Kompasiana
Kompasiana |
- Ketika
- Manfaatkan Segala Aktivitas Kita Menjadi Bernilai
- Pelaut Bukan Mata Keranjang, Tetapi Pahlawan Devisa
- The Power Of Habit : Cerite ku di kabupaten/kota kecil “Terbiasa Suap-Menyuap”
- Let me Introduce you to Herbalpreneur
- Merendahkan dan Meninggikan Diri Di Kompasiana
Posted: 08 Jan 2014 12:45 PM PST |
Manfaatkan Segala Aktivitas Kita Menjadi Bernilai Posted: 08 Jan 2014 12:45 PM PST "Manfaatkan segala aktivitas kita menjadi bernilai" ungkapan ini sangat pas buat kita yang ingin selalu menjadi orang-orang yang bermanfaat buat orang lain dan akhirnya akan berimbas baik pada diri sendiri, semakin banyak kita menjadikan aktivitas kita benilai baik maka semakin banyak pula imbas kebaikan yang akan mengenai kita. Ungkapan di atas bisa juga kita arahkan ke dunia usaha, karna dunia usaha atau bisnis menjadikan sesuatu itu menjadi bernilai bagi orang lain, bisa bernilai ekonomis, bernilai manfaat dan lain sebagainya. Ada kisah dari seseorang yang menjadikan aktivitas yang tidak di sengajanya itu menjadi bernilai sangat berharga bahkan menjadi ladang bisnis usahanya, ceritanya ada seorang yang di mintain tolong menerima kiriman dari seperangkat alat-alat cuci seperti pembersi porselen, detergen, shampoo dan alat lain sebagainya dari aneka jenis alat-alat cuci, tanpa di sengaja sang pengirim barang dan dia saling menanyakan nomor telpon, karna sang pengirim barang kawatir dengan barang kirimannya , setelah si pengirim barang tersebut pergi iseng-iseng dia photo semua barang yang telah dia terima, lalu di upload ke facebook tak lupa pula dia berpose dengan tumpukan barang itu, seolah-olah dia pemilik semua barang itu, padahal ini semua adalah keisengan saja, yang tanpa di sadari kalau apa yang ia lakukan adalah langkah awal menjadi pengusaha sukses kelak di kemudian hari. Bebehari berikutnya dia kedatangan inbox di akun facebooknya, yang isi inboxnya bertanya tentang princian barang dari foto yang ia upload di Facebook tanpa sengaja terlintas di pikirannya, kenapa dia tidak mencoba memulai bisnis itu, maka di carinya nomor telpon yang kemaren dia save di hp nya lalu menelpon si pengirim barang dan menawarkan kerja sama memasarkan produk-produk alat-alat cuci tersebut. Itulah sekilas cerita bagaimana seseorang dapat memanfaatkan segala aktivitasnya menjadi bernialai, dan mungkin banyak orang-orang di luar sana selain kita telah benar-benar menemukan aktivitasnya menjadi sangat bernilai, karna seperti di awal katakan, bahwa orang-orang yang memberikan manfaat buat orang lain maka akhirnya akan berimbas baik pada diri mereka sendiri, semakin banyak ia menjadikan aktivitasnya benilai baik, maka semakin banyak pula imbas kebaikan yang akan mengenainya. Mulai saat ini jangan pernah ragu untuk menjadikan aktivitas kita menjadi bernilai, sekecil apapun itu pasti akan ada imbas kebaikan yang akan kita dapat. Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Penulis. |
Pelaut Bukan Mata Keranjang, Tetapi Pahlawan Devisa Posted: 08 Jan 2014 12:45 PM PST Saat kita mendengar lagu "Balada Pelaut", Image kita langsung saja pada sisi negatif profesi yang beresiko harus terpisah jauh dari keluarga saat mencari nafkah. Mungkin kalo sangat tidak adil jika cuma profesi Pelaut yang di cap sebagai "Mata Keranjang" Profesi apapun didarat atau pun diudara bisa memiliki mata yang keranjangnya lebih banyak dari pada Profesi Pelaut. Kurangnya informasi tentang dunia kepelautan saat ini kadang orang mengangap profesi Pelaut adalah Profesi yang bermandikan dolar, dan ini mungfkin salah satu penyebab pelaut dijuluki dengan istilah negatif tersebut. Sebagai mantan Pelaut yang saat ini aktif di organisasi profesi Indonesian Seafarers Communication Forum (ISCF) dan dipercayakan oleh anggota untuk memegang jabatan sebagai Sekertaris Jenderal saya ingin membuka sedikit wawasan public khususnya masyarakat Indonesia untuk sedikit mengenal seluk beluk Profesi yang satu ini. Perjuangan untuk menjadi pelaut tidaklah mudah karena untuk menjadi seorang pelaut harus memenuhi aturan-aturan dan regulasi yang bukan cuma ditentukan oleh instansi pemerintahan dalam negeri dalam hal ini departemen perhubungan tetapi juga harus memenuhi atauran dan regulasi Internasional yang dikeluarkan International Maritime Organization (IMO). Perjuangan dimulai dengan melengkapi dokumen dan sertifikat pelaut tergantung dari jabatan dan kapal apa yang menjadi tujuan tempat bekerja. Jabatan Pelaut dikatagorikan dalam beberapa katagory: 1. Perwira Navigasi (Captain, Chief Officer, 2nd Officer, 3rd Officer dll) disebut juga dengan Deck Officer 2. Perwira Mesin (Chief Engineer, 2nd Engineer, 3rd Engineer, dll) disebut juga dengan Engine Officers 3. Deck Ratings (OS, AB, Bosun, Steward, Cook, dll) 4. Engine Ratings (Wiper, Oiler, Fitter, Foreman Engine, dll) 5. Cruise Ship Crew (Waiter, Cabin Steward, House Keeping Cleaner, Galley Stewards, dll) Untuk menjadi perwira Navigasi (Deck) dan Perwira Mesin (Engine Officer) harus mengikuti pendidikan di Sekolah Tinggi Pelayaran atau Akademi Pelayaran dengan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Untuk Rating diwajibkan memiliki sertifikasi yang dimulai dari Basic Safety Training, SCRB, Sertifikat Watch Keeping, dan lain-lainya yang memankan waktu dan biaya yang tidak sedikit pula. Untuk Cruise line crew biasanya diwajibkan harus lulus setidaknya Diploma 1 perhotelan atau pelatihan perhotelan yang setara denga Diploma satu, dan juga harus mengambil beberapa sertifikat kepelautan seperti BST, SCRB, Crisis and Crowd management, dll. Aturan sertifikasi Pelaut merupakan regulasi internasional yang disebut STCW (Standard of Training, Certifications and Watch Keeping) dan saat ini dibelakukan STCW 2010 yang disebut juga dengan amandemen Manila. Pertanyaannya adalah apakah setelah melengkapi sertifikasi dan dokumen sebagai syarat menjadi pelaut, pelaut bisa otomatis mendapatkan job yang diinginkan? jawabannya adalah Tidak, Calon pelaut harus berjuang untuk mencari perusahaan pelayaran yang memang bisa menerima mereka untuk menjadi crew kapal perusahaan pelayaran tersebut dan biasanya harus melalui Interview. Memang sudah merupakan Sipat orang Indonesia untuk menggunakan jalan Tol untuk mewujudkan mimpinya, dan istilah broker sudah tidak asing lagi dikalangan pelaut, ada memang sebagian yang beruntung, tapi banyak juga yang buntung dan menjadi korban penipuan broker-broker nakal. Setelah mendapatkan job yang diinginkan, bukan berarti masalah bisa selesai sampai disitu, Home Sick, Sea Sick (mabuk laut), Gaji yang Tidak Dibayar, merupakan permasalah-permasalahan yang bisa timbul jika Pelaut tidak cermat dalam memilih Perusahaan tempat ia bekerja. Memang jika dipandang banyak pelaut yang kelihatanya sukses dan hidup berlimpah dolar, namun janganlah memandang sebelah mata, karena untuk mewujudkan hal tersebut awalnya penuh dengan pengorbanan dan air mata. Mungkin istilah Pelaut Mata Keranjang saat ini harus sudah diganti dengan istilah Pelaut Pahlawan Devisa karena memang penghasilan pelaut yang bekerja diluar negeri bervariasi ada yang bisa mencapai US$ 500 perhari.. dan ada juga yang hanya mendapat US$ 500 perbulan, berapapun yang didapat itu merupakan devisa bagi negara kita Indonesia. Keep Move On Pelaut Indonesia Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Penulis. |
The Power Of Habit : Cerite ku di kabupaten/kota kecil “Terbiasa Suap-Menyuap” Posted: 08 Jan 2014 12:45 PM PST
Di kabupaten /Kota Hal ini tentu bukanlah menjadi rahasia umum lagi untuk masyarakat kabupaten kecil ini, berdasarkan Berita dari www.kerincinews.com mengabarkan bahwa salah seorang anak Wali Kota Secara terang-terangan melakukan lelang lulus Pegawai Negeri Sipil hal ini disampaikan oleh salah satu masyarakat yang ada di Kabupaten kecil tersebut setelah melakukan penawaran melalui via telepon, dan anak wali kota ini mengarahkan untuk tawar menawar bersama ajudan , tawaran mulai dari 100 Juta – 250 Juta , rekaman ada disini Ajudan yang ikut dalam sesi tawar menawar via telepon . rekemannya ada disini http://kerincitime.co.id/berita-utama/inilah-rekaman-percakapan-ajudan-ajb-dan-efendi-terkait-tarif-cpns-sungai-penuh-2.html. tentulah membuat saya yang tidak mampu ini geleng-geleng kepala.Bahkan Konon katanya kebiasaan tarif tersebut menjadi tarif Masuk Pegawai Negeri Sipil Termahal di Indonesia.
Emas Diuji dengan Api ( Manusia Diuji dengan Uang )
Si penerima Suap tentulah sudah menjadi Kebiasaan menerima uang Haram ini, kenapa tidak, hanya bermodalkan Bicara, Handphone, dan teman mereka akan mendapatkan uang dengan mudah dalam waktu yang relative singkat. Siapa yang tidak mau mendapatkan uang 80 juta atau 100 juta hanya dengan bermodalkan Handphone , apalagi diperparah sampai saat ini Polisi di Kabupaten/Kota kecil ini belum bisa melacak terlalu banyak para penerima suap ini, diperparah tidak ada kecendrungan masyarakat yang tidak ingin membawa masalah ini ke Polisi, Mereka beranggapan ini akan menjadi lebih parah lagi jika sudah sampai ke polisi, orang-orang di kabupaten.kota ini mengatakan jika masalah sudah sampai ke Polisi .maka "hutang kambing terbayar namun kita akan membayar hutang Kerbau". Maka dari itulah kebiasaan dari penerima suap ini terbentuk paradigma baru seperti berjualan baju saja, tawar Menawar,uang, dan jadi.jika gagal maka uang akan di kembalikan, jika Lulus maka akan ada acara kenduri bersama.
Ini cerita tentang kampung halaman ku, Apa Cerita Mu? salam dari Russia dibawah suhu - 13 Derajat Celcius Emaridial Ulza Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Penulis. |
Let me Introduce you to Herbalpreneur Posted: 08 Jan 2014 12:45 PM PST herlbalpreneur itu apa sih , herbalpreneur merupakan kombinasi kata herbal + entrepreneur agar lebih jelas bisa kita sebut herbalpreneur Herbal identik dengan dunia tumbuh-tumbuhan yang tidak berkayu atau jenis tanaman perdu. Dalam ilmu pengobatan, istilah herbal mempunyai pengertian yang cukup luas, yaitu segala jenis tanaman dan bagian-bagiannya yang yang mengandung beberapa bahan aktif yang dapat dipergunakan sebagai obat (therapeutic). lalu bagaimana dengan entrepreneur , menurut kamus bahasa indonesia entrepreneur adalah orang yang pandai atau berbakat mengenai produk baru, menentukan cara produksi baru ,menyusun oprasi untuk pengadaan produk baru,memasarkanya serta mengatur permodalan oprasinya. dan menurut beberapa pakar entrepreneur juga bisa diartikan orang yg menciptakan kemakmuran dan proses peningkatan nilai tambah melalui inkubasi gagasan memadukan sumberdaya dan membuat gagasan jadi keyataan sebagin orang mengangap berbisnis adalah urusan duniawi dan tidak ada kaitanya dengan ibadah , padalah dengan bisnis yang dijalankan dengan syariat islam yang benar bisnis kita akan bernilai ibadah dan bermanfaat didunia dan akhirat Dengan berbisnis herbal kita bisa memberikan manfaat kepada banyak orang akan pentingya kesehatan dan juga dapat memberikan kemudahahan bagi masyarakat untuk kebali ke alam , karena pengobatan dengan herbal sudah banyak dicontohkan oleh Nabi Muhammad sebagai pengobatan yang benar2 menyembuhkan sangat banyak manfaat dalam bisnis herbal ini sehingga kita berharap akan banyak para entrepreneur yang terjun untuk memajukan bisnis herbal di indonesia bisa menjadi komoditas dunia yang diperhitungkan www.istana-herbal.com Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Penulis. |
Merendahkan dan Meninggikan Diri Di Kompasiana Posted: 08 Jan 2014 12:45 PM PST Yap benar, diri bukan hati ^^ Bulan depan, genap dua tahun saya bergabung d komunitas maya ini, Kompasiana. Begitu banyaknya manfaat yang saya peroleh semenjak bergabung disini, rasanya mustahil meninggalkan etalase warga biasa ini (memakai istilah pendiri Kompasiana, Pepih Nugraha). Dua hal dari sekian banyak hal yang sangat menarik yang saya temukan disini, yaitu merendahkan diri dan meninggikan diri di Kompasiana. Merendahkan Diri di Kompasiana Maksud saya begini, merendakan diri ini telah dilakukan oleh orang-orang atau tepatnya Kompasianers yang dalam kehidupan sehari-hari biasanya berada atau bersosialisasi diantara orang yang "tinggi-tinggi", semisal pejabat negara yang sebagaimana telah kita ketahui bersama, umumnya relatif sulit berinteraksi dengan kita-kita warga biasa dalam realita, ya kan? :D Atau Kompasianers yang biasanya berada di komunitas orang yang berada alias kaya raya. Biasanya sih yang keg gini orang-orang yang hidup atau tinggal di apartemen mewah dan kompleks elit seperti Beverly Hills…#eh… :P ya juga kan? :D Mereka semua jadi warga biasa di sini… Jadi, pengertian merendahkan diri disini bukan berarti menghinakan diri yah, malah sebaliknya yaitu memuliakan diri melalui Kompasiana, berinteraksi dan saling berbagi informasi yang bermanfaat dengan siapa saja dan tidak memandang status sosialnya, hal yang mulia dan sangat manusiawi sekali bukan? Meninggikan Diri Di Kompasiana Nah, yang ini juga, bukan berarti menghinakan diri dengan cara sombong. Hal ini untuk kita-kita yang dalam kehidupan sehari-hari kurang atau bahkan tidak dianggap karena status sosial dan ekonomi kita para hmm… misalnya buruh kasar harian dan "inang-inang parengge-rengge" yang menghamparkan dagangan rempah-rempahnya di atas tanah di pinggir jalanan ^^ Nah, suara atau pemikiran Kompasianers ini di Kompasiana akan didengar oleh siapa saja termasuk yang "tinggi-tinggi" tadi melalui tulisan-tulisannya bukan? Kemungkinan besar akan sangat bermanfaat, khususnya bagi mereka yang tinggi-tinggi itu karena mereka memperoleh informasi yang rasanya mungkin sulit mereka dapatkan dari kehidupan sehari-harinya. Akhir kata, merendahkan + meninggikan = rata. Semuanya rata di sini, di Kompasiana, tidak memandang status sosial dan ekonominya. Semuanya berhak mengemukakan hasil pemikiran dan pengalamannya, tentunya sepanjang berada di dalam koridor undang-undang yang telah ditetapkan oleh Pengelola Kompasiana ^^ Salam Hangat Sahabat Kompasianers, Para Warga Biasa…. [-Rahmad Agus Koto-] Catatan Saya sengaja tidak menyebutkan contoh-contoh orangnya, tahu sama tahu ajalah kita ya :D Artikel mengenai Kompasiana dari sudut pandang saya: Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Penulis. |
You are subscribed to email updates from Kompasiana To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
0 komentar:
Posting Komentar