Adsense Link 728 X 15;

Kompasiana

Posted by Sri Rejeki Minggu, 09 Februari 2014 0 komentar
Adsense Content. recommended 336 X 300

Kompasiana


Hidup…

Posted: 09 Feb 2014 11:28 AM PST

Kereta Api Indonesia

Posted: 09 Feb 2014 11:28 AM PST

REP | 10 February 2014 | 02:17 Dibaca: 0   0

1391973299395922938REVITALISASI KAI DEMI KENYAMANAN MASYARAKAT

Kereta Api merupakan salah satu transportasi favorit masyarakat Jakarta. Selain tarifnya ekonomis, kereta api adalah satu-satunya alat transportasi yang bebas hambatan di Jakarta. Para pengguna kereta api pun bisa lebih cepat sampai di tujuan ketimbang gunakan jasa angkutan umum lainnya.

Kondisi kereta api Jabodetabek tidaklah terlalu baik. Kapasitas angkut yang dimilikinya hanya bisa mencapai 600.000 penumpang per hari. Wajar jika masih ada beberapa permasalahan yang perlu dibenahi.

Ada beberapa kendala yang dihadapi pelayanan angkutan umum. Rendahnya frekuensi pelayanan, terbatasnya kapasitas angkut, maupun kurangnya kesadaran penumpang yang masih sering naik di atap kereta api. Tingginya angka kecelakaan kendaraan bermotor, terutama pada persilangan lintasan kereta api sebidang yang arus lalu lintasnya sangat padat.

Stasiun kereta api juga tidak steril sehingga, tinggi kebocoran pendapatan yang diperkirakan mencapai 30–50 persen. Kondisinya pun kumuh karena banyak pedagang asingan yang berjualan di dalam gerbong kereta. Belum lagi aksi para pengamen yang bukannya memberi hiburan, justru kerap membuat resah. Belum lagi ancaman para pencopet yang setia menanti kelengahan penumpang.

Sederet persoalan itulah yang mendorong revitalisasi di tubuh PT Kereta Api Indonesia (KAI). Revitalisasi memang menjadi suatu ebutuhan mutlak untuk dijalankan. Apalagi penumpang kereta api kian hari kian membludak. Alhasil, PT KAI mengeksekusi beberapa hal penting diantaranya: menata ulang wajah stasiun di Jabodetabek; penambahan armada; pemberlakuan e-ticketing, dan mulai mengomersilkan gerbong kereta untuk palcement iklan.
Mengeksekusi program revitalisasi pada sistem yang sudah mengakar, jelas merupakan sebuah pekerjaan besar. Apalagi yang direvitalisasi adalah sistem perkeretaapian nasional yang melibatkan para stakeholders yang sangat banyak dan beragam. Tak jarang protes yang mengalir dari warga sekitar dan penumpang, datang silih berganti.
13919733772138373929
Ambil saja contoh saat penertiban lapak dan kios di stasiun Duri yang diwarnai kericuhan. Petugas yang hendak membongkar lapak dilempari batu hingga suasana memanas. Begitu pula dengan pembongkaran paksa kios-kios di beberapa stasiun lainnya, seperti Pasar Minggu.

Beruntung PT KAI Commuter memiliki Makmur Syaheran sebagai Kepala Direktorat Layanan dan Usaha. Dalam program revitalisasi ini ia memiliki strategi yang jitu dengan membagi tim kerja menjadi lima kelompok. Diantaranya Tim penjualan/bisnis yang dikepalai Devri Bawinto; Tim Pelayanan Pelanggan yang dikepalai Mega Rusiandi; Tim Penjualan e-ticketing yang diketuai Eko Benhart, Tim Business Development yang pimpinan Rumi Jalil, dan Tim Corporate Communication dikepalai Eva Chairunisa.
13919734311282045191
Sukses revitalisasi PT KAI Commuter, menurut Makmur, tak terlepas dari kekompakan sekaligus kerja keras tim. "Ide bisa datang dari siapa saja. Bahkan petugas di lapangan sekalipun. Justru mereka yang sehari-hari berhadapan dengan penumpang yang paling tahu kondisi sebenarnya," tegasnya.

Tak heran, jika tugas turun ke lapangan bukanlah milik para staf dan personil di level service saja, melainkan juga kewajiban direktur seperti Makmur beserta para General Manager maupun Manager-nya. Bahkan dalam perjalanan pulang ke rumah masing-masing, para staf di level manager ke atas ini juga ditugasi memantau Commuter Line di rute perjalanan masing-masing ke kantor setiap hari.

Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Kompasianer (anggota Kompasiana) yang menayangkannya.Kompasiana tidak bertanggung jawab atas validitas dan akurasi informasi yang ditulis masing-masing kompasianer.

Rencana Atau Impian Sumut Tuan Rumah PON 2020

Posted: 09 Feb 2014 11:28 AM PST

Akhir-akhir ini media-media di Sumatra Utara khususnya banyak mengangkat tentang rencana Pemerintah Provinsi Sumatra Utara untuk menjadi tuan rumah PON pada tahun 2020 mendatang, awalnya yang terterah hanya rencana tunggal dari SUMUT saja namun terakhir yang saya baca dibeberapa media, SUMUT akan bekerja sama dengan Provinsi NAD untuk bersama-sama untuk menjadi tuan rumah pada PON tahun 2020. Ketika membaca hal ini sebagai masyarakat SUMUT sebagian orang merasa bangga, senang bahkan banyak yang tidak sabar menunggu tahun 2020 yang tinggal enam tahun lagi, namun ketika melihat kondisi SUMUT rencana ini seperti terlalu menggebuh-gebuh dan terkesan hanya sebagai angan-angan saja, hal ini dapat dilihat dari fasilitas olahraga di SUMUT yang sangat memprihatinkan dan bahkan dapat dinilai tidak memiliki standart, hal ini juga perna disampaikan oleh  anggota DPRD SUMUT Brilian Moktar dalam wawancara disebuah media elektronik yang mengatakan bahwa SUMUT hanya memiliki 60 % sarana olahraga namun seluruhnya tidak memiliki standart, dan Ia juga mengatakan hal ini perna dibahas oleh dispora dan koni namun hingga saat ini belum ada tindakan yang berarti dari pemerintah, selain itu Brilian juga menyesalkan pembangunan gedung serbaguna yang berdiri megah di Jalan Willem Iskandar/ jalan Pancing yang terkesan tidak sesuai harapa, karena awalnya gedung itu dibangun untuk kepentingan olahraga namun hingga saat ini belum perna ada iven olahraga yang diadakan di gedung ini.

Hal lain juga dapat dilihat di Stadion Teladan yang menjadi Stadion Kebanggaan kota medan, yang kondisinya cukup memprihatinkan, dibandingkan stadion yang ada di kota-kota lain seperti Solo, Pekan Baru, Palembang dan Bandung, stadion Teladan jauh tertinggal. Belum lagi rusaknya stadion karena dipergunakan untuk acara diluar olahraga. Sepeti yang terjadi taun lalu ketika stadion ini dijadikan sebagai tempat berlangsungnya acara keagamaan yang belibatkan banyak orang sehingga lapangan mengalami kerusakan dibeberapa bagian terutama lapangan, padahal pada tahun 2012 lalu lapangan rumput stadion teladan baru direnovasi dengan anggaran yang tidak sedikit. Hal ini juga disesalkan oleh pengurus PSSI SUMUT Syawal Rifai yang mengatakan mengapa fasilitas olahraga yang hanya satu-satunya di Medan rusak karena kepentingan diluar olahraga, padahal berulangkali peristiwa serupa terjadi.  Sayangnya, Dinas Pertamanan terkesan tak punya kekuatan untuk menolak tawaran uang sewa yang tidak seberapa jika dibandingkan dengan kerusakan yang terjadi. Untuk biaya maintenance saja, tak tertutupi apalagi membenahi lapangan.

Sebenarnya SUMUT bisa menjadi tuan rumah PON pada 2020 mendatang jika hal ini ditangani dengan serius dan sesegerah mungkin, tidak bertela-tele dan dengan beribu alasan, namun hingga saat ini realisasi yang nyata untuk menjawab rencana tersebut belum juga ada, jika hal ini terus seperti ini dan pembangunan pun terus diulur-ulur mungkin rencana sumut untuk menjadi tuan rumah PON pada 2020 mendatang hanya sebuah impian manis dan sebagai sebanggaan untuk diceritakan kepada generasi mendatang bahwa SUMUT perna berencana untuk menjadi tuan rumah PON.

Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Penulis.

Hati-hatilah dengan Robert Kiyosaki

Posted: 09 Feb 2014 11:28 AM PST

Masih ingat Robert T Kiyosaki? Tahun 2000an lalu pria Amerika keturunan Jepang ini sempat mengguncang dunia dengan bukunya rich dad poor dad dan cash flow quadrant. Ups..ternyata setelah saya google rupanya buku tersebut masih banyak dibicarakan hingga saat ini. Bahkan, berita terakhir kabarnya Kiyosaki mengajukan pailit atas salah satu perusahaannya karena menolak membayar kewajiban pada salah satu perusahaan yang telah membesarkan namanya. New York Post menyatakan bahwa Kiyosaki menolak membayarkan persentase keuntungan dari seminar-seminar yang diselenggarakan oleh Learning Annex.

Rich dad poor dad bercerita bagaimana dia mengisahkan ayahnya yang berpendidikan tinggi namun miskin dan ayah temannya, yang hanya tamatan SMA namun kaya raya. Ayah miskin selalu menasihati Kiyosaki untuk giat belajar, sekolah yang tinggi dan menjadi pegawai. Sebaliknya, ayah kaya mengajarkan agar anak-anaknya untuk mengambil risiko, membangun usaha dan menjadi investor setelah mereka lulus sekolah Dalam cash flow quadrant Kiyosaki membagi empat karakter orang dalam mendapatkan penghasilan. Di sisi kiri ada kuadran E (employee) dan S (self employee). Di sisi kanan atas B (business) dan bagian bawah I (investor). Intinya ia memberikan gambaran bagaimana kita bisa nergerak ke kuadran sebelah kanan.

Saat membaca buku tersebut sepuluh tahun lalu saya sempat tergoda. Profesi sebagai PNS tentu menempatkan saya di kuadran kiri atas, orang yang bekerja untuk orang lain. Saya sendiri mengenal Kiyosaki setelah mendapat pinjaman dari rekan seangkatan saya yang juga terobsesi untuk berpindah dari E ke I. Konon saat kita berada di I maka saat itu kita bisa mencapai kebebasan finansial. Saat itu pula kita bisa pensiun dini dan menikmati hidup. Hmmmm siapa yang tak tergoda ya.

Kuadran B ditempati oleh orang-orang yang memiliki bisnis. Ia bisa mendapatkan penghasilan dari orang-orang yang bekerja kepadanya serta membangun sebuah sistem. Sehingga, meski ia sedang berlibut aliran uang tidak berhenti. Orang-orang yang berada di kuadran I adalah orang-orang yang berinvestasi sehingga uang diibaratkan bisa bekerja sendiri dan terus bertambah.

Karena buku itu pula lah saya pernah mencoba bisnis kecil-kecilan meski akhirnya gulung tikar. Secara mental saya memang belum siap. Selain karena mungkin niat yang masih setengah-setengah.

Entah dalam buku yang mana dari kedua buku tersebut, Kiyosaki menceritakan bagaimana ia jatuh bangun untuk membangun bisnisnya. Katanya, pernah suatu ketika ia tidak memiliki uang sepeserpun. Bahkan sekedar untuk makan karena usahanya yang bangkrut.

Kabarnya, kedua buku ini sangat menginspirasi banyak orang di Indonesia untuk beralih kuadran ke B dan I. Banyak yang berhasil meski tak sedikit pula yang gagal. Jatuh miskin dan menjadi pengangguran. Mereka berani mengambil keputusan untuk keluar dari pekerjaanna yang sudah mapan dan menggunakan tabungannya untuk membangun bisnis. Bagi yang tidak siap mental, banyak yang akhirnya kembali ke kuadran E setelah jatuh. Mungkin karena salah perhitungan, pengalamanan yang kurang, tidak memahami strategi bisnis atau menjadi korban penipuan.

Dari cerita pelayanan dinas sosial Australia yang lalu, ada benang merah yang menyambungkannya dengan cerita Kiyosaki ini. Keberanian Kiyosaki untuk jatuh bangun atau bahkan berani tidak memiliki satu sen pun harus dilihat dari konteks Amerika. Ini tentu sangat berbeda dengan konteks ke-Indonesia-an. Hal ini lah yang baru saya pahami setelah hidup di sini.

Amerika dan kebanyakan negara-negara maju adalah negara yang dibangun dengan konsep welfare state. Menurut mbah Wiki, welfare state adalah sebuah konsep dimana negara memeliki peran kunci dalam memberikan proteksi dan menumbuhkan sosial ekonomi masyarakatnya. Hal ini didasarkan pada prinsip kesetaraan kesempatan, pemerataan kekayaan, dan tanggungjawab publik bagi mereka yang tidak mampu memiliki kehidupan yang layak. Walfare state menjalankan pola transfer dana dari negara kepada penyelenggara layanan, misalnya pelayanan kesehatan dan pendidikan, ataupun langsung diberikan kepada individu. Tipikal dari walfare state ini adalah penerapan pajak progresif dan tentu saja tarif pajaknya sangat tinggi dibandingkan dengan Indonesia. Nantinya, pajak individu inilah akan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran seperti di atas. Pola ini diyakini dapat mengurangi kesenjangan antara si kaya dan si miskin.

Pemerintah Indonesia mengalokasikan dana untuk pendidikan dan kesehatan, tapi tidak untuk langsung diberikan ke Individu. Kecuali BLT yang katanya sebagai dampak kenaikan harga BBM. Sayangnya, meski alokasi untuk pendidikan dan kesehatan cukup besar, kualitas sekolah negeri kita masih jauh dari harapan. Belum lagi, beberapa pemerintah daerh belum menggratiskan pendidikan dasar dan menengah.

Artinya, tidak memiliki satu rupiah di Indonesia sangat berbeda konteksnya dengan tidak memiliki satu sen pun di Amerika. Tidak memiliki satu rupiah bisa berarti banyak. Tidak memiliki satu rupiah berarti tidak bisa menyekolahkan anak, apalagi sekolah di tempat yang bagus. Tidak memiliki satu rupiah berarti dilarang sakit. Tidak memiliki rupiah juga berarti tidak makan. Tidak memiliki rupiah juga berarti tidak bisa mengembangkan diri.

Tentu berbeda dengan negara-negara yang mengadopsi konsep welfare state. Sebagaimana dalam grafik yang saya paparkan dalam tulisan saya sebelumnya, Australia menganggarkan sekitar 35% untuk welfare security and welfare, 15% untuk kesehatan dan 7% untuk pendidikan. Artinya, tidak memiliki satu dolar di negara ini tetaplah bisa menyekolahkan anak di public school dengan fasilitas yang memadai karena pendidikan gratis hingga tingkat SMA. Tidak memiliki satu dolar di negara ini tetap bisa makan karena negara memberikan tunjangan bagi para pencari kerja. Tidak memiliki satu dolar di negara ini masih bisa menitipkan anak di child care yang baik karena negara memberikan subsidi pembayaran. Dan banyak tunjangan-tunjangan lainnya yang diberikan oleh pemerintah. Hal ini tak jauh berbeda dengan Amerika. Berdasarkan data yang saya peroleh dari mbah wiki anggaran untuk sosial security mencapai 22%.

Jadi, menjadi Robert Kiyosaki di Amerika lebih mudah dari pada di Indonesia. Kalaupun usaha bangkrut dan semua harta benda habis, kita masih bisa menyekolahkan anak. Kita masih bisa makan karena pemerintah siap membantu dengan tunjangan-tunjangan. Kita juga masih bisa mengembangkan diri karena negara menyediakan perpustakaan dengan kualitas bagus di banyak tempat.

Membaca buku Kiyosaki tanpa memperhatikan konteks ini tentu bisa memberikan pemahaman yang keliru dan berdampak banyak jika tidak siap. Anak-anak terlantar karena usaha orang tua bangkrut adalah salah satu akibat yang sangat mungkin muncul. Apalagi, kalau orang tua tidak tahan banting. Menerapkan ajaran Kiyosaki butuh perubahan mindset secara total. Termasuk mempersiapkan anak-anak untuk menghadapi kondisi paling buruk. Karakter seorang E yang terbiasa mendapat gaji bulanan dan tidak terbiasa beresiko perlu komitmen yang kuat untuk berpindah kuadran. Tentu saja, harus juga diiringi dengan pemahaman dan pengetahuan bisnis yang baik untuk menjadi seorang pebisnis. (Bersambung)

Baca juga:

http://birokrasi.kompasiana.com/2014/02/05/krisis-customer-service-dinas-sosial-australia-629660.html

http://birokrasi.kompasiana.com/2014/01/30/menengok-pelayanan-publik-pemda-di-australia-628245.html

http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2014/01/29/belajar-kegagalan-venezuela-dan-keberhasilan-singapura-628096.html

Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Penulis.

Pengumuman CPNS Honorer K2

Posted: 09 Feb 2014 11:28 AM PST

OPINI | 10 February 2014 | 02:10 Dibaca: 3   Komentar: 0   0

Tentunya banyak sekali tenaga honorer yang menanti-nanti pengumuman ini. Hampir di seluruh honorer K2 di seluruh Indonesia menantikan Pengumuman CPNS K2. Hal ini karena menyangkut nasib mereka sebagai pegawai negeri sipil yang selama ini diharapkan.

Sesuai yang disampaikan Menpan bahwasannya pengumuman akan diumumkan pada tanggal 10 Februari 2014. Setelah sebelumnya mengalami penundaan pengumuman, banyak pihak yang menyayangkan kejadian ini. Pengunduran pengumuman CPNS Honorer K2 ini menimbulkan banyak teka teki dan pertanyaan yang timbul dari banyak pihak. Masalah pengunduran pengumuman nya panitia penerimaan CPNS Honorer K2 berasalan bahwa banyak LJK yang tidak bisa di baca komputer sehingga diperlukan pengecekan ulang.

Tentu berbagai pihak berharap proses rekrutmen CPNS Honorer K2 ini berjalan secara jujur dan transparan. Banyak tenaga honorer yang sudah berkorban mengabdi berpuluh puluh tahun terhadap lembaganya. Jangan sampai Pemerintah membuat kecewa para tenaga Honorer ini dengan menciderai proses seleksi CPNS. Bagaimanapun hasilnya pasti semuanya akan menerima dengan lapang dada jika proses yang dilakukan secara jujur serta transparan.

Untuk melihat langsung Pengumuman CPNS Honorer K2 bisa langsung anda kunjungi pada website www.menpan.go.id. Kendala teknis disebut-sebut sebagai alasan penundaan pengumuman hasil ujian CPNS honorer K2. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), Azwar Abu Bakar menyebut perlunya perundingan khusus oleh pemerintah terkait kelulusan tes. Ini disebabkan karena tidak semua tenaga honorer memenuhi kriteria yang ditetapkan.

Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Penulis.

Siapa yang menilai tulisan ini?

-

“Putra Sakti Indonesia”

Posted: 09 Feb 2014 11:28 AM PST

Banyak diantara temen-temen gue yang menjelang pemilu nanti mulai asik ngomong tentang politik. Entah lagi musimnya atau mereka mulai sadar kalo politik itu salah satu cara memacu adrenaline, tapi yang pasti banyak tipe materi yang mereka bahas. Mulai yang paling standar "siapa yang bakal lu pilih jadi presiden sampe dengan opini mau pilih salah satu bakal calon presiden karena ramah dan eksis, yang terbukti dengan sering twitteran dan sering komen tentang artis" . Membahas tentang politik, dalam hal ini khususnya pemilu, bagi kita para angkatan 90 an sebenarnya bukan hal yang terlalu istimewa, karena pada dasarnya poitik itu lahir untuk semua orang. Semua generasi. Dan semua yang memiliki suara karena pada kamus besar politik kurang lebih berarti pengambilan keputusan.

Menjadi agak istimewa untuk generasi 90an asik dengan politik karena pada masa ini,generasi 90an terlalu banyak melihat politik yang begitu rumit, suram, gelap, dan kurang atraktif. Kalah atraktif dengan persaingan iphone dan android. Dari sekian temen diskusi itu salah yang bikin gue tertarik adalah banyaknya orang-orang yang mau ngelamar jadi presiden. Ngelamar gebetan aja susah apa lagi presiden. Nggak sedikit dari mereka berkomentar heran banyak yang mau jadi presiden. gue pun ikut komentar seperti ini,

Sesuai dengan hukum alam, semakin mudah dan besar untung suatu profesi semakin banyak yang mengidamkannya. jadi dapat dikesankan atau terkesankan atau apalah istilahnya, "profesi jadi presiden itu gampang broh, lebih gampang dari pada profesi jadi jadi jomblo yang harus menyatakan keadaan bahaya tiap malam minggu."

Efek dari banyaknya "Putra Sakti Indonesia" yang mau ngelamar menjadi presiden adalah bukan hanya profesi presiden itu terlihat sepele tapi kesan kalap jabatan semakin menjadi. Padalah abis melihat kerja semisal kang Emil, koh Ahok, dan tentu aja Indonesian idol, pak de Wi, kayaknya ribet banget  deh jadi pemimpin, yang mesti ngatur sekian banyak perut. Jadi pemimpin di provinsi aja ribet apalagi jadi presiden. Tapi kok bisa-bisanya masih banyak yang ngelamar jadi presiden dengan CV dan Portofolio yang awsem bagi diri mereka sendiri.

Balik lagi, para "Putra Sakti Indonesia" ibarat tanpa rem kopling gigi satu, berlomba mengeluarkan ilmu kanugarannya. Seakan tidak melihat aturan bahkan terkesan brutal. Memang sih dalam undang-undang semua warga negara bumi nusantara berhak untuk menjadi presiden, tapi kan… ya sudah lah. Belum lagi para "Putra Sakti Indonesia" ini bersama kereta kencananya(baca parpol) melakukan Branding advertisingnya. Ada bilang perduli negara dan pendidikan dengan bikin kuis lah, ada dengan main sinetron, main twitter, ngajak dangdutan, ikut bintang iklan, bikin puisi, bikin lagu, bikin galau.  Memang merupakan hak mereka untuk menjual diri masing masing, tapi alangkah lebih elegannya saat mereka menjual diri sebagai pelayan bukan sebagai raja. Menjual praktek dari pada teori. Menjual jadi guru dari pada pesulap sakti.

Kita sebagai generasi 90an bukannya malas dengan "om om sakti" tersebut, tapi kita sudah terlalu banyak melihat orang pintar dan sakti, yang kita butuhkan itu guru, teladan yang bisa membuat kita melihat politik seperti produk Apple, menyenangkan dan menggairahkan. Lagian bukan sial kita lahir di negara berkembang  dengan politik seperti ini, dimana sedang berjalan untuk finish menjadi negara maju. Bukan sial kita juga sebagai generasi 90an yang melihat politik seperti Dementor, lebih banyak menyiksa dari pada melindungi.

Terakhir, sepertinya memang jika keadaan dimana semua putra sakti itu masih asik saling adu kesaktian, jalan untuk maju finish mungkin perlu beberapa putaran lagi.

nb. ditulis saat MU gagal menang lagi.shit.

Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Penulis.

Adsense Content. bottom of article

0 komentar:

Posting Komentar