Kompasiana
Kompasiana |
- Mengukur Lahan, Pilih Teodolit atau Tali?
- SAJAK SENGGAMAH
- Republik “Genjer Genjer”
- HUKUM HIBURAN DAN PERMAINAN (Nyanyian, Orkesan, Musik, Tarian, Ludruk, Wayang,dll)
- Kepada Malam
- APA YANG TERJADI PADA INDONESIA JIKA INDONESIA TIDAK MELAKUKAN IMPOR?
Mengukur Lahan, Pilih Teodolit atau Tali? Posted: 05 Feb 2014 12:29 PM PST Beberapa hari yang lalu, saya mendapat telpon dari abang saya yang bekerja sebagai asisten di salah satu perkebunan sawit milik swasta. Ia mengatakan bahwa ada orang mau menjual lahan sawitnya di Bandar Pulau seluas 30 hektar, dengan harga nett Rp.2,1 M. Umur tanaman sawit 7 dan 10 tahun Saya langsung buka fitur kalkulator di hp android saya. Hitung punya hitung, harga lahan sawit itu termasuk sangat murah. Hanya rp.70 juta/hektar. Tak sampai rp.3 juta/rante. Bandingkan dengan harga lahan sawit di daerah saya yang sudah mencapai rp.15 juta/rante. Dua hari kemudian, saya meluncur menengok ke lokasi. Dengan menunggang kuda besi, dalam waktu 3 jam saya sampai ke tempat tujuan. Hawanya sedikit sejuk, dengan latar belakang pemandangan Bukit Barisan yang tampak memukau di kejauhan. Beberapa truk mini 4WD dengan roda-roda perkasa berlalu lalang melansir TBS. Ternyata tofografi lahan tersebut lumayan bergelombang. Buat saya yang biasa hidup di dataran tendah, kondisi permukaan tanah pada lahan sawit ini cukup menakjubkan, sekaligus menantang. Pantas saja ditawarkan dengan harga super murah. Padahal status tanah sudah bersertifikat BPN. Abang saya menerangkan bahwa tanah itu saat diukur orang BPN, diukur dengan teodolit (biasa disebut tenol), luasnya adalah 30 hektar. Tapi bila diukur manual dengan sistim tarik tali, maka bisa jadi hampir 35 hektar. Lho, kok bisa? Rupanya, kalau dengan tenol, maka yang diukur adalah murni titik kootdinat horizontal titik-titik sudut tanah pada lahan itu. Sedangkan kalau kita mengukur dengan sistim tarik tali, maka kita akan mengukur mengikuti kontur permukaan tanah. Artinya, kita mengikuti bentuk lembah dan bukit yang ada. Karenanya, luas tanah jadi seolah tambah melebar. Nah, masalahnya, ketika menanam tanaman, apakah jarak tanam mengikuti rumusan 'tenol', atau titik tanam ditentukan hanya dengan mengukur manual pakai tali atau pita meteran? Menurut pengamatan saya, sebagian besar petani, dan juga pihak perkebunan, menentukan jarak tanam hanya dengan sistim manual. Maka tidak heran jika pada lahan yang bergelombang, jumlah tanaman jadi lebih banyak. Untuk tanaman kelapa sawit, bisa bertambah sampai 10 pohon per hektar lahan. Apakah ini akan berpengaruh pada produksi nantinya? Ternyata tidak juga. Nyatanya hasil rerata tonase TBS (tandan buah segar) sawit yang dihasilkan sama saja dengan hasil perhektar dari lahan berkontur rata dengan jumlah pohon lebih sedikit. Proses fotosintesa mungkin menjadi kuncinya. Foto : http://jjwidiasta.files.wordpress.com/2011/07/topobone2.jpg http://eciputra.com/foto_produk/small_2nikon%20forestry%20550.jpg https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjMUW4aJI8C8U1xd6Up-l4i6dX8PgohPBndqPRN6Y5b5Cf5o3oQdd3l1xljQ8QQlpLGmiVSCsRwcJbj-vJ_9xtgWI9Y5baOjf8SS-9fPgjM3Kof2Zqb9UAoIybWdplMhUrLOaXVYEBHFOM/s1600/Untitled.jpg Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Penulis. |
Posted: 05 Feb 2014 12:29 PM PST |
Posted: 05 Feb 2014 12:29 PM PST Nyoto, seorang seniman terkenal Lekra, pernah singgah di Banyuwangi. Kemudian ia disuguhi oleh lagu Genjer Genjer yang terkenal di sana oleh seniman di sana. Nyoto pun sontak terkesima. Maka semenjak tahun 1962, lagu itu menjadi terkenal di Indonesia hingga datangnya Orde Baru. Lagu ini diciptakan oleh seorang seniman Banyuwangi M. Arief yang merefleksikan penderitaan rakyat Banyuwangi yang rela memakan daun genjer (limnocharis flava) di masa pendudukan Jepang. Mungkin bisa disejajarkan dengan musik-musik Blues di Amerika Serikat akhir abad 19 gubahan yang merepresentasikan rintihan parau kehidupan masyarakat kulit hitam di kala itu. Namun dengan genre berbeda, lirik parau bercampur arasemen merdu ini menjadi ikon nasional yang secara garis besar mewakili kondisi rakyat Indonesia masa itu. Tidak heran jika lagu Genjer Genjer dianggap sebagai lagu PKI. sematan "PKI" ini pula yang menyebabkan Genjer Genjer diharamkan untuk diputar semenjak Orde Baru selama kurang lebih 40 tahun. Di tengah prahara perpolitikan Indonesia dewasa ini, masyarakat kita sedang menonton. Sebuah teater politik di peragakan para politisi yang sedang dimabuk kekuasaan. Adalah rakyat yang kembali harus dicocor dengan harapan-harapan abal-abal beratasnamakan RealPolitik. Semenjak pakto (Paket Oktober) 1988, Indonesia sudah tersandera. Liberalisasi sektor ekonomi yang tidak kepalang memuncak hingga krisis moneter tahun 1998. Bank-bank pun berguguran. Negara Indonesia kini menghadapi dua pilihan; Bangkrut, atau meminjam suntikan dana IMF. Dan sudah ditebak apa yang dilakukan presiden Soeharto masa itu. Indonesia berhutang pada IMF sebesar $60 Miliar. Hingga kini, tugas pemerintah adalah melakukan percepatan ekonomi demi menutup angka merah yang berasal dari pinjaman ini. Belum lagi diperkeruh dengan Bantuan Likuiditas yang diterbitkan oleh BI, dikenal dengan BLBI kepada 48 bank di Indonesia yang sarat kontroversi. Angkanya tidaklah sedikit, yakni sekitar 147 triliun. Ditambah lagi dengan kasus Century yang menjadi perbincangan hangat di masa kini. Lalu bagaimana dengan rakyat Indonesia dari Sabang hingga Merauke? Itulah dia, penonton. Kita menjadi korban permainan kekuasaan. Disaat para elit bergelimang harta, para selebriti memamerkan kemewahannya, dan para korporat bertangan gurita, masyarakat kita tetap setia menjadi para penonton bisu. Indonesia bukanlah panggung Broadway yang pernah menayangkan drama-drama yang memesona dan penuh gegap gempita seperti Irene atau Ligthnin'. Namun panggung pentas sendu yang terwakilkan oleh daun-daun Genjer, menyaingi simponi Requiem-nya Mozart yang dingin dan suram. layaknya Daun Genjer, Masyarakat Indonesia selama ini hidup di tengah kekayaan sumber daya namun hidup dalam kemiskinan. Daun genjer, bersama nasi aking adalah perlambangan nestapa nasional yang telah tersisipkan di dalam arsip kebudayaan kita. Sebuah semboyan arkhaik yang tetap bergulir sepanjang waktu dan semakin lama dirasakan semakin perih walau sebatas sejarah. Tibalah masa generasi bangsa di abad 21 ini untuk sadar akan nasib bumi pertiwi demi mengembalikan api revolusi yang kala itu berkobar-kobar menyinari dunia melalui KAA dan KTT Non-Blok. Api yang menginspirasi berbagai bangsa demi menemukan arti semangat kebangsaan dan berdikari. Diharapkan generasi bangsa Indonesia sekarang menjadi pelakon aktif yang dipersenjatai dengan ruh nasionalisme sehingga tidak lagi berakhir sebagai penonton pagelaran "Republik Genjer Genjer". Dan bagi generasi tua, saya hanya bisa berkata, "Selamat menonton Republik Genjer Genjer." Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Penulis. |
HUKUM HIBURAN DAN PERMAINAN (Nyanyian, Orkesan, Musik, Tarian, Ludruk, Wayang,dll) Posted: 05 Feb 2014 12:29 PM PST HUKUM HIBURAN DAN PERMAINAN (Nyanyian, Orkesan, · Pendahuluan Adapun permainan dikategorikan dengan istilah " La'bun " yaitu segala hal yang dapatmenyibukkan seseorang tanpa ada manfaatnya sama sekali terhadap keadaan diri ataupun hartanya. Hal ini diterangkan di dalam kitab Tafsir al-Showi juz 04 hal. 119: ﺍَﻟﻠَّﻌْﺐُ ﻣَـﺎﻳُﺸْﻐِﻞُ ﺍْﻻِﻧْﺴَـﺎﻥَ ﻭَﻟَﻴْـﺲَ ﻓِﻴْـﻪِ ﻣَﻨْﻔَﻌَﺔٌ ﻓِﻲْ ﺍﻟْﺤَـﺎِﻝﻭَﺍْﻟﻤﺎَﻝِ ﻭَﺍﻟﻠَّـﻐْﻮُ ﻣَـﺎ ﻳُﺸْﻐِﻞُ ﺍْﻻِ ﻧْﺴَـﺎﻥَ ﻋَﻦْ ﻣُﻬِﻤَّـﺎﺕِ ﻧَﻔْﺴِـﻪِ( ﺍَﻟﺼَّـﺎﻭِﻱْ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﺠَﻼَ ﻟَﻴْـﻦِ ﻓِﻰْ ﺗَﻔْﺴِﻴْـﺮِ ﻗَﻮْﻟِـﻪِ ﺗَﻌـَﺎﻟﻰَ ﺍﻧَِّـﻤَﺎﺍﻟْﺤَﻴـَﺎﺓُ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴـَﺎ ﻟَﻌِﺐٌ ﻭَﻟَـﻬْﻮٌ) · Hukum Hiburan dan Permainan a. Haram Mereka menafsirkan lafadz Lahwal Hadits (perkataan yang tidak berguna) ini dengan arti nyanyian, tetapi menurut Ibnu Hazm pendapat tersebut ditentang oleh para sahabat dan tabiin yang lain. · Ada sebagian ulama memberi hukum haram pada hiburan dan permainan (Nyanyian, Musik, Tarian, Ludruk, Wayang dll) dengan landasan dalil hadits di bawah ini: ﺍَّﻥِ ﺍﻟﻠﻪ َﺗَﻌٰﺎﻟﻰَ ﺣَـــــﺮَّﻡَ ﺍﻟْﻘَﻴْﻨَﺔَ ( ﺍَﻯْ ﺍَﻟﺠْﺎَﺭِﻳَّﺔُ ) ﻭَﺑَﻴْﻌِﻬَﺎﻭَﺛﻤَٰﻨِﻬَﺎ ﻭَﺗَﻌْﻠِﻴْﻤِﻬَﺎ Artinya: Sesungguhnya Allah telah mengharamkan al-Qoinah (penyanyi wanita/budak wanita yang menghibur), haram menjual belikannya, haram uang hasil darinya dan haram mengajarkanya. Dalam Ihya' ulumuddin hal 1148 Imam Ghozali menafsiri hadits di atas bahwa yang dimaksud perkataan Qoinah ialah budak perempuan yang menyanyi untuk laki-laki di tempat minum-minuman (semacam bar atau club malam/dugem) atau nyanyian budak wanita di depan majikannya atau orang lain. · Al-Qadhi Abu Bakar Ibnu Arabi berpendapat dalam kitab Al-Ahkam "Tidak ada sesuatu pun dalil yang sahih dalam mengharamkan nyanyian." Demikian pula yang dikatakan Imam Ghazali dan Ibnu Nahwi dalam kitab al-'Umdah. Ibnu Thahir juga berkata, Tidak ada satu pun huruf yang sahih mengenai masalah ini. b. Makruh ﺣَﺪَﺛَﻨَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪِ ﺑْﻦِ ﻣَﺤْﻤُﻮِﻳَّﻪْ ﺍَﻟْﺠَﻮْﻫَﺮِﻱُّ ﺍَﻷَﻫْﻮَﺍﺯِﻱُّ ،ﺣَﺪَﺛَﻨَﺎ ﺣَﻔْﺺٍ ﺑِﻦْ ﻋُﻤَﺮُﻭ ﺍﻟﺮَّﺑَّﺎﻟِﻲْ ، ﺣَﺪَﺛَﻨَﺎ ﺍْﻟﻤُﻨْﺬِﺭُ ﺑْﻦُﺯِﻳَﺎﺩٍ ﺍﻟَﻄَّﺎﺋِﻲُّ ، ﻋَﻦْ ﺯَﻳْﺪٍ ﺑْﻦِ ﺃَﺳْﻠَﻢْ ، ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻴْﻪِ ، ﻋَﻦْ Al-Mu'jam al-Ausat li at-Thobroni juz 12 hal 463 (versi Maktabah Syamilah) · Imam Al-Qaffal, Al-Rauyani dan Abu Mansur berpendapat bahwa hiburan dan permainan seperti tari-tarian berirama hukumnya makruh tidak sampai haram dengan alasan bahwa hal ﻭَﻝَﻧَﺬْﻛُﺮُﻣـَﺎﻟِﻠْﻌُﻠَﻤـَﺎﺀِ ﻓِﻴـْﻪِ ﺍَﻱْ ﻓِﻲ ﺍﻟـَّﺮﻗْﺺِ ﻣِﻦْ ﻛَﻼَﻡِﻓَﺬَﻫَﺒَﺖْ ﻃَﺎِﺋـﻔَﺔٌ ﺍِﻟﻰَ ﻛَﺮَﺍﻫَﺘِـﻪِ ﻣِﻨْﻬُﻢْ ﺍَﻟْﻘَﻔَّـﺎﻝُ ﺣَـﻜَﺎﻩُﻋَﻨْﻪُ ﺍﻟَﺮَّﻭْﻳـَﺎﻧِـﻲْ ﻓِﻲ ﺍْﻟﺒَﺤْﺮِ. ﻭَﻗَـﺎﻝَ ﺍَﻻُﺳْﺘـَﺎﺫُ ﺍَﺑـُﻮْﻣَﻨْﺼُـﻮْﺭ ﺗُﻜَﻠِّﻒُ ﺍَﻟـَّﺮﻗْﺺُ ﻋَﻠﻰَ ﺍْﻹِ ﻳْﻘـَﺎﻉِ ﻣَﻜْﺮُﻭْﻩٌﻭَﻫٰـﺆُﻻَﺀِ ﺍِﺣْﺘَﺠُـﻮْﺍ ﺑِﺎَﻧَّﻪُ ﻟَﻌِﺐٌ ﻭَﻟَـﻬْﻮٌ ﻭَﻫُﻮَ ﻣَﻜْﺮُﻭْﻩٌ . · Imam Ghozali berpendapat dalam kitabnya Ihya' Ulumuddin juz 02 bahwasanya nyanyian, orkesan dan sejenisnya adalah termasuk hiburan (Laghwun) yang dimakruhkan, serupa ﺍَ ﻟْﻐِﻨـَﺎﺀُ ﻟَـﻬْﻮٌ ﻣَﻜْﺮُﻭْﻩٌ ﻳُﺸْﺒِﻪُ ﺍْﻟﺒـَﺎﻃِﻞَ ﻭَﻗَﻮْﻟِـِﻪ ﻟَـﻬْﻮٌﺻَﺤِﻴْﺢٌ ﻭَﻟَﻜِﻦَّ ﺍﻟﻠَّﻬْﻮَ ﻣِﻦْ ﺣَﻴْﺚُ ﺍَﻧَّﻪُ ﻟَـْﻬﻮٌ ﻟَﻴْﺲَﺑِـﺤَﺮَﺍﻡٍ ﻓَﻠَﻌْﺐُ ﺍْﻟﺤَﺒَﺸَﺔِ ﻭَﺭَﻗْﺼُﻬُﻢْْ ﻟَـﻬْﻮٌ ﻭَﻗَﺪْ ﻛَﺎﻥَﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْـﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻳَﻨْﻈُﺮُﺍِﻟَﻴْﻪِ ﻭَﻻَ ﻳَﻜْﺮَﻫُﻪُ ﺑَﻞِﺍﻟﻠَّّّـﻬْﻮُ ﻭَﺍﻟﻠَّـﻐْﻮُ ﻻَ ﻳـُﺆَﺍ ﺧِﺬُ ﺍﻟﻠﻪ ُﺑِﻪِ ( ﺍﺣﻴـﺎﺀ ﺟﺰ 2 ﻓﻰﺑﺎﺏ ﺍﻟﺴﻤـﺎﻉ ) · Menurut Qordowi, hiburan dan permainan (Nyanyian, Musik, Tarian, Ludruk, Wayang dll) hukumnya adalah ﺑﺎﻃﻞ apabila digunakan untuk sesuatu yang tidak ada faidah dan membuat ﻛُﻞُّ ﻟَﻬْﻮٍ ﺑَﺎﻃِﻞٌ ﺇِﺫَﺍ ﺷَﻐَﻠَﻪُ ﻋَﻦْ ﻃَﺎﻋَﺔِ ﺍﻟﻠَّﻪِ (ﺻﺤﻴﺢ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ353 ) Artinya : Setiap hiburan itu adalah batil apabila bisa melalaikan seseorang dari ketaatan kepada Allah. · Menurut riwayat Imam al-Baihaqi hukum nyanyian atau orkesan dan sejenisnya dihukumi makruh karena dapat menumbuhkan kemunafikan dalam hati. Diterangkan dalam kitab al- Sunan al-Kubro lii al-Baihaqi juz 7 halaman 931. (versi Maktabah Syamilah) ﻭَ ﺃَﺧْﺒَﺮَﻧَﺎ ﺍﺑْﻦُ ﺑِﺸْﺮَﺍﻥَ ﺃَﻧْﺒَﺄَﻧَﺎ ﺍﻟْﺤُﺴَﻴْﻦُ ﺑْﻦُ ﺻَﻔْﻮَﺍﻥَﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﺍﺑْﻦُ ﺃَﺑِﻰ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﻋَﻠِﻰُّ ﺑْﻦُ ﺍﻟْﺠَﻌْﺪِ ﺃَﻧْﺒَﺄَﻧَﺎﻣُﺤَﻤَّﺪُ ﺑْﻦُ ﻃَﻠْﺤَﺔَ ﻋَﻦْ ﺳَﻌِﻴﺪِ ﺑْﻦِ ﻛَﻌْﺐٍ ﺍﻟْﻤُﺮَﺍﺩِﻯِّ ﻋَﻦْﻣُﺤَﻤَّﺪِ ﺑْﻦِ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦِ ﺑْﻦِ ﻳَﺰِﻳﺪَ ﻋَﻦِ ﺍﺑْﻦِ ﻣَﺴْﻌُﻮﺩٍﻗَﺎﻝَ : ﺍﻟْﻐِﻨَﺎﺀُ ﻳُﻨْﺒِﺖُ ﺍﻟﻨِّﻔَﺎﻕَ ﻓِﻰ ﺍﻟْﻘَﻠْﺐِ ﻛَﻤَﺎ ﻳُﻨْﺒِﺖُﺍﻟْﻤَﺎﺀُ ﺍﻟﺰَّﺭْﻉَ ﻭَﺍﻟﺬِّﻛْﺮُ ﻳُﻨْﺒِﺖُ ﺍﻹِﻳﻤَﺎﻥَ ﻓِﻰ ﺍﻟْﻘَﻠْﺐِ ﻛَﻤَﺎﻳُﻨْﺒِﺖُ ﺍﻟْﻤَﺎﺀُ ﺍﻟﺰَّﺭْﻉَ. c. Boleh 4765 – ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﺍﻟْﻔَﻀْﻞُ ﺑْﻦُ ﻳَﻌْﻘُﻮﺏَ ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪُﺑْﻦُ ﺳَﺎﺑِﻖٍ ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﺇِﺳْﺮَﺍﺋِﻴﻞُ ﻋَﻦْ ﻫِﺸَﺎﻡِ ﺑْﻦِ ﻋُﺮْﻭَﺓَﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻴﻪِ ﻋَﻦْ ﻋَﺎﺋِﺸَﺔَ ﺃَﻧَّﻬَﺎ ﺯَﻓَّﺖْ ﺍﻣْﺮَﺃَﺓً ﺇِﻟَﻰ ﺭَﺟُﻞٍ ﻣِﻦْﺍﻟْﺄَﻧْﺼَﺎﺭِ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﻧَﺒِﻲُّ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻳَﺎﻋَﺎﺋِﺸَﺔُ ﻣَﺎ ﻛَﺎﻥَ ﻣَﻌَﻜُﻢْ ﻟَﻬْﻮٌ ﻓَﺈِﻥَّ ﺍﻟْﺄَﻧْﺼَﺎﺭَ ﻳُﻌْﺠِﺒُﻬُﻢْﺍﻟﻠَّﻬْﻮُ Dari hadits tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Nabi menginginkan seorang penyanyi yang dapat disuruh Nabi untuk menghibur kaum Anshar ketika Siti Aisyah menikahkan seorang gadis dengan pemuda anshar karena kaum anshar sangat kagum dan senang dengan nyanyian. · Diceritakan dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Nasa'i bahwa pada hari raya sahabat Abu Bakar berkunjung ke rumah Siti Aisyah untuk halal bi halal kepada Nabi SAW, ketika beliau masuk beliau menjumpai ada dua gadis di ﺃَﺧْﺒَﺮَﻧَﺎ ﺃَﺣْﻤَﺪُ ﺑْﻦُ ﺣَﻔْﺺِ ﺑْﻦِ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻗَﺎﻝَ ﺣَﺪَّﺛَﻨِﻲﺃَﺑِﻲ ﻗَﺎﻝَ ﺣَﺪَّﺛَﻨِﻲ ﺇِﺑْﺮَﺍﻫِﻴﻢُ ﺑْﻦُ ﻃَﻬْﻤَﺎﻥَ ﻋَﻦْ ﻣَﺎﻟِﻚِﺑْﻦِ ﺃَﻧَﺲٍ ﻋَﻦْ ﺍﻟﺰُّﻫْﺮِﻱِّ ﻋَﻦْ ﻋُﺮْﻭَﺓَ ﺃَﻧَّﻪُ ﺣَﺪَّﺛَﻪُ ﺃَﻥَّﻋَﺎﺋِﺸَﺔَ ﺣَﺪَّﺛَﺘْﻪُ ﺃَﻥَّ ﺃَﺑَﺎ ﺑَﻜْﺮٍ ﺍﻟﺼِّﺪِّﻳﻖَ ﺩَﺧَﻞَ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎﻭَﻋِﻨْﺪَﻫَﺎ ﺟَﺎﺭِﻳَﺘَﺎﻥِ ﺗَﻀْﺮِﺑَﺎﻥِ ﺑِﺎﻟﺪُّﻑِّ ﻭَﺗُﻐَﻨِّﻴَﺎﻥِﻭَﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻣُﺴَﺠًّﻰ ﺑِﺜَﻮْﺑِﻪِﻭَﻗَﺎﻝَ ﻣَﺮَّﺓً ﺃُﺧْﺮَﻯ ﻣُﺘَﺴَﺞٍّ ﺛَﻮْﺑَﻪُ ﻓَﻜَﺸَﻒَ ﻋَﻦْ ﻭَﺟْﻬِﻪِﻓَﻘَﺎﻝَ ﺩَﻋْﻬُﻤَﺎ ﻳَﺎ ﺃَﺑَﺎ ﺑَﻜْﺮٍ ﺇِﻧَّﻬَﺎ ﺃَﻳَّﺎﻡُ ﻋِﻴﺪٍ ﻭَﻫُﻦَّ ﺃَﻳَّﺎﻡُﻣِﻨًﻰ ﻭَﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻳَﻮْﻣَﺌِﺬٍﺑِﺎﻟْﻤَﺪِﻳﻨَﺔِ Dari cerita di atas bisa dibuat dalil bahwa Nabi tidak melarang hiburan dan permainan (nyanyian, orkesan, musik, tarian, ludruk, wayang dll). · Pendapat Madzahibul Arba'ah mayoritas memperbolehkan hiburan dan permainan (nyanyian, orkesan, musik, tari-tarian, ludruk, wayang, dll). 1. Lirik nyanyiannya sesuai dengan adab dan ajaran islam 2. Gaya dan penampilannya tidak menggairahkan nafsu syahwat dan mengundang fitnah 3. Nyanyiannya tidak disertai dengan sesuatu yang haram, seperti minum khomer, menampakkan aurat serta percampuran antara laki-laki dan perempuan tanpa batas. 4. Nyanyian atau sejenisnya tidak menimbulkan rangsangan dan tidak mendatangkan fitnah, menyebabkan tenggelam dalam khayalan, dan sisi nafsu hayawaniyah mengalahkan sisi rohaniyah. Dan apabila tidak memenuhi syarat-syarat di atas maka hukumnya adalah haram (keterangan kitab Fiqih 'ala madzahibul Arba'ah juz 5 hal 53-54). · Menurut Imam Al-Fauroni: hukum dari hiburan dan permainan (nyanyian, orkesan, musik, tarian, ludruk, wayang, dll) adalah boleh, dengan alasan bahwa semua perkara itu adalah termasuk ﻭَﻫَـﺆُﻻَﺀِ ﺍِﺣْﺘَﺠُـﻮْﺍ ﺑِﺎَﻧَّﻪُ ﻟَﻌْﺐٌ ﻭَﻟَـﻬْﻮٌ ﻭَﻫُﻮَ ﻣَﻜْﺮُﻭْﻩٌﻭَﺫَﻫَﺒَﺖْ ﻃَﺎﺋِـﻔَﺔٌ ﺍِﻟَﻰ ﺇِﺑَﺎﺣَﺘِـﻪِ ﻗَـﺎﻝَ ﺍَﻟْﻔَـﻮْﺭَﺍﻧِـﻲْ ﻓِﻲْﻛِﺘـَﺎﺑِﻪِ ﺍَﻟْﻌُﻤْﺪَﺓُ ﺍَﻟْﻐِﻨَـﺎﺀُ ﻳُﺒـَﺎﺡُ ﺃَﺻْﻠُﻪُ · Imam Haromain, Imam al-Makhali, Imam Ibni 'Imad Al-Suhrowardi, Imam Rofi'i dan Ibnu Abi Dam berpendapat: Hiburan tarian atau sejenisnya adalah tidak haram, apabila tidak menyebabkan rusaknya harga diri dan tidak ada penyerupaan laki-laki dengan perempuan atau sebaliknya. ﻗَـﺎﻝَ ﺍِﻣـَﺎﻡُ ﺍﻟْﺤَﺮَﻣَﻴْـِﻦ ﺍَﻟـَّﺮﻗْﺺُ ﻟَﻴْـﺲَﺑِـﻤَﺤْﺮَﻡٍ ﻓَﺎِﻧَّـﻪُﻣُـﺠَﺮَّﺩُ ﺣَﺮَﻛَﺎﺕٍ ﻋَﻠَﻰ ﺍِﺳْﺘِﻘَﺎﻣَﺔِ ﺃَﻭْ ﺍِﻋْﻮِﺟَـﺎﺝٍ ﻭَﻟَﻜِﻦْﻛَﺜِﻴْﺮُﻩُ ﻳُـﺤْﺮَﻡُ ﺍَﻟﻤْـُﺮُﻭْﺀَﺓُ ﻭَﻛَﺬَﺍﻟِﻚَ ﻗـَﺎﻝَ ﺍَﻟﻤْـَﺤَﻠِﻰْ ﻓِﻲﺍﻟﺪَّﺧَـﺎِﺋﺮِ ﻭَﺍﺑْﻦُ ﺍﻟُﻌِﻤَـﺎﺩِ ﺍَﻟﺴُّﻬْـﺮَﻭَﺭْﺩِﻱْ ﻭَﺍﻟﺮَّﻓِﻌِﻲْ ﻭَﺑِﻪِﺟِﺰْﻡُ ﺍْﻟﻤُﺼَﻨِّﻒِ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻮَﺳِﻴْﻂِ ﻭَﺍﺑْﻦُ ﺍَﺑِﻲ ﺍﻟﺪَّﻡِ ﻛﺘﺎﺏﺍﻹﺗﺤﺎﻑ ﻋﻠﻰ ﺍﻹﺣﻴﺎﺀ ﻓﻲ ﺑﺎﺏ ﺍﻟﺴﻤﺎﻉ. والله اعلم بالصواب Kyai anshoori dahlan Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Penulis. |
Posted: 05 Feb 2014 12:29 PM PST |
APA YANG TERJADI PADA INDONESIA JIKA INDONESIA TIDAK MELAKUKAN IMPOR? Posted: 05 Feb 2014 12:29 PM PST Pernahkah Anda membayangkan tidak ada lagi Apple, Blackberry, Samsung atau Microsoft dan segala produk canggihnya seperti Mac, Android atau Windows di perangkat yang Anda miliki saat ini? Ataukah para shopaholic, bagaimana jika Chanel, Gucci, Prada, Armani, Louis Vuitton atau pun Christian Louboutin dan Jimmy Choo serta merta menghilang dari peredaran pasar Indonesia? Bagaimana dengan Milanisti, Juventini, United Indonesia atau penggemar fanatik klub sepak bola dunia lainnya, pernahkah terbesit dalam pikiran kalian untuk tidak lagi dapat mengakses tayangan dan perkembangan pertandingan seru terbaru klub bola luar negeri favorit Anda? Lebih parahnya, sudah siapkah Anda para pecinta film untuk melihat tayangan bioskop yang didominasi dengan pocong, kuntilanak atau pun suster ngesot? Sedikit ekstrim, namun begitulah sepotong appetizer dalam pemikiran penulis mengawali menu khusus tentang kebijakan non impor. Indonesia, negara berpenduduk lebih dari dua ratus jiwa dengan kemajemukan di hampir semua aspek kehidupan, mampukah ia dengan segala keterbatasannya mencukupi aneka tuntutan kebutuhan rakyatnya tanpa bantuan pihak luar? Seberapa banyak faktor-faktor produksi yang dapat dimanfaatkan untuk memproduksi barang dan jasa yang dibutuhkan tanpa bantuan mesin super canggih buatan asing? Impor, istilah yang sangat akrab dalam dunia perdagangan. Tidak tahu pasti kapan Indonesia pertama kali melakukan impor. Yang jelas hal itu sudah terjadi semenjak nenek moyang kita secara iseng atau sengaja mengenal dunia luar dan mengetahui betapa keren dan pentingnya jika sumber daya tersebut ada di Indonesia. Apa sebenarnya yang dimaksud impor? Impor merupakan kegiatan pengadaan barang, jasa, modal serta seluruh akses informasi dan teknologi yang berasal dari luar wilayah batas-batas negara untuk selanjutnya ditransfer ke dalam wilayah dalam negeri. Sederhananya, impor adalah kegiatan transfer sesuatu dari luar ke dalam negeri. Dari spekulasi dan pemikiran yang telah dijabarkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa dalam implementasi gerakan non impor berarti kita berfokus pada KEMANDIRIAN BANGSA, kemandirian dalam berekonomi atau biasa disebut ekonomi mandiri. Indonesia tidak lagi bergantung pada semua sumber barang, jasa, modal, informasi dan teknologi yang berasal dari luar negeri. Tidak ada lagi produk sayuran dan buah dari China harga murah membanjiri pasar dalam negeri yang meresahkan petani. Yang ada hanya harapan Indonesia kepada para petani di desa untuk terus giat menyemai padi dan menabur benih untuk konsumsi tanah pertiwi. Dan apapun yang terjadi, baik atau buruk kualitas pangan yang diproduksi, tangan terulur terbuka menerima dan berucap syukur terima kasih membuat dapur tetap mengepul di tengah kelaparan dalam negeri. Tidak ada lagi kata bergantung, hanya Indonesia dan untuk Indonesia. Ketergantungan Indonesia pada dunia luar begitu luas melibatkan hampir semua aspek bidang kehidupan bangsa. Mulai dari ekonomi, politik, pertahanan, keamanan, sosial kemasyarakatan, hingga seni dan budaya. Dari segi ekonomi misalnya, tak terhitung lagi berapa triliunan rupiah alur kas dan modal antara Indonesia dengan IMF, Bank Dunia, maupun pihak-pihak asing lainnya demi tujuan investasi/modal penggerak roda ekonomi dan bisnis-bisnis dalam negeri. Sedangkan dari aspek konsumsi, mulai dari hal remeh temeh seperti alas kaki, hingga aspek konsumsi nasional seperti kedelai dan minyak bumi pun harus didatangkan dari luar negeri. Miris, mengingat sepertiga gas alam berada di perut bumi nusantara. Negara dengan tingkat biodiversitas tertinggi kedua di dunia dengan segala kekayaan alam dan sumber dayanya ini ternyata masih terlalu bergantung pada negara lain untuk pemenuhan konsumsi dalam negeri. Sejatinya, Indonesia memang pernah menerapkan sistem perekonomian tertutup, yakni pada masa orde lama. Di masa itu otoritas yang berkuasa merasa percaya diri dan optimis untuk dapat bermandiri dalam mencukupi kebutuhan dalam negeri. Kita berproduksi, kita yang mengkonsumsi. Sayangnya, hal tersebut justru mengakibatkan stagnansi pertumbuhan ekonomi. Produktivitas terbatas dan inovasi produk jenuh tak berkembang. Masyarakat mengeluh tak banyak pilihan konsumsi yang dinikmati. Bisa dibayangkan selanjutnya yang terjadi, perekonomian menjadi lesu tak bernafsu tanpa adanya kemajuan investasi yang berarti. Keadaan pun semakin terpuruk dengan tingkat inflasi dan tambahan permasalahan-permasalahan ekonomi dan bidang-bidang lain. Sebenarnya apa tujuan negara melakukan impor? Mengapa kegiatan ini begitu dianjurkan? Sungguh, Indonesia memang tak akan mati begitu saja dengan penerapan kebijakan non impor jika hal itu secara nyata terjadi. Namun ibarat Indonesia adalah seorang manusia biasa, Indonesia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa dipisahkan dengan negara lain untuk bersosialisasi dan berinteraksi. Bayangkan saja jika Anda berada sendiri di dunia, hidup ini tentu berasa sangat membosankan dan Anda bisa berakhir gila atau gangguan jiwa. Namun jika ada orang lain di sekitar Anda, bak Indonesia sebagai makhluk ekonomi, Indonesia bisa berbagi dalam usaha pemenuhan kebutuhan rakyatnya dengan negara lain. Indonesia dan negara lainnya dapat bekerja sama mencapai efisiensi produksi! Sehingga satu sama lainnya dapat mendapatkan keuntungan maksimal dari usaha minimal yang dilakukan. Coba ingat kembali teori David Richardo tentang teori keunggulan komparatifnya, tentu saja akan sangat menyenangkan dan meringankan beban jika dapat melakukan spesialisasi produksi pada komoditas yang paling baik dilakukan. Munafik jika tidak mengakui neraca perdagangan Indonesia yang kerap kali mengalami defisit. Namun bukan berarti hanya dengan alasan tersebut lantas seketika Indonesia memutuskan untuk menghentikan impor bukan? Bahkan di era globalisasi yang membuat batas-batas wilayah seolah-olah tak lagi ada, Indonesia pun masih harus mengakui ketergantungannya kepada negara lain dan begitu pun sebaliknya. Indonesia masih memperlukan negara lain dalam rangka pemenuhan konsumsi dan kebutuhan dalam negeri yang tidak bisa diadakan dan diproduksi, serta mendorong perkembangan kegiatan industri dengan mendatangkan mesin-mesin dan teknologi canggih dari luar negeri. Memang jika dilihat dari rapor merah kegiatan impor yang selama ini dilakukan, tak jarang Indonesia berada pada posisi lemah menjadi lahan bagi asing untuk memasarkan produknya, sehingga banyak produk asing membanjiri pasar negeri dan perlahan mematikan sektor produksi dalam negeri yang tak kuat lagi berdiri. Namun bukankah itu sebuah cambuk bagi Indonesia sendiri untuk terus berkreativitas dan berinovasi guna meningkatkan kualitas dan keanekaragaman produksi? Fenomena banjirnya produk asing saat ini seyogyanya dapat menjadi bahan introspeksi bagi negeri akan pentingnya kerjasama antara pemerintah dan swasta serta dukungan kesadaran penuh masyarakat untuk lebih mencintai produk buatan negeri, bukan sikap skeptis untuk menutup diri dengan non impor policy. Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Penulis. |
You are subscribed to email updates from Kompasiana To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
0 komentar:
Posting Komentar