Adsense Link 728 X 15;

Kompasiana

Posted by Sri Rejeki Rabu, 17 April 2013 0 komentar
Adsense Content. recommended 336 X 300

Kompasiana


Kalamkari Tak Lagi Bisa Menari

Posted: 17 Apr 2013 11:30 AM PDT

Mother’s Love

Posted: 17 Apr 2013 11:30 AM PDT

13662227381416779292

My mother is a poem
I'll never be able to write,
though everything I write
is a poem to my mother

( Sharon Doubiago )

PUISI di atas menggambarkan dengan baik apa yang kurasakan. Sebab, tak mudah bagiku menulis tentang ibu.

Aku memang selalu kesulitan menulis tentang orang- orang yang kucintai. Rasa yang ada di dalam dada terlalu sulit untuk dapat dituangkan ke dalam kata- kata, sebab terlalu sarat emosi.

Tapi walau sering kesulitan menuliskan, tak berarti aku tak sering teringat ( dan merindukan ) ibuku yang tinggal di kota yang berlainan dengan kota tempat tinggalku.

Ibu, selalu menjadi sumber kekuatanku.

Sejak dulu, aku selalu percaya bahwa apapun yang kulakukan, kuinginkan, sedang kuperjuangkan, akan dapat kucapai jika ibu mendoakanku.

Ibu, selalu dan selalu dapat menenteramkan hatiku.

Masa- masa ujian saat sekolah dulu, adalah masa yang selalu terasa berat bagiku. Dan jika ada hal yang membuat aku yakin aku akan dapat melampaui ujian- ujian yang begitu 'mengerikan' itu, maka hal itu adalah karena aku tahu bahwa ibu tak putus mendoakan.

Ibuku biasanya berpuasa sunat dan bangun malam untuk shalat di saat anak- anaknya sedang menghadapi ujian. Dan sungguh, ketika itu, jika aku masih berkutat dengan beragam buku tebal menjelang ujian lalu ibu menengokku ke kamar dan berkata, " Ibu doakan, supaya ujiannya lancar, " maka berbagai kegalauan yang ada di hati seakan sirna begitu saja.

Ada banyak saat- saat penting dan/atau berat yang kulalui dalam perjalanan hidup, yang dapat kuhadapi dengan berani dan kuat sebab aku tahu, Ibuku senantiasa berdoa untukku. Dan keyakinan itu tak pernah hilang. Aku sentiasa percaya ketika ibu memintakan sesuatu yang baik bagiku, maka Yang Kuasa akan mengabulkannya…

Apa yang kurasakan itu, kuyakin, juga dirasakan banyak orang. Termasuk Abraham Lincoln. Sebab Lincoln pernah mengatakan begini: I remember my mother's prayers and they have always followed me. They have clung to me all my life

Doa para ibu, memang selalu mengiringi langkah anak- anaknya…

***

Dan pada suatu malam, aku kembali teringat pada ibuku…

Hari itu, hujan deras mengguyur ketika aku keluar kantor.

Aku terlupa membawa payung. Padahal, seperti biasa, aku pulang naik kendaraan umum. Dan saat hujan semacam itu, beragam kesulitan yang biasa dihadapi pengguna kendaraan umum akan berlipat ganda. Namun, menunda tak akan memecahkan masalah. Lebih cepat pulang, lebih baik.

Karenanya, kuterobos saja hujan itu. Baju, rambut dan sepatuku basah kuyup. Aku agak kedinginan sepanjang perjalanan, tapi kuhibur diri dengan membayangkan betapa nikmatnya mandi air hangat begitu tiba di rumah.

Tapi…

Saat akhirnya aku berdiri di depan pagar rumah, dan suamiku yang kebetulan sudah tiba lebih dulu membukakan pintu bagiku, kudengar cerita tentang anak sulungku, yang ketika itu duduk di bangku terakhir SMA.

Suamiku mengatakan bahwa anakku itu tampak sangat sedih. Rupanya dia ulangan matematika di pagi harinya, dan merasa tak bisa menyelesaikan ulangan itu dengan baik. Dia mengeluh pada ayahnya tentang ulangan yang hampir dilakukan setiap hari di sekolahnya dan dia lelah sekali.

Suamiku menghibur dengan mengatakan untuk santai saja menghadapi ulangan- ulangan itu. Tak perlu selalu cemerlang, sekali- sekali mendapat nilai jelek tak apa- apa.

Aku tersenyum dalam hati. Tahu bahwa apa yang dikatakan suamiku tak akan banyak membantu. Kupahami bahwa putriku ini sedang memasuki masa pubertas dengan beragam gejolak emosi. Walau ciri kepribadiannya sudah tampak, seperti sepatutnya anak seusia dia, putriku juga sedang mencari jati diri. Aku paham bahwa nilai- nilai cemerlang adalah sesuatu yang menjadi kebanggaannya. Belum lagi, dia menyimpan cita- cita untuk bisa menembus Perguruan Tinggi Negeri impian tanpa harus mengikuti testing.

Kupahami kecemasannya.

Maka, kulupakan saja keinginan untuk segera mandi air hangat itu. Kuhampiri putriku yang setengah tertidur di kamar. Tak banyak cakap, kupijati tengkuk, punggung dan kepalanya. Kukatakan padanya apa yang (sebenarnya juga) telah disampaikan oleh ayahnya tadi, untuk santai saja menghadapi ulangan- ulangan di sekolahnya itu. Kalau capek, tak usah belajar, kataku padanya. Tidur saja, dan hadapi saja ulangan itu dengan apa yang memang sudah dia ketahui sebelumnya.

Putriku tak menjawab. Tapi dari sudut matanya mengalir sedikit air mata…

***

Seorang teolog Amerika, Dr. Thomas De Witt Talmage pernah mengatakan sesuatu tentang para ibu: Mother - that was the bank where we deposited all our hurts and worries, dan benar sekali apa yang dikatakannya itu.

Ibuku, dan aku, berbeda gaya. Berbeda kepribadian. Dan saat kucoba menenangkan putriku ketika itu, aku teringat pada ibuku. Teringat bagaimana dulu, ibu yang menenangkanku saat aku galau, panik dan bercucuran air mata. Ibu, adalah tempatku mengadu. Saat sakit, khawatir, terluka, ibulah yang kudatangi.

Tak banyak yang kukatakan pada putriku tadi. Aku tahu, yang dibutuhkannya hanya dukungan moral yang menguatkan, yang akan membuatnya sanggup berdiri menghadapi tantangan, sekaligus di pihak lain, juga memberinya keyakinan bahwa dia dicintai. Tak perduli apakah nilai ulangannya baik atau jelek, dia akan tetap dicintai.

Perlahan, putriku tampak lebih rileks. Dia mulai tampak mengantuk. Kupeluk dan kuciumi dia. Aku tetap tak banyak bicara. Dalam saat- saat semacam ini, kata- kata tak terlalu diperlukan.

Dan putriku terlelap…

Kutinggalkan kamarnya. Lalu, oh… baru kusadari betapa lelah dan laparnya aku, juga… wah, punggung serta pinggangku terasa sakit. Jadi, kuhampiri suamiku dan memintanya untuk menolongku memijit sejenak beberapa bagian di punggung dan pinggang yang sakit itu, baru setelah itu aku mandi dengan air hangat seperti yang sejak tadi kuidamkan.

Aku teringat ibuku.

Dulu, ketika ibu menghibur dan menguatkanku, bisa jadi beliau sendiri  juga sedang lelah, sakit pinggang, pegal di punggung, lapar, atau menghadapi banyak masalah. Tapi, kini kupahami, rasa kasih seorang ibu pada anaknya memang akan mengalahkan semua hal itu.

Ketika tahu bahwa anaknya perlu dukungan, seorang ibu akan bersedia mengulurkan tangan dan memberikan dukungan dan kekuatan pada anaknya. Tak perduli apa yang sedang dihadapi dan dirasakannya itu. Tak perduli bahwa sesudah itu, dia sendiri juga lalu harus meminta suaminya untuk memijitinya sebab badannya sendiri sebenarnya sudah terasa remuk redam… ha ha ha…

p.s. ditulis dengan penuh cinta, untuk ibu dan putriku, juga suamiku yang penuh kasih…

** gambar diambil dari: weheartit.com **

Kalamkari Tak Lagi Bisa Menari

Posted: 17 Apr 2013 11:30 AM PDT

Hati-hati Menghapus Tulisan Anda di Kompasiana

Posted: 17 Apr 2013 11:30 AM PDT

Saya beberapa kali mengalami error saat mengirim tulisan. Mungkin karena Kompasiana memang pas lagi error, atau memang akibat leletnya koneksi internet saya. Akibat dari error itu, pada halaman profil, daftar judul tulisan saya jadi banyak yang ganda, tetapi ketika dicoba linknya, hasilnya adalah page not found alias halaman tidak ditemukan. Saya percaya sebagian teman Kompasianer juga pernah mengalami hal serupa.

Tadi, waktu saya mau membersihkan profil saya dengan cara menghapus link-link judul yang 'bodong' itu dengan cara memanfaatkan manage post, terjadi keanehan. Begini, pertama saya masuk manage post, lalu saya buka di jendela baru profil, untuk melihat secara lebih jelas post mana yang bodong. Namun, karena semua judul dan tanggal posting adalah sama, saya jadi agak bingung juga mau menghapus yang mana. Akhirnya saya coba klik view di halaman manage post. Biasanya, posting yang tidak ada pembacanya adalah postingan bodong alias postingan gagal.

Namun apa yang terjadi? Tulisan saya yang bodong dan mati itu jadi 'hidup' alias repost sebagai tulisan baru. Beberapa pembaca juga terekam jejaknya ??!!

Waduh, jadi kalang kabut nih. Soalnya saya tak punya niat sama sekali untuk repost.

Segera saya buka home Kompasiana, eh, ternyata tidak ada tulisan saya keluar sebagai tulisan baru di sana. Lalu saya kejar ke ruang agrobisnis, karena aslinya tulisan itu dulu gagal ditujukan ke sana. Namun di situ juga tidak ada keluar judul tulisan saya itu.

Bingung.

Akhirnya saya kembali ke manage post, dan tulisan itu ada muncul di manage post saya, lalu saya klik delete.

Jadi, hikmahnya mungkin begini : jika tulisan anda gagal terkirim, sebaiknya ubah sedikit tampilan judulnya saat mau posting ulang, agar mudah dikenali bila gagal lagi dan mau dihapus kelak. Atau, segera periksa tulisan anda, bila gagal tampil tapi ada linknya di profil, langsung hapus dulu sebelum posting lagi. Dan, hati-hati klik view pada postingan gagal anda, karena bisa-bisa tulisan itu jadi hidup dan repost.

Tapi kalau tulisan repost itu dapat banyak pembaca lalu masuk HL, ya itu mungkin 'rejeki' anda.

Eh, tulisan seperti ini dikirimkan ke rubrik/ruang apa ya? Walah, ke ruang humor sajalah, kan ada lucu-lucunya juga. He he he.

Salam.

Tolak Aron Flying Ship, Persiapkan Belibis Indonesia

Posted: 06 Apr 2013 08:22 AM PDT

Kemarin, hari Jumat tanggal 5 April 2013, istri saya mengirimkan sebuah tautan kepada saya. Tautan ini mengantarkan saya pada situs yang memuat foto-foto demonstrasi terbang Aron Flying Ship. Sejujurnya reaksi pertama saya adalah wow, pesawatnya keren, ramping, kecil, pengen punya. Hahaha. Tetapi istri saya cemberut. Lalu saya tanya kenapa masalahnya? Jawabannya adalah Belibis. Setelah itu maka saya menggali lebih jauh tentang Belibis yang dimaksud, maklum saya kan sebenarnya awam.

Ternyata Belibis yang dimaksud adalah seri prototipe wahana dengan teknologi pemanfaatan efek sayap terhadap permukaan (Wing-in-Surface Effect/ WiSE). Pada perkembangannya WiSE disebut juga efek sayap terhadap tanah (Wing-in-Ground effect/ WIG effect). Teknologi ini akan saya tinjau sedikit sebelum kita membahas Belibis lebih jauh.

Fenomena efek sayap terhadap tanah yang sudah dikenal baik sejak 1920-an. Jadi ketika pesawat akan mendarat, terjadi semacam pemampatan udara di antara sayap dan permukaan tanah yang menyebabkan pesawat terbang secara lebih efisien, dalam arti koefisien gaya angkat meningkat sehingga secara signifikan mengurangi daya yang diperlukan untuk terbang. Pemanfaatan efek ini menjadi teknologi yang berkembang sejak 1960-an, terutama oleh Rusia yang mengembangkan tipe sayap persegi panjang (rectangular) dan Jerman yang mengembangkan tipe sayap delta terbalik (reversed delta). Namun Rusia-lah yang akhirnya membuat wahana pertama dengan teknologi WiSE, yaitu yang dikenal dengan Ekranoplan.

Masuknya teknologi ini ke Indonesia-lah yang kemudian menjadi cikal-bakal Belibis. Belibis adalah wahana WiSE yang dikembangkan oleh BPPT. Aplikasi utamanya adalah untuk transportasi antar pulau, pariwisata maritim, pencarian dan penyelamatan, serta patroli pantai dan perbatasan. Wahana WiSE ini tidak memerlukan landasan khusus karena mampu tinggal landas dan mendarat di air, serta hanya memerlukan dermaga apung sederhana untuk merapat, sehingga sangat cocok untuk diterapkan di Indonesia yang merupakan negara kepulauan.

BPPT mulai melirik teknologi WiSE sejak tahun 2002. Kemudian BPPT menggandeng ITB dan ITS untuk membuat desain konseptual, dalam hal ini mencakup desain konfigurasi, perhitungan-perhitungan teknis dan pengujian laboratorium. Setelah tahun 2002, sejarah perkembangan Belibis secara garis besar adalah sebagai berikut:

  • Pada tahun 2004 mulai dibuat model-model yang dapat dikendalikan jarak jauh. Model-model ini mempunyai konfigurasi ekor V dengan berbagai konfigurasi sayap dan mesin. Paralel dengan ini BPPT bekerja sama dengan PT. DI, ITB dan ITS untuk membuat prototipe dengan konfigurasi sayap delta terbalik, ekor T dan kapasitas dua orang.
  • 1365208750449714441

    Model Belibis NA-3 (Sumber: http://archive.kaskus.co.id/thread/961532/20)

  • Pada tahun 2005, setelah beberapa model diuji, hasilnya dilaporkan kepada Menristek yang juga merangkap Kepala BPPT saat itu, Bapak Kusmayanto Kadiman. Beliau menyambut baik hasil tersebut dan langsung menargetkan pembuatan prototipe wahana untuk delapan orang. Terdapat sedikit pro dan kontra karena memang sejak awalnya dimodelkan sebagai sarana transportasi penumpang, namun membuat prototipe wahana untuk delapan orang adalah sebuah lompatan yang cukup sulit, karena sangat berbeda antara model dengan prototipe. Salah satunya adalah karena model dengan kendali jarak jauh ini berukuran enam kali lebih kecil daripada realisasi wahana yang direncanakan. Alasan lainnya adalah perbedaan sistem kendalinya, tentu saja. Dengan pertimbangan ini akhirnya BPPT mengembangkan dua prototipe sekaligus yaitu prototipe Belibis ekor V untuk dua dan delapan orang.
  • Pada tahun 2006 proyek Belibis ekor T yang dikembangkan bersama PT. DI dihentikan. Alasan penghentian ini adalah karena ternyata prototipe yang dihasilkan terlalu berat dan dinilai tidak layak untuk dilanjutkan. Tetapi waktu itu Belibis ekor V masih terus dikembangkan, dan berada dalam tahap pembuatan desain detail.
  • 1365209076974101352

    Prototipe Belibis Ekor T (Sumber: http://archive.kaskus.co.id/thread/961532/20)

  • Pada tahun 2007, Carita Boat mulai membuat kedua prototipe tersebut yaitu Belibis ekor V, dengan konfigurasi sayap delta terbalik, untuk dua dan delapan orang.
  • Pada tahun 2008 terjadi pergantian kepemimpinan di tubuh BPPT, dan diikuti dengan perubahan kebijakan alokasi dana. Protipe Belibis untuk dua orang sudah mulai diuji, tetapi prototipe Belibis untuk delapan orang yang masih dalam tahap pembuatan mulai terseok-seok. Demikianlah akhirnya memasuki tahun 2011 proyek Belibis ini pun mati suri.

Tanggal 5 April 2013, Aron Flying Ship buatan Korea Selatan melaksanakan demonstrasi terbang di Pondok Dayung, Tanjung Priok, Jakarta. Tanggapan perwakilan TNI-AU, Kolonel Amrizal cenderung meragukan kemampuan Aron Flying Ship. Di lain pihak tanggapan Irjen Kemhan Laksamana Madya Sumartono cenderung berhati-hati dengan menyatakan akan mempelajari terlebih dahulu beberapa aspek seperti perawatan, harga dan kemungkinan transfer teknologi. Sedangkan tanggapan anggota Komisi I DPR Susaningtyas Kertopati cenderung setuju untuk membeli Aron Flying Ship dengan pertimbangan kebutuhan Indonesia sebagai negara kepulauan dan perlindungan kekayaan maritimnya.

Aron Flying Ship (Sumber: http://www.bisnis-jatim.com/index.php/2013/04/05/aron-flying-ship)

Aron Flying Ship (Sumber: http://www.bisnis-jatim.com/index.php/2013/04/05/aron-flying-ship)

Tanggapan saya, tidak perlu basa-basi lagi, tolak Aron Flying Ship, persiapkan Belibis-Belibis Indonesia! Berapa jumlah armada yang akan dibeli dengan harga satuan senilai lima juta dolar? Kalikan saja, kemudian alirkan seluruh dananya untuk Belibis dan kita akan mampu mengejar ketinggalan kita. Dan Belibis bisa komersial lengkap dengan sertifikasi BKI dalam waktu kurang dari lima tahun. Untuk apa kita terus-terusan beli dari luar negeri kalau sebenarnya kita mampu membuat sendiri. Ini sejalan pula dengan tulisan saya beberapa minggu yang lalu tentang revitalisasi industri pesawat Indonesia. Intinya, Indonesia bisa.

Sumber:
AntaraNews.com: Pesawat Amfibi Aron Jalani Uji Terbang
Bisnis Jatim: Aron Flying Ship
detiknews: Ini Dia Pesawat Amfibi TNI AL
inilah.com: Aron Flying Ship
Koran Sindo: Indonesia Minati Pesawat Amfibi
Liputan6.com: Pesawat Amfibi Korea Sukses Uji Terbang di Tanjung Priok
militerindonesiamy.blogspot.com: Berita Foto : Uji Terbang Pesawat Aron
Republika Online: S Korea Offers Flying Ship to Indonesia
TRIBUNnews.com: Kokpit Aron Flying Ship
Wikipedia: Ground Effect Vehicle

100 Kata: Tangan di Atas Lebih Baik dari Tangan di Bawah

Posted: 17 Apr 2013 11:30 AM PDT

Adsense Content. bottom of article

0 komentar:

Posting Komentar