Adsense Link 728 X 15;

Kompasiana

Posted by Sri Rejeki Kamis, 17 April 2014 0 komentar
Adsense Content. recommended 336 X 300

Kompasiana


PERSAHABATAN

Posted: 17 Apr 2014 11:52 AM PDT

ACEH, NAFSU KUAT TENAGA KURANG

Posted: 17 Apr 2014 11:52 AM PDT

ACEH, NAFSU KUAT TENAGA KURANG

Setelah musim pemilu berakhir, kini kita kembali fokus pada penyusunan perencanaan pembangunan, karena perencanaan dan pembangunan merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam mencapai demokrasi. Dalam proses penerapan pembangunan partisipatif di Indonesia termasuk Aceh, Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) menjadi salah satu wadah penyampaian gagasan, aspirasi, dan konsep pembangunan dari masyarakat untuk masyarakat. Forum demokratis tersebut telah membuka ruang komunikasi antara masyarakat dan pemerintah untuk menyusun perencanaan pembangunan melalui pendekatan button-up dari bawah ke atas. Secara konsep, tidak ada yang salah dengan musrenbang. Tetapi, dalam pelaksaannya, harapan yang diutarakan masyarakat sering tidak sesuai dengan kenyataan dalam pelaksanaan pembangunan. Kondisi seperti itulah yang disebut dengan masalah; harapan tidak sesuai dengan kenyataan. Oleh karena itu, lahir berbagai ekspresi kekecewaan dari masyarakat seperti kericuhan yang terjadi di Musrembang Kecamatan Jeumpa, Bireuen, beberapa waktu lalu. Kejadian ini akhirnya terkuak, bahwa ada laporan fiktif yang disampaikan oleh Satuan Kerja Pemerintah Kabupaten (SKPK) dalam forum tersebut, dan rekomendasi musrenbang yang tak ditindak lanjuti oleh pemerintah. Fenemona ini diyakini ibarat gunung es, yang baru tampak sebagian atasnya saja, lainnya belum muncul di hadapan publik.

Dalam pelaksanaan anggaran di semester awal, pembangunan Aceh sering tidak sesuai dengan target-target perencanaan. Misalnya, daya serap Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) 2013 hingga penujung tahun dilaporkan baru berjalan sekitar 56,70% dari total APBA Rp 12,298 triliun. Padahal RAPBA 2014 diancang-ancang mencapai Rp 13,368 triliun atau meningkat 7,82%. Informasi rendahnya daya serap APBA 2013 disampaikan langsung oleh Gubernur Aceh Zaini Abdullah dalam Sidang Paripurna VI DPRA mengenai penyampaian Nota Keuangan RAPBA 2014 kala itu. Daya serap APBA yang rendah pada semester pertama anggaran, mengharuskan pengalihan anggaran perubahan atau APBA-P dengan sisa yang dominan amat banyak. Maka, di akhir tahun muncul pekerjaan kebut-kebutan menghabiskan anggaran melalui dana hibah dan bantuan sosial (bansos) yang tak tepat sasaran dan cenderung koruptif. Padahal dalam anggaran yang telah ditetapkan sebelumnya APBA/APBK, Pemerintah sering menetapkan prediksi akan terjadi defisit, tapi kenyataannya malah terjadi sisa anggaran (SILPA) dalam laporan realisasi anggaran. Belum lagi laporan di penghujung tahun dikabarkan banyak proyek pembangunan yang tidak rampung. Jika perencanaan itu sebuah keinginan nafsu, dan implementasi pembangunan itu diibaratkan kekuatan tenaga, maka bisa ditafsirkan; pembangunan Aceh memiliki nafsu yang kuat dengan tenaga yang kurang.

Dalam pelaksanaan otonomi daerah, kesempatan mengelola daerah telah terbuka lebih lebar. Otonomi daerah tentu punya nilai positif, dan tak tertutup kemungkinan juga bernilai negatif. Otonomi daerah membuka kesempatan daerah untuk memaksimalkan perencanaan lokal, sehingga perencanaan nasional sering tidak menarik. Sehingga muncul persoalan baru, yaitu perencanaan berdasarkan selera masing-masing daerah. Jika kontrol perencanaan horizontal dan vertikal tidak berjalan seimbang, maka ke depan dikhawatirkan akan terjadi kekurangan sumber daya atau komoditi unggulan daerah, dan tidak saling melengkapi. Lebih jauh, kondisi ini akan berdampak terhadap peningkatan impor, dan menbentuk mental komsumtif terhadap masyarakat kita. Oleh karena itu, penyamaan persepsi perencanaan pembangunan tentu sangat penting. Dalam pelaksanaan pembangunan partisipatif jika tidak melalui proses filterisasi akan menghasilkan pembangunan yang bias. Perbedaan persepsi masyarakat terhadap rencana pembangunan, melalui musrenbang, dari tingkat kecamatan, kabupaten hingga provinsi perlu mengacu pada prioritas pembangunan nasional, seperti RPJP, RPJM, dan Rencana Kerja Tahunan sebagai program pembangunan, dan RTRW sebagai ruang pembangunan. Perbedaan persepsi masyarkat, terutama yang terlibat dalam proses Musrenbang, jika tidak mampu dikelola dampaknya sangat berimplikasi terhadap kegagalan pembangunan ke depan. Kegagalan pengelolaan persepsi perencanaan pembangunan setidaknya berdampak pada tiga hal: Pertama, mengkaji perencanaan pembangunan regional dengan kaca mata kuda; yang berfokus hanya pada lokasi pembangunan lokal, sehingga akan menimbulkan arogansi perencanaan dan tidak memikirkan dampak lingkungan sekitar; Kedua, perencanaan lokal yang tidak berdasarkan jangka panjang atau, akan tetapi mengedepankan jangka pendek, dan; Ketiga, perbedaan persepsi perencanaan pembangunan juga berdampak pada pembangunan sesaat, tidak berkelanjutan sama sekali.

Proses perencanaan pembangunan partisipatif dilakukan oleh masyarakat di tingkat bawah dengan berpedoman pada acuan visi misi presiden, gubernur, dan atau bupati/wali kota setempat, di samping RPJM dan RTRW dalam waktu 5 tahunan, selanjutnya. Hasil Musrenbang akan disaring kembali berdasarkan acuan tersebut dan disesuaikan dengan prioritas pembangunan tahunan. Pemahaman ini harus menyatu dalam tujuan pelaksaan Musrenbang; di samping menjaring aspirasi dari bawah, juga membentuk persamaan persepsi pembangunan kepada masyarakat, terutama aktor Musrenbang. Sehingga mampu meminimalisir mispersepsi dan kericuhan di arena Musrenbang. Untuk meningkatkan kualitas pembangunan, kita harus memulainya dengan meningkatkan kualitas perencanaan pembangunan di semua sektor, mulai dari tingkat SKPA, SKPK, dan di tingkat masyarakat. Saya meyakini bahwa pemerintah di jajaran Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) di tingkat provinsi dan kebupaten/kota telah memahami betul bagaimana proses perencanaan dan arah prioritas pembangunan. Selain dibantu oleh perencana ahli, juga memiliki pengetahuan sektoral di masing-masing bidang pembangunan. Sebaliknya, saya tidak begitu yakin dengan kemampuan perencanaan pembangunan dari semua representatif masyarakat yang menjadi aktor perencana dalam Musrenbang, di samping mereka memiliki latar belakang yang berbeda-beda, juga memiliki keterbatasan keilmuan dalam bidang-bidang tertentu. Oleh karena itu, peningkatan mutu Musrenbang harus dimulai dengan peningkatan mutu anggota Musrenbang.

Upaya tersebut bisa dilakukan dengan pelatihan pemberdayaan seputar bidang perencanaan pembangunan secara mendasar. Selain itu, kiranya dalam Musrenbang pemerintah perlu mendistribusikan konsultan perencanaan pembangunan untuk mengawal dan memberikan arahan terkait prioritas pembangunan, di samping meminimalisir mispersepsi antara pemerintah dan masyarakat. Sehingga Musrenbang benar-benar melahirkan pembangunan partisipatoris, bukan sekadar formalitas. Namun, sebagus apa pun perencanaan dan sehebat apa pun perencana jika hasil perencanaan itu diimplementasikan oleh bukan ahlinya, maka perencanaan itu tidak akan menjadi kenyataan. Sejatinya, perencanaan akan menumbuhkan nilai-nilai dalam pembangunan, baik fisik maupun nonfisik, jika keduanya berjalan konsisten, sinergi, dan dikelola oleh ahli dalam bidang tersebut. Pembangunan tidak akan berjalan dengan baik jika tanpa dukungan, perhatian, dan pengawasan masyarakat, sebagai pemegang saham terbesar dalam proyek pembangunan tersebut. Oleh karena itu mari sama-sama membuat yang terbaik untuk pembangunan yang berkualitas.

Banda Aceh, 18 April 2014

RAHMATSYAH

Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Penulis.

Memajukan Pembangunan Nasional dengan Iptek

Posted: 17 Apr 2014 11:52 AM PDT

Ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) di Indonesia sudah ada sejak zaman kerajaan-kerajaan kuno. Salah satunya dalam pembuatan kapal yaitu kapal Pinisi dan juga pembuatan candi-candi besar di Jawa yaitu candi Borobudur. Tetapi perkembangan iptek baru dimulai sejak masa kolonialisme (abad 17 - 20 M), dimana saat itu Belanda yang menjajah Indonesia mengembangkan ilmu pengetahuan seperti ilmu tanaman dan ilmu kemaritiman. Selain itu juga dalam pengembangan dan pembangunan teknologi seperti dibidang bangunan dan transportasi. Dalam masa pengembangan dan pembangunan tersebut, Belanda juga memberi pembelajaran kepada para kaum ningrat di Indonesia yang dimana mereka dipekerjakan sebagai teknikal dan juga pembantu insinyur Belanda dalam membangun bangunan maupun transportasi tersebut.

Orde Lama

Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, perkembangan iptek semakin meningkat disebabkan era globalisasi pasca Perang Dunia II. Presiden Soekarno menyadari bahwa sebuah bangsa yang besar dan maju pasti memiliki sumber daya manusia yang berkompeten dalam bidang iptek. Atas dasar itu dia membuat kebijakan berupa pengiriman mahasiswa Indonesia keseluruh dunia yang menghasilkan insinyur-insinyur andal dibidangnya, salah satu insinyur tersebut yaitu Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie. Selain mengirim mahasiswa keseluruh dunia, Presiden Soekarno juga membentuk lembaga-lembaga dibidang iptek, yaitu :

1. BATAN (lembaga ini dahulu bernama Lembaga Tenaga Atom atau LTA yang dibentuk pada tahun 1958)

2. LAPAN (lembaga ini dibentuk pada tahun 1963)

3. LIPI (lembaga ini dibentuk pada tahun 1967 yang menampung semua tugas LEMRENAS dan MIPI yang sebelumnya sudah dibubarkan)

Orde Baru

Pada masa orde baru, iptek di Indonesia mengalami puncaknya, hal itu dapat dilihat dalam pengembangan dibidang pengeboran minyak yang menjadikan Indonesia mengalami Oil Booming pada tahun 1970-1980an. Selain itu pemanfaatan dibidang nuklir, Indonesia tidak kalah jauh dari negara-negara barat yang notabenya pengguna nuklir yang kapasitasnya sangat besar. Pemanfaatan itu berupa teknologi nuklir kedokteran, pangan dan kelistrikan. Bahkan di Asia Tenggara, Indonesia menjadi negara yang pengembangan nuklirnya sudah maju dibandingkan negara lain sekawasan.. Di masa kepemimpinanan Presiden Soeharto Indonesia menjadi negara yang tumbuh dengan ekonomi diatas rata-rata 7%. Hal itu menjadikan pengembangan riset dibidang iptek mendapat porsi dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang sangat besar. Dan dimasa beliau juga Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dibentuk pada tahun 1974, lembaga ini dibentuk untuk melengkapi lembaga-lembaga sebelumnya yang sudah di buat pada orde baru yang berfokus pada ilmu pengetahuan. BPPT sendiri berfokus pada kajian-kajian teknologi yang nanti hasilnya dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Reformasi

Setelah Indonesia mengalami krisis moneter tahun 1998, ekonomi Indonesia menjadi jeblok. Inflasi yang mencapai 160 % dari PDB menyebabkan Indonesia mengalami hiperinflasi. Akibar krisis moneter tersebut banyak ilmuwan-ilmuwan Indonesia yang bekerja dimana mereka belajar di luar negeri. Selain itu porsi untuk anggaran pengembangan riset dibidang iptek juga berkurang. Akibat berkurangnya porsi anggaran tersebut maka setelah reformasi berbagai pengembangan riset dibidang iptek mengalami kemandegan.

Tetapi semenjak krisis kredit rumah yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2008, Indonesia mulai mengalami peningkatan ekonomi yang dibarengi dengan peningkatan pengembangan riset dibidang iptek. Terlebih lagi para pelajar Indonesia yang mengikuti Olimpiade Internasional baik itu dibidang ilmu pengetahuan atau sains maupun dibidang teknologi. Selama olimpiade-olimpiade tersebut Indonesia selalu menyumbangkan medali baik itu emas, perak dan perunggu, bahkan menjadi juara umum di olimpiade bidang sains.

Berkat meningkatnya prestasi pelajar Indonesia di acara bergengsi tersebut, maka dengan begitu pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Pendidikan & Kebudayaan maupun Kementerian Riset & Teknologi mengambil kebijakan dengan menambah porsi anggaran untuk pengembangan iptek di Indonesia.

Selain prestasi yang ditorehkan oleh para pelajar Indonesia di kancah internasional, insinyur-insinyur Indonesia juga tak kalah jauh prestasinya. Prestasi tersebut dalam bentuk alat yang nanti sangat berguna bagi kemaslahatan bangsa Indonesia. Para insinyur tersebut ada yang berhasil mengembangkan mobil listrik, kereta (listrik dan diesel), pesawat terbang (pesawat komersil dan yang sedang berlangsung pesawat tempur), kapal laut (angkut atau patroli), roket dan juga alat-alat medis. Dengan kata lain, bangsa kita ini sebenarnya bangsa yang sudah memiliki sumber daya manusia yang andal. Tetapi karena perkembangan iptek yang menurut saya masih "terseok-seok" menjadikan pemerataan dalam bidang iptek ini harus dilakukan secara simultan. Karena bagaimanapun juga bangsa kita ini mampu bersaing dengan bangsa lain yang ipteknya sudah dua langkah lebih maju dari bangsa kita.

Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Penulis.

Jalur Linggarjati Gunung Ciremai nan ‘Aduhai’

Posted: 17 Apr 2014 11:52 AM PDT

Pendakian pemanasan, begitu saya menyebutnya.Pemanasan setelah beberapa bulan tidak melakukan pendakian.Pemanasan karena rencana tahun ini akan mendaki ke gunung Rinjani sehabis lebaran. Hitung hitung cek fisik.

Gunung Ciremai akhirnya menjadi pilihan saya dan kawan kawan.Setelah sebelumnya kami menimbang beberapa alternatif gunung seperti Cikuray,Lawu,dan Papandayan.

Gunung tertinggi se Jawa Barat itu menjadi pilihan karena memiliki trek yang konon katanya ekstrim dan menantang.Dari ketiga jalur yang ada yaitu jalur Linggarjati,jalur Palutungan dan jalur Apuy, kami memilih jalur Linggarjati.

Kami sepakat berkumpul di stasiun Cirebon. Saya sendiri berangkat dari Jakarta, 3 kawan lainnya dari Cimahi dan satu kawan cewek dari Bandung.

Sekitar pukul 2 siang kami baru bertemu di stasiun Cirebon akibat keterlambatan kereta. Kami bergegas mencari angkot untuk menuju Linggar jati. Supir angkot D5 yang kami tumpangi menawarkan untuk langsung mengantarkan menuju pos pendakian Linggar jati dengan ongkos 80 ribu. Kami sepakat setelah nego untuk menjemput seorang kawan kami di terminal Cirebon dan mampir di pasar untuk melengkapi perbekalan pendakian.

Perjalanan menuju pos pendakian Linggar jati memakan waktu kurang lebih satu jam. Melewati jalan menanjak,tak jarang terlihat segerombolan monyet monyet dipinggir jalan dekat lokasi wisata yang saya lupa namanya.

Apabila naik kendaraan umum, pendaki hanya diantar sampai museum Linggar jati dan harus jalan atau naik ojek menuju pos pendakian yang jaraknya lumayan jauh.

Sampai di pos pendakian kondisinya sepi. Hanya ada rombongan kami saat itu. Menurut penjaga pos, ada 1 rombongan yang sudah naik malam sebelumnya sekitar 10 orang dari Jakarta.

1397754968578889459

pos pendakian linggarjati

Setelah proses 'adat' dengan urusan retribusi dan dokumen, kami berangkat menuju pos pertama, Cibunar. Cibunar merupakan desa terakhir dan disini pula sumber air terakhir bisa didapat. Melalu jalanan beraspal, treking menanjak dengan kemiringan yang lumayan cukup untuk pemanasan pendakian. Kami sebut itu trek selamat datang.

Di cibunar terdapat beberapa warung, bak penampung air, toilet, mushola dan sebuah rumah singgah.sewaktu kami sampai, warung tersebut suddah tutup, hanya ada beberapa anak muda yang bermain main di Cibunar.

Jam menunjukkan pukul 5, setelah mengisi air, kami pun melanjutkan perjalanan menuju pos Kondang amis untuk bermalam. Ada 11 pos yang harus kami lewati untuk sampai di puncak Ciremai.Pos Kondang amis adalah pos ketiga,terdapat shelter yang lumayan besar dan tempatnya luas,cukup untuk beberapa tenda.

Kami sampai sekitar pukul 8 malam.Kami langsung bergerak mengambil tugas masing masing. 2 orang mengurus urusan dapur, 3 orang lainnya mendirikan tenda. Air hangat, kebutuhan pertama yang harus dipenuhi untuk menghangatkan badan.

Tenda telah berdiri, makanan dan minuman telah siap. Malam itu kami ngobrol sembari menghangatkan diri disekeliling api unggun sambil lebih mengenal satu sama lain. Diantara kami ada yang baru pertama kali mendaki dan juga bertemu.

1397756191907082414

pos kondang amis

Pagi setelah packing selesai kami bergegas menuju pos berikutnya, pos Kuburan Kuda. Dalam bayangan saya, pos Kuburan Kuda itu angker seperti kisah kisah mistis yang saya baca di internet. Dengan treking yang yang terus menanjak dan sedikit 'bonus' sampailah kami setelah sekitar 2 jam berjuang. Pos Kuburan Kuda tak begitu luas, mungkin hanya muat 2 tenda dibawah dan 2 tenda di atas. Karena masih pagi, suasananya tidak begitu angker.

Tak berlama lama kami istirahat di Kuburan Kuda. Treking panjang masih menanti kami di depan sana.

Jalan setapak,tanjakan berbatu, tanjakan akar dan sekali lagi dengan sedikit 'bonus' terus menemani sepanjang perjalanan. Tak jarang kami harus memanjat berpegangan akar atau apapun yang bisa dipegang agar kami bisa sampai tujuan.

Tanjakan Seruni tak secantik namanya,kemiringannya membuat lutut bekerja lebih keras dari biasanya.Jalur air, sempit dan licin sempat membuat saya berguling guling ria.Hal tersebut juga terjadi pada kawan lainnya yang jalan duluan.

13977566991771022023

Masuk Tanjakan Seruni

Waktu hampir menunjuk jam 12, namun kami belum menemukan lokasi yang cocok untuk memasak makan siang. Setelah tanjakan Seruni, kami berencana makan siang dan istirahat di Pos Bapa Tere.Awalnya kami mengira pos bapa Tere layaknya pos lainnya. Dengan lokasi yang cukup lapang dan ada tempat untuk mendirikan tenda. Namun, hal itu meleset, pos Bapa Tere berupa jalur setapak dengan pemandangan tanjakan yang 'wow' didepan mata. Kamipun terpaksa istirahat dijalur sempit itu, karena tak mungkin melanjutkan perjalanan dengan perut yang kurang kondusif. Kami masak logistik yang dibawa, nasi,sayur, makanan kaleng, dan telur adalah makanan penambah energi untuk melewati tanjakan tanjakan berikutnya. Selesai memasak, gerimis mulai menghampiri kami. Sambil berkemas, kami menyantap makan siang dengan lahapnya. Tak lama, sejumlah pendaki terlihat turun dari tanjakan Bapa Tere. Mereka rombongan dari jakarta yang naik malam sebelum kami tiba di pos pendakian Linggar jati. Dari informasi yang didapat,sekitar 2 jam lagi untuk sampai di pos berikutnya yaitu Batu lingga.

13977571752015609816

memanjat jalur

Perut sudah terisi,energi penuh kembali,tanjakan bapa tere menanti. Tanjakan kami dilalui dengan memanjat dan hanya ada akar akar pohon buat pegangan.Kondisi tanah basah membuat kami harus berhati hati dalam tiap langkah. Terpeleset sedikit, kami bisa terjerembab ke bawah. Pohon pohon besar terlihat tumbang,entah karena umur atau faktor alam lainnya.Hal itu membuat sedikit jalur pendakian agak tertutup.Setelah sekitar 2 jam perjalanan kami sampai di pos Batu Lingga.

Kami memutuskan untuk ngecamp di Batu Lingga dan akan mendaki ke puncak jam 4 pagi karena kondisi fisik yang kurang memungkinkan. Di Batu Lingga masih sekitar jam 5 sore. Ada banyak waktu untuk istirahat menghimpun energi. Seperti biasa kami berbagi tugas urusan dapur dan pendirian tenda. Batu Lingga tidak begitu luas, hanya cukup untuk sekitar 4-5 tenda. Di samping kanan ada tempat penampung air hujan sederhana terbuat dari plastik yang dipasak oleh ranting pohon. Air tersebut bisa digunakan ketika ada pendaki dalam kondisi darurat kehabisan air. Memang tidak bersih air dalam penampungan tersebut. Namun dalam kondisi kepepet air bisa digunakan.

13977573721813685882

Camp terakhir di Batu Lingga

Usai makan malam, kami menyiapkan perbekalan untuk summit attack besok pagi. Hanya satu tas ransel berisi logistik, peralatan masak dan kamera yang kami bawa. Tak lupa air yang harus kami manajemen sebaik mungkin agar tidak kekurangan ketika turun nanti. Senter dan jas hujan menjadi alat wajib yang harus dibawa sendiri sendiri.Setelah persiapan selesai, kami istirahat tidur pukul 8 malam. Lelah, udara dingin dan suara alam seolah membawa kami menuju negeri mimpi.

Tepat pukul 3 pagi kami bangun. Teh hangat dan roti selai cukup untuk sarapan pagi itu. Kami bergegas menuju pos berikutnya. Masih ada sekitar 4 pos lagi yang harus kami lalui. Berjalan tanpa beban berat membuat langkah sedikit cepat meski jalur makin menanjak. Suasana yang masih gelap membuat membuat kami berkonsentrasi hanya untuk beberapa langkah kedepan.

Nampaknya perkiraan kami meleset, semula kami kira perjalanan menuju puncak hanya sekitar 2 jam,namun kenyataannya 4 jam baru kami sampai di Puncak Panglongokan. Sunrise kami dapati setelah pos Sanggabuana 2, itupun sang mentari tertutup awan. Di pos Pengasinan hari sudah mulai terang. Tinggal satu trek lagi kami sampai puncak Panglongokan. Ada satu rombongan yang bebarengan naik bersama kami. Mereka dari Bandung. Yang ngecamp di bawah Batu Lingga.

Setelah berjuang selangkah demi selangkah, akhirnya kami sampai puncak. Kami disambut kabut yang menutupi sebagian kawah puncak Panglongokan. Disana sudah ada satu rombongan yang sampai duluaan sedari tadi. Puncak Panglongokan Ciremai berupa tebing berbatu mengelilingi kawah. Disisi lain merupakan puncak yang dilalui lewat jalur Apuy dan Palutungan.

1397758246777473010

here we are @3078 Mdpl

Tak banyak yang kami lakukan, kecuali memasak bekal, foto foto dan menikmati pemandangan di ketinggian 3078 Mdpl dalam kondisi sedikit berkabut. Minuman hangat dan cemilan menjadi pelengkap kenikmatan pagi itu.Rasa capek setelah melewati tanjakan demi tanjakan serasa meleleh digantikan ketakjuban yang luar biasa akan ciptaan Sang Maha Pemilik Segala. Kami datang bukan untuk menaklukkan alam, kami datang bukan untuk sombong telah menggapai puncak Mu, kami datang untuk bersyukur atas apa yang telah Engkau ciptakan dan berikan pada kami. Bahwa kami memang sangat kecil dihadapanMu.

Ciremey,,, hutanmu lebat,jalurmu padat,tanjakanmu hebat,,,namun kami belajar darimu tentang apa itu Nikmat.***

Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Penulis.

Ketika Sekolah Menjadi Tempat Kampanye

Posted: 17 Apr 2014 11:52 AM PDT

Kalau tahun lalu, polemik terkait Ujian Nasional dikarenakan keterlambatan soal sampai ke sekolah sehingga banyak sekolah mem-foto copy lembar soal yang merupakan dokumen Negara, tahun ini lain lagi. Nama Jokowi yang juga sebagai capres partai pemenang Pemilu versi Quick count, nangkring di dua soal Ujian Nasional SMA, yakni di mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Hal ini tentu menjadi polemik, karena dianggap bentuk pencitraan dengan memposisikan sekolah menjadi Tempat kampanye.

"Beddu tertimpa batu di kepalanya sampai berdarah. Tak ada orang di sekitarnya kecuali seorang yang lewat di depannya dengan menggenggam beberapa batu kecil di tangan kiri. Pikiran Beddu tidak salah jika menuduh orang yang lewat itulah yang melempar kepalanya dengan batu. Benar tidaknya, tentu harus dibuktikan."

Demikian pula dengan posisi Jokowi sebagai capres, dengan munculnya nama mantan walikota Solo dalam naskah Ujian Nasional, tentu dengan mudah dijadikan tuduhan bahwa ada kampanye terselubung menaikkan citra Jokowi sebagai capres Pilpres 2014. Ujian Nasional SMA pesertanya tentu adalah mereka yang berusia kisaran 17 tahun, usia layak pilih tentunya berdasarkan peraturan Pemilu.

Dari fakta itulah muncul pemikiran kalau penyebutan nama Jokowi dalam naskah soal Ujian Nasional adalah bagian dari usaha memposisikan sekolah menjadi tempat kampanye. Siswa SMA sederajat adalah pemilih pemula. Dalam strategi politik, menggaet pemilih pemula yang paling efisien adalah dengan memengaruhi alam bawah sadar mereka. Memperkenalkan sosok Jokowi dalam bentuk soal cerita, otomatis akan membuat siswa peserta Ujian Nasional akan membaca soal itu berulang ulang, dan secara tidak langsung akan menanamkan sosok yang disebut dalam soal ke alam bawah sadar mereka sebagai pemilih nantinya.

Pada Pasal 86 UU No. 8 Tahun 2012 disebutkan mengenai larangan kampanye, salah satunya adalah di tempat pendidikan, pada ayat (1) huruf (h) berbunyi: "menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan". Sedangkan dalam penjelasannya: "Fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan dapat digunakan jika Peserta Pemilu hadir tanpa atribut Kampanye Pemilu atas undangan dari pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan. Yang dimaksud dengan "tempat pendidikan" pada ketentuan ini adalah gedung dan halaman sekolah/ perguruan tinggi".

Tentu berbeda andai saja Ujian Nasional tidak dilaksanakan di Sekolah, maka akan terjadi perdebatan hanya kisaran memanfaatkan Ujian Nasional sebagai ajang kampanye. Tentu akan berbeda, jika soal mengenai Jokowi muncul di naskah Ujian Nasional SMP atau SD, yang umur peserta ujian belum layak pilih. Atau akan berbeda, jika Ujian Nasional dilaksanakan setelah Pilpres.

Saat ditanya terkait hal itu, capres yang juga Gubernur DKI Jakarta menjawab, "Nggak tahu saya. Nggak tahu, tanya yang buat. Siapa yang buat soal itu? Ya kamu tanya yang buat lah," Jawaban yang tepat dan juga sesuai kenyataan, karena tak mungkin Jokowi yang langsung membuat naskah soal itu. Pertanggungjawaban mengenai proses Ujian Nasional ada pada BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan).

1397758435107458371139775846697525831Saya teringat saat Pengusaha Bakrie Group, ARB yang juga capres dari partai Golkar harus terancam berurusan dengan Panitia Pengawas Pemilu (Panwas) kota Bandung, karena mengirimi surat kepada beberapa sekolah dan guru di kota Bandung. Surat itu berisi untaian kalimat bernada kampanye. Dan surat tersebut ditandatangani langsung oleh capres dari partai beringin tersebut, dan oleh beberapa pihak dianggap melanggar aturan kampanye. Tentu surat itu juga bukan ditulis langsung oleh ARB, seperti halnya soal UN yang ditulis bukan oleh Jokowi.

Akan semakin menarik, kalau nama Jokowi di naskah Ujian Nasional ini, juga dinilai sebagai usaha menjadikan sekolah sebagai tempat kampanye. Ada ratusan Panwas kabupaten Kota se-Indonesia akan berurusan dengan sosok "santun" Jokowi.

Lalu hasil akhirnya apa? Hanya satu yang tertangkap oleh penulis. Bahwa polemik persoalan pelaksanaan Ujian Nasional tenggelam oleh berita ini. Olehnya itu, sebaiknya pihak kementerian terkait dalam hal ini Kementerian Pendidikan segera melakukan investigasi dan mengumumkan hasilnya kepada publik. Alasan bahwa soal sudah ditulis jauh sebelumnya menjadi mentah, karena dua alasan; pertama perkiraan pembuat soal akan tahun politik yang lemah dan tidak akurat; dan kedua, masih banyak tokoh lain yang juga laik diangkat dan tidak mengundang resistensi.

Salam bahagia

Sumber: Tulisan (my Blog), Gambar

Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Penulis.

sabar

Posted: 17 Apr 2014 11:52 AM PDT

Adsense Content. bottom of article

0 komentar:

Posting Komentar