Adsense Link 728 X 15;

Kompasiana

Posted by Sri Rejeki Selasa, 13 Agustus 2013 0 komentar
Adsense Content. recommended 336 X 300

Kompasiana


Bukan Hanya Metallica

Posted: 13 Aug 2013 11:16 AM PDT

"Kalo cowok di hapenya belum ada lagu - lagu metallica, itu belum bisa di bilang cowok" sahut teman gue. Ini apaan nih maksudnya, gue merasa di intimidasi hidup gue lewat perkataan teman gue itu. Kejadian itu ketika gue masih duduk di kelas 3 smp. Menurut gue, teman gue itu sok tau. Tapi gue percaya juga sih, karena dikamarnya bertumpukan banyak kaset band yang berkiblat ke heavy rockhard rock dll , pokoknya hampir semua genre ada. Pada saat itu, gue semakin penasaran. Kok dia sampai segitunya bilang ke gue. Akhirnya gue pinjem kaset, yang pada waktu itu album some kind of monster yang isi lagunya cuma sedikit. Biasa aja menurut gue, gak seperti yang di ucap dan berlebihan dari teman gue itu.
Akhirnya, gue tetap berjuang mencari bukti dari apa yang di bilang teman gue. Gue telisik terus tentang metallica dan lagu - lagunya. Sampai pada akhirnya gue menemukan ilham ketika mendengar lagu Enter Sandman. Lagu itu yang membuat gue agak mengenal Metallica. Berulang - ulang gue dengar lagu itu, gue juga sering liat aksi band itu di youtube. Biar bagaimanapun, gue percaya dengan kata teman gue itu. Tapi, ironisnya gue gak terlalu fanatik sama Metallica. Gue suka semua band, dari AC/DC, Ramones bahkan The Clash. Gue dengar semua band, dari berbagai genre.
Setelah gue berwisata musik lewat band - band kondang, gue menemukan sekte musik yang gue suka. Walau musik yang ditawarkan metallica bukan hanya musik metal. Tapi band asal los angeles ini tetap menjadi perhatian dan gue segani. Gue lebih suka musik Punk,Garage Rock dan Psikedelik. Gue mendengar The Clash, G.B.H dll.Bukan hanya Metallica,The Clash dll. Tapi gue tetap percaya, bahwa Metallica tetap menjadi acuan bagi para musisi muda.

Metallica memang udah gue kenal dari gue cilik, sama seperti Rolling Stones yang gambar bibirnya di berbagai kalangan itu dipake. Sampai gue kira itu cuma sekedar gambar aja. Begitu juga, Metallica banyak pemuda waktu itu yang pakai kaos Metallica dan gue gak tau sama sekali itu apaan. Tapi setelah gue masuk dikelas 3 smp dan teman gue yang dengan sok taunya bilang gitu. Jadi gue bisa mengenal Metallica agak sedikit. Intinya, Metallica sangat sakral untuk dijadikan jawaban yang valid ketika para musisi ditanya "band apa yang menjadi inspirasi kamu?"

Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Kompasianer (anggota Kompasiana) yang menayangkannya.Kompasiana tidak bertanggung jawab atas validitas dan akurasi informasi yang ditulis masing-masing kompasianer.

Mengenal Suku Dayak Wehea di Kalimantan Timur

Posted: 13 Aug 2013 11:16 AM PDT

Wehea, sebuah nama dari anak Suku Dayak Wehea, yang pada sekian tahun lampau sangat asing bagi siapapun, tidak dikenal, tertutup oleh hagemoni anak suku lainnya di wilayah ini, sehingga tidak dikenal oleh siapapun kecuali oleh mereka sendiri, sebagai bagian dari anak Suku Dayak Wehea.

1376416045722253073

Booq Kenyooq dalam Ritual Nluei Hudoq di Nehas Liah Bing

Bagi orang awam, bila menyebut Wehea sebelum tahun 2005/2006, pasti akan bertanya. Siapa itu Wehea, apa benar ada Suku Dayak bernama Wehea, atau Wehea itu dimana ya? Sebuah pertanyaan yang tentu membutuhkan jawaban tepat dan tentunya harus sabar saat menjelaskan keberadaan atau eksistensi masyarakat Suku Dayak Wehea itu sendiri.

Itu yang terjadi diluar sana. Bagaimana dengan yang terjadi di sekitar Suku Dayak Wehea sendiri? Sama saja. Tidak banyak orang yang mengenal bahwa Suku Dayak Wehea itu benar-benar ada, dan berada di dekat mereka, mereka yang mendiami tanahnya, yang memijak buminya.

Masyarakat eks transmigrasi, yang telah ada sejak pertengahan dekade 1980-an atau sekitar akhir 1985, dalam sebuah survey pada tahun awal 2006 juga sama sekali tidak tahu keberadaan Suku Dayak Wehea. Benar-benar aneh, tetapi ini adalah sebuah kenyataan.

Suku Dayak Wehea, dengan dinamikanya, serta dengan beragam kompleksitas persoalan yang dihadapinya, ternyata benar-benar ada.

Sebelum situasinya ramai seperti saat ini, para warga di bantaran Sungai Tlan seperti Desa Dea Beq (sebelum 2006 - atau sebelum masuknya KKN Unmul tahun itu, semua plang nama selalu ditulis Dabek - sebuah contoh kesalahan masa lalu), Diaq Lay dan Bea Nehas (sama kasusnya seperti Dea Beq, selalu ditulis Benhes - menghilangkan arti dari nama kampung itu sendiri), selalu menyampaikan bahwa bila akan ke pusat kecamatan, mereka selalu menyampaikan dalam bahasa lokal dengan sebuah sebutan "LEBENG WEHEA". Sebuah sebutan khas dan asli menurut orang-orang Wehea.

Memaknai Wehea, selama berada di Wehea, ternyata menyimpan beragam keunikan, dimana beragam kearifan masih kuat tertanam dalam jiwa masyarakat Wehea itu sendiri.

Aneh, bila kita menyatakan sebagai masyarakat adat, tetapi kita tidak punya adat dan tradisi, ungkap salah satu pemuda dari Suku Dayak Wehea pada akhir 2005.

Mengutip ungkapan tersebut, bahwa terdapat begitu banyak keunikan yang hidup dalam masyarakat Wehea, yang sayangnya, hingga awal tahun 2006 sama sekali tidak terungkap atau terekspos, bagaikan sebuah harta karun yang tersimpan dan tidak diketahui dimana menyimpannya.

Melihat Wehea, yang masyarakat adatnya tersebar pada 6 kampung, antara lain: Desa Nehas Liah Bing, Desa Persiapan Long Wehea, Desa Diaq Leway (bukan Jak Luai - seperti yang tertulis pada sebuah plang raksasa - nama estate dari sebuah perusahaan kelapa sawit), Dea Beq, Diaq Lay dan Bea Nehas ternyata menyimpan keunikan tersendiri.

Yang pertama adalah Pesta Panen Padi. Begitu sulitnya kita mendapatkan informasi atau hanya sekedar penggalannya saat mencari informasi tentang ritual pesta panen kepada para pihak, sebelum menginjakan kaki di bumi Wehea. Terbatas dan sangat terbatas. Juga saat mencoba untuk mencari referensi pada beberapa perpustakaan yang ada atau mencoba untuk meminta bantuan mbak gugel……hasilnya? Nihil.

Tetapi ternyata, tahun pertamaku telah menjadi bermakna. Sebuah hal luar biasa ternyata kutemukan, bagaikan harta karun, ternyata harta karun itu berhasil ditemukan, pada sebuah desa yang dulunya nun jauh di pelosok, tetapi disaat ini bagaikan sangat dekat saat telah tersiar ke berbagai pelosok dunia.

Pesta panen padi, atau dalam bahasa Suku Dayak Wehea biasa disebut "LOM PLAI". Lom berarti Pesta dan Plai berarti Padi. Mencoba kembali memaknai, ternyata penggunaan ERAU juga adalah sebuah kesalahan istilah yang diletakan oleh orang luar yang akhirnya melekat erat pada penyebutan pesta panen itu sendiri.

Kadang kita juga mendengar dengan istilah "EMBOB JENGEA", dan setelah didalami, ternyata Embob Jengea, adalah salah satu bagian dari ritual panjang Lom Plai, yang merupakan bagian puncak dari Pesta Panen Padi itu sendiri, yang didalamnya terdapat beberapa ritual penting, diantaranya adalah ritual Seksiang (perang-perangan diatas Sungai Wehea yang juga memiliki maksud untuk mengalihkan perhatian warga - selain sebagai sebuah suguhan tontonan - juga bermaksud agar warga tidak berlalu lalang saat dilaksanakan ritual Embos Min atau sebuah ritual pemulihan kampung, membersihkan dari segala sial dan jahat. Selain kedua ritual tersebut, juga masih ada Ritual Peknai, yaitu ritual siram-siraman dan mencoreng arang sebagai perlambang agar pada musim tanam berikutnya cukup hujan serta saat membuka ladang, hasil bukaan ladang dapat terbakar dengan sempurna.

13764162602092974247

Tari Hudoq saat Puncak Pesta Panen Suku Dayak Wehea

Sebuah hal menarik lainnya adalah "ritual" tidak terduga dalam tradisi puncak pesta panen Suku Dayak Wehea. Bila pada saat lebaran, kita sering mendengar para pejabat yang melakukan Open House, ternyata Suku Dayak Wehea, secara turun temurun juga mengenal budaya ini. Saat puncak Lom Plai, sejak pagi hari hingga selesainya ritual Peknai, siapapun boleh bertamu ke rumah-rumah warga Suku Dayak Wehea untuk menikmati suguhan yang disajikan oleh tuan rumah.

Setiap tamu yang lewat biasanya diajak untuk naik ke teras rumah, untuk makan bersama keluarga yang melaksanakan pesta. Bukan hanya satu atau dua rumah, tetapi seluruh warga Wehea yang sedang melaksanakan ritual puncak pesta panen akan melaksanakan open house secara bersamaan. Bayangkan, betapa sibuknya para "tetamu" dari luar desa untuk mengatur "bilik perut" agar cukup untuk menampung suguhan dari para empunya rumah. Sungguh luar biasa.

Jelang sore, sebuah suguhan menarik akan tersaji kembali. Mantra dan doa yang didaraskan dalam lantunan Nluei akan mengawali prosesi Nekeang untuk memanggil roh-roh leluhur, para dewa pelindung kampung jelang "atraksi" tarian Jin dalam rupa penari HUDOQ. Sudah selesai? Belum, mengawal para penari HUDOQ, para warga dalam balutan pakaian tradisional Wehea akan tumpah ruah dalam bentuk barisan melingkar, mengiringinya dengan hentakan kaki dalam sebuah gerak sama dalam tarian Tummbataq, Njiak Keleng dan Ngewai. Sebuah aktraksi budaya yang sebelumnya sama sekali tidak terekspos, seolah tertutup bagai harta karun, karena seyogyanya para intansi berwenang ternyata benar-benar tidak bekerja sebagaimana layaknya (membantu promosinya).

Wehea itu eksotik, ungkapku dalam sebuah diskusi dengan beberapa kawan 7 tahun yang lalu, dan yang terekam diatas? Itu baru sebagian kecil dari runtutan panjang ritual Lom Plai.

Ngesea Egung, sebagai pertanda pesta panen dimulai akan menjadi awal dari pesta puncak yang akan dilaksanakan sebulan kemudian. Selesai? Belum. Masih terdapat juga Ritual Laq Pesyai sehari pasca Ngesea Egung, Ritual pesta satu kampung di bagian hulu kampung akan menjadi pertanda bahwa panen yang telah lewat benar-benar disyukuri oleh segenap warga Wehea, yang kemudian disusul dengan ritual Pesyai Wet Min dan Duq Min.

137641646256470010

Ritual Seksiang di Sungai Wehea dalam Puncak Pesta Panen Suku Dayak Wehea

Semuanya tidak ada informasi sebelumnya. Terdapat begitu banyak ritual yang ada disela pembukaan dan puncak. Sebuah ide sangat "tidak menari" bahkan pernah dilontarkan oleh orang-orang dari pemerintahan yang seharusnya menjadi salah satu pelindung dari kekayaan tradisi yang ada dalam Suku Dayak Wehea.

Sebuah pertanyaan dan saran bodoh pernah terlontar, mengapa Lom Plai ini sejak pembukaan hingga puncaknya tidak dilaksanakan misalnya seminggu saja? Sebuah ide konyol dan gila, yang sama sekali tiak memahami nilai-nilai kearifan tradisional yang ada dalam sebuah komunitas, yang lontaran pertanyaan dan pernyataannya benar-benar menampakan "kebodoha"nya sebagai orang kota, sebagai orang yang duduk di pemerintahan, yang sama sekali, sekali lagi tidak memahami arti dari keberadaan tradisi serta tata urutan tradisi itu sendiri. Satu simpulan saja, bahwa orang itu benar-benar tidak paham dengan eksistensi dari budaya lokal.

Sebagai penutup, setelah ritual pembukaan dan puncak yang diselanya terdapat beragam ritual bermakna lainnya, masih terdapat ritual lainnya, yaitu Ngeldung yang adalah sebuah ritual pemulihan, dimana diikuti oleh kaum perempuan dari anak-anak hingga orang tua, yang berjalan dari hilir ke hulu kampung sebanyak dua hitungan dalam cuaca panas dan terik serta ditutup dengan tarian sebanyak lima belas kali hitungan di depan sebuah rumah adat bernama Eweang. Dasyat dan luar biasa. Sebuah kekayaan akan khasanah budaya negeri ini, dari sebuah anak Suku Dayak bernama Wehea. Selesai?

Belum. Sebagai akhir dari semuanya, selayaknya pembukaan yang dilaksanakan pada saat setelah terbitnya sang mentari di ufuk timur, maka ritual panjang Lom Plai yang memakan waktu sebulan lebih (terkadang sebulan setengah - apabila ada kejadian karena meninggal dunia jelang puncak) ditutup dalam sebuah ritual bernama Embos Epaq Plai bersamaan dengan turunnya sang mentari di ufuk bara. Saat senja menggiring menuju malam, menjadi pertanda semua ritual syukur atas hasil panen yang telah lewat telah benar-benar berakhir dan bersiap untuk memasuki hari baru dalam beragam ritual lainnya pasca pesta panen tersebut.

Ritual lain ternyata telah menunggu pasca pesta panen, yang dikhususkan tentunya bagi orang-orang yang hidup. Bagaimana dengan orang yang telah meninggal dunia? Sama halnya dengan berbagai komunitas adat lainnya di negeri ini, sebuah penghormatan sudah selayaknya diberikan kepada keluarga yang telah meninggal setahun sebelumnya atau bahkan beberapa tahun sebelumnya.

Naq Dung Tung, akan menjadi pembuka kisah dari kekayaan ritual yang dimiliki oleh masyarakat Suku Dayak Wehea. Sebuah bentuk penghormatan untuk menghantar para arwah yang telah meninggal dunia harus dilakukan, agar sang "arwah" tenang dalam hidup barunya di alam lain.

Keluarga yang ditinggalkan, akan larut dalam "kesedihan" panjang bila Naq Dung Tung belum terlaksana. Itu akan menjadi beban utang bagi keluarganya yang masih hidup, bukan sebagai unjuk kemampuan bila kami mampu melaksanakan itu, karena itu adalah sebuah kewajiban dari kami yang hidup untuk menghormati mereka yang telah pergi mendahului kami, sebuah kalimat ringan tetapi bermakna sangat dalam, terungkap dari bibit seorang ibu tua yang setahun lalu berhasil melaksanakan ritual Naq Dung Tung bagi keluarganya.

Pasca Naq Dung Tung, hari-hari adalah "pesta" bagi masyarakat Suku Dayak Wehea. Beragam ritual pun mulai dilaksanakan. Neaq Lom atau sebuah ritual adat bagi anak-anak Wehea pun dilaksanakan. Masyarakat Wehea yang memiliki anggota keluarga baru merasa wajib untuk melaksanakan ritual tersebut apabila telah merasa mampu, untuk mengadakan pesta adat bagi anaknya. Bagi yang belum mampu atau berhalangan, akan berupaya lagi di tahun berikutnya agar Neaq Lom dapat dilaksanakan.

Terkadang kita melihat, ritual Neaq Lom dilaksanakan oleh beberapa keluarga sekaligus. Menilik apa yang dilaksanakan oleh masyarakat Suku Dayak Wehea, dalam beragam ritual tersebut, kita dapat menemukan juga pada ragam komunitas masyarakat lainnya, bahwa itulah budayanya, sebuah warisan tradisi peninggalan masa lalu yang perlu dilestarikan.

Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Kompasianer (anggota Kompasiana) yang menayangkannya.Kompasiana tidak bertanggung jawab atas validitas dan akurasi informasi yang ditulis masing-masing kompasianer.

Apalah Arti Jokowi Kalau Bermodal Harapan Rakyat

Posted: 13 Aug 2013 11:16 AM PDT

Jumlah penduduk miskin di Indonesia diperkirakan berjumlah 28 juta jiwa atau 11,37 % dari total penduduk. Namun, secara politis, kemiskinan ini akan menjadi komoditas politik yang sangat ampuh untuk mempengaruhi pemilih menjelang pemilihan presiden. Sebaliknya, dalam merayakan Idul Fitri, tradisi mudik yang menyertai hari raya umat muslim itu, cerita kesuksesan hidup diperantauan bukan hal yang asing lagi. Sudah miskin kok belagu, begitulah ucapan yang terlontar dari Basuki T Purnama, Wagub DKI yang disapa Ahok ini karena kesal terhadap pihak-pihak yang mengeksploitir kemiskinan dalam gerakan politiknya. Tak urung, setelah pemprov DKI memberikan ultimatum demi tegaknya peraturan, baik warga bantaran waduk pluit maupun PKL tanah Abang bersedia diatur. Namun harus diingat, agar warga tetap  tertib, pemprov DKI harus mendirikan pos penjagaan.

Apa yang dihadapi oleh Gubernur DKI Joko Widodo maupun wakilnya menggambarkan bahwa  modal utama kemajuan bangsa bukan semata-mata tegantung dari pimpinannya, melainkan karakter dari bangsa itu sendiri. Indonesia memiliki system pemerintahan dimana rakyat telah memberikan kepercayaan kepada wakilnya untuk mengawasi jalannya pemerintahan agar melaksanakan amanat rakyat.  Namun, jika wakil rakyat sendiri tidak tertib, ikut terlibat dalam tindak korupsi yang merugikan rakyat, sesungguhnya negara ini tidak ada yang menjaganya. Kalau pedagang kaki lima harus dijaga oleh satpol PP agar para PKL bersedia mengikuti peraturan yang telah disahkan oleh wakil rakyat DKI itu , hal ini menunjukkan bahwa sebagian bangsa ini masih memposisikan diri sebagai irlander pada masa penjajahan kolonial.

Jika kita tengok perkembangan demokrasi era reformasi, Hari raya idul fitripun dimanfaatkan untuk kepentingan politik. Apa yang saya temui, seorang kawan menunjukkan bingkisan lebaran yang akan dibagikan kepada masyarakat menjelang lebaran berupa sembako yang memenuhi bagasi mobilnya. Menurut penjelasannya, bingkisan itu disediakan oleh seseorang yang mencalonkan diri untuk pemilihan Gubernur. Begitu juga apa yang diceritakan oleh seseorang yang biasa saya minta untuk membersihkan halaman rumah, dia mendapat bingkisan lebaran dari seseorang yang mencalonkan diri untuk pemilihan anggota dewan kabupaten. Ternyata era reformasi ini mendidik rakyat tangan dibawah, kalau kita harus bersikap fair, cara ini tidak ditemui dimasa orde baru atau sebelumnya.

Rakyat dibiasakan diberikan ikannya, bukan pancingnya sehingga budaya politik yang dikembangkan menjadikan pimpinan bangsa ini bersalah karena tidak memberikan hasil bagi rakyat dengan pola pikir instan.  Sebaliknya, investasi politik yang sangat besar, menjadikan jabatan atau kekuasaan sebagai modal untuk bertransaksi. Maka, bukan hal tabu untuk dilakukan walaupun tindakan itu merupakan sebuah pelanggaran, untuk menjadi aparatur negarapun harus melalui sebuah transaksi, hal itu bukan saja dilakukan oleh kalangan sipil,  untuk menjadi penegak hukumpun harus melalui proses yang sama.

Ditengah dukungan yang kuat kepada Jokowi yang diharapkan mampu membawa rakyat lebih sejahtera, tanpa disadari bahwa didepan mata kita, budaya transaksi secara terang-terangan berkembang begitu hebatnya tanpa ada tindakan apapun, misalnya seorang yang menjadi pegawai pemerintah diberhentikan karena terbukti melalui sebuah transaksi suap.  Budaya suap inilah yang sesungguhnya harus dihentikan untuk mengangkat bangsa ini. Namun bangsa kita masih beruntung dapat survive dalam kehidupan budaya seperti itu sebab infrastruktur ekonomi relatif sebagian besar telah terbangun sehingga tanpa campur tangan pemerintahanpun ekonomi bangsa ini secara alamiah akan berkembang dengan sendirinya. Hal ini dapat kita lihat dalam perjalanan mudik misalnya, perkembangan kota-kota sepanjang jalur mudik menunjukkan bahwa simpul-simpul ekonomi sudah hidup dengan sendirinya.  Justru yang menjadi penghambat kemajuan adalah pengembangan wilayah untuk kepentingan berbagi kekuasaan yang menambah beban keuangan negara. Memang pada awalnya, berkembangnya sebuah perkotaan karena menjadi pusat pemerintahan, namun dengan terbangunnya infrastruktur ekonomi yang sudah relatif merata, geliat ekonomi itu dengan sendirinya berkembang tanpa didorong oleh pemerintah.

Apalah artinya  seorang Jokowi kalau harus bekerja tanpa dukungan rakyat secara riel, menertibkan PKL agar mentaati peraturan bukan hal mudah, agar  PKL tidak melakukan pelanggaran harus menurunkan begitu banyak satpol PP.  Yang menjadi pertanyaan kita, bagaimana cara menghilangkan budaya suap yang sudah sangat kronis tanpa  kesediaan rakyat menghilangkan budaya tersebut ?.  Apakah Jokowi harus menurunkan militer  yang boleh dikatakan saat ini duduk dibarak dan tidak ada alasan menyuap dan disuap ?. Kita dapat ambil postivenya dari langkah Jokowi menertibkan PKL, kerja kecil untuk yang besar, bukan hanya dukungan dan harapan saja yang dibutuhkan  Jokowi.

Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Kompasianer (anggota Kompasiana) yang menayangkannya.Kompasiana tidak bertanggung jawab atas validitas dan akurasi informasi yang ditulis masing-masing kompasianer.

Indonesia vs Filipina, Apa ini Sepakbola???

Posted: 13 Aug 2013 11:16 AM PDT

sekedar ingatin sebentar lagi Indonesia VS pilipina, sebelum pertandingan forum-forum sepakbola udah ramai dan panas bentrok antara dua kubu, yang berharap Indonesia kalah dan sebaliknya.

memang ada kejanggalan persiapan timnas salah satunya bisa dilihat di http://olahraga.kompasiana.com/bola/2013/08/12/fakta-timnas-tidak-serius-menghadapi-filipina–583226.html#5014895 oleh saudara Heri. dan juga head to head sebelumnya adalah seri dikandang lawan dengan materi pemain yang semuaorang yakin bukanlah materi pemain terbaik indonesia.

nah, ada tuntutan agar indonesia harus menang karena saat ini bermateri pemain terbaik(katanya, saya juga berharap demikian) ditambah lagi bermain di kandang sendiri, jika menang maka ISL lovers akan menghujat IPL lovers dan para pro perubahan, namun jika Indonesia kalah maka akan terjadi sebaliknya.

STOP …………. Ini sepakbola atau matematika(ilmu pasti)? saya yakin semua teman2 disini adalah pecinta sepakbola bahkan tidak jarang ada yang fanatik, dalam sepakbola seri, kalah atau menang banyak faktor yang menentukan, bahkan banyak hal2 yang terduga, inilah yang buat sepakbola lebih menarik dari olahraga lain, bola itu bundar, prediksi dalam sepakbola bahkan sering salah dan tak terduga, tak perlu saya beri contoh pertandingan apa saja dimana tim kecil melibas tim besar atau malah menahan seri, bahkan tidak jarang lebih mendominasi, itulah faktanya dalam sepakbola.

saya cuma ingin teman2 sadar, marilah kita menikmati sepakbola yang sebenarnya, statistik hanya bagian kecil faktor penentu kemenangan, masih banyak faktor lain, adalah aneh jika mempermasalahkan hasil kalah dan menang dalam sebuah pertandingan sepakbola, yang terpenting adalah punggawa timnas berjuang habis2an dengan seluruh kemampuan terbaik dan kita adalah pemain ke 12 yang mampu membakar semangat mereka… teman2 sekalian, lepaskanlah ego masing2, persetan dengan ISL, persetan dengan IPL, persetan dengan mafia, atau bahkan persetan dengan klub2 terbaik di indonesia, yang ada hanya INDONESIA… mari kita dukung punggawa2 merah putih, jangan mereka kita jadikan bahan cemohan atau jadikan mereka senjata tuk cemoh pemain lain, saya yakin di hati kecil kita ada kata BERSATU.

saya hanya ingin teman2 sadar, mengapa begitu mudah kita terpecah belah, mengapa kita amat mudah di adu domba, mengapa kita kita tidak belajar dari sejarah belanda dengan mudahnya menjajah negara kita dengan taktik adu domba.

hasil apapun yang akan terjadi nanti, kita berharap itu adalah hasil terbaik terlepas dari kalah atau menang, mari kita kembali kehakikat sepakbola itu sendiri, tidakkah kita tidak merindukan ketegangan, kegembiraan, dan kesedihan bersama ketika negara kita bertanding?

mari, satukan dukungan untuk Indonesia

GARUDA DI DADAKU

Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Kompasianer (anggota Kompasiana) yang menayangkannya.Kompasiana tidak bertanggung jawab atas validitas dan akurasi informasi yang ditulis masing-masing kompasianer.

Uniknya Musik

Posted: 13 Aug 2013 11:16 AM PDT

OPINI | 14 August 2013 | 00:41 Dibaca: 12   Komentar: 0   0

Aku pikir ini unik.
Entahlah tapi kurasa banyak orang yang mengiyakannya.
Bahwa dunia ini memang panggung sandiwara.
Bukan karena peran atau tokohnya, itu cukup Tuhan saja sebagai Sang Maha Sutradara.
Ini lebih kepada musik dan lirik. Ups tak lupa kisah cinta klasik. Asyik!
Begitulah. Kisah beserta adegan di tiap judulnya selalu saja memiliki lagu tersendiri.
Tuhan, serasa ini adalah drama musikal. India? Menari-nari saat hujan mengelilingi pohon? Ah aku tidak sebegitunya! HAHAHA

Musik dan warna yang diberikannya. Membuat rasa semakin terasa.
Berkata bahwa apa yang dilantunkan para penyanyinya begitu sama dengan apa yang ia rasa.
Dan nada menyempurnakannya.

Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Kompasianer (anggota Kompasiana) yang menayangkannya.Kompasiana tidak bertanggung jawab atas validitas dan akurasi informasi yang ditulis masing-masing kompasianer.

Siapa yang menilai tulisan ini?

-

Adsense Content. bottom of article

0 komentar:

Posting Komentar