membawa buku dan membacanya. Setidaknya hal itu akan menjadi inspirator mahasiswa yang melihatnya untuk mencontohnya. Sehingga budaya membaca di lingkungan kampus akan semarak dan menjadi hal yang biasa. Ketika membaca sudah menjadi budaya, dengan sendirinya budaya penelitian akan mengikuti.

Ketika budaya penelitian sudah merajalela, bukan tidak mungkin persoalan ekonomi sudah tidak menjadi masalah lagi bagi mahasiswa. Karena toh dengan penguasaan keilmuannya ia justru bisa menciptakan lapangan kerja sendiri. Mencari gelar untuk kerja tidak berlaku lagi. Karena baginya lebih mementingkan substansi daripada simbol.

Tapi sayang ini masih sebatas mimpi yang tidak berarti tanpa realisasi. Namun masih lebih baik daripada tidak punya mimpi sama sekali. Paling tidak masih ada harapan yang terbersit dalam hati yang suatu saat bisa saja terealisasi.

100 Ribu Buat Beli Bir, 100 Ribu Buat Pemerintah Saya…

Posted: 03 Apr 2013 11:50 AM PDT

13650131611327903851Benar-benar memalukan. Rekaman dari kamera tersembunyi tentang polisi Indonesia yang menerima suap ditayangkan SBS 6, sebuah televisi komersial di Belanda. Rekaman itupun sudah diunggah di Youtube dengan judul Korupsi Di Bali/ Corruption Police in Bali sejak 1 April 2013 lalu.

Dalam tayangan itu jelas terlihat betapa konyolnya Polisi Indonesia yang tidak terlihat pangkat dan namanya itu.

Kejadian itu bermula ketika seorang turis Belanda ditangkap karena naik motor tanpa helm. Kemudian oleh polisi dibawa ke pos polisi.

Mereka berbincang dalam bahasa Inggris dan polisi tanpa sadar turis itu membawa kamera tersembunyi,. Kemungkinan besar dia memagn reporter yang menyamar.

Percakapan keduanya kurang lebih seperti ini

Polisi: Kamu tahu kesalahan apa?

Turis : hmmm

Polisi : (memegang kepalanya) helm. Kamu tidak menggunakan helm.

Turis: Terus bagaimana

Polisi : Kalau kamu di pengadilan bayar sekitar Rp1,2 juta.

Turis : Wow

Polisi: Tapi kalau bayar di sini cukup Rp200 ribu.

Turis : 20 Dollar?

Polisi: Ya mungkin 200 dolar

Turis pun membayar.

Polisi: Siapa nama Anda

Turis : Van der Spek

Polisi: Van der Spek..dari Rusia?

Turis: Dari Netherland, Belanda

Polisi: Wow Belanda. Saya suka sepakbola Belanda (sambil bergaya bak pemain sepakbola). Oke urusan Anda selesai

Turis : Terus bagaimana nanti kalau ada polisi lagi

Polisi: Tidak masalah. Untuk hari ini tidak masalah. Anda bebas ke mana saja.

Turis : tanpa helm?

Polisi : Ya tanpa helm

Keduanya berjalan keluar pos. Jelas ada kamera lain dari jauh yang mengintai sehingga aktivitas terlihat jelas. Turis itu sudah naik ke motor tetapi justru berbincang-bincang yang akhirnya polisi justru mengajak minum bir. Mereka masuk lagi ke pos.

Polisi: Seratus ribu buat beli bir. Seratus ribu buat pemerintah saya. (Polisi keluar dan tidak lama masuk lagi bawa beberapa botol bir)

Turis: Saya cukup satu

Polisi: Satu? Cukup?

Turis: Saya sedang mengendarai kamu kan polisi (pasti tahu soal aturan tidak boleh mengendari motor sambil mabuk)

Polisi: Tidak masalah. Nanti kalau ada masalah cari saya saja.

Akhirnya minum bir bersama pun berlangsung. Seorang polisi masuk mengambil satu botol dan ikut minum

Turis: Sehari ini sudah berapa orang yang membayar ke kamu (suap)

Polisi: Tiga orang.

Turis : Saya paling besar ya?
Polisi: Kamu yang nomor dua.
Pertama 300 ribu, kamu 200 ribu dan satunya 100 ribu.

Siaran itu disiarkan di SBS 6. Sebuah televisi komersial di Belanda. Hal ini karena ada logo televisi tersebut di video tersebut. Tapi paling Kapolri akan mengatakan "Itu oknum"

Malaikat Tanpa Sayap VIII ‘ Prolog ‘

Posted: 03 Apr 2013 11:50 AM PDT

Adsense Content. bottom of article

0 komentar:

Posting Komentar